MATERI KULIAH
TATA GUNA DAN PENGEMBANGAN LAHAN
Dosen : Ernawati
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
Tujuan Pembelajaran Agar mahasiswa mampu
Menyusun rencana penggunaan lahan:
Menyusun langkah-langkah proses penataan penggunaan dan pengembangan lahan suatu wilayah, desa, dan kota; Melakukan analisis kesesuaian lahan bagi berbagai kegiatan pada suatu wilayah, desa, dan kota; Mengarahkan dan merencanakan penataan (pola) pemanfaatan lahan suatu wilayah, desa, dan kota;
Menggunakan pedoman-pedoman penyusunan implementasi (pemanfaatan) penggunaan lahan Merumuskan hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam pengendalian pemanfaatan lahan suatu wilayah, desa, dan kota;
Buku Bacaan • • • • • • • • • • • • • • • •
Al-Qur’an dan al-Hadits Achmad Nurmadi: “Manajemen Perkotaan” Colin Lee: “Models in Planning” Daniel RM: “Land use Law” David Dent & Anthony Young: “Soil Survey and Land Evaluation” Djoko Sujarto: “Konsolidasi Lahan Perkotaan, sebagai suatu Model Pengelolaan Lahan” Djohara T.Dj.: “Tata Guna Tanah dalam Perencanaan Wilayah, Desa, dan Kota” F. Stuart Chapin: “Urban Land Use Planning” Hadi Sabari Yunus: “Struktur Tata Ruang Kota” Harold B Dunkerley: “Urban Land Policy” John M. DeGrove: “Land Growth & Policy” Lovejoy: “Land Use and Landscape Planning” Philip Kivell: “Land and The City” Santun R.P. Sitorus: “Evaluasi Sumberdaya Lahan” Willian A. Doebelle: “Land Readjustment” Semua Undang-undang, PP, Keppres, SK institusi pemerintah, Perda di Indonesia
LINGKUP MATERI :
1. Wawasan Konsep – Makna TGL & PL
– Fungsi lahan – Unsur2 (aspek2) yang mempengaruhi Penggunaan Lahan – Model-model perkembangan/perubahan pemanfaatan penggunaan lahan
2. Wawasan Praktik 2.1 Perencanaan – Analisis Kesesuaian Lahan – Analisis sistem kegiatan yang potensial berkembang/dikembangkan – Analisis kebutuhan dan daya tampung lahan – Arahan penggunaan lahan
2.2 Implementasi (Pemanfaatan) Pedoman (Pemanfatan Ruang): Zoning regulation, peruntukan lahan KDB, KLB Garis sempadan 2.3 Pengendalian pemanfaatan ruang - Pengawasan (perizinan, cek lapangan) - Penertiban (teguran, pembongkaran pengadilan,)
KETERKAITAN MK TGL vs MK LAINNYA Semua materi kuliah prerequsite Studio I: Survey & Kompilasi Data MK SEBELUMNYA 1. 2. 3. 4. 5.
Pengantar Perenc. Wil-Kota Pengetahuan Lingkungan Perpetaan Pengantar Ekonomi Tekpres & Komunikasi Efektif
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Pengantar Proses Perencanaan Sistem Sosial-Budaya Geologi dan Tata Lingkungan Geografi dan Kependudukan Statistika Teknologi Informasi
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Evaluasi Lahan untuk Pertanian Ekonomi Wilayah Kota Prasarana Wilayah dan Kota Tata Guna Lahan Teori Perencanaan Metode Analisis Perencanaan Teori dan Teknik Partisipasi Perencanaan Wilayah
MK PARALEL 1. Perumahan dan Permukiman 2. Analisis Smb & Lingk. 3. An-Lokasi & Pola Ruang
MK BERIKUTNYA 1. 2. 3. 4.
Ekonomi Pemb. Pembiayaan Pemb. Hukum & Adm. Perenc Masalah Perencanaan
STUDIO I
STUDIO 2
(Survey Pengumpulan dan Kompilasi Data)
(Analitik)
4. Perencanaan Desa Terpadu 5. Perencanaan Lalu-lintas 6. Perencanaan Transportasi 7. Perencanaan Kota
STUDIO 3 (Rencana)
MK prerequisite lainnya
PENGENALAN MK TGL WHAT is TGL ? WHO are involved in TGL ? WHERE TGL are ? WHEN TGL should be ? WHY TGL should be ? and HOW ?
WHAT TGL ? – Pengertian dan definisi : – Tata atur, wujud yang diatur, pengaturan, perencanaan, penataan Sistem yang diatur merupakan satu kesatuan wujud
– Guna use, penggunaan, pemanfaatan – Lahan daratan, tanah ? (soil), bumi daratan, perairan, dan udara (angkasa) ruang + waktu TGL kata kerja: pengaturan penggunaan lahan suatu ruang (wilayah)
Ruang - Wilayah ? Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya; Wilayah satu kesatuan geografis: – bentang alam, – sosial budaya (kultur), – Fungsional – Kewenangan pengelolaan pusat - daerah
Makna TGL dan PL LAHAN : Lahan merupakan sumber daya alam (SDA) yang terpenting dalam pembangunan suatu wilayah, lahan mempunyai beberapa karakteristik sebagai berikut :
Mempunyai sifat khusus yaitu: permanen / tidak dapat dihancurkan, tidak dapat dipindahkan, mempunyai nilai yang berbeda, dan ketersediaannya terbatas. Pemanfaatan dan kepemilikannya harus sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Dasar Hukum :
UUD 45 Pasal 33 meliputi Ruang daratan (lahan), ruang angkasa (udara), ruang perairan (sungai dan laut). UUPA No 5 Tahun 1960 UUTR No.26 Tahun 2007
Lahan di sini berarti tanah air/bumi, mencakup: daratan, perairan, dan udara. Bersifat :
Abstrak
Lokasional, situasional (ruang jarak, waktu, biaya)
Lahan sbg SDA - Bentuk daratan, geomorfologi, topografi
Nyata (Fisik dasar)
- Air (permukaan, air tanah; hidrologi) - Iklim (klimatologi: hujan, panas, dst.) - Tubuh tanah (soil, geologi, geoteknik, agrosoil) - Vegetasi (Flora) - Hewan (Fauna) - Mineral & Pertambangan (logam, batuan, bbm)
LINGKUP RUANG PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
1. SDA
Land Management Concept
Lahan Perairan Udara
Kapasitas
Kesesuaian Hukum Regulasi PENGGUNA RUANG (User)
Institusional Swasta Masyarakat
2. SDM
Sistem Aktivitas di : Desa Kota Wilayah
3. VALUE
Hubungan antara : LAHAN – SDM – VALUE AKTIVITAS
External Atmosphere
Social Biological Env. Culture
Infrastructures
Economy
LAND USE PATTERN
Politic
Public utility Technology
Fungsi Lahan
Physical Env.
Internal Atmosphere
FAKTOR2 YANG MEMPENGARUHI LAND USE
FAKTOR-FAKTOR PEMBATAS/LIMITASI ALAM
Kondisi morfologi Kondisi topografi Kondisi geologi Kondisi jenis tanah Kondisi hidrologi Kondisi iklim(klimatologi) Vegetasi Langka Daerah Bencana alam Penggunaan lahan yang ada saat ini
FAKTOR PEMBATAS (limitasi) FISIK ALAM (Fisiografi) Mempengaruhi daya dukung & daya tamping lahan/ruang 1. Morfologi : roman muka (rupa) bumi dan aspek-aspek yang mempengaruhinya. 2. Topografi : bentuk permukaan bumi. Umumnya topografi menunjukan relief permukaan dalam tiga dimensi serta identifikasi lahan. 3. Geologi : batu-batuan yang berkenaan dengan sifat fisik, kimia, dan strukturnya. 4. Hidrologi : kejadian, perputaran, dan penyebaran air di atmosfer dan permukaan bumi 5. Hidrogeologi : -idem- di bawah permukaan bumi (air tanah); 6. Jenis tanah : kondisi fisik dan kimiawi tubuh tanah 7. Klimatologi, berhubungan dengan iklim seperti suhu, tekanan udara, kelembaban, angin, dan curah hujan. 8. Vegetasi : berbagai jenis tanaman/tumbuh-tumbuhan 9. Daerah rawan bencana alam: gempa, tsunami, longsor, banjir, vulkanik
TA ADMINISTRASI
PETA GEOGRAFI (bentang alam) PROVINSI JAWA BARAT
CONTOH: Visualisasi 3-D Morfologi Lahan sekitar genangan Waduk Jatigede
CONTOH PETA TOPOGRAFI GARIS KONTUR
CONTOH PETA TOPOGRAFI
CONTOH PETA KEMIRINGAN
KABUPATEN BANTUL
CONTOH PETA PEMBAGIAN FISIOGRAFI PROVINSI JAWA BARAT (Van Bemmlen, 1949)
CONTOH PETA GEOLOGI
CONTOH PETA GEOLOGI
CONTOH
PETA GEOMORFOLOGI UNGGARAN
PETA HIDROLOGI WILAYAH SUNGAI CIMANUK-CISANGGARUNG
CONTOH PETA JENS TANAH
CONTOH PETA WAS & DAS CIMANUK
CONTOH PETA DAS
CONTOH PETA ISOHYTE CURAH HUJAN
CONTOH PETA DATA CURAH HUJAN
CONTOH PETA KONDISI VEGETASI
CONTOH PETA TUTUPAN LAHAN (HUTAN DAN PERAIRAN)
CONTOH PETA DAERAH RAWAN BENCANA ALAM
CONTOH PETA DAERAH RAWAN BENCANA ALAM
CONTOH PETA DAERAH BENCANA GUNUNG MERAPI
VISUALISASI 3-D GN. MERAPI
Konsep Sunda dalam Penatagunaan Lahan • Gunung - kaian; • Gawir - awian; • Cinyusu – rumateun; • Sampalan – kebonan; • Pasir – talunan; • Dataran - sawahan
2. Wawasan Praktik 2.1 Perencanaan (Penataan) Analisis Kesesuaian Lahan –Pengertian –Tujuan –Metode dan Data yang dibutuhkan Penentuan Kawasan Lindung Penentuan Kawasan Budidaya Penentuan arah pengembangan Penentuan KDB, KLB
Pengertian (Analisis KL) Melakukan analisis untuk menentukan tingkat kecocokan lahan untuk suatu kegiatan yang dapat memberikan nilai lahan optimal atau maksimal dengan mempertimbangkan berbagai fungsi lahan dalam kehidupan/penghidupan masyarakatnya (fisik, sosial, ekonomi, budaya, politik).
