10. Bab Ii.docx

  • Uploaded by: Ricka
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 10. Bab Ii.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,496
  • Pages: 22
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teori 2.1.1 Tinjauan Umum Tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) 2.1.1.1 Pengertian Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan salah satu aspek perlindungan tenaga kerja yang diatur dalam undang-undang, dengan menerapkan teknologi pengendalian keselamatan dan kesehatan kerja, diharapkan tenaga kerja akan mencapai ketahanan fisik, daya kerja, dan tingkat kesehatan yang tinggi. Di samping itu, keselamatan dan kesehatan kerja dapat diharapkan untuk menciptakan kenyamanan kerja dan keselamatan kerja yang tinggi. Jadi unsur yang ada dalam kesehatan dan keselamatan kerja tidak terpaku pada faktor fisik, tetapi juga mental, emosional dan psikologi (Isnainingdyah & Hariyono, 2016). Keselamatan dan Kesehatan Kerja merupakan salah satu upaya perlindungan yang ditunjukkan kepada semua potensi yang dapat menimbulkan bahaya, agar tenaga kerja dan orang lain yang ada di tempat selalu dalam keadaan selamat dan sehat serta semua sumber produksi dapat digunakan secara aman dan efisien. Keselamatan dan Kesehatan Kerja harus benar-benar diterapkan dalam suatu perusahaan, pengawasan tidak hanya terhadap mesin saja tetapi yang lebih penting terhadap manusianya. Hal ini dilakukan karena manusia adalah faktor yang paling penting dalam suatu proses produksi (Wulansari, 2009). Keselamatan dan kesehatan kerja secara filosofis adalah suatu upaya dan pemikiran untuk menjamin keutuhan, dan kesempurnaan baik jasmani ataupun rohani manusia pada umumnya dan tenaga kerja pada khususnya serta hasil karya dan budayanya untuk menuju masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera. Sedangkan secara keilmuan, keselamatan dan kesehatan kerja adalah ilmu dan penerapannya secara

6

7

teknis dan teknologis untuk melakukan pencegahan terhadap timbulnya kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja dari setiap pekerjaan yang dilakukan (Nindriyawati, 2010). Keselamatan dan kesehatan kerja secara hukum merupakan suatu upaya perlindungan agar tenaga kerja dan orang lain yang memasuki tempat kerja selalu dalam keadaan selamat dan sehat serta sumbersumber proses produksi dapat dijalankan secara aman, efisien dan produktif (Nindriyawati, 2010). Dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Pasal 164 dan 165 dinyatakan bahwa “upaya kesehatan kerja ditunjukan untuk melindungi pekerja agar hidup sehat dan terbebas dari gangguan kesehatan serta pengaruh buruk yang diakibatkan oleh pekerjaan. Pengelola perusahaan wajib mentaati standar kesehatan kerja dan menjamin lingkungan kerja yang sehat melalui upaya pencegahan, peningkatan, pengobatan dan pemulihan bagi tenaga kerja apabila terjadi kecelakaan kerja”. Jika memperhatikan isi dari pasal di atas maka jelaslah bahwa RS sebagai tempat kerja dengan berbagai ancaman bahaya yang dapat menimbulkan dampak kesehatan, tidak hanya terhadap para pelaku langsung yang bekerja di RS, tapi juga terhadap pasien maupun pengunjung RS, sehingga sudah seharusnya pihak pengelola Rumah Sakit menerapkan upaya-upaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit (K3RS) (Verawati, 2012). 2.1.1.2 Konsep Keselamatan Kerja Dalam Tribowo dan Pusphandani (2013), menyatakan keselamatan kerja dapat diartikan sebagai keadaan terhindar dari bahaya selama melakukan pekerjaan. Dengan kata lain keselamatan kerja merupakan salah satu faktor yang harus dilakukan selama bekerja. Tidak ada seorang pun didunia ini yang menginginkan tejadinya kecelakaan. Keselamatan kerja sangat bergantung pada jenis, bentuk, dan lingkungan dimana pekerjaan itu dilaksanakan.

8

Adapun unsur-unsur penunjang keselamatan kerja adalah sebagai berikut : 1.

Adanya unsur-unsur keamanan dan kesehatan kerja yang telah dijelaskan diatas.

2.

Adanya kesadaran dalam menjaga keamanan dan kesehatan kerja.

3.

Teliti dalam bekerja

4.

Melaksanakan prosedur kerja dengan memperhatikan keamanan dan kesehatan kerja. Dengan

demikian

dapat

disimpulkan

bahwa

kesehatan,

keselamatan, dan keamanan kerja adalah upaya perlindungan bagi tenaga kerja agar selalu dalam keadaan sehat dan selamat selama bekerja di tempat kerja. Tempat kerja adalah ruang tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap, atau sering dimasuki tenaga kerja. 2.1.1.3 Ruang Lingkup Keselamatan Kerja Ruang lingkup keselamatan kerja sangat luas. Keselamatan kerja termasuk dalam perlindungan teknis, yaitu perlindungan terhadap pekerja/buruh agar selamat dari bahaya yang dapat ditimbulkan oleh alat kerja atau bahan yang dikerjakan. Keselamatan kerja tidak hanya memberikan perlindungan kepada pekerja/buruh, tetapi juga kepada pengusaha dan pemerintah : 1.

