BAB I KONSEP MEDIS
A. Definisi Ileus Obstruktif Obstruksi usus dapat didefinisikan sebagai gangguan (apapun penyebabnya) aliran normal isi usus sepanjang saluran usus. Obstruksi usus dapat akut dengan kronik, partial atau total. Obstruksi usus biasanya mengenai kolon sebagai akibat karsinoma dan perkembangannya lambat. Sebagian dasar dari obstruksi justru mengenai usus halus. Obstruksi total usus halus merupakan keadaan gawat yang memerlukan diagnosis dini dan tindakan pembedahan darurat bila penderita ingin tetap hidup. Ada dua tipe obstruksi yaitu : 1. Mekanis (Ileus Obstruktif) Suatu penyebab fisik menyumbat usus dan tidak dapat diatasi oleh peristaltik. Ileus obstruktif ini dapat akut seperti pada hernia stragulata atau kronis akibat karsinoma yang melingkari. Misalnya intusepsi, tumor polipoid dan neoplasma stenosis, obstruksi batu empedu, striktura, perlengketan, hernia dan abses. 2. Neurogenik/fungsional (Ileus Paralitik) Obstruksi yang terjadi karena suplai saraf ototnom mengalami paralisis dan peristaltik usus terhenti sehingga tidak mampu mendorong isi sepanjang usus. Contohnya amiloidosis, distropi otot, gangguan endokrin seperti diabetes mellitus, atau gangguan neurologis seperti penyakit parkinson. Beberapa pengertian obstruksi usus dan ileus obstruksi menurut para ahli, yaitu: Obstruksi usus adalah sumbatan total atau parsial yang mencegah aliran normal. Ileus obstruktif adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus dimana merupakan penyumbatan yang sama sekali menutup atau menganggu jalannya isi usus (Sabara, 2007).
RESKI KURNIAH, S.Kep 18.3145.901.019
Page 1
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa obstruksi usus adalah sumbatan total atau parsial yang menghalangi aliran normal melalui saluran pencernaan atau gangguan usus disepanjang usus. Sedangkan Ileus obstruktif adalah kerusakan atau hilangnya pasase isi usus yang disebabkan oleh sumbatan mekanik. B. Etiologi 1. Adhesi ( perlekatan usus halus ) merupakan penyebab tersering ileus obstruktif, sekitar 50-70% dari semua kasus. Adhesi bisa disebabkan oleh riwayat operasi intraabdominal sebelumnya atau proses inflamasi intraabdominal. Obstruksi yang disebabkan oleh adhesi berkembang sekitar 5% dari pasien yang mengalami operasi abdomen dalam hidupnya. Perlengketan kongenital juga dapat menimbulkan ileus obstruktif di dalam masa anak-anak. 2. Hernia inkarserata eksternal ( inguinal, femoral, umbilikal, insisional, atau parastomal ) merupakan yang terbanyak kedua sebagai penyebab ileus obstruktif, dan merupakan penyebab tersering pada pasien yang tidak mempunyai riwayat operasi abdomen. Hernia interna (paraduodenal, kecacatan mesentericus, dan hernia foramen Winslow) juga bisa menyebabkan hernia. 3. Neoplasma. Tumor primer usus halus dapat menyebabkan obstruksi intralumen, sedangkan tumor metastase atau tumor intra abdominal dapat menyebabkan obstruksi melalui kompresi eksternal. 4. Intususepsi usus halus menimbulkan obstruksi dan iskhemia terhadap bagian usus yang mengalami intususepsi. Tumor, polip, atau pembesaran limphanodus mesentericus
dapat
sebagai
petunjuk awal
adanya
intususepsi. 5. Penyakit Crohn dapat menyebabkan obstruksi sekunder sampai inflamasi akut selama masa infeksi atau karena striktur yang kronik. 6. Volvulus sering disebabkan oleh adhesi atau kelainan kongenital, seperti malrotasi usus. Volvulus lebih sering sebagai penyebab obstruksi usus besar.