Tujuan Mengklasifikasi kesesuaian lahan menurut kawasan fungsional (ekologi, sosial, budaya, ekonomi, politik, publik) yang secara garis besar terbagi atas : (1) Kawasan Lindung (2) Kawasan Budidaya
(1) Kawasan Lindung Kawasan hutan lindung; Kawasan bergambut; Kawasan resapan air; Kawasan sempadan pantai; Kawasan sempadan sungai; Kawasan sekitar danau/ waduk; Kawasan sekitar mata air Kawasan suaka alam; Kawasan pantai berhutan bakau; Kawasan suaka alam laut; Kawasan Taman Nasional; Hutan Raya dan Taman Wisata Hutan Alam; Kawasan Cagar Budaya dan Ilmu Pengetahuan; Kawasan rawan bencana.
(2) Kawasan Budidaya : a. Budidaya tidak terbangun - Kawasan hutan produksi - Kawasan perkebunan/tanaman tahunan - Kawasan pertanian tanaman pangan (padi & palawija) - Kawasan pertanian hortikultur (sayuran dan buahbuahan) - Kawasan peternakan (besar dan kecil/unggas) - Kawasan perikanan (laut dan darat) - Kawasan pertambangan
b. Budidaya terbangun - Kawasan Perindustrian; - Kawasan Pariwisata; - Kawasan Perumahan; - Kawasan perdagangan, perkantoran, dll. - Infrastruktur
Metode dan Data yang dibutuhkan Kriteria : - Keppres Nomor 32/1990 (Penentuan Kawasan Lindung); -
Kepmendagri Nomor 57/1989 Geo-agroklimat FAO 1976/1978 US Soil Conservation Services Kemen PUPR No. 41/2007 Kementan… KemenhutLH
Teknik analisis : Physiographic Analysis & Parametric Analysis -
Superimpose, Skoring, Pembobotan Satuan peta lahan/SPL Klasisikasi kesesuaian lahan FAO Klasifikasi kemampuan lahan (ada 8 kelas) Klasifikasi lahan untuk pertanian S1, S2, S3, N Ika & Ike, Koefisioen Dasar Bangunan, Kualitas DAS Threshold Analysis
Data : - Kondisi Topografi - Jenis tanah/geologi, termasuk sifat2 tanah untuk FAO/Klasifikasi lahan - Curah hujan rata-rata harian - Lahan kritis, rawan bencana (erosi, longsor, banjir, gempa, merapi) - Existing land use, luas area
(1) PENENTUAN KAWASAN LINDUNG Kriteria : Keppres 32 Tahun 1990
JENIS KAWASAN LINDUNG
DEFINISI
TUJUAN PERLINDUNGAN
KRITERIA PENETAPAN
DATA YANG DIBUTUHKAN
K. PERLINDUNGAN DI BAWAHNYA
Kawasan hutan lindung
Kawasan yang memiliki sifat khas yang mampu memberikan perlindungan kepada sekitar maupun bawahannya sebagai pengatur tata air, pencegahan banjir dan erosi serta pemeliharaan kesuburan tanah.
Mencegah terjadinya erosi, bencana banjir, sedimentasi dan menjaga fungsi tanah dan menjamin ketersediaan unsur hara tanah, air tanah dan air permukaan.
Skor > 175 Kawasan hutan yang mamiliki lereng 40 % atau lebih Kawasan hutan pada ketinggian lebih dari 2000 m penggunaan lahan.
Peta hasil pembobotan (fungsi lindung dan budidaya) Peta kemiringan lahan. Peta topografi. Peta penggunaan lahan eksisting.
Kawasan Bergambut
Kawasan yang unsur pembentuk tanahnya sebagian besar berupa sisasisa bahan organik yang tertimbun dalam jangka waktu lama.
Mengendalikan hidrologi wilayah, yaitu sebagai pencegah banjir, serta melindungi ekosistem yang khas di kawasan bergambut.
Tanah yang bergambut di hulu sungai dengan ketebalan > 3 meter
Peta dan luas jenis tanah gambut dengan ketebalan > 3 meter. Peta aliran sungai/luasan kawasan hulu sungai. Peta penggunaan lahan eksisting.
Kawasan Resapan air
Kawasan yang mempunyai kemampuan tinggi untuk meresapkan air hujan, sehingga merupakan tempat pengisian air bumi (akifer) yang berguna sebagai sumber air.
Memberikan ruang cukup bagi peresapan air hujan pada daerah peresapan air tanah untuk keperluan penyediaan air tanah dan penanggulangan banjir, baik untuk kawasan bawahnya maupun kawasan yang bersangkutan.
Curah hujan tinggi ( > 27,7 mm/hari) Struktur tanah yang mudah meresapkan air. Bentuk geomorfologi mampu meresapkan air hujan.
Peta dan curah hujan dan luasan tiap jenisnya. Peta Jenis tanah dan luasan tiap jenisnya. Peta geologi dan luasannya Peta topografi dan luasan tiap jenisnya. Penggunaan lahan eksisting.
JENIS KAWASAN LINDUNG
DEFINISI
TUJUAN PERLINDUNGAN
KRITERIA PENETAPAN
DATA YANG DIBUTUHKAN
KAWASAN SEMPADAN
Kawasan Sempadan Pantai
Kawasan tertentu sepanjang pantai yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi pantai.
Melindungi wilayah pantai dari kegiatan yang menganggu kelestarian fungsi pantai.
Dataran sepanjang tepi pantai yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai > 100 m dari titik pasang.
Peta topografi Peta Kemiringan Data garis pasang maksimum. Peta penggunaan lahan eksisting.
Kawasan sempadan sungai
Kawasan sepanjang kirikanan sungai termasuk sungai buatan/ kanal/irigasi primer yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian sungai.
Melindungi sungai dari kegiatan manusia yang dapat mengganggu dan merusak kualitas air sungai kondisi fisik dan dasar sungai serta mengamankan aliran sungai.
> 100 meter di kirikanan sungai besar dan 50 meter di kirikanan sungai yang berada di dalam pemukiman. 10 – 15 m kiri dan kanan untuk jalan inspeksi.
Peta aliran sungai, lebar sungai dan debitnya. Peta topografi Penggunaan lahan eksisting.
Kawasan Sekitar Danau/ Waduk
Kawasan tertentu di sekeliling danau/ waduk yang memiliki manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi danau.
Melindungi danau/waduk dari kegiatan budidaya yang dapat mengganggu kelestarian fungsi danau/waduk).
Daratan sekeliling tepian yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik danau/ waduk (50 –100 m dari titik pasang tertinggi)
Peta topografi Pasang maksimum Peta Jenis tanah Peta Geologi Penggunaan lahan eksisting.
Kawasan sekitar Mata Air
Kawasan di sekitar mata air yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi mata air.
Melindungi mata air dari kegiatan budidaya yang dapat merusak kualitas air dan kondisi fisik kawasan sekitarnya.
Radius > 200 meter di sekitar mata air, kecuali untuk kepentingan umum.
Peta lokasi mata air dan debitnya. Peta topografi. Penggunaan lahan eksisting.
Kawasan Suaka dan Cagar Budaya Alam dan Cagar Budaya
Kawasan Suaka Alam
Kawasan yang memiliki ekosistem yang khas yang merupakan habitat alami dan memberikan perlindungan bagi flora dan fauna yang khas dan beranekaragam. Terdiri dari : 1) Kawasan cagar alam 2) Kawasan suaka margasatwa 3) Kawasan hutan wisata geomorfologi 4) Kawasan perlindungan satwa 5) Kawasan pengungsian satwa
Melindungi keaneka ragaman biota, tipe ekosistem, gejala dan keunikan alam bagi kepentingan penggunaan lahanasma nufta, ilmu pengetahuan, dan pembangunan pada umumnya.
Kriteria cagar alam : Keanekaragaman jenis ekosistem flora dan fauna Mewakili formasi biota tertentu/ bagian dari biota tettentu. Kondisi alam masih asli Luas dan bentuknya menunjang pengelolaan efektif. Kekhasan Kriteria suaka marga satwa: Tempat hidup satwa Tempat satwa migran Luasnya cukup untuk habitat satwa ybs. Kriteria hutan wisata : Geomorfologi resapan air hujan. Keindahan alamiah dan buatan Memenuhi kebutuhan rekreasi Satwa yang memungkinkan untuk rekreasi. Kriteria kawasan perlindungan penggunaan lahanasma mutfah : Jenis penggunaan lahanasma nutfalah Satwa yang perlu dilindungi. Area pemindahan satwa. Luas cukup dan lokasinya aman. Kriteria kawasan pengungsian satwa : Habitat satwa ybs. Luas cukup untuk berkembangbiak.
Peta pola vegetasi dan fauna. Peta keberadaan penggunaan lahanasma nutfah yang penting dan luasannya. Peta kawasan tangkapan air dan luasannya. Penggunaan lahan eksisting.