Bagi Pekerja/Buruh Adanya jaminan perlindungan keselamatan kerja akan menimbulkan suasana kerja yang tentram sehingga pekerja/buruh akan dapat memusatkan perhatiannya pada pekerjaannya semaksimal mungkin tanpa khawatir sewaktu-waktu akan tertimpa kecelakaan kerja.

2.

Bagi Pengusaha Adanya pengaturan keselamatan kerja di perusahaannya akan dapat mengurangi terjadinya kecelakaan yang dapat mengakibatkan pengusaha harus memberikan jaminan sosial.

9

3.

Bagi Pemerintah (dan Masyarakat) Dengan adanya dan ditaatinya peraturan keselamatan kerja, maka apa yang direncanakan pemerintah untuk menyejahterakan masyarakat akan tercapai dengan meningkatnya produksi perusahaan baik kualitas maupun kuantitasnya. Untuk mewujudkan perlindungan keselamatan kerja, maka

pemerintah telah melakukan upaya pembinaan norma di bidang ketenagakerjaan. Dalam pengertian pembinaan norma ini sudah mencakup pengertian pembentukan, penerapan dan pengawasan norma itu sendiri. Ditinjau dari segi keilmuan, keselamatan dan kesehatan kerja diartikan sebagai ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Keselamatan dan kesehatan kerja harus diterapkan dan dilaksanakan di setiap tempat kerja (perusahaan). Tempat kerja adalah setiap tempat yang di dalamnya terdapat 3 (tiga) unsur, yaitu : 1.

Adanya suatu usaha, baik itu usaha yang bersifat ekonomis maupun sosial.

2.

Adanya sumber bahaya

3.

Adanya tenaga kerja yang bekerja di dalamnya, baik secara terus menerus maupun hanya sewaktu-waktu. (Tribowo & Pusphandani, 2013).

2.1.1.4 Tujuan Kesehatan dan Keselamatan Kerja Kesehatan, keselamatan, dan keamanan kerja bertujuan untuk menjamin kesempurnaan atau kesehatan jasmani dan rohani tenaga kerja serta hasil karya dan budayanya. Ada beberapa tujuan K3 diantaranya yakni sebagai berikut : 1.

Memelihara lingkungan kerja yang sehat.

2.

Mencegah dan mengobati kecelakaan yang disebabkan akibat pekerjaan sewaktu bekerja.

10

3.

Mencegah dan mengobati keracunan yang ditimbulkan dari kerja.

4.

Memelihara moral, mencegah, dan mengobati keracunan yang timbul dari kerja.

5.

Menyesuaikan kemampuan dengan pekerjaan.

6.

Merehabilitasi pekerja yang cedera atau sakit akibat pekerjaan. Keselamatan kerja mencakup pencegahan kecelakaan kerja dan

perlindungan terhadap tenaga kerja dari kemungkinan terjadinya kecelakaan sebagai akibat dari kondisi kerja yang tidak aman dan atau tidak sehat. Syarat-syarat

kesehatan, keselamatan,

ditetapkan

sejak

tahap

peredaran,

perdagangan,

perencanaan, pemasangan,

dan

keamanan

pembuatan, pemakaian,

kerja

pengangkutan, penggunaan,

pemelihraan, dan penyimpanan bahan, barang, produk teknis, dan aparat produksi yang mengandung dan dapat menimbulkan bahaya kecelakaan (Tribowo & Pusphandani, 2013). 2.1.1.5 Penerapan Sistem Manajemen K3 Ini adalah bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, kegiatan perencanaan, tanggung jawab pelaksanaan, prosedur dan sumber daya yang di butuhkan bagi pengembangan penerapan, pencapaian pengkajian dan pemeliharaan kebijakan kesehatan dan keselamatan kerja dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja. Guna tercapainya tempat kerja dan lingkungan kerja yang aman, efisien dan produktif (Tribowo & Pusphandani, 2013). Dalam hal tersebut tidak kalah pentingnya kita harus memperhatikan hal-hal penerapan manajemen risiko di antaranya yaitu : 1.

Pembentukan Komitmen Komitmen merupakan modal utama dalam penerapan K3 secara riil mengenai arti penting Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Pembentukan komitmen tentang arti pentingnya K3 harus dimulai dari level Top Management supaya penerapan sistem K3 berjalan efektif dan optimal. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 tahun

11

1970 tentang Keselamatan Kerja dijelaskan bahwa unsur pimpinan (direktur) bertanggungjawab untuk melaksanakan Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Unsur pimpinan inilah yang nantinya diharapkan mampu membuat kebijakan-kebijakan yang positif tentang K3 dan mampu menggerakkan aspek-aspek penunjang/fasilitas sampai dengan karyawan-karyawan level bawah untuk menjalankan fungsi K3 untuk mencapai “Zero Accident”. 2.

