1 Kajian Manajemen Limbah Rumah Sakit Menuju Penerapan Green Hospital Di Rumah Sakit Umum Pancaran Kasih Kota Manado Farly R.docx

  • Uploaded by: Sofia Jita
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 1 Kajian Manajemen Limbah Rumah Sakit Menuju Penerapan Green Hospital Di Rumah Sakit Umum Pancaran Kasih Kota Manado Farly R.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 6,112
  • Pages: 12
1 KAJIAN MANAJEMEN LIMBAH RUMAH SAKIT MENUJU PENERAPAN GREEN HOSPITAL DI RUMAH SAKIT UMUM PANCARAN KASIH KOTA MANADO Farly R. Umar*, Bobby Polii*, Lucia C. Mandey* *Program Pascasarjana Universitas Sam Ratulangi ABSTRAK Rumah sakit pada zaman modern merupakan sarana publik yang sangat penting, berfungsi sebagai tempat pemeriksaan, pengobatan, perawatan dan pemulihan kesehatan. Konsep Green hospital saat ini telah berkembang menjadi pendekatan sisi baru dalam pengelolaan rumah sakit. Pemanfaatan sumber daya air, energi, material alam yang merupakan kebutuhan input secara terus menerus bagi kebutuhan operasional rumah sakit perlu dilandasi prinsip eco-efficiency, sehingga prinsip pemenuhan konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development) di bidang kesehatan akan terpenuhi. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Informan berjumlah 5 (lima) orang ditentukan secara purposive sampling yaitu Direktur Rumah Sakit, Wakil Direktur Bidang Penunjang dan Sumber Daya Manusia (SDM), Kepala Instalasi Sanitasi Lingkungan & Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL), Kepala Instalasi Pemeliharaan Sarana (IPSRS), dan Koordinator Kebersihan. Wawancara terstruktur digunakan sebagai teknik pengumpulan data. Hasil wawancara dicatat dan direkam menggunakan alat perekam suara. Data yang sudah terkumpul diolah secara manual dengan membuat transkrip yang disusun dalam bentuk matriks dan selanjutnya dianalisis dengan memakai metode content analysis. Hasil wawancara mendalam dengan informan menunjukkan bahwa manajemen limbah padat dan cair di RSU Pancaran Kasih belum memenuhi persyaratan sesuai dengan regulasi yang ditetapkan dikarenakan belum ada kebijakan tertulis tentang minimasi limbah, belum dilakukan pemilahan/pemisahan limbah padat medis dan non medis sehingga limbah masih tercampur di tempat limbah yang ada di RS, tempat pewadahan limbah yang tidak sesuai standar (belum menggunakan pelabelan dan kantong berwarna) serta IPAL yang masih sedang dalam tahap pembangunan. Kesimpulan dari penelitian ini bahwa persyaratan dan pelaksanaan manajemen limbah padat dan limbah cair di RSU Pancaran Kasih belum sesuai Kepmenkes RI nomor 1204 tahun 2004 namun RSU Pancaran Kasih sudah melaksanakan beberapa aspek dalam kriteria ketaatan PROPER berdasarkan Permen LH RI nomor 06 tahun 2013 namun masih perlu dilakukan perbaikan. Saran yang dapat diberikan ialah penyusunan kebijakan tertulis terkait minimasi limbah, pengadaan kontainer/kantong plastik berwarna untuk pemilahan/pemisahan limbah padat, pembuatan SOP, pembangunan IPAL dengan sistem biofilter anaerob aerob, serta pelatihan petugas IPAL dan kebersihan. Kata Kunci: Manajemen Limbah Rumah Sakit, Green Hospital ABSTRACT Hospital in modern times is a very important public facility, serving as a place of examination, treatment, care and health restoration. The current concept of Green Hospital has evolved into a new side approach in hospital management. Utilization of water resources, energy, natural materials which is the need for continuous input of hospital operational needs need to be based on the principle of eco-efficiency, so that the fulfillment of sustainable development concept in the health field will be achieved. This research used qualitative method. The informants were 5 (five) persons determined by purposive sampling, namely Director of Hospital, Deputy Director of Supporting and Human Resources, Head of Environmental Sanitation Installation & Waste Water Treatment Plant (WWTP), Head of Maintenance Facility Installation, and Cleaning Coordinator. Structured interviews were used as data collection technique. Interview results were recorded by using voice recorder. The collected data was then processed manually by making transcripts arranged in matrix form and then analyzed by using content analysis method. Results of indepth interviews with informants showed that solid and liquid waste management at Pancaran Kasih General Hospital did not fulfill the requirement in accordance with the regulation as there was no