Kawasan suaka alam laut
Kawasan berupa perairan laut, perairan darat, wilayah pesisir, muara sungai, gugusan karang dan atol yang mempunyai ciri khas berupa keanekaragaman dan atau keunikan ekosistem
Melindungi keanekaragaman biota, tipe ekosistem, gejala dan keunikan alam bagi penggunaan lahanasma nufta, ilmu pengetahuan dan pembangunan pada umumnya.
Memiliki keragaman dan atau keunikan ekosistem
Keunikan-keunikan dan keragaman ekosistem laut pada wilayah observasi.
Kawasan Taman Nasional, Hutan Raya dan Taman Wisata Hutan Alam
Kawasan pelestariaan alam di darat mapupun di laut yang teutama dimanfaatkan untuk pariwisata dan rekreasi alam.
Pengembangan pendidikan, rekreasi dan pariwisata serta peningkatan kualitas lingkungan sekitarnya dan perlindungan dari pencemaran.
Kawasan hutan bervegetasi tetap Keanekaragaman flora dan fauna. Keindahan bentang alam baik untuk pariwisata. Ditetapkan pemerintah.
Gambaran best view bentang alam. Pola dan keanekaragaman flora dan fauna. Peta dan luasan hutan. Penggunaan lahan eksisting.
Kawasan Cagar Budaya Dan ilmu pengetahuan
Kawasan dimana lokasi bangunan hasil budaya manusia yang bernilai tinggi maupun bentuk alami yang khas.
Melindungi kekayaan budaya bangsa berupa peninggalan-peninggalan sejarah, bangunan arkeologi dan monumen nasional.
Tempat dan ruang yang bernilai budaya tinggi, situs dan geologi terten-tu yang bermanfaat bagi ilmu pengetahuan.
Lokasi-lokasi situs dan Keunikannya. Peta budaya. Penggunaan lahan eksisting.
Kawasan rawan bencana
Kawasan yang sering atau berpotensi tinggi mengalami bencana alam.
Melindungi manusia dan kegiatannya yang disebabkan oleh alam maupun secara tidak langsung oleh perbuatan manusia.
Sering atau berpotensi tinggi mengalami bencana alam seperti aliran lava, gempa bumi, banjir, gerakan tanah, longsor dsb
Peta lokasi, luasan tiap jenis bencana alam. Data intensitas dan dampak bencana alam. Penggunaan lahan eksisting.
Sumber : Keppres No. 32/1990, Keppres 57/1989
Kriteria Skoring Penentuan Kawasan Lindung/Budidaya JENIS
Kemiringan Lahan
Jenis Tanah
Curah Hujan (mm/ hari)
JENIS KAWA SAN
KLASIFIKASI
SKOR
0 - 8%
Datar
20
> 8 – 15%
Landai
40
> 15 - 25%
Agak curam
60
> 25 – 40%
Curam
80
> 40%
Sangat curam
100
Alluvial, tanah Gley, Planosol, Hidro-morf Kelabu, Laterik air tanah
Tidak peka
15
Latosol
Kurang
30
Brown Forest Soil, Non Calcic Brown, Mediteran
Agak Peka
45
Andosol, Lateritik Grumusol, podsol, Podsolic
Peka
60
Regosol, Litosol, Organosol, Renzina
Sangat Peka
75
< 13,6
Sangat rendah
10
13,6 – 20,7
Rendah
20
20,7 – 27,7
Sedang
30
27,7 – 34,8
Tinggi
40
> 34,8
Sangat tinggi
50
Kawasan Lindung
Kriteria : Memiliki bobot skor > 175 ; Lindung mutlak bila kemiringan lahan > 40 % Lindung mutlak bila hutan pada ketinggian > 2000 m di penggunaan lahan.
Kawasan Budidaya
Kriteria : Skor < 175 ; Kemiringan < 40 % Bukan kawasan hutan pada ketinggian < 2000 m di penggunaan lahan.
Sumber : Keppres no.32 tahun 1990
No. No.
Kelas
Skor
1.
> 13,6 mm/hari
10
2.
13,6-20,7 mm/hari
20
3.
20,7-27,7 mm/hari
30
4.
27,7-34,8 mm/hari
40
5.
> 34,8 mm/hari
50
Kelas
Skor
1.
0-8 %
20
2.
8-15 %
40
3.
15-25 %
60
4.
25-40 %
80
5.
> 40 %
100
Peta Kemiringan
Peta Intensitas Hujan Rata-Rata
No.
Kelas
Peta Hutan Lindung Skor > 175 Lereng > 40 % Ketinggian > 2000 mdpl
Skor
1.
Tidak peka
15
2.
Agak peka
30
3.
Kurang peka
45
4.
Peka
60
5.
Sangat peka
75
Daerah Rawa Permanen Kawasan Penyangga Skor 125-174 Lithologi Paros (kwarsa, Podsol, Podsolik) Ketinggian > 1000 mdpl Vegetasi Penutup 75 % Curah Hujan > 34,8 mm/hari
Peta Kepekaan Tanah
Peta Hutan Peruntukan Khusus
Peta Wisata Suaka Alam/Margasatwa
Kawasan Bergambut > m Kawasan Resapan Air
Sempadan Pantai 100 M Dari Titik Pasang Sempadan Pantai 100 M Dari Kiri-Kanan Sungai
Peta Kawasan Lindung Setempat
Sekitar danau 50-100 m Sekitar Mata Air 200 m Peta Daerah Banjir, Peta Jalur Gempa, dan sebagainya
Daerah Rawan Banjir/bencanna alam Pertimbangan Aspek : Sosial ekonomi politik
Peta Kawasan Lindung
Contoh : PROSES ANALISIS PENENTUAN KAWASAN LINDUNG (Gunakan kriteria dan proses analisis dari Keppres 32/90)
1. Buat Satuan Peta Lahan (SPL) berdasarkan kriteria dan data, lengkap dengan skoringnya; 2. Gambar Peta sebaiknya menggunakan Autocad atau Mapinfo, terskala dengan benar 3. Jadikan Peta Topografi sebagai peta dasar analsis, karena sangat terkait dengan kondisi geologi dan klimatologi 4. Lakukan Superimpose antar masing-masing peta, kemudian nilai skornya dijumlahkan (Buatkan tabel data untuk masingmasing SPL, lengkap dengan klasifikasi skornya dan jumlahnya) 5. Simpulkan wilayah-wilayah mana yang harus menjadi Kawasan Lindung (sesuaikan dengan klasifikasi fungsi kawasan lindung) dan mana yang boleh dibudidayakan
<400 m dpl
Peta Definitif Kawasan Lindung
Kesesuaian Lahan untuk pertanian (Kriteria Topo-Agro-klimat) Ketinggian (m dpl)
Kawasan konservasi (Kawasan Hutan Lindung)
Zona Dingin
2.500 Zona iklim sejuk
Kawasan Perkebunan (Teh, kopi, kina, dan sayuran)
1.500 Zona iklim sedang
Padi, palawija, buahbuahan, dan sayuran
600 Zona iklim panas
0
Padi, palawija, tebu, buah-buahan
Bentang alam Kesesuaian tanaman berdasarkan Ketinggian (Metode Junghunn) Kriteria lainnya : - Keppres No. 32/1990, tentang Kawasan Lindung - Kesesuaian lahan budidaya pertanian (PP 29/1986, PP. 28/1985, Permendagri 57/89) - Tersedia jaringan irigasi teknis, semi teknis, atau tadah hujan
ANALISIS SUPERIMPOSE (TUMPANG TINDIH)
Tahapan Pengagubangan Teknik Sumperimpose
Gambar arsir menunjukkan penggunaan yang sesuai dengan kelas kemampuan lahan
Hubungan antara Kelas Kemampuan & Penggunaan Lahan
PROSES ANALISIS PENENTUAN KAWASAN BUDIDAYA (Gunakan kriteria/proses analisis Kepmendagri 57/89, Permen PU No. 41/2007, FAO, US. SCS, Geoagroklimat, atau lainnya)
Dengan prinsip yang sama seperti untuk menentukan kawasan lindung, lakukan analisis seluruh kawasan budidaya (Non Lindung) untuk setiap kategori kegiatan budidaya (tidak terbangun/lahan terbangun); Buat Satuan Peta Lahan (SPL) berdasarkan kriteria dan data, lengkap dengan skoringnya/klasisfikasinya/kategori kesesuaian lahan; Simpulkan wilayah-wilayah mana yang S1, S2, S3, atau N untuk setiap setiap kategori kegiatan budidaya lengkap dengan gambar peta, tabel SPL dan luasannya Lakukan Superimpose antar setiap kategori kegiatan budidaya untuk ditentukan wilayah mana yang lebih cocok (sesuai) untuk kegiatan (pertanian) apa, buat pula tabel data (SPL) wilayah kesesuaian lengkap dengan luasannya; Lakukan superimpose dengan kondisi existing land use Buat kesimpulan akhir (Tabel) yang menunjukkan wilayah mana cocok untuk apa, kondisi eksisting, dan usulan arahan penggunaan lahan, lengkap dengan gambar peta dan tabel luasannya.