Perencanaan Perencanaan disini dimaksudkan sebagai dasar penerapan program kerja K3 yang nantinya akan dilaksankan secara menyeluruh oleh seluruh karyawan. Dalam menentukan program kerja K3, idealnya komite K3 melakukan assessment di area kerja mengenai masalah-masalah K3 di perusahaan tersebut. Cara mudah biasanya menggunakan teknik berupa High Identification Risk Assessment & Risk Control (HIRARC), yaitu suatu cara/teknik mengidentifikasi potensi-potensi bahaya yang kemungkinan bisa menimbulkan kecelakaan kerja/penyakit kerja dan melakukan langkah penanggulangan sebagai kontrol/preventif. Dapat dilakukan dengan identifikasi potensi, penilaian faktor risiko dan pengendalian faktor risiko.

3.

Pengorganisasian Bentuk komitmen dari pimpinan perusahaan selain melalui kebijakan tertulis, dapat juga memfasilitasi pembentukan komite K3 yang khusus menangani permasalahan K3 yang terdiri dari berbagai wakil dari divisi yang terlibat sesuai dengan kompetensinya masingmasing. Selain itu yang paling penting untuk menggerakkan organisasi/komite K3 tersebut diperlukan seorang “ahli K3” yaitu seorang yang berkompeten di bidang K3 yang telah tersertifikasi sebagai ahli K3. Dalam penerapan program kerja serta aktivitasaktivitas K3 tidak bisa lepas dari visi dan misi ahli K3 tersebut yang mampu menggerakkan jalannya organisasi kerja. Efektifitas komite

12

K3 tentu saja diperhitungkan dari penerapan program-program K3 yang tersitematis dan mendapatkan support dari seluruh level karyawan. 4.

Penerapan Penerapan K3 tentu saja berkaitan dengan pelaksanaan aktivitas program-program kerja K3 secara optimal. Harus disertai evidence serta bukti-bukti lapangan mengenai penerapan program kerja tersebut. Contoh program kerja yang bisa dilakukan yaitu semacam

safety

campaign

(kampanye/sosialisasi

tentang

keselamatan), safety sign (sebuah media visual berupa gambar atau rambu untuk ditempatkan di area kerja yang memuat pesan-pesan agar

setiap

karyawan

selalu

memperhatikan

aspek-aspek

keselamatan dan kesehatan kerja), safety training (pelatihan K3), safety talk (sebuah cara untuk mengingatkan karyawan/pekerja bahwa K3 bagian yang sangat penting dalam pekerjaan), safety for visitor (sebuah cara untuk memastikan prngunjung aman), simulasi dan evakuasi, safety alert (peringatan keamanan), dan lain-lain. 5.

Pelaporan Setiap penerapan program-program K3 harus dilakukan pelaporan

sebagai

bukti

evidence

sehingga

dapat

dipertanggungjawabkan dan dapat dilakukan perbaikan secara bertahap. Pelaporan K3 harus disusun secara rapi sebagai penunjang administrasi K3 yang terintegrasi. 6.

Evaluasi Proses evaluasi memang sangat diperlukan sebagai bentuk pengukuran efektivitas program/penerapan K3 sudah sedemikian efektif atau belum. Secara praktis biasanya dibentuk suatu tim auditor untuk melakukan audit dan verifikasi mengenai penerapan yang dijalankan mengenai sistem manajemen K3. (Tribowo & Pusphandani, 2013).

13

2.1.1.6 Kejadian Nyaris Cedera (KNC) KNC merupakan suatu kejadian akibat melaksanakan suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission), yang disebabkan karena keberuntungan, pencegahan, atau peringanan (Apriani, 2016). KNC lebih sering terjadi dibandingkan dengan kejadian tidak diharapkan, frekuensi kejadian ini tujuh sampai seratus kali lebih sering terjadi, model penyebab terjadinya insiden, KNC berperan sebagai awal sebelum terjadinya KTD. Kejadian nyaris cedera menyediakan dua tipe informasi terkait dengan keamanan pasien : 1.

Kelemahan dari sistem pelayanan kesehatan (kesalahan dan kegagalan termasuk tidak adekuatnya sistem pertahanan)

2.

Kekuatan dari sistem pelayanan kesehatan (tidak ada perencanaan, tindakan pemulihan secara informal). Penyebab dari insiden ini meliputi kegagalan teknis (technical

failure), kegagalan manusia (human operator failure), dan kegagalan organisasi (organizational failure). Kegagalan pada awal kegiatan, sebagai pencetus adalah kesalahan manusia, teknikal, kegagalan organisasi atau kombinasi keduanya. Jika hal ini tidak dapat dicegah proses berlanjut pada situasi yang berbahaya (peningkatan risiko sementara akibat dari kegagalan awal tetapi tidak menimbulkan akibat aktual), jika pertahanan adekuat kondisi kembali normal. Jika pertahanan tidak adekuat, kegagalan dalam pertahanan seperti prosedur pengecekan ulang (double check procedures). Penggantian otomatis dari peralatan yang siap pakai, atau tim pemecahan masalah kurang optimal, dapat berkembang kearah insiden. Pengembangan ke arah insiden melalui proses pemulihan atau recorvery (merupakan pertahanan informal dengan menemukan situasi yang berisiko terjadinya insiden). Pertahanan ini untuk menghentikan insiden atau membiarkan insiden menjadi kejadian yang tidak diharapkan.