RESKI KURNIAH, S.Kep 18.3145.901.019
Page 2
7. Batu empedu yang
masuk ke ileus. Inflamasi yang berat
dari
kantong empedu menyebabkan fistul dari saluran empedu ke duodenum atau usus halus yang menyebabkan batu empedu masuk ke traktus gastrointestinal. Batu empedu yang besar dapat terjepit di usus halus, umumnya pada bagian ileum terminal atau katup ileocaecal yang menyebabkan obstruksi. 8. Striktur yang sekunder yang berhubungan dengan iskhemia, inflamasi, terapi radiasi, atau trauma operasi. 9. Penekanan eksternal oleh tumor, abses, hematoma, intususepsi, atau penumpukan cairan. 10. Benda asing, seperti bezoar 11. Divertikulum Meckel yang bisa menyebabkan volvulus, intususepsi, atau hernia Littre. 12. Fibrosis kistik dapat menyebabkan obstruksi parsial kronik pada ileum distalis dan kolon kanan sebagai akibat adanya benda seperti mekonium C. Patofisiologi Peristiwa patofisiologi yang terjadi setelah obstruksi usus adalah sama, tanpa memandang apakah obstruksi usus tersebut diakibatkan oleh penyebab mekanik atau fungsional. Perbedaan utamanya adalah obstruksi paralitik, paralitik dihambat dari permulaan, sedangkan pada obstruksi mekanis peristaltik mula-mula diperkuat kemudian intermiten akhirnya hilang. Lumen usus yang tersumbat profesif akan terenggang oleh cairan dan gas. Akumulasi gas dan cairan didalam lumen usus sebelah proksimal dari letak obstruksi mengakibatkan distensi dan kehilangan H2O dan elektrolit dengan peningkatan distensi maka tekanan intralumen meningkat, menyebabkan penurunan tekanan vena dan kapiler arteri sehingga terjadi iskemia dinding usus dan kehilangan cairan menuju ruang peritonium akibatnya terjadi pelepasan bakteri dan toksin dari usus, bakteri yang berlangsung cepat menimbulkan peritonitis septik ketika terjadi kehilangan cairan yang akut maka kemungkinan terjadi syok hipovolemik. Keterlambatan dalam
RESKI KURNIAH, S.Kep 18.3145.901.019
Page 3
melakukan pembedahan atau jika terjadi stranggulasi akan menyebabkan kematian. (Pice and Wilson, hal 404). Ileus obstruktif merupakan penyumbatan intestinal mekanik yang terjadi karena adanya daya mekanik yang bekerja atau mempengaruhi dinding usus sehingga menyebabkan penyempitan/penyumbatan lumen usus. Hal tersebut menyebabkan pasase lumen usus terganggu. Akan terjadi pengumpulan isi lumen usus yang berupa gas dan cairan, pada bagian proximal tempat penyumbatan, yang menyebabkan pelebaran dinding usus (distensi). Sumbatan usus dan distensi usus menyebabkan rangsangan terjadinya hipersekresi kelenjar pencernaan. Dengan demikian akumulasi cairan dan gas makin bertambah yang menyebabkan distensi usus tidak hanya pada tempat sumbatan tetapi juga dapat mengenai seluruh panjang usus sebelah proximal sumbatan. Sumbatan ini menyebabkan gerakan usus yang meningkat (hiperperistaltik) sebagai usaha alamiah. Sebaliknya juga terjadi gerakan anti peristaltik. Hal ini menyebabkan terjadi serangan kolik abdomen dan muntahmuntah. D. Manifestasi Klinik 1. Nyeri tekan pada abdomen. 2. Muntah. 3. Konstipasi (sulit BAB). 4. Distensi abdomen. 5. BAB darah dan lendir tapi tidak ada feces dan flatus (Kapita Selekta, 2000, hal 318). E. Pemeriksaan Diagnostik Adapun pemeriksaan diagnostik yang bisa dilakukan antara lain : a. Pemeriksaan sinar x: Untuk menunjukan kuantitas abnormal dari gas atau cairan dalam usus. b. Pemeriksaan laboratorium (misalnya pemeriksaan elektrolit dan jumlah darah lengkap) akan menunjukan gambaran dehidrasi dan kehilangan volume plasma dan kemungkinan infeksi.