Peta Kawasan Budidaya Terbangun & Tidak Terbangun
Peta Superimpose
Peta akhir
Kementerian Pertanian
Kesesuaian Penggunaan Lahan di Kecamatan – Kota - Desa …………. SPL No
Luas per SPL
(Ha)
%
Kondisi eksisting
Hasil Analisis
Usulan Penggunaan
TABEL PENGGUNAAN LAHAN EKSISTING, HASIL ANALISIS KESESUAIAN LAHAN, DAN ARAHAN No
1
Penggunaan Lahan
Kawasan Lindung Perlindungan Di Bawahnya Perlindungan Setempat/sempadan Suaka Alam/Cagar Budaya Kawasan Rawan Bencana
2 2.1
Kawasan Budidaya K. Tidak Terbangun Hutan Produksi Pertanian Lahan Basah (Padi) Pertanian Lahan Kering Pertanian Tanaman Tahunan K. Pertambangan Taman/RTH Lainnya
2.2
K. Terbangun Kawasan Perumahan Kawasan Industri Kawasan Wisata Kawasan bangunan sarana Kuburan Jaringan prasarana Lainnya JUMLAH Luas
Eksisting luas (Ha)
Kesesuaian Lahan %
luas (Ha)
%
Rek. Arahan luas (Ha)
%
ANALISIS KEBUTUHAN RUANG/LAHAN Data : Input data untuk menghitung kebutuhan ruang/lahan adalah
Penduduk eksisting dan proyeksi jumlah penduduk pada tahun rencana
(analisis) Kebutuhan jenis, jumlah, dan luas lahan untuk bangunan sarana sosial (Fasos), sarana ekonomi (Fasek), dan sarana umum (Fasum = tempat ibadah, rekreasi, pemerintahan, taman, RTH, dsj.) Lihat standar kebutuhan lahan (ruang) minimal (Buku Petunjuk Perencanaan Kawasan Permukiman, DPU) Kondisi penggunaan lahan eksisting, hasil analisis kesesuaian lahan, dan usulan/arahan penggunaan lahan Asumsi-asumsi dasar analsis seperti misalnya : Pemenuhan kebutuhan pangan dari mana ? Apakah akan “self sufficient”? (subsisten) Jumlah rumah yang dibutuhkan atas dasar jumlah anggota/KK Komposisi (%) penggunaan lahan ? Ngikuti standar umum atau khusus (ada fungsi-fungsi tertentu yang harus dipertahankan, KDB) ? Asumsi dapat dijustifikasi sendiri, boleh diambil dari kebijakan2 yang ada, atau pertimbangan2 lain yang menurut pandangan Saudara dianggap perlu.
Analisis : (1) Tetapkan luas lahan fungsi kawasan lindung, penyangga/budidaya, lengkap dengan KDB (2) Hitung kebutuhan lahan untuk perumahan (3) Hitung kebutuhan lahan untuk Fasos, Fasek, dan Fasum (dari hasil analisis Sapras) (4) Hitung kebutuhan lahan untuk pertanian subsisten (pakai metode Tekanan Penduduk) atau ekonomi basis (export based) lainnya (5) Alokasikan lahan untuk infrastruktur (standar minimal 20 % dari total luas lahan) (6) Cek apakah sisi sedian lahan, cukup tidak ? Kalau tidak, cari solusinya bagaimana ?
Peta Kepadatan Penduduk
Klasifikasi Kepadatan Bangunan No.
Klasifikasi
Kepadatan Bangunan
1.
Sangat Rendah
< 10 Bangunan/Ha
2.
Rendah
11 – 40 Bangunan/Ha
3.
Sedang
41 – 60 Bangunan/Ha
4.
Tinggi
61 – 80 Bangunan/Ha
5.
Sangat Tingga
> 81 Bangunan/Ha
Sumber : Keputusan Mentri PU No. 378/KPTS/1987
Hubungan Antara KDB Maksimum Dengan Kemiringan Lereng 40.0%
39.4 %
37.5 %
35.0%
34.4%
30.0%
30.0 %
KDB Maksimum (%)
25.0% 24.4 %
20.0% 17.5 %
15.0% 10.0% 9.4 %
5.0 % 0.0 % 5.0%
10.0%
15.0%
20.0%
25.0%
30.0%
Rata-rata Kemiringan Tanah
Kawasan Lindung dengan skor > 175
Kawasan Penyangga dengan skor 125 – 175 Kawasan Budidaya dengan skor < 125
35.0%
40.0%
Menghitung Kebutuhan lahan untuk pertanian pangan akibat tekanan penduduk :
Tekanan penduduk terhadap lahan tergantung pada - Jumlah penduduk - Kebutuhan luas lahan untuk memberikan hidup layak - Luas lahan yang tersedia Rumus :
TP = (z x Po) / L
Po = total populasi pada waktu t = 0 (jiwa) L = jumlah luas lahan (Ha) z = luas lahan untuk hidup layak (0,02 - 0,04 Ha) Jika angka pertumbuhan penduduk = r, maka pada tahun ke t TP = z x {Po (1+ r)t} / L
Kemudian, jika F = persentase petani (total), dan L = areal lahan petani (Ha) Maka :
TP = z x {F x Po (1 + r)t } / L Jika TP = 1 tidak ada tekanan penduduk TP < 1 tekanan negatif, kapasitas akan berlebih TP > 1 tekanan penduduk melebihi kapasitas lahan Atau dapat juga dihitung secara surplus & defisit
Daya tampung Lahan Tujuan : mengetahui seberapa besar daya tampung ruang/lahan untuk mendukung pengembangan lahan terbangun (aktivitas) yang berkembang di wilayah yang bersangkutan.
Rumus : Di sini
P = L x Bc x A/R x K
P = daya tampung lahan (jiwa) L = Luas wilayah (Ha) Bc = Rasio dasar bangunan (KDB), % A = Persentase luas kawasan perumahan (Ha) R = Luas kebutuhan kapling rumah tiap KK K = Jumlah anggota tiap KK (jiwa)
KOMPOSISI DAN KEBUTUHAN RUANG/ LAHAN PADA TAHUN ANALISIS (RENCANA) No 1
Komponen Penggunaan Lahan
Sisi sediaan luas (Ha)
%
Kebutuhan (demand) luas (Ha)
%
Kawasan Lindung Perlindungan Di Bawahnya Perlindungan Setempat Suaka Alam/Cagar Budaya Kawasan Rawan Bencana
2
Kawasan Budidaya
2.1
K. Tidak Terbangun (Lahan Usaha)
Hutan Produksi Kawasan Pertanian Lahan Basah Kawasan Pertanian Lahan Kering/Kebun K. Pertambangan 2.
K. Terbangun 2 Kawasan Perumahan Kawasan Industri Jumlah
100.0 0
100.00
Keterangan
Contoh : Peta Lahan Kritis DPS Sampean
Peta Kesesuaian Lahan
106 40’ 45” BT
106 7’ 24” BT
106 45’ 22” BT
TUGAS AKHIR
KOTA KEC. BOGOR BARAT KOTA KEC. BOGOR TENGAH
Legenda : Bata s Kotam adya Empang
Bata s Kabu paten
250
Cikaret
06 36’ 45” LS
Bata s Kelurahan Bondongan
Pusat De sa Jalan
Sun gai
Batutulis
Kon tur
Lawang Gintung Ranggamekar
KOTA KEC. BOGOR TIMUR
Pakuan 300
30 0
Cipaku
Mulyaharja
Pamoyanan 350
KEC. CIOMAS KAB. BOGOR
350
Muarasari
Genteng
06 28’ 37” LS 400
400
Harjasari
Kertamaya 450
450
450
Rancamaya
Bojongkerta
40 0
0 45
0 50
06 40’ 30” LS
Sumber : Bappeda Kabupaten Bogor, 2003
U
SKALA : 1 : 75.000
KEC. CIJERUK KAB. BOGOR KEC. CARINGIN KAB. BOGOR
0
1,5
3
6 Km
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG 1 425 H/200 4 M
86
KECAM ATAN KOTA B OGOR SELATAN
0,75
PENGERTIAN dan PEMAHAMAN ISTILAH • Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah wilayah daratan yang merupakan kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya yang dibatasi secara alami oleh pemisah topografis yang berfungsi menampung air yang berasal dari curah hujan, menyimpan dan mengalirkannya ke danau atau laut secara alami,
• Pengelolaan DAS adalah upaya di dalam pengendalian hubungan timbal balik antara sumberdaya alam dengan manusia di dalam DAS dan segala aktivitasnya dengan tujuan menjaga kelestarian ekosistem serta meningkatkan manfaat sumberdaya alamnya,
• Prinsip dasar pengelolaan pemanfaatan ruang DAS, adalah: “satu sungai, satu rencana, dan satu sistem pengelolaan”, yaitu: – Pengelolaan DAS meliputi: pemanfaatan, pengembangan, perberdayaan, dan perlindungan sumberdaya;
– DAS harus dilihat sebagai satu kesatuan wilayah hidrologi yang mencakup beberapa wilayah administratif yang ditetapkan sebagai kesatuan wilayah pengelolaan yang tidak dapat dipisahkan; – Menjaga keseimbangan tata air DAS dan pengaturan pola pemanfaatan ruang, – Dalam pengelolaan ruang harus terpadu (program, tujuan, sasaran) secara menyeluruh, berkelanjutan, dan berwawasan lingkungan. 106
HULU
TENGAH
HILIR
Fungsi Lahan I dengan kemiringan > 40% Kawasan lindung dengan vegetasi hutan
Tanaman untuk daerah lereng
Fungsi Lahan II Kawasan pertanian dengan pertimbangan konservasi lahan Fungsi Lahan III Kawasan pertanian intensif/ permukiman
Agro-Forestry (perlindungan rapat)/ Terasering dengan perlindungan lereng (guludan)
Penahan tanah dgn bronjong Check Dam kecil/Parit penampung sedimen
> + 650 m dpl
Agro-Forestry / Terasering
Penahan tanah dgn bronjong Check Dam kecil Check Dam kecil/Ground Sill
Saluran Check Dam/Sabo
65
40
8
Bendung & Waduk
Kemiringan lereng (%)
SKEMA PEMBAGIAN DAS
107 Page 24
Visi dan Misi "Terwujudnya pemanfaatan sumberdaya air dan lahan bagi kesejahteraan seluruh rakyat"
TATA RUANG : Pengaturan dan pemanfaatan lahan (ruang) berbasis konservasi (mitigasi bencana), selaras, seimbang, dan berkelanjutan
PENGELOLAAN DAS :
Prinsip Pengelolaan DAS : ”One River, One Plan, One Integrated Management”
Rehabilitasi & Reboisasi Lahan Kritis Pengendalian Pencemaran Air Pengendalian Ketersediaan Air Pengendalian Banjir Rehabilitasi Sarana & Prasarana SDM & Kelembagaan Sustainabilitas kualitas DAS Brantas 108
KOTA BATU
WILAYAH DAS BRANTAS HULU
109
(2) Penentuan Kawasan Budidaya a. Kawasan Budidaya Tidak Terbangun Dari hasil analisis penentuan Kawasan Lindung dapat diketahui hamparan wilayah mana saja yang dapat digunakan untuk kawasan budidaya. Selanjutnya analisis kawasan budidaya tsb. Untuk kegiatan2 (budidaya) tidak terbangun (hutan produksi, perkebunan tanaman tahunan, pertanian pangan padi, palawija, dst.) lihat klasifikasi kawasan budaya tidak terbangun). Dalam melakukan analisis, perhatikan/pertimbangkan penggunaan lahan eksisting. Susun kriteria2 kesesuaian dan data yang dibutuhkan untuk proses analisis kesesuaian lahan budidaya tidak terbangun.