14

2.1.1.7 Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) Dalam Tribowo (2013) menyatakan, menurut Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit atau (KKP-RS, 2008) mengdefinisikan KTD sebagai suatu kejadian yang mengakibatkan cedera yang tidak diharapkan pada pasien karena suatu tindakan (commission) atau karena tidak bertindak (omission), dan bukan karena underlying desease atau kondisi pasien. KTD ada yang dapat dicegah dan ada yang tidak dapat dicegah. KTD yang dapat dicegah (preventable adverse event) berasal dari kesalahan proses asuhan pasien. KTD sebagai dampak dari kesalahan proses asuhan sudah banyak dilaporkan terutama di negara maju. KTD yang tidak dapat dicegah (unpreventable adverse event) walaupun dengan pengetahuan yang mutakhir. Setiap organisasi dan isntitusi yang bergerak di bidang apapun, menerapkan suatu sistem pengamanan untuk mencegah terjadinya suatu insiden termasuk organisasi rumah sakit. Menurut James Reason pendekatan sistem dapat digunakan untuk menggambarkan bagaimana suatu insiden terjadi. Teori James Reason yang dikenal dengan Reason ”Swiss Chesse”. Gambar 2.1 The “swiss chesse” Model of Accident Causation

Sumber : Reason (1991) dalam Tribowo (2013)

15

Penyebab insiden terjadi diilustrasikan dengan empat potong keju swiss (swiss chesse) sebagai system barrier atau mekanisme pertahanan terhadap kesalahan atau pelanggaran yang dilakukan oleh manusia. Kondisi ideal mekanisme pertahanan ini dalam keadaan utuh tanpa lubang. Lubang pada potongan ini dapat diartikan bahwa sistem pertahanan mampu ditrobos. Lubang ini diakibatkan oleh kondisi kegagalan aktif dan kondisi laten (Tribowo, 2013). Hampir semua KTD terjadi karena kombinasi dari kegagalan aktif dan kondisi laten. Kegagalan aktif berupa faktor manusia yang melakukan pelanggaran, serta kondisi yang memudahkan terjadinya pelanggaran. Kondisi laten berupa kegagalan organisasi dan manajemen. Keempat potongan sistem pertahanan tersebut berupa : 1.

Pengaruh organisasi (proses manajemen, kepemimpinan, kebijakan dan prosedur) dan pengawasan yang aman.

2.

Pengawasan yang aman.

3.

Kondisi lingkungan yagn mendukung keselamatan pasien (kerjasama tim, peralatan, komunikasi, serta lingkungan yang aman dan nyaman).

4.

Perilaku yang mendukung keselamatan pasien (profesionalisme, disiplin, taat terhadap aturan). Lubang pada sistem pertahanan ini dapat memberikan penjelasan

bahwa kebijakan dan prosedur keamanan yang tidak tersedia atau yang tidak ditaati. Kinerja tim yang terganggu, peralatan yang tidak berfungsi karena kurang pemeliharaan, serta kompetensi individual yang berada di bawah standar karena perencanaan pelatihan yang jarang dapat menyebabkan terjadinya insiden. Teori lain mengungkapkan bahwa kesalahan dapat terjadi karena human error. Pendekatan yang digunakan dalam memahami human error ini adalah pendekatan personel dan sistem (Tribowo, 2013).

16

2.1.1.8 Kondisi yang Memudahkan Terjadinya Kesalahan 1.

Tekanan mental dan fisik. Suasana dan tuntutan kerja dalam pelayanan medis menuntut kecepatan, ketetapan, dan ke hati-hatian.

2.

Keterbatasan fisik. Hasil perawatan medis (sembuh atau tidak) ditentukan oleh pengetahuan, sikap, keterampilan (kompetensi) dan kondisi fisik dokter atau tenaga kesehatan tersebut.

3.

Gangguan lingkungan. Lingkungan yang tidak nyaman seperti berisik, gerah, pencahayaan yang terlalu terang atau redup, suasana kerja yang tidak harmonis, paparan radiasi, gangguan telepon, kelebihan beban kerja dan lain-lain.

4.

Supervise. Supervisior memiliki peran dan tanggung jawab terhadap anak buahnya dalam rangka meraih tujuan bersama yang telah disepakati.

5.

Teamwork.

Jon

mendefinisikan

R.

Katzenbach

dan

Douglas

K.

Smith

teamwork sebagai suatu kelompok kecil orang

dengan keterampilan-keterampilan yang saling melengkapi yang berkomitmen pada tujuan bersama, sasaran-sasaran kinerja, dan pendekatan yang mereka jadikan tanggung jawab bersama (Tribowo, 2013). 2.1.1.9 Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Nyaris Cedera dan Kejadian Tidak Diharapkan Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kejadian nyaris cedera dan kejadian tidak diharapkan, menurut (Tribowo, 2013) meliputi : 1.

Organisasi dan manajemen (struktur organisasi, kultur organisasi, kebijakan, kepemimpinan dan komitmen, sumber daya manusia, finansial, peralatan dan teknologi).

2.

Lingkungan kerja (fisik, lingkungan yang bising, banyak interupsi, beban kerja, tekanan waktu dan psikologis, desain bangunan).

3.

Team work (komunikasi, kerjasam, supervisi, pembagian tugas).

4.