RESKI KURNIAH, S.Kep 18.3145.901.019
Page 4
c. Pemeriksaan radiogram abdomen sangat penting untuk menegakkan diagnosa obstruksi usus. Obstruksi mekanis usus halus ditandai oleh udara dalam usus halus, tetapi tidak ada gas dalam usus. Bila foto fokus tidak memberi kesimpulan, dilakukan radiogram barium untuk mengetahui tempat obstruksi (Brunner and Suddarth, 2001, hal 1121). F. Penatalaksanaan Dasar pengobatan obstruksi usus adalah koreksi keseimbangan cairan dan elektrolit, menghilangkan peregangan dan muntah dengan intubasi dan kompresi, memperbaiki peritonitis dan syok bila ada, serta menghilangkan obstruksi untuk memperbaiki kelangsungan dan fungsi usus kembali normal. a. Obstruksi Usus Halus Dekompresi pada usus melalui selang usus halus atau nasogastrik bermamfaat dalam mayoritas kasus obstruksi usus halus.Apabila usus tersumbat secara lengkap, maka strangulasi yang terjadi memerlukan tindakan pembedahan, sebelum pembedahan, terapi intra vena diperlukan untuk mengganti kehilangan cairan dan elektrolit (natrium, klorida dan kalium). Tindakan pembedahan terhadap obstruksi usus halus tergantung penyebab obstruksi. Penyebab paling umum dari obstruksi seperti hernia
dan
perlengketan.
Tindakan
pembedahannya
adalah
herniotomi. b. Obstruksi Usus Besar Apabila obstruksi relatif tinggi dalam kolon, kolonoskopi dapat dilakukan untuk membuka lilitan dan dekompresi usus. Sekostomi, pembukaan secara bedah yang dibuat pasa sekum, dapat dilakukan pada pasien yang berisiko buruk terhadap pembedahan dan sangat memerlukan pengangkatan obstruksi. Tindakan lain yang biasa dilakukan adalah reseksi bedah utntuk mengangkat lesi penyebab obstruksi. Kolostomi sementara dan permanen mungkin diperlukan.
RESKI KURNIAH, S.Kep 18.3145.901.019
Page 5
G. Komplikasi a. Peritonitis karena absorbsi toksin dalam rongga peritonium sehinnga terjadi peradangan atau infeksi yang hebat pada intra abdomen. b. Perforasi dikarenakan obstruksi yang sudah terjadi selalu lama pada organ intra abdomen. c. Sepsis, infeksi akibat dari peritonitis, yang tidak tertangani dengan baik dan cepat. d. Syok hipovolemik terjadi akibat dehidrasi dan kehilangan volume plasma. (Brunner and Suddarth, 2001, hal 1122).
RESKI KURNIAH, S.Kep 18.3145.901.019
Page 6
BAB II KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan upaya untuk pengumpulan data secara lengkap dan sistematis mulai dari pengumpulan data, identitas dan evaluasi status kesehatan klien. (Nursalam, 2001). a) Biodata klien yang penting meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, suku dan gaya hidup. b) Riwayat kesehatan a. Keluhan utama . Keluhan utama adalah keluhan yang dirasakan klien pada saat dikaji. Pada umumnya akan ditemukan klien merasakan nyeri pada abdomennya biasanya terus menerus, demam, nyeri tekan lepas, abdomen tegang dan kaku. b. Riwayat kesehatan sekarang Mengungkapkan
hal-hal
yang
menyebabkan
klien
mencari
pertolongan, dikaji dengan menggunakan pendekatan PQRST : P : Apa yang menyebabkan timbulnya keluhan. Q : Bagaiman keluhan dirasakan oleh klien, apakah hilang, timbul atau terus-menerus. R : Di daerah mana gejala dirasakan S : Seberapa keparahan yang dirasakan klien dengan memakai skala numeric 1 s/d 10. T : Kapan keluhan timbul, sekaligus factor yang memperberat dan memperingan keluhan. c. Riwayat kesehatan masa lalu Perlu dikaji apakah klien pernah menderita penyakit yang sama, riwayat ketergantungan terhadap makanan/minuman, zat dan obatobatan.
