10-14.docx

  • Uploaded by: Novonia Sanubari
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 10-14.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 1,064
  • Pages: 5
ANALISA KASUS Telah dilakukan pemeriksaan pada seorang anak laki-laki usia 3 tahun yang dibawa oleh ibunya ke Poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh dan didiagnosis dengan impetigo krustosa. Berdasarkan data, impetigo secara umum lebih sering terjadi pada anak-anak, dengan prevalensi tertinggi sebesar 69% dialami oleh anak-anak berusia <16 tahun. (6) Impetigo adalah penyakit infeksi pada epidermis yang disebabkan bakteri Staphylococcus aureus dan Streptococcus. Impetigo terbagi menjadi dua berdasarkan jenis lesi yaitu bulosa dan non-bulosa (krustosa). Impetigo krustosa lebih sering disebabkan oleh Streptococcus sp. Tujuh puluh persen kasus impetigo lebih banyak disebabkan oleh S. aureus. Hal ini menunjukkan adanya perubahan tren dibandingkan beberapa tahun sebelumnya dimana Streptococcus menjadi patogen primer yang menjadi penyebab impetigo.(5) Penyakit ini menyebabkan kelainan kulit berupa lesi papula eritema yang berkembang menjadi vesikel atau pustul, kemudian pecah, mengering, dan menjadi krusta. Tujuh puluh persen kasus impetigo ditemukan dalam bentuk non-bulosa (krustosa). Lesi tampak berwarna kuning kecoklatan, dikenal dengan istilah golden-yellow-crusted (honey-crusted).(7) Berdasarkan perjalanan penyakit pada laporan kasus ini, keluarga pasien mengaku gejala awal yang dirasakan anak berupa rasa gatal yang sangat aktif pada bagian pergelangan tangan kanan. Lalu timbul lesi berupa vesikel yang berisi cairan dengan dasar berwarna merah. Akibat aktifnya siklus gatal-garuk, lesi menyebar ke bagian wajah, leher bagian belakang, dada, kedua tangan, dan kedua kaki. Ketika bakteri masuk melalui kerusakan di sawar eksternal kulit, makrofag yang sudah ada di daerah tersebut segera memfagosit mikroba asing tersebut. Makrofag residen juga menyekresi bahan-bahan kimia seperti kemotaksin dan sitokin yang menimbulkan respon imun. Mediator inflamasi utama yang dilepaskan sel mast adalah histamin.(8) Gejala subjektif yang dirasakan pasien berupa rasa

gatal. Pelepasan histamin juga menyebabkan peningkatan

permeabilitas kapiler lokal dan vasodilatasi arteriol lokal sehingga terjadi 10

akumulasi cairan lokal. Oleh sebab itu, kulit tampak lebih merah dan mengalami peninggian serta terbetuk gelembung yang berisi cairan. Respon ini terjadi untuk meningkatkan proses fagosit terhadap bakteri. Pus yang terbentuk pada luka yang terinfeksi adalah kumpulan sel-sel fagositik baik yang sudah mati ataupun hidup. Gejala klinis yang tampak berupa lesi pustul pada kulit.(9,10,11) Kondisi ini sudah berlangsung selama 3 minggu. Pasien belum pernah mengalami hal ini sebelumnya dan dikeluarga tidak ada yang mengalami hal yang sama. Berdasarkan teori, bakteri Streptococci group A dapat ditemukan pada kulit normal anak selama 10 hari sebelum berkembang menjadi impetigo. Organisme ini tidak ditemukan di daerah hidung dan tenggorokan. Kondisi yang berbeda ditemukan pada Staphylococcus aureus. Kolonisasi bakteri lebih banyak ditemukan di daerah hidung. Daerah lain yang dijadikan tempat kolonisasi bagi organisme ini adalah aksila, perineum, dan tangan. Transmisi penularan biasanya terjadi langsung dari organisme ke pasien terutama melalui tangan. Pada pasien ini, kemungkinan besar transmisi bakteri ditularkan melalui vesikel yang sudah pecah pada pergelangan tangan. (1) Penyebab lain yang mendukung anak menderita impetigo bersifat multifaktorial. Selain infeksi oleh bakteri superfisialis, kondisi-kondisi seperti imunosupresi, trauma, inflamasi, kebersihan yang buruk, dan lingkungan yang lembab menjadi faktor pendukung. S. pyogenes memiliki kecenderungan untuk menginfeksi area-area kulit yang mengalami gangguan barier kulit. Lesi ekskoriasi yang ditimbulkan bekas garukan juga bisa menjadi pintu masuk bakteri. Penyakit impetigo juga sering terjadi pada pasien dengan dermatitis atopik.(12) Hubungan keduanya tampaknya dipengaruhi oleh faktor intrinsik yang menyebabkan gangguan pada barier kulit. Hal ini disebabkan adanya mutasi gen filaggrin yang terletak pada kromosom 1. Mutasi ini menyebabkan gangguan pembentukan protein filagrin yang berperan dalam mempertahankan struktur epidermis dan kelembapan kulit. Oleh sebab itu, kulit menjadi kering akibat proses transepidermal water loss (TEWL) meningkat. Kulit kehilangan kemampuan untuk mengikat air. Trauma ringan berupa garukan saja mampu