written policy on waste minimization, no separation of medical and non-medical solid waste thus the waste in hospital was still mixed in place, non-standard waste containers (not yet labeled and colored bags) and WWTP still under construction. Conclusion of this research was that the requirement and implementation of solid waste and liquid waste management at Pancaran Kasih 2 General hospital not in accordance to the regulation of Indonesian Ministry of health number 1204 year 2004 but the hospital had executed some aspects in PROPER obedience criterion based on Regulation of Indonesian Minister of Environment number 06 year 2013 though still need improvements to be done. Suggestions to be given are the preparation of written policies related to waste minimization, the procurement of colored plastic containers/bags for solid waste separation, making of SOP, WWTP construction with anaerobic aerobic biofilter system, as well as training of IPAL officers and cleaners. Keywords: Management of Hospital Waste, Green Hospital PENDAHULUAN Rumah sakit pada zaman modern merupakan sarana publik yang sangat penting, berfungsi sebagai tempat pemeriksaan, pengobatan, perawatan dan pemulihan kesehatan. Beberapa rumah sakit melakukan promosi kesehatan masyarakat secara berkelanjutan dengan mengurangi dampak terhadap lingkungannya dan kontribusinya dalam memperparah penyakit, merupakan rumah sakit yang dapat dikategorikan sebagai rumah sakit yang sehat dan ramah lingkungan (green & healthy hospital) (Azmal, 2014). Health Care Without Harm menyatakan bahwa sektor pelayanan kesehatan termasuk rumah sakit merupakan konsumen terbesar dari bahan kimia yang bersifat karsinogenik. Konsumsi dalam jumlah yang besar ini menjadikan rumah sakit sebagai produsen limbah yang berbahaya bagi masyarakat (Karliner and Guenther, 2011). Rumah sakit pada umumnya menghasilkan rata-rata 5 juta ton limbah padat per tahun, menggunakan air dalam jumlah besar disertai dengan penggunaan air segar daripada air yang didaur ulang untuk mencegah infeksi, serta harus beroperasi 24 jam per harinya dan tujuh hari dalam 1 minggu. Hal inilah yang menyebabkan rumah sakit sebagai industri pemakai energi terbesar kedua di negara Amerika setelah industri layanan makanan (Nugraha, 2014). Melalui produk dan teknologi yang dihasilkan, sumber daya yang digunakan, limbah yang dihasilkan, dan konstruksi bangunan dan operasionalnya, sektor kesehatan menjadi sumber yang signifikan sebagai penyebab polusi di dunia, sehingga tanpa disadari telah menjadi kontributor besar dalam merusak kesehatan masyarakat (Karliner and Guenther, 2011). Besarnya potensi rumah sakit dalam pencemaran lingkungan dan perubahan iklim membuat sektor pelayanan kesehatan ini perlu berbenah menjadi rumah sakit yang sehat dan ramah lingkungan. Konsep Green hospital saat ini telah berkembang menjadi pendekatan sisi baru dalam pengelolaan rumah sakit. Keberadaan rumah sakit dalam satu 3 kesatuan ekosistem regional di suatu wilayah ditengah isu perubahan iklim dan pemanasan global serta degradasi lingkungan, seharusnya bertanggung jawab atas keberlanjutan kualitas lingkungan dan pemanfaatan sumber daya alam. Pemanfaatan sumber daya air, energi, material alam yang merupakan kebutuhan input secara terus menerus bagi kebutuhan operasional rumah sakit perlu dilandasi prinsip ecoefficiency, sehingga prinsip pemenuhan konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development) di bidang kesehatan akan terpenuhi. Industri kesehatan yang begitu teratur dan teregulasi dalam mengintegrasikan keberlanjutan pengembangan fasilitas justru berjalan lebih lambat dibandingkan sektor lainnya (Johnson, 2010). Green hospital merupakan konsep baru dalam perancangan dan manajemen rumah sakit. Konsep Green hospital ini mengorientasikan rumah sakit sebagai bangunan yang berwawasan lingkungan dan jawaban atas tuntutan kebutuhan pelayanan atas pelayanan paripurna serta berbasis kenyamanan dan keamanan lingkungan rumah sakit (Ulfa, 2016). Siemens merancang sebuah konsep yang menyatakan bahwa Green

hospital dapat dinilai dari 3 hal utama yaitu kualitas (Quality), efisiensi (Efficiency), dan hijau (Green) (Anonim, 2012). Banyak rumah sakit dan sistem pelayanan kesehatan di seluruh dunia mulai mengambil langkah-langkah untuk mengurangi dampak buruk terhadap lingkungan (Karliner and Guenther, 2011), walaupun saat ini belum ada standar kriteria baku Green hospital yang berlaku di seluruh dunia. Penerapan Green hospital didasarkan pada kondisi masing-masing negara yang menghubungkan kebutuhan lokal dengan aksi lingkungan dan praktek pencegahan primer dengan secara aktif terlibat dalam upaya untuk meningkatkan kesehatan lingkungan masyarakat, kesetaraan kesehatan, dan ekonomi hijau (Anonim, 2011). Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) Indonesia telah memasukkan rumah sakit ke dalam Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup (PROPER) yang dikembangkan oleh KLH sebagai langkah untuk mendukung penerapan program Green hospital di Indonesia. PROPER bertujuan mendorong perusahaan agar menerapkan sistem yang baik dalam pengelolaan lingkungan. Jika sistem yang dimiliki perusahaan sudah baik, maka perusahaan dapat meningkatkan efisiensi absolut dalam pengurangan limbah (KLH RI, 2015). Direktorat Jenderal Bina Usaha Kementerian Kesehatan RI menyatakan 4 bahwa tahun 2020 semua rumah sakit di Indonesia harus sudah menerapkan green hospital, namun di Indonesia belum ada model rumah sakit hijau dan sehat yang dibakukan (Putri, 2016). Pedoman Green hospital di Indonesia saat ini masih dalam tahap penyempurnaan, namun beberapa kriteria yang sudah ada seperti dari Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes) RI nomor 1204 tahun 2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit, kriteria