RESKI KURNIAH, S.Kep 18.3145.901.019
Page 7
d. Riwayat kesehatan keluarga Apakah ada anggota keluarga yang mempunyai penyakit yang sama dengan klien. c) Pemeriksan fisik a. Aktivitas/istirahat Gejala : Kelelahan dan ngantuk. Tanda : Kesulitan ambulasi b. Sirkulasi Gejala : Takikardia, pucat, hipotensi ( tanda syok) c. Eliminasi Gejala : Distensi abdomen, ketidakmampuan defekasi dan Flatus Tanda : Perubahan warna urine dan feces d. Makanan/cairan Gejala : anoreksia,mual/muntah dan haus terus menerus. Tanda : muntah berwarna hitam dan fekal. Membran mukosa pecah-pecah. Kulit buruk. e. Nyeri/Kenyamanan Gejala : Nyeri abdomen terasa seperti gelombang dan bersifat kolik. Tanda : Distensi abdomen dan nyeri tekan f. Pernapasan Gejala : Peningkatan frekuensi pernafasan, Tanda : Napas pendek dan dangkal g. Diagnostik Test Pemeriksaan sinar X : akan menunjukkan kuantitas abnormal dari gas dan cairan dalam usus. Pemeriksaan simtologi Hb dan PCV : meningkat akibat dehidrasi Leukosit : normal atau sedikit meningkat Ureum dan eletrolit : ureum meningkat, Na+ dan Cl- rendah Rontgen toraks : diafragma meninggi akibat distensi abdomen
RESKI KURNIAH, S.Kep 18.3145.901.019
Page 8
Rontgen abdomen dalam posisi telentang: mencari penyebab (batu empedu, volvulus, hernia) Sigmoidoskopi : menunjukkan tempat obstruktif. (Doenges, Marilynn E, 2000) B. Diagnosa Keperawatan 1. Nyeri akut berhubungan dengan kram abdomen sekunder terhadap distensi dinding usus ditandai dengan pasien mengeluh nyeri pada perut, perut kembung, tampak meringis, distensi abdomen, px. tanda vital: nadi meningkat 2. Retensi urinarius berhubungan dengan obstruksi jalan keluar kandung kemih sekunder terhadap tekanan pada kandung kemih ditandai dengan pasien mengeluh perut kembung, nyeri pada perut bagian bawah, distensi kandung kemih. 3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan muntah ditandai dengan pasien mengatakan mual, pasien tampak muntah 4. Pola nafas tak efektif berhubungan dengan penurunan O2 sekunder terhadap tekanan pada diafragma ditandai dengan pasien mengatakan sulit bernafas, tampak sesak, px. tanda vital : respirasi meningkat, nadi meningkat. 5. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan yang berlebihan sekunder akibat muntah. 6. PK : Asidosis metabolic 7. PK : Alkalosis metabolic
RESKI KURNIAH, S.Kep 18.3145.901.019
Page 9
C. Rencana Keperawatan 1. Neri Akut berhubungan dengan kram abdomen sekunder terhadap distensi dinding usus ditandai dengan pasien mengeluh nyeri pada perut, perut kembung, tampak meringis, distensi abdomen, px. tanda vital: nadi meningkat Kriteria tujuan : nyeri berkurang atau hilang Rencana tindakan : a. Catat lokasi, lamanya, intensitas (skala 0 – 10) dan karakteristik nyeri Rasional : perubahan pada karakteristik nyeri dapat menunjukkan penyebaran penyakit atau terjadinya komplikasi b. Beri tindakan nyaman (relaksasi, ubah posisi) Rasional : meningkatkan relaksasi, memfokuskan kembali perhatian dan meningkatkan kemampuan koping. c. Observasi vital sign Rasional : Respon autonomic meliputi perubahan TD, nadi dan pernafasan yang berhubungan dengan keluhan nyeri. Abnormalitas tanda vital terus menerus memerlukan evaluasi lanjut d. Kolaborasi dalam pemberian analgesic Rasional : pemberian analgesic membantu mengurangi rasa nyeri 2. Retensi urinarius berhubungan dengan