Individu (pengetahuan, skill, sikap dan perilaku, kondisi fisik dan mental, kepribadian staf).

17

5.

Task (ketersediaan SOP, ketersediaan pedoman, desain tugas).

6. Pasien (kondisi pasien, kepribadian, kemampuan, gangguan mental). 2.1.2 Tinjauan Umum Tentang Kecelakaan Kerja 2.1.2.1 Pengertian Kecelakaan adalah kejadian yang tak terduga dan tidak diharapkan. Tidak terduga karena dibelakang peristiwa tersebut tidak ada unsur kesengajaan, lebih-lebih dengan adanya unsur perencanaan. Tidak diharapkan karena peristiwa kecelakaan menimbulkan adanya kerugian baik itu material maupun penderitaan dari yang paling ringan sampai pada yang paling berat. Kecelakaan akibat kerja adalah kecelakaan berhubung dengan hubungan kerja pada perusahaan. Hubungan kerja disini dapat berarti bahwa kecelakaan terjadi dikarenakan oleh pekerjaan atau pada waktu melaksanakan pekerjaan (Budiyanti, 2009). Kecelakaan kerja merupakan kecelakaan seseorang atau kelompok dalam rangka melaksanakan kerja di lingkungan perusahaan, yang terjadi secara tiba-tiba, tidak diduga sebelumnya, tidak diharapkan terjadi, menimbulkan kerugian ringan sampai yang paling berat dan bisa menghentikan kegiatan pabrik secara total (Hadiguna, 2009). Andriani (2010) menyatakan, kecelakaan kerja adalah suatu kejadian yang jelas tidak dikehendaki dan sering kali tidak terduga semula yang dapat menimbulkan kerugian baik waktu, harta benda atau properti maupun korban jiwa yang terjadi di dalam suatu proses kerja industri atau yang berkaitan dengannya. Dengan demikian kecelakaan kerja mengandung unsur-unsur sebagai berikut : 1.

Tidak diduga semula, oleh karena dibelakang peristiwa kecelakaan tidak terdapat unsur kesengajaan dan perencanaan;

2.

Tidak

diinginkan

atau

diharapkan,

karena

setiap

peristiwa

kecelakaan akan selalu disertai kerugian baik fisik maupun mental; 3.

Selalu menimbulkan kerugian dan kerusakan, yang sekurangkurangnya menyebabkan gangguan proses kerja.

18

2.1.2.2 Klasifikasi Kecelakaan Kerja Klasifikasi kecelakaan akibat kerja menurut Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) tahun 1962 dalam Tribowo dan Pusphandani (2013) adalah sebagai berikut : 1.

Klasifikasi menurut jenis kecelakaan yaitu : terjatuh, tertimpa benda jatuh, tertumbuk atau terkena benda-benda, terjepit oleh benda, tertusuk oleh benda, gerakan-gerakan melebihi kemampuan, pengaruh

suhu

tinggi,

dan

kontak

dengan

bahan-bahan

berbahaya/radiasi. 2.

Klasifikasi menurut penyebab yaitu : mesin, alat angkut dan angkat, peralatan lain, bahan-bahan, zat-zat dan radiasi, dan lingkungan kerja.

3.

Klasifikasi menurut letak kecelakaan/luka ditubuh yaitu : kepala, leher, anggota atas, anggota bawah, banyak tempat, kelainan tubuh. Klasifikasi menurut jenis kecelakaan dan penyebab berguna untuk

membantu dalam usaha pencegahan kecelakaan. Penggolongan menurut sifat dan letak luka/kelainan tubuh berguna untuk penelaahan tentang kecelakaan lebih lanjut dan terperinci. 2.1.2.3 Sebab-Sebab Kecelakaan Kerja Dalam Tribowo dan Pusphandani (2013) mengemukakan, bahwa kecelakaan akibat kerja pada dasarnya disebabkan oleh tiga faktor yaitu faktor manusia, pekerjaannya dan faktor lingkungan di tempat kerja. 1.

Faktor Manusia yaitu : Pertama umur. Umur mempunyai pengaruh yang penting terhadap kejadian kecelakaan akibat kerja. Golongan umur tua mempunyai kecenderungan yang lebih tinggi untuk mengalami kecelakaan akibat kerja dibandingkan dengan golongan umur muda karena umur muda mempunyai reaksi dan kegesitan yang lebih tinggi. Namun umur muda pun sering pula mengalami kasus kecelakaan akibat kerja, hal ini mungkin karena kecerobohan dan sikap suka tergesa-gesa. Dari hasil penelitian di Amerika Serikat diungkapkan bahwa pekerja usia muda lebih banyak mengalami

19

kecelakaan dibandingkan dengan pekerja yang lebih tua. Pekerja usia muda biasanya kurang berpengalaman dalam pekerjaannya; Kedua tingkat pendidikan. Pendidikan seseorang berpengaruh dalam pola pikir seseorang dalam menghadapi pekerjaan yang dipercayakan kepadanya, selain itu pendidikan juga akan mempengaruhi tingkat penyerapan terhadap pelatihan yang diberikan dalam rangka melaksanakan pekerjaan dan keselamatan kerja; Dan ketiga pengalaman kerja. Pengalaman kerja merupakan faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya kecelakaan akibat kerja. Berdasarkan berbagai

penelitian

dengan

meningginya

pengalaman

dan

keterampilan akan disertai dengan penurunan angka kecelakaan akibat kerja. Kewaspadaan terhadap kecelakaan akibat kerja bertambah baik sejalan dengan pertambahan usia dan lamanya kerja di tempat kerja yang bersangkutan. 2.