11

membuat kulit menjadi tidak intak. Hal ini memudahkan terjadinya kolonisasai bakteri penyebab infeksi. (13,14) Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan pasien ini didiagnosis dengan impetigo krustosa. Hal ini juga didasari dengan studi epidemiologi yang menyatakan bahwa impetigo krustosa lebih banyak dialami populasi anak dibandingkan orang dewasa. Diagnosis banding impetigo krustosa antara lain dermatitis atopik, varisela, dan ektima, serta dermatitis seboroik. Penatalaksanaa pada pasien ini diberikan sirup eritromisin dan cetirizin serta mupirosin kalsium 2%. Secara umum, penatalaksaan pasien dengan impetigo dapat diberikan pengobatan topikal saja atau dikombinasi dengan pengobatan sistemik. Pengobatan topikal diberikan pada lesi yang sedikit dan dini. Antibiotik yang dapat digunakan antara lain mupirosin, retapamulin dan asam fusidat. Mupirosi juga berguna untuk menghilangkan krusta Akan tetapi, jika distribusi lesi sangat luas dan proses infeksi sudah berlangsung kronik pengobatan dikombinasi dengan antibiotik oral. Antibiotik oral lini pertama yang dapat digunakan adalah golongan penisilin seperti dikloksasilin, amoksisilin dan asam klavulanat. Jika alergi terhadap obat-obatan golongan penisilin dapat diganti dengan eritromisin, azitromisin dan klindamisin. Pemberian antibiotik oral diberikan selama 5-7 hari. Pengobatan tambahan dapat diberikan jika keluhan gatal pada pasien sangat aktif dan mengganggu proses penyembuhan pada kulit. Pilihan obat antihistamin seperti cetirizin dapat menjadi pilihan. (4,15)

12

Tabel Diagnosis Banding dari Impetigo Krustosa

Diagnosis

Alasan

Definisi

Deskripsi Lesi

diagnosa Impetigo

Adanya rasa Impetigo

adalah Tampak gambaran

krustosa

gatal

dan penyakit

infeksi lesi

tampak

lesi piogenik pada kulit berwarna

berupa krusta yang

krusta

tebal kuning

disebabkan kecoklatan/keemas

tebal dengan oleh infeksi bakteri an/seperti dasar merah staphylococcus dan

madu.

Krusta

dilepas

tampak atau streptococcus tampak

erosi

kehitaman

pada

epidermis. dibawahanya

Krustosa

timbul

karena bula yang pecah

dan

mengering. Dermatiti

Adanya rasa Dermatitis

s atopik

gatal

dan adalah

tampak

lesi pada

atopik Tampak lesi berupa inflamasi krusta

kulit

berupa krusta kronis, akibat

yang vesikel dan papul sering yang pecah dengan

terjadi pada bayi dasar

vesikel

dan dan

papul

yang yang

pecah

akibat

kulit

anak-anak, kemerahan mempunyai

riwayat atopik

dengan dasar kulit kemerahan Varisela

Awalnya

Varisela

tampak

penyakit

makula

yang

eritema yang disebabkan

adalah Tampak lesi berupa menular krusta

yang

akut mengering dengan oleh dasar

berkembang

virus

varisela- kemerahan

menjadi

zoster, sering pada

13

kulit

Gambar

papul,

anak-anak

vesikel,

mengenai kulit dan

pustul

dan mukosa.

krusta Ektima

Tampak lesi Ektima erosi/ulkus

adalah Tampak erosi/ulkus

pioderma ulseratif dangkal

dangkal yang kulit tertutup

yang tertutup

umumnya

coklat

krusta coklat disebabkan kehitaman.

yang

oleh batas

Streptococcus β - kulit hemolyticus. Penyebab

krusta kehitaman,

tegas

serta

eritema

di

sekelilingnya lainnya

bisa Staphylococcus aureus

atau

kombinasi

dari

keduanya. Menyerang epidermis

dan

dermis membentuk ulkus dangkal Dermatiti

Tampak plak Dermatitis seboroik Tampak patch atau

s seboroik

eritematus

adalah peradangan plakeritematous

dengan

kulit kronis dengan dengan

krusta

tebal predileksi di area tipis sampai tebal

pecah pecah kelenjar berwarna kuning batas tegas, irregular

skuama

yang

seboroik dan dapat disertai

aktif

dan daerah tidak terutama

(pada krusta tebal, batas wajah tidak

tegas,

tepi

alis, ireguler,

jumlah

tepi nasolabial, kepala, multiple,

ukuran

retroaurikular

dan bervariasi,

lipatah kulit).

distribusi generalisata.

14

More Documents from "Novonia Sanubari"