obstruksi jalan keluar kandung kemih sekunder terhadap tekanan pada kandung kemih ditandai dengan pasien mengeluh perut kembung, nyeri pada perut bagian bawah, distensi kandung kemih. Kriteria tujuan : mempertahankan nutrisi pasien adekuat Rencana tindakan : a. Catat masukan dan haluaran, timbang berat badan sesuai indikasi Rasional : mengidentifikasi status asupan makanan b. Batasi makanan yang menyebabkan kram abdomen (missal produk susu) Rasional : mencegah serangan akut/eksaserbasi gejala c. Konsul dengan ahli gizi
RESKI KURNIAH, S.Kep 18.3145.901.019
Page 10
Rasional : membantu mengkaji kebutuhan nutrisi pasien d. Kolaborasi dalam pemberian antiemetic Rasional : pemberian antiemetik diharapkan mampu mencegah muntah 3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan muntah ditandai dengan pasien mengatakan mual, pasien tampak muntah. Kriteria tujuan : Mempertahankan ventilasi adekuat. Rencana tindakan : a. Awasi frekuensi, kedalaman pernapasan Rasional
:
pernapasan
dangkal
cepat/dispnea
mungkin
ada
sehubungan dengan akumulasi cairan dalam abdomen b. Auskultasi bunyi napas Rasional : menunjukkan terjadinya komplikasi (adanya bunyi tambahan menunjukkan akumulasi cairan/sekresi) c. Pantau tanda vital Rasional : abnormalitas tanda vital terus menerus memerlukan evaluasi lanjut d. Ubah posisi dengan sering, dorong latihan napas dalam Rasional : membantu ekspansi paru dan memobilisasi secret e. Berikan tambahan O2 sesuai indikasi Rasional : mungkin perlu untuk mencegah hipoksia 4. Pola nafas tak efektif berhubungan dengan penurunan O2 sekunder terhadap tekanan pada diafragma ditandai dengan pasien mengatakan sulit bernafas, tampak sesak, px. tanda vital : respirasi meningkat, nadi meningkat. Kriteria tujuan : berkemih dengan jumlah normal tanpa retensi Rencana tindakan : a. Catat keluaran urine, selidiki penurunan aliran urine tiba-tiba Rasional : penurunan aliran urine tiba-tiba menunjukkan adanya obstruksi. Penurunan haluaran urine berhubungan dengan distensi abdomen.
RESKI KURNIAH, S.Kep 18.3145.901.019
Page 11
b. Awasi tanda vital. Kaji nadi perifer, turgor kulit, pengisian kapiler dan mukosa mulut. Rasional : merupakan indicator keseimbangan cairan 5. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan yang berlebihan sekunder akibat muntah. Kriteria tujuan : mempertahankan /menunjukkan keseimbangan cairan Rencana tindakan : a. Awasi jumlah dan tipe masukan cairan Rasional
:
pasien
tidak
mengkonsumsi
cairan
sama
sekali
mengakibatkan dehidrasi atau mengganti cairan untuk masukan kalori yang berdampak pada keseimbangan elektrolit. b. Observasi tanda vital Rasional : hipotensi, takikardia dan demam dapat menunjukkan respon thd dan atau efek kehilangan cairan. c. Observasi kulit kering berlebihan dan membrane mukosa, penurunan turgor kulit, pengisian kapiler lambat Rasional : menunjukkan kehilangan cairan berlebihan/dehidrasi. d. Kolaborasi pemberian cairan parenteral sesuai indikasi Rasional : mempertahankan istirahat usus akan memerlukan penggantian cairan untuk memperbaiki kehilangan. e. Kolaborasi pemberian antiemetic Rasional : digunakan untuk mengontrol mual dan muntah. 6. PK : Asidosis metabolic Kriteria tujuan : komplikasi asidosis dapat dikurangi/dicegah Rencana tindakan : a. Pantau tanda dan gejala asidosis metabolik (pernapasan cepat & lambat, sakit kepala, mual dan muntah) Rasional : dengan mengetahui tanda dan gejala lebih awal diharapkan komplikasi asidosis metabolik dapat dicegah. b. Kolaborasi dalam pemberian cairan IV sesuai program