KRITERIA KAWASAN BUDIDAYA (KEPMENDAGRI 57/1989) JENIS KAWASAN
DEFINISI
KAWASAN HUTAN PRODUKSI
Kawasan hutan Kawasan yang diperuntukan produksi bagi hutan produksi terbatas terbatas dimana ekspenggunaan lahanoitasinya hanya dapat dengan tebang pilih dan tanam. Kawasan hutan Kawasan yang diperuntukan produksi tetap bagi hutan produksi tetap dimana ekspenggunaan lahanoitasinya dapat dengan tebang pilih atau tebang habis dan tanam. Kawasan hutan Kawasan yang bila diperlukan produksidapat dialihgunakan. konversi
Kawasan pertanian tanaman pangan lahan basah
DATA YANG DIPERLUKAN
KRITERIA
Kawasan yang diperuntukan bagi tanaman pangan lahan basah dimana pengairannnya secara alamiah maupun teknis.
Skor 125-174 untuk kemiringan, Peta Kemiringan jenis tanah, dan curah hujan. Peta Curah hujan Diluar hutan suaka alam, hutan Peta Jenis tanah wisata dan konveersi.
Skor 124 atau kurang untuk kemirigan, jenis tanah, curah hujan. Diluar hutan suaka alam, hutan wisata dan konversi.
Peta Kemiringan Peta Curah hujan Peta Jenis tanah
Skor 124 atau kurang untuk kemirigan, jenis tanah, curah hujan. Diluar hutan suaka alam, hutan wisata dan hutan produksi tetap, hutan produksi terbatas, dan hutan konversi lainnya. Sesuai dengan potensi pengembangannya. Sistem dan potensi pengairan baik. Ketinggian < 1000 m dpenggunaan lahan Kemiringan < 40 % Kedalaman efektif tanah atas > 30 cm.
Peta Kemiringan Peta Curah hujan Peta Jenis tanah
Data kesesuian lahan tanaman lahan basah metode FAO. Peta topografi, kemiringan lahan Peta Kedalaman efektif tanah. Pola tagun tanaman lahan basah eksisting. Data produksi jenis-jenis tanaman lahan basah.
Kawasan pertanian tanaman pangan lahan kering
Kawasan yang diperuntukan bagi tanaman pangan lahan kering untuk tanaman palawija, holtikultura dan tanaman pangan.
Sesuai dengan potensi pengembangannya. Ketinggian < 1000 m dpenggunaan lahan Kemiringan < 40 % Kedalaman efektif tanah atas > 30 cm.
Data kesesuian lahan tanaman
lahan kering metode FAO. Peta topografi, kemiringan lahan Peta kedalaman efetif tanah. Pola tagun tanaman lahan kering eksisting. Data produksi jenis-jenis tanaman lahan kering.
KAWASAN PERTANIAN
Kawasan tanaman tahunan/ perkebunan
Kawasan yang diperuntukan bagi tanaman tahunan/ perkebunan yang menghasilkan baik lahan pangan dan bahan baku industri.
Kawasan peternakan
Kawasan yang diperuntukan bagi peternakan hewan besar dan padang penggembalaan ternak.
Data kesesuian lahan tanaman
Kawasan yang diperuntukan Kemiringan < 8 % bagi perikanan baik yang Persediaan air cukup berupa pertambakan/ kolam dan perairan darat lainnya.
Peta kemiringan Peta hidrologi Peta geohidrologi
Kawasan perikanan
Seuai dengan potensi pengembangannya. Ketinggian < 1000 m dpenggunaan lahan Kemiringan < 40 % Kedalaman efektif tanah atas > 30 cm.
Sesuai dengan potensi pengembangannya. Ketinggian < 1000 m dpenggunaan lahan Kemiringan < 15 % Jenis tanah dan iklim cocok untuk padang rumput alamiah.
Data kesesuian lahan tanaman
lahan kering metode FAO. Peta topografi, kemiringan lahan Kedalam efektif tanah Tata guna lahan eksisting Data produksi tanaman
lahan kering metode FAO. Peta topografi, kemiringan lahan Kedalam efektif tanah Tata guna lahan eksisting Data produksi ternak.
KAWASAN TERBANGUN
Kawasan yang diperuntukan bagi pertambangan baik wilayah yang sedang maupun yang akan segera dilakukan kegiatan pertambangan.
Perindustrian
Kawasan yang diperuntukan bagi Kawasan yang memenuhi syarat industri berupa tempat pemusatan lokasi industri. kegiatan industri. Tersedia air baku cukup. Sistem pembuangan limbah. Tidak menimbulkan dampak sosial negatif yang berat. Tidak terletak pada lahan tanaman pangan basah dan berpotensi pengembangan irigasi. Kawasan yang diperuntukkan Keindahan panorama alam. bagi kegiatan pariwisata Masyarakat dengan nilai kebudayaan tinggi. Diminati swasta Terdapat Bangunan cagar budaya/ nilai sejarah tinggi. Kawasan yang diperuntukan bagi Kesesuian lahan dengan masukan perumahan. teknologi yang ada Perumahan ini mencakup Ketersediaan air. perdesaan dan perkotaan. Lokasi terkait hunian yang telah ada. Kemiringan < 15 % Ketinggian < 2000m dpenggunaan lahan Lokasi tidak rawan bencana Lokasi bukan pada kawasan tanaman pangan basah.
Pariwisata
Perumahan dan Infrastruktur
Kriteria lokasi sesuai dengan yang ditetapkan oleh Departemen Pertambangan untuk daerah masingmasing
Peta lokasi jenis
Kawasan pertambangan
pertambangan dan luasannya. Penggunaan lahan eksisting. Peta penggunaan lahan Peta hidrologi Peta jaringan drainase
Peta Fisik Alam Peta penggunaan lahan Peta sarana dan prasarana Peta hidrologi Peta kemiringan lahan Peta ketinggian Peta rawan bencana alam Peta penggunaan lahan
Peruntukan Ruang Berdasarkan Jenis Tanah Jenis anah Grumosol
Karakteristik
Regosol Coklat
Kompleks Regosol Kelabu dan Litosol
Litosol Coklat
Litosol Coklat kemerahan
Kompleks Litosol merah Kekuningan, Latosol Coklat, Podsolik Merah Kekuningan, dan Latosol
Lapisan solum tanah agak dalam/tebal 100-200 cm, berwarna kelabu sampai hitam Tekstur lempung berliat sampai liat Mengembang dan lekat pd wkt hujan, retak saat kemarau
Tebal solum tanah < 25 cm, berwarna coklat Struktur lepas/butiran tunggal dan teksturnya pasir sampai lempung berdebu Permeabilitas dan infiltrasi yang cepat Daya menahan air sangat rendah dan peka thd bahaya erosi
Tebal solum tanah < 25 cm, berwarna kelabu Struktur lepas/butiran tunggal dan teksturnya pasir Daya menahan air sangat rendah dan sangat peka thd erosi
Lapisan solum tanah sangat tipis atau < 50 cm, warna coklat Tekstur kasar (berpasir/berkerikil), struktur butir lepas Peka terhadap erosi Produktivitas rendah
Lapisan solum tanah sangat tipis atau < 50 cm, warna coklat Tekstur kasar (berpasir/berkerikil), struktur butir lepas Peka terhadap erosi Produktivitas rendah
Lapisan solum tanah tebal, warna merah, coklat hingga kuning atau kekuning-kuningan Tekstur lempung berpasir hingga liat, struktur gumpal sampai berpasir Mudah terkena erosi Permeabilitas dan infiltrasi lambat
Fungsi Kawasan
Peruntukan ruang
Kemiringan Lereng
Lindung
Hutan Lindung
> 40 %
Budidaya Pertanian
Tanaman tahunan/perkebunan terutama tanaman teh
>15%
Budidaya pertanian tanaman tahunan
> 15%
Budidaya pertanian lahan basah
< 15%
Lindung
Hutan Lindung
> 40 %
Budidaya Pertanian
Tanaman tahunan/perkebunan terutama tanaman teh
> 15%
Budidaya pertanian tanaman tahunan
> 15%
Budidaya pertanian tanaman basah
< 15%
Lindung
Hutan lindung
> 40 %
Budidaya pertanian
Tanaman tahunan/perkebunan terutama tanaman teh
> 15%
Budidaya pertanian tanaman tahunan
>15%
Budidaya tahunan tanaman lahan basah
< 15%
Lindung
Hutan lindung
> 40 %
Budidaya pertanian
Tanaman tahunan/perkebunan terutama tanaman the
> 15%
Budidaya pertanian tanaman tahunan
> 15%
Budidaya tahunan tanaman lahan basah
< 15%
Lindung
Hutan lindung
> 40 %
Budidaya pertanian
Tanaman tahunan/perkebunan terutama tanaman the
> 15%
Budidaya pertanian tanaman tahunan