Faktor Pekerjaan yaitu : Pertama giliran kerja (shift). Giliran kerja adalah pembagian kerja dalam waktu dua puluh empat jam. Terdapat dua masalah utama pada pekerja yang bekerja secara bergiliran, yaitu ketidakmampuan pekerja untuk beradaptasi dengan sistem shift dan ketidakmampuan pekerja untuk beradapatasi dengan kerja pada malam hari dan tidur pada siang hari. Pergeseran waktu kerja dari pagi, siang dan malam hari dapat mempengaruhi terjadinya peningkatan kecelakaan akibat kerja; Dan kedua jenis (unit) pekerjaan. Jenis pekerjaan mempunyai pengaruh besar terhadap risiko terjadinya kecelakaan akibat kerja. Jumlah dan macam kecelakaan akibat kerja berbeda-beda di berbagai kesatuan operasi dalam suatu proses.

3.

Faktor Lingkungan yaitu : Pertama lingkungan fisik. Pencahayaan, pencahayaan merupakan suatu aspek lingkungan fisik yang penting bagi keselamatan kerja. Beberapa penelitian membuktikan bahwa pencahayaan yang tepat dan sesuai dengan pekerjaan akan dapat menghasilkan produksi yang maksimal dan dapat mengurangi

20

terjadinya kecelakaan akibat kerja. Kebisingan, kebisingan ditempat kerja dapat berpengaruh terhadap pekerja karena kebisingan dapat menimbulkan gangguan perasaan, gangguan komunikasi sehingga menyebabkan salah pengertian, tidak mendengar isyarat yang diberikan, hal ini dapat berakibat terjadinya kecelakaan akibat kerja disamping itu kebisingan juga dapat menyebabkan hilangnya pendengaran

sementara

atau

menetap.

Nilai

ambang batas

kebisingan adalah 85 dBa untuk 8 jam kerja sehari atau 40 jam kerja dalam seminggu; Kedua lingkungan kimia. Faktor lingkungan kimia merupakan salah satu faktor lingkungan yang memungkinkan penyebab kecelakaan kerja. Faktor tersebut dapat berupa bahan baku suatu produksi, hasil suatu produksi dari suatu proses, proses produksi sendiri ataupun limbah dari suatu produksi; Dan ketiga faktor lingkungan biologi. Bahaya biologi disebabkan oleh jasad renik, gangguan dari serangga maupun binatang lain yang ada di tempat kerja. Berbagai macam penyakit dapat timbul seperti infeksi, allergi, dan sengatan serangga maupun gigitan binatang berbisa berbagai penyakit serta bisa menyebabkan kematian. Selain pernyataan sebab-sebab di atas dan kondisi kerja yang tidak aman maka faktor-faktor yang berhubungan dengan kecelakaan kerja dapat pula di simpulkan bahwa masih ada tiga faktor yang mempengaruhi atau menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja. Ketiga faktor tersebut yaitu sifat dari kerja itu sendiri, jadwal kerja, dan iklim psikologis di tempat kerja (Tribowo & Pusphandani, 2013). 2.1.2.4 Teori Penyebab Kecelakaan Kecelakaan kerja umumnya disebabkan oleh berbagai faktor penyebab, berikut teori-teori mengenai terjadinya suatu kecelakaan : 1.

Pure Chance Theory (Teori Kebetulan Murni) Teori yang menyimpulkan bahwa kecelakaan terjadi atas kehendak Tuhan, sehingga tidak ada pola yang jelas dalam rangkaian peristiwanya, karena itu kecelakaan terjadi secara kebetulan saja.

21

2.

Accident Prone Theory (Teori Kecenderungan Kecelakaan) Teori ini berpendapat bahwa pada pekerja tertentu lebih sering tertimpa kecelakaan, karena sifat-sifat pribadinya yang memang cenderung untuk mengalami kecelakaan kerja.

3.

Three Main Factor (Teori Tiga Faktor) Menyebutkan

bahwa

penyebab

kecelakaan

peralatan,

lingkungan dan faktor manusia pekerja itu sendiri. 4.

Two Main Factor (Teori Dua Faktor) Kecelakaan disebabkan oleh kondisi berbahaya (unsafe condition) dan tindakan berbahaya (unsafe action).

5.

Human Factor Theory (Teori Faktor Manusia) Menekankan bahwa pada seluruh kecelakaan kerja tidak langsung

disebabkan karena kesalahan manusia. (Tribowo & Pusphandani, 2013) Dalam Salami (2015) menyatakan, teori domino dikembangkan oleh H.W. Heinrich (1931) yang menyatakan bahwa, kecelakaan kerja disebabkan oleh perilaku tidak aman (unsafe acts) 88%, kondisi tidak aman (unsafe condition) 10% dan “acts of God” 2% atau tidak dapat dihindari. Heinrich mengajukan lima faktor/kartu urutan kecelakaan di mana setiap faktor secara berurutan akan menentukan kejadian tahap berikutnya sehingga disebut sebagai teori domino (Gambar 2.2). Kelima urutan faktor/kartu tersebut ialah : 1.