RESKI KURNIAH, S.Kep 18.3145.901.019
Page 12
Rasional : dehidrasi dapat disebabkan karena kehilangan cairan lambung dan urine. c. Kaji tanda dan gejala hipokalsemia, hipokalemia, dan alkalosis setelah asidosisnya terkoreksi Rasional : koreksi asidosis yang cepat mungkin dapat menyebabkan ekskresi kalsium dan kalium yang cepat serta menimbulkan alkalosis. 7. PK : Alkalosis metabolic Kriteria tujuan : komplikasi alkalosis dapat dikurangi/dicegah Rencana tindakan : a. Pantau tanda & gejala dini dari alkalosis metabolik (pusing, hipoventilasi, penurunan kalium, klorida dan kalsium serum) Rasional : dengan mengetahui gejala lebih awal diharapkan komplikasi alkalosis dapat dicegah b. Kolaborasi dalam pemberian cairan parenteral Rasional : untuk mengoreksi kekurangan cairan, natrium dan klorida. c. Pantau nilai GDA, pH urine, nilai elektrolit serum dan BUN Rasional : dapat membantu mengevaluasi respon pasien terhadap pengobatan dan mendeteksi timbulnya asidosis metabolic sbg akibat dari koreksi yg terlalu cepat.
RESKI KURNIAH, S.Kep 18.3145.901.019
Page 13
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC. Doengoes, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan pasien. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran, EGC. Harnawati.
2008. Obstruksi
Usus.
(http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/02/21/obstruksiusus/Diakses tanggal 11 Januari 2011). Muttaqin, Arif. 2009. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan System Kardiovaskular dan Hematologi. Jakarta : Salemba Medika. Setiawan,
Wawan.
2010. Intervensi
dan
Rasional
(http://wawanjokamblog.blogspot.com/ Diakses
Ileus
tanggal
Obstruktif. 11
Januari
2011). Vanilow,
Barry.
2010. Askep
Ileus
Obstruksi .
(http://barryvanilow.blogspot.com//. Diakses tanggal 11 Januari 2011). Zwani.
2007. Asuhan
Keperawatan
Pada
Pasien
dengan
Obstruksi
Usus(http://keperawatan-gun.blogspot.com/2007/07/obstruksiusus.htmlDiakses tanggal 11 Januari 2011).
RESKI KURNIAH, S.Kep 18.3145.901.019
Page 14
WOC
Non Mekanik (Manipulasi organ abdomen, peritonitis, sepsis, dll)
Mekanik (Perlengketan, neoplasma, hernia, benda asing, struktur)
Passage usus terganggu
Akumulasi gas & cairan dalam humen usus
Gangguan absorbsi H2O & elektrolit pada lumen usus
Kehilangan H2O & natrium
Obstruksi Komplet
Nyeri, kram, kolik
Distensi dd usus
Gelombang peristalik berbalik arah, isi usus terdorong ke mulut
Menekan vesika urinaria Kesulitan bernafas Tekanan intralumen
Penurunan volume cairan ekstraseluler
Ventilasi paru terganggu akibat tekanan pada diafragma
Retensi urine
Muntah-muntah Retensi urinarius
Pola nafas tidak efektif
Syok hipovolemik Penurunan curah jantung Penurunan perfusi jaringan Hipotensi Asidosis metabolik
dehidrasi
Iskemik dinding usus
Kehilangan ion H & K dari lambung penurunan CI & K dalam darah
Nekrosis
Ruptur PK : Alkalosis metabolik
Nyeri
Alkalosis metabolik perforasi Risiko kekurangan volume cairan Pelepasan bakteri & toksin dari usus yang nekrotik ke dalam peritoneum & sirkulasi systemic
PK : Asidosis metabolik Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Peritonitis septikemia
RESKI KURNIAH, S.Kep 18.3145.901.019
Page 16