> 15%
Budidaya tahunan tanaman lahan basah
< 15%
Lindung
Hutan lindung
> 40 %
Budidaya pertanian
Tanaman tahunan/perkebunan terutama tanaman the
> 15%
Budidaya pertanian tanaman tahunan
>15%
Budidaya tahunan tanaman lahan basah
< 15%
Sumber : SK. Gubernur Ka. Dati I Jabar No. 413.21/SK 222-HUK/91
Kesesuaian Lahan untuk pertanian (Kriteria Topo-Agro-klimat) Ketinggian (m dpl)
Kawasan konservasi (Kawasan Hutan Lindung)
Zona Dingin
2.500 Zona iklim sejuk
Kawasan Perkebunan (Teh, kopi, kina, dan sayuran)
1.500 Zona iklim sedang
Padi, palawija, buahbuahan, dan sayuran
600 Zona iklim panas
0
Padi, palawija, tebu, buah-buahan
Bentang alam Kesesuaian tanaman berdasarkan Ketinggian (Metode Junghunn) Kriteria lainnya : - Keppres No. 32/1990, tentang Kawasan Lindung - Kesesuaian lahan budidaya pertanian (PP 29/1986, PP. 28/1985, Permendagri 57/89) - Tersedia jaringan irigasi teknis, semi teknis, atau tadah hujan
ANALISIS SUPERIMPOSE (TUMPANG TINDIH)
Tahapan Pengagubangan Teknik Sumperimpose
KRITERIA BUDIDAYA MODEL FAO
Gambar arsir menunjukkan penggunaan yang sesuai dengan kelas kemampuan lahan
Hubungan antara Kelas Kemampuan & Penggunaan Lahan
Analisis Kesesuaian Lahan Model FAO
PROSES ANALISIS PENENTUAN KAWASAN BUDIDAYA (Gunakan kriteria/proses analisis Kepmendagri 57/89, FAO, US. SCS, Geo-agroklimat, atau lainnya)
Dengan prinsip yang sama seperti untuk menentukan kawasan lindung, lakukan analisis seluruh kawasan budidaya (Non Lindung) untuk setiap kategori kegiatan budidaya (tidak terbangun/lahan terbangun); Buat Satuan Peta Lahan (SPL) berdasarkan kriteria dan data, lengkap dengan skoringnya/klasisfikasinya/kategori kesesuaian lahan; Simpulkan wilayah-wilayah mana yang S1, S2, S3, atau N untuk setiap setiap kategori kegiatan budidaya lengkap dengan gambar peta, tabel SPL dan luasannya Lakukan Superimpose antar setiap kategori kegiatan budidaya untuk ditentukan wilayah mana yang lebih cocok (sesuai) untuk kegiatan (pertanian) apa, buat pula tabel data (SPL) wilayah kesesuaian lengkap dengan luasannya; Lakukan superimpose dengan kondisi existing land use Buat kesimpulan akhir (Tabel) yang menunjukkan wilayah mana cocok untuk apa, kondisi eksisting, dan usulan arahan penggunaan lahan, lengkap dengan gambar peta dan tabel luasannya.
Peta Kawasan Budidaya Terbangun & Tidak Terbangun
Peta Superimpose
Peta akhir
Kesesuaian Penggunaan Lahan di Kecamatan – Kota - Desa …………. SPL No
Luas per SPL
(Ha)
%
Kondisi eksisting
Hasil Analisis
Usulan Penggunaan
TABEL PENGGUNAAN LAHAN EKSISTING, HASIL ANALISIS KESESUAIAN LAHAN, DAN ARAHAN No
1
Penggunaan Lahan
Kawasan Lindung Perlindungan Di Bawahnya Perlindungan Setempat/sempadan Suaka Alam/Cagar Budaya Kawasan Rawan Bencana
2 2.1
Kawasan Budidaya K. Tidak Terbangun Hutan Produksi Pertanian Lahan Basah (Padi) Pertanian Lahan Kering Pertanian Tanaman Tahunan K. Pertambangan Taman/RTH Lainnya
2.2
K. Terbangun Kawasan Perumahan Kawasan Industri Kawasan Wisata Kawasan bangunan sarana Kuburan Jaringan prasarana Lainnya JUMLAH Luas
Eksisting luas (Ha)
Kesesuaian Lahan %
luas (Ha)
%
Rek. Arahan luas (Ha)
%
ANALISIS KEBUTUHAN RUANG/LAHAN Data :
Input data untuk menghitung kebutuhan ruang/lahan adalah
Penduduk eksisting dan proyeksi jumlah penduduk pada tahun rencana
(analisis) Kebutuhan jenis, jumlah, dan luas lahan untuk bangunan sarana sosial (Fasos), sarana ekonomi (Fasek), dan sarana umum (Fasum = tempat ibadah, rekreasi, pemerintahan, taman, RTH, dsj.) Lihat standar kebutuhan lahan (ruang) minimal (Buku Petunjuk Perencanaan Kawasan Permukiman, DPU) Kondisi penggunaan lahan eksisting, hasil analisis kesesuaian lahan, dan usulan/arahan penggunaan lahan Asumsi-asumsi dasar analsis seperti misalnya : Pemenuhan kebutuhan pangan dari mana ? Apakah akan “self sufficient”? (subsisten) Jumlah rumah yang dibutuhkan atas dasar jumlah anggota/KK Komposisi (%) penggunaan lahan ? Ngikuti standar umum atau khusus (ada fungsi-fungsi tertentu yang harus dipertahankan, KDB) ? Asumsi dapat dijustifikasi sendiri, boleh diambil dari kebijakan2 yang ada, atau pertimbangan2 lain yang menurut pandangan Saudara dianggap perlu.
Analisis : (1) (2) (3) (4)
(5) (6)
Tetapkan luas lahan fungsi kawasan lindung, penyangga/budidaya, lengkap dengan KDB Hitung kebutuhan lahan untuk perumahan Hitung kebutuhan lahan untuk Fasos, Fasek, dan Fasum (dari hasil analisis Sapras) Hitung kebutuhan lahan untuk pertanian subsisten (pakai metode Tekanan Penduduk) atau ekonomi basis (export based) lainnya Alokasikan lahan untuk infrastruktur (standar minimal 20 % dari total luas lahan) Cek apakah sisi sedian lahan, cukup tidak ? Kalau tidak, cari solusinya bagaimana ?
Peta Kepadatan Penduduk
Klasifikasi Kepadatan Bangunan No.
Klasifikasi
Kepadatan Bangunan
1.
Sangat Rendah
< 10 Bangunan/Ha
2.
Rendah
11 – 40 Bangunan/Ha
3.
Sedang
41 – 60 Bangunan/Ha
4.
Tinggi
61 – 80 Bangunan/Ha
5.
Sangat Tinggi
> 81 Bangunan/Ha
Sumber : Keputusan Mentri PU No. 378/KPTS/1987
Hubungan Antara KDB Maksimum Dengan Kemiringan Lereng 40.0%
39.4 %
37.5 %
35.0%
34.4%
30.0%
30.0 %
KDB Maksimum (%)
25.0% 24.4 %
20.0% 17.5 %
15.0% 10.0% 9.4 %
5.0 % 0.0 % 5.0%
10.0%
15.0%
20.0%
25.0%
30.0%
Rata-rata Kemiringan Tanah
Kawasan Lindung dengan skor > 175
Kawasan Penyangga dengan skor 125 – 175 Kawasan Budidaya dengan skor < 125
35.0%
40.0%
Menghitung Kebutuhan lahan untuk pertanian pangan akibat tekanan penduduk :
Tekanan penduduk terhadap lahan tergantung pada - Jumlah penduduk - Kebutuhan luas lahan untuk memberikan hidup layak - Luas lahan yang tersedia Rumus :
TP = (z x Po) / L
Po = total populasi pada waktu t = 0 (jiwa) L = jumlah luas lahan (Ha) z = luas lahan untuk hidup layak (0,02 - 0,04 Ha) Jika angka pertumbuhan penduduk = r, maka pada tahun ke t TP = z x {Po (1+ r)t} / L
Kemudian, jika F = persentase petani (total), dan L = areal lahan petani (Ha) Maka :
TP = z x {F x Po (1 + r)t } / L Jika TP = 1 tidak ada tekanan penduduk TP < 1 tekanan negatif, kapasitas akan berlebih TP > 1 tekanan penduduk melebihi kapasitas lahan Atau dapat juga dihitung secara surplus & defisit
Daya tampung Lahan Tujuan : mengetahui seberapa besar daya tampung ruang/lahan untuk mendukung pengembangan lahan terbangun (aktivitas) yang berkembang di wilayah yang bersangkutan.
Rumus : Di sini
P = L x Bc x A/R x K
P L Bc A R K
= daya tampung lahan (jiwa) = Luas wilayah (Ha) = Rasio dasar bangunan (KDB), % = Persentase luas kawasan perumahan (Ha) = Luas kebutuhan kapling rumah tiap KK = Jumlah anggota tiap KK (jiwa)
KOMPOSISI DAN KEBUTUHAN RUANG/ LAHAN PADA TAHUN ANALISIS (RENCANA) No 1
Komponen Penggunaan Lahan
Sisi sediaan luas (Ha)
%
Kebutuhan (demand) luas (Ha)
%
Kawasan Lindung Perlindungan Di Bawahnya Perlindungan Setempat Suaka Alam/Cagar Budaya Kawasan Rawan Bencana
2
Kawasan Budidaya
2.1
K. Tidak Terbangun (Lahan Usaha)
Hutan Produksi Kawasan Pertanian Lahan Basah Kawasan Pertanian Lahan Kering/Kebun K. Pertambangan 2.