Lingkungan sosial;

2.

Kesalahan pekerja;

3.

Perilaku tidak aman (unsafe acts) dan kondisi tidak aman (unsafe condition);

4.

Kecelakaan; dan

5.

Cedera/jejas dan kerusakan.

22

Gambar 2.2 Teori Domino Heinrich

Dengan perkataan lain, cedera/jejas (dalam industri) disebabkan oleh adanya kecelakaan. Kecelakaan disebabkan langsung oleh : 1. Tindakan-tindakan tidak aman dari manusia; atau 2. Kondisi kerja yang tidak aman. 2.1.2.5 Teknik Identifikasi Bahaya Pemilihan teknik/metode identifikasi bahaya yang sesuai dengan sebuah perusahaan sangat menentukan efektifitas identifikasi bahaya yang dilakukan. Ada beberapa pertimbangan dalam menentukan teknik identifikasi bahaya antara lain : 1.

Sistematis dan terstruktur

2.

Mendorong pemikiran kreatif tentang kemungkinan bahaya yang belum pernah dikenal sebelumnya.

3.

Harus sesuai dengan sifat dan skala kegiatan perusahaan.

4.

Mempertimbangkan ketersediaan informasi yang diperlukan. Beberapa

teknik

identifikasi

bahaya

adalah

system

monitoring/checklist, safety review, preleminary hazard analysis (PHA), hazard operability studies (hazops), fault tree analysis (FTA), inspeksi,

23

human error analysis, what if, brainstroming, failure models and effects analysis, dan lain-lain (Tribowo & Pusphandani, 2013). 2.1.2.6 Pencegahan dan Pengendalian Kecelakaan Kerja Dalam

Mufarokhah

(2012)

menyatakan,

pencegahan

dan

penanggulangan kecelakaan kerja haruslah ditujukan untuk mengenal dan menemukan sebab-sebabnya bukan gejala-gejalanya untuk kemudian sedapat mungkin dikurangi atau dihilangkan. Setelah ditentukan sebabsebab terjadinya kecelakaan atau kekurangan-kekurangan dalam sistem atau proses produksi, sehingga dapat disusun rekomendasi cara pengendalian yang tepat. Berbagai

cara

yang

umum

digunakan

untuk

meningkatkan

keselamatan kerja dalam industri dewasa ini diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Peraturan-peraturan, yaitu ketentuan yang harus dipatuhi mengenai halhal seperti kondisi kerja umum, perancangan, konstruksi, pemeliharaan, pengawasan, pengujian dan pengoperasian peralatan industri, kewajibankewajiban para pengusaha dan pekerja, pelatihan, pengawasan kesehatan, pertolongan pertama dan pemeriksaan kesehatan.

2. Standarisasi, yaitu menetapkan standar-standar resmi, setengah resmi, ataupun tidak resmi.

3. Pengawasan, sebagai contoh adalah usaha-usaha penegakan peraturan yang harus dipatuhi.

4. Riset teknis, termasuk hal-hal seperti penyelidikan peralatan dan ciri-ciri dari bahan berbahaya, penelitian tentang pelindung mesin, pengujian masker pernapasan, penyelidikan berbagai metode pencegahan ledakan gas dan debu dan pencarian bahan-bahan yang paling cocok serta perancangan tali kerekan dan alat kerekan lainya.

5. Administrative Control adalah Pemeriksaan kesehatan (MCU), Prakerja, berkala, khusus. Prosedur kerja aman, SOP, Chemical database, MSDS, Storage dan handling, labels, Good Housekeeping, Welfarefacilities, Mengurangi jumlah karyawan yang terpapar, Vaccinations

atau

immunizations,

Training

dan

Education,

24

Inspections and Audits, Maintenance (calibration) of Equipment,, Emergency Response, Workplace monitoring, dan lain sebagainya. 6. Riset medis, termasuk penelitian dampak fisiologis dan patologis dari faktor-faktor lingkungan dan teknologi, serta kondisi-kondisi fisik yang amat merangsang terjadinya kecelakaan.

7. Riset psikologis, sebagai contoh adalah penyelidikan pola-pola psikologis yang dapat menyebabkan kecelakaan.

8. Riset statistik, untuk mengetahui jenis-jenis kecelakaan yang terjadi, berapa banyak, kepada tipe orang yang bagaimana yang menjadi korban, dalam kegiatan seperti apa dan apa saja yang menjadi penyebab.

9. Substitution adalah Mengganti bahan-bahan yang berbahaya dengan menggunakan bahan-bahan yang lebih aman atau yang lebih rendah tingkatan bahayanya. 10. Minimasi adalah Membatasi penggunaan bahan berbahaya seminim mungkin untuk mengurangi risikonya. 11. Engineering Control adalah pendekatan secara teknik misalnya : ventilasi (Local atau General Ventilation), Isolasi (eclosed) proses kerja, Modifikasi Engine, Proses kerja dengan sistem tertutup (Closed System), Penggunaan proses basah untuk debu (Wet Process), Biological

Safety

Cabinet,

Centrifuges-safetycups

dan

lain

sebagainya. 12. Supervisi

atau

safety

and

health

training

bertujuan

untuk

meningkatkan pemahaman pekerja untuk mengurangi faktor risiko dan cara pencegahan dan pengendalian bahaya kerja. 13. Pelatihan, sebagai contoh yaitu pemberian instruksi-instruksi praktis bagi para pekerja, khususnya bagi pekerja baru dalam hal-hal keselamatan kerja.