K. Terbangun 2 Kawasan Perumahan Kawasan Industri Jumlah
100.0 0
100.00
Keterangan
Analisis sistem kegiatan yang potensial berkembang/dikembangkan
Analisis kebutuhan dan daya tampung lahan
Dinamika Pola (Pemanfaatan & Pengendalian) RTRWK EKSISTING 17 rumah / ha
Solusi: Min luas kapling 1.000 m2
20% 30% 15-20% 25 rumah / ha
40% 40 rumah / ha Grs sempadan sungai hrs jelas Penampungan air
Perlu RTH Lingkungan
TPA
Relokasi perumahan
RTRW 2003-2012
PEMANFAATAN RUANG 2007
Dinamika Pola (Pemanfaatan & Pengendalian) Ruang – BWK Pusat
RTH tidak dialokasikan dengan jelas
4 SKS Semester 5
DEFINISI OPERASIONAL • Rencana Detail Tata Ruang Kabupaten/ Kota adalah rencana secara terperinci tentang tata ruang wilayah kabupaten/kota yang dilengkapi dengan peraturan zonasi kabupaten/kota • Kawasan Perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi; • Bagian Wilayah Perkotaan adalah bagian dari kabupaten/kota dan/atau kawasan strategis kabupaten/kota yang akan perlu disusun rencana rincinya, dalam hal ini RDTR, sesuai arahan atau yang ditetapkan didalam RTRW Kabupaten/kota yang bersangkutan.
DEFINISI OPERASIONAL • Intensitas pemanfaatan ruang adalah besaran pembangunan yang diperbolehkan berdasarkan batasan KDB, KLB, KDH atau kepadatan penduduk • Tata massa bangunan adalah bentuk, besaran, peletakan, dan tampilan bangunan pada suatu persil/tapak yang dikuasai. • Peran Serta Masyarakat adalah berbagai kegiatan masyarakat yang timbul atas kehendak dan keinginan sendiri di tengah masyarakat, untuk berminat dan bergerak dalam penyelenggaraan tata ruang;
• Peraturan zonasi adalah ketentuan yang mengatur tentang persyaratan pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya dan disusun untuk setiap blok/zona peruntukan yang penetapan zonanya dalam rencana rinci tata ruang;
2
PENYUSUNAN ATURAN TEKNIS PERATURAN ZONASI
TAHAPAN PENYUSUNAN PERATURAN ZONASI
CAKUPAN ATURAN TEKNIS ZONASI • • • • • •
Aturan Kegiatan dan Penggunaan Lahan Aturan Intensitas Pemanfaatan Ruang Aturan Tata Massa Bangunan Aturan Prasarana Minimum Aturan Lain/Tambahan Aturan Khusus
Penentuan bwp Dasar pertimbangandeliniasi BWP: 1. RTRW Kabupaten/ Kota 2. Kondisi eksisiting 3. Analisa & Kecenderungan Perkembangan
Luas (Ha)
% Kawasan Perkotaan tehadap Luas Desa
No.
Kode Zoning
1
45453-019
Gandasari
140.33
140.33
100.00%
2
45453-020
Kasokandel
292.85
292.85
100.00%
3
45453-021
Gunungsari
340.27
340.27
100.00%
4
45453-022
Ranji Kulon
481.27
481.27
100.00%
5
45453-023
Ranji Wetan
454.46
52.48
11.55%
6
45453-024
Wanajaya
402.75
-
0.00%
7
45453-025
Jatimulya
570.77
-
0.00%
8
45453-026
Leuwikidang
233.33
-
0.00%
9
45453-027
Jatisawit
405.44
-
0.00%
10
45453-028
Girimukti
228.80
-
0.00%
3,550.27
1,307.20
-
Desa
Luas Sumber: Hasil Analisa dan Digitasi, 2014
Total
Kawasan Perkotaan
Pembagian blok peruntukan Penetapan blok peruntukan dimaksudkan untuk memudahkan penentuan zoning beserta penyusunan peraturannya. Blok peruntukan adalah sebidang lahan yang dibatasi sekurang-kurangnya oleh: 1. batasan fisik yang nyata (seperti jaringan jalan, sungai, selokan, saluran irigasi, saluran udara tegangan (ekstra) tinggi, pantai, dan lain-lain), 2. maupun yang belum nyata (rencana jaringan jalan dan rencana jaringan prasarana lain yang sejenis sesuai dengan rencana kota). 3. Administrasi
Penomoran blok peruntukan Keterangan: GSJ = Garis Sempadan Jalan GSB = Garis Sempadan Bangunan
GSJ GSJ GSB
46151-001 BLOK PERUNTUKAN GSB GSJ GSJ
46151 = Kode Pos 001 = Nomor Blok
41174 001 A
41174-001-A
= Kode pos = No blok = No sub blok
Sesuai dengan peraturan menteri pekerjaan umum no.20 tahun 2011 : Luas maximum blok = 500 M x 200 M Luas minimum blok = 100 M x 100 M Sub blok = 50 M x 50 M
Intensitas ruang
No. 1. 2. 3. 4. 5.
Blok Peruntukan
KDB (%)
Sangat Tinggi Tinggi Menengah Rendah Sangat Rendah
>75 50 - 75 20 - 50 5 – 20 <5
Sumber: Pedoman Penyusunan RDTR, Dirjen Penataan Ruang Nasional, 2011. Ilustrasi Perhitungan Koefisien Dasar Bangunan (KDB)
No. 1. 2. 3. 4. 5.
Blok Peruntukan Jumlah Lantai Ketinggian Bangunan Sangat Rendah 1-2 Rendah Maks 4 Menengah Maks 8 Tinggi Min 9 Sangat Tinggi Min 20
KLB Tinggi Puncak Mak Maks Lantai Dasar (me 2 x KDB 12 4 x KDB 12-20 8 x KDB 24-36 9 x KDB Min 40 20 x KDB Min 80
Sumber: Pedoman Penyusunan RDTR, Dirjen Penataan Ruang Nasional, 2011. Ilustrasi Perhitungan Koefisien Lantai Bangunan (KLB)
Aturan Pengkaplingan No. KDH (KOEFISIEN DASAR HIJAU KDH (%) = 100% - (KDB + 20% KDB)
Blok Peruntukan dan Penggal Jalan
2
Luas (m ) 2
1.
Klasifikasi I
> 2500 m
2.
Klasifikasi II
1000 – 2500 m
3.
Klasifikasi III
600 – 1000 m
4.
Klasifikasi IV
250 – 600 m
5.
Klasifikasi V
100 – 250 m
6.
Klasifikasi VI
50 – 100 m
7. 8.
Klasifikasi VII Klasifikasi VIII
< 50 m Rumah Susun/flat
2
2
2 2
2
2
Sumber: Pedoman Penyusunan RDTR, Dirjen Penataan Ruang Nasional, 2011. Keterangan:
KDH (%) = 100% - { KDB + 20% KDB}
KTB =
Luas Lantai Bangunan Bawah Permukaan Tanah X 100% Luas Parsil
Tata massa bangunan
Aturan Garis Sempadan Bangunan No.
Sempadan
1.
Sepanjang Jalan
2.
Tepi Sungai
3.
Tepi Pantai
4.
Danau/ waduk
5.
Mata air
4.
KA dan SUTT/SUTET
5.
Dibawah Permukaan Tanah
GSBdepan
GSBsamping
½ rumija (jika rumija < 8 m) ½ rumija + 1 atau +2 (Jika rumija > 8 m) Luar Permukiman: 100 m sungai besar 50 m anak sungai Permukiman: 10 m tepi sungai 100 m dari batas pasang tertinggi Sekurang-kurangnya 200 m disekitar mata air Sekurang-kurangnya 50 m dari titik pasang tertinggi ke arah darat Sesuai ketentuan dari instansi yang berwenang Maksimum berimpit dengan sempadan pagar, tidak boleh melewati batas kaveling
Min ½ tinggi bangunan gedung, dengan mempertimbangkan kesehatan, perkembangan daerah, kepentingan umum, dan keserasian lingkungan
Sumber: Pedoman Penyusunan RDTR, Dirjen Penataan Ruang Nasional, 2011.
Standar Ketinggian Bangunan dan Jumlah Lantai No. 1. 2. 3. 4. 5.
Blok Peruntukan Ketinggian Bangunan Sangat Rendah Rendah Menengah Tinggi Sangat Tinggi
Jumlah Lantai 1-2 Maks 4 Maks 8 Min 9 Min 20
Tinggi Puncak Maks dari Lantai Dasar (meter) 12 12-20 24-36 Min 40 Min 80
Sumber: Pedoman Penyusunan RDTR, Dirjen Penataan Ruang Nasional, 2011.
Standar Ketinggian Bangunan dan Jarak Minimum antar Bangunan No. 1. 2. 3. 4.
Ketinggian Bangunan (Meter) <8 8 - 14 14 – 40 > 40
Jarak Minimum antar Bangunan (Meter) 3 3–6 6–8 8
(Sumber :Kepmenneg PU No.10/KPTS/2000)
Aturan Garis Sempadan Kereta Api
11 m
11 m
Station
Station
23 m 23 m
No
Blok
1 2
45452-001 45452-002
3
45452-003
4 5 6 7 8 9
45452-003 45452-003 45452-004 45452-004 45452-004 45452-005
Sub Blok
KDB (%)
KDH (%)
KLB
JL
TB
GSP
75-100 75-100
0-12.5 0-12.5
0.75-2 0.75-1
1-2 1
4 4-8
A
75-100
0-12.5
0.75-2
1-2
B C A B C
75-90 50-75 50-75 50-75 50-75 75-100
5 -12.5 12.5-25 12.5-25 12.5-25 12.5-25 0-12.5
0.75-1.8 0.5-0.75 0.5-0.75 0.5-0.75 0.5-0.75 0.75-1
1-2 1 1 1 1 1
Sumber: Survai Blok dan Hasil Analisa, 2013
GSB
0.5 - 1 1
D 0-1 0.5
S 0.5 0.5
B 0.5 0.5
4-8
0.5 - 1
0
0
0.5
4-8 4 4 4 4 4
0.5 - 1 1 1 0.5 0.5 0.5
0 1 1 0.5 0.5 0.5
0 - 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5
0 - 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5
Dampak
Macet, kumuh , Bising Macet, kumuh , Bising
Kepadatan Bangunan Berdasarkan Blok Peruntukan No
Blok
1
41174-001
2
41174-002
3
41174-003
4
41174-004
5
41174-005
6
41174-006
7
41174-007
8
41174-008
Sub-blok
1A 1B Total 2A 2B Total 3A 3B Total Total Total 6A 6B Total 7A 7B Total Total
9
41174-009
Total Sumber : Hasil Analisis 2012
Luas (Ha)
1,78 5,70 7,48 3,05 5,19 8,24 1,93 6,71 8,64 9,15 9,15 7,59 7,59 3,52 6,91 10,43 2,31 7,16 9,47 7,41 7,41 9,22 9,22
Jumlah Bangunan (Unit) 9 10 19 49 244 293 17 192 209 154 154 165 165 24 40 64 91 28 119 0 0 182 182
Kepadatan penduduk berdasarkan blok peruntukan
Kepadatan Bangunan (Unit/Ha) 5 2 3 16 47 36 9 29 24 17 17 22 22 7 6 6 39 4 13 0 0 20 20
No
Blok
1
41174-001
2
41174-002
3
41174-003
4
41174-004
5
41174-005
6
41174-006
7
41174-007
8
41174-008
9
41174-009
Sub-blok
1A 1B Total 2A 2B Total 3A 3B Total Total Total 6A 6B Total 7A 7B Total Total
Total Sumber : Hasil Analisis 2012
Luas (Ha)
1,78 5,70 7,48 3,05 5,19 8,24 1,93 6,71 8,64 9,15 9,15 7,59 7,59 3,52 6,91 10,43 2,31 7,16 9,47 7,41 7,41 9,22 9,22
Jumlah Penduduk (Jiwa) 36 40 76 196 976 1.172 68 768 836 616 616 660 660 96 160 256 364 112 478 0 0 728 728
Kepadatan Penduduk (Jiwa/Ha) 20 7 10 64 188 142
97 67 67 87 87 27 23 25 158 16 50 0 0 79 79
No
Blok
Analisa Intensitas Pemanfaatan Ruang Di Kawasan Perkotaan Kecamatan Wanayasa SubPenggunaan Lahan KDB KDH Blok
1
41174-001
1A
1B
2
41174-002
2A
2B
3
41174-003
3A
3B
4
41174-004
5
41174-005
Permukiman Perdagangan Ibadah Permukiman Perdagangan Pemerintah Permukiman Perdagangan Jasa Permukiman Perdagangan Jasa Pendidikan Perkantoran Ibadah Kesehatan Permukiman Perdagangan Jasa Industri Perkantoran Ibadah Permukiman Perdagangan Jasa Pendidikan Perkantoran Sawah Pasar Permukiman Perdagangan Jasa Perkantoran Ibadah Kesehatan Permukiman Perdagangan
(%)
(%)
50-70 50-70 50-70 50-70 50-70 50-70 50-70 50-70 50-70 50-70 50-70 50-70 30-50 50-70 50-70 30-50 50-70 50-70 50-70 50-70 50-70 50-70 50-70 50-70 50-70 30-50 50-70 0 50-70 50-70 50-70 50-70 50-70 50-70 30-50 50-70 50-70
15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 25-35 15-25 15-25 25-35 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 25-35 15-25 0 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25
KTB (%) 0-70 0-70 0-70 0-70 0-70 0-70 0-70 0-70 0-70 0-70 0-70 0-70 0-70 0-70 0-70 0-70 0-70 0-70 0-70 0-70 0-70 0-70 0-70 0-70 0-70 0-70 0-70 0 0-70 0-70 0-70 0-70 0-70 0-70 0-70 0-70 0-70
KLB (%) 0,5-1,4 0.5-2,8 0,5-1,4 0,5-1,4 0.5-2,8 0,5-1,4 0,5-1,4 0.5-2,8 0.5-2,8 0,5-1,4 0.5-2,8 0.5-2,8 0.5-1.4 0,5-1,4 0,5-1,4 0.5-1.4 0,5-1,4 0.5-2,8 0.5-2,8 0,5-1,4 0,5-1,4 0,5-1,4 0,5-1,4 0.5-2,8 0.5-2,8 0.5-1.4 0,5-1,4 0 0,5-1,4 0,5-1,4 0.5-2,8 0.5-2,8 0,5-1,4 0,5-1,4 0.5-1.0 0,5-1,4 0.5-2,8
Skema Pemenuhan Kebutuhan Rumah Pada Kawasan Metropolitan Kota atau Kabupaten yang berbatasan dengan Kota inti atau Metropolitan harus memperhitungkan “limpahan” kebutuhan rumah dari Kota intinya. Pemenuhan kebutuhan rumah pada Kota inti dapat disebar ke hinterland-nya, yaitu Kota atau Kabupaten yang berbatasan, sesuai dengan karakteristik tiap Kota/ Kabupaten tersebut. Asumsi: Perbandingan pemenuhan kebutuhan rumah di Kota inti (PKN Metropolitan): di Kota/Kabupaten hinterland-nya adalah 20% : 80%
•Kriteria Permukiman Kumuh Permukiman kumuh merupakan permukiman yang telah mengalami penurunan kualitas secara fisik, ekonomi, dan budaya, dan peruntukkannya dalam RTRW adalah sebagai lokasi perumahan dan kawasan permukiman. Kriteria perumahan kumuh dan permukiman kumuh, meliputi: 1. Berada atau tidak berada pada peruntukkan perumahan dalam RTRW Kab./ Kota; 2. Kepadatan penduduk >400 jiwa per ha untuk kota kecil, >500 jiwa/ha untuk kota besar dan sedang, dan >750 jiwa/ ha untuk kota metropolitan; 3. Kepadatan bangunan minimal 50 unit per hektar di perkotaan dan antara 30-50 unit untuk perdesaan; 4. Lebih dari 60% rumah tidak/kurang layak huni; 5. Daerah terbangun melebihi 80% dari luas satuan wilayah; 6. Angka penyakit akibat buruknya lingkungan permukiman cukup tinggi (demam berdarah, diare, ISPA, dll); 7. PSU tidak memenuhi persyaratan kelayakan atau di bawah standar pelayanan minimal; 8. Intensitas permasalahan sosial kemasyarakatan cukup tinggi (urban crime, keresahan serta kesenjangan yang tajam, dll); 9. Penghasilan penghuni rata-rata di bawah UMR; dan • Rawan bencana.
•Kriteria Rawan Bencana Kriteria rawan bencana alam, meliputi: 1.rawan tanah longsor; 2.rawan gelombang pasang dan/atau tsunami; 3.rawan banjir; 4.rawan gempa bumi, dan 5.rawan letusan gunung api. •Perhitungan Backlog atau Kebutuhan Rumah •Backlog adalah kekurangan rumah, yaitu selisih antara Jumlah Kepala Keluarga dengan jumlah rumah yang ada, yang dihitung dengan rumus sebagai berikut: Backlog = Jumlah KK tahun ke-X – Jumlah Rumah tahun ke-X 1.Penyebab backlog, dikarenakan adanya: •Pertumbuhan secara alami; •Pertumbuhan karena daya tarik ekonomi (migrasi); dan •Kebutuhan akibat adanya program penanganan kawasan ilegal/squatter berupa pemukiman kembali/ resettlement. •Proyeksi kebutuhan rumah terdiri dari beberapa perhitungan proyeksi sebagai berikut: •Proyeksi kebutuhan rumah berdasarkan pertumbuhan KK. Pertumbuhan KK dihitung dari pertumbuhan penduduk. 1 KK diasumsikan terdiri dari 5 jiwa. •Proyeksi kebutuhan rumah berdasarkan segmentasi pendapatan. •Proyeksi kebutuhan penyediaan rumah baru berdasarkan daya tarik ekonomi (kebutuhan kota inti yang didistribusikan ke daerah hinterlandnya). 1.Proyeksi kebutuhan penyediaan rumah menggunakan proporsi hunian berimbang. •Asumsi proporsi jumlah rumah baru yang akan dibangun secara swadaya dengan yang akan dibangun oleh pengembang adalah 80% : 20%. •Pada penyusunan RP3KP Provinsi, perhitungan backlog untuk masing-masing kabupaten/kota perlu mempertimbangkan fungsi masing-masing kota (PKN, PKW, PKL, atau PKSN) 1.Pemenuhan backlog atau kebutuhan rumah untuk kota inti yang memiliki fungsi PKN Metropolitan didistribusikan ke kota-kota hinterland-nya, dengan asumsi 20% berupa Rumah Susun di kota inti, dan 80% didistribusikan ke kabupaten/kota sekitarnya. Dengan demikian, kota atau kabupaten yang berbatasan dengan kota inti atau PKN Metropolitan harus memperhitungkan juga “limpahan” kebutuhan rumah dari kota intinya.
Arahan Penggunaan Lahan – Kawasan Lindung – Kawasan Budidaya
Contoh : Peta Lahan Kritis DPS Sampean
Peta Kesesuaian Lahan