14. Persuasi, sebagai contoh yaitu penerapan berbagai metode publikasi dan imbauan untuk mengembangkan “kesadaran akan keselamatan”.

15. Asuransi, yaitu merupakan usaha untuk memberikan perlindungan dengan memberikan jaminan terhadap kecelakaan yang terjadi.

25

16. Tindakan-tindakan pengamanan yang dilakukan oleh masing-masing individu.

17. Elimination adalah menghilangkan semua faktor risiko dari process kerja. 18. PPE atau APD : Sebagai pelindung antara pekerja dan bahan berbahaya, Emergency escape respirators, dan lain sebagainya. Namun

demikian,

teknik

pengendalian,

pencegahan

dan

penanggulangan terhadap kecelakaan kerja maupun bahaya-bahaya harus berpangkal dari dua faktor penyebab yaitu perbuatan berbahaya maupun kondisi berbahaya dan untuk mengatasinya diperlukan usaha-usaha keselamatan da kesehatan kerja.

Adapun usaha-usaha tersebut yaitu

mencegah dan mengurangi terjadinya kecelakaan, kebakaran, peledakan, dan penyakit akibat kerja, serta mengamankan mesin, instalasi, pesawat, peralatan kerja, bahan baku dan bahan hasil produksi. Sehingga nyaman, sehat, dan terdapat penyesuaian antara pekerjaan dengan manusia dan sebaliknya manusia dengan pekerjaan.

2.1.2.7 Kerugian Akibat Kecelakaan Kerugian akibat kecelakaan kerja sangat besar. Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi bagi pekerja dan pengusaha atau perusahaan tetapi juga dapat mengganggu proses produksi secara menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya

akan

berdampak

pada

masyarakat

luas

(Tribowo

&

Pusphandani, 2013). Kerugian akibat kecelakaan kerja meliputi kerusakan dan biaya. Kerusakan atau cedera terhadap pekerja adalah : sakit dan penderitaan, kehilangan pendapat, kehilangan kualitas hidup. Sedangkan cedera atau kerusakan terhadap majikan berupa : kerusakan pabrik, pembayaran kompensasi, kerugian produksi, kemungkinan proses pengadilan. Selain kerusakan, kecelakaan juga mengakibatkan banyak biaya yang di tanggung. Biaya tersebut adalah biaya langsung dan biaya tidak langsung. Biaya langsung meliputi : gaji yang dibayarkan pada pekerja

26

yang sakit, perbaikan atas kerusakan pabrik, kerugian produksi, peningkatan biaya asuransi. Sedangkan biaya tidak langsung adalah : biaya penyelidikan, kehilangan citra di masyarakat, memperkerjakan dan melatih tenaga pengganti (Tombokan, 2016). 2.2 Kerangka Teori Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan salah satu aspek perlindungan tenaga kerja yang diatur dalam undang-undang, dengan menerapkan teknologi pengendalian keselamatan dan kesehatan kerja, diharapkan tenaga kerja akan mencapai ketahanan fisik, daya kerja, dan tingkat kesehatan yang tinggi. Di samping itu, keselamatan dan kesehatan kerja dapat diharapkan untuk menciptakan kenyamanan kerja dan keselamatan kerja yang tinggi. Jadi unsur yang ada dalam kesehatan dan keselamatan kerja tidak terpaku pada faktor fisik, tetapi juga mental, emosional dan psikologi (Isnainingdyah & Hariyono, 2016) Kecelakaan kerja merupakan kecelakaan seseorang atau kelompok dalam rangka melaksanakan kerja di lingkungan perusahaan, yang terjadi secara tiba-tiba, tidak diduga sebelumnya, tidak diharapkan terjadi, menimbulkan kerugian ringan sampai yang paling berat dan bisa menghentikan kegiatan pabrik secara total (Hadiguna, 2009).

2.3 Kerangka Konsep Berdasarkan kerangka teori di atas yang telah di uraikan dalam tinjauan pustaka maka kerangka konsep dalam penelitian ini dapat di gambarkan dalam bentuk skema sebagai berikut : Variabel Independen (Variabel Bebas) Penerapan Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja

Variabel Dependen (Variabel Terikat) Kejadian Kecelakaan Kerja

Gambar 2.3 Kerangka Konsep

27

2.4 Hipotesis Ada hubungan penerapan manajemen kesehatan dan keselamatan kerja dengan kejadian kecelakaan kerja di ruang rawat inap RSU Anutapura Palu.

Related Documents

Bab 10
May 2020 18
Bab 10
May 2020 23
Bab 10
June 2020 26
Bab 10
July 2020 21
Bab 10.docx
June 2020 7
Kombis Bab 10.docx
May 2020 26

More Documents from "Veren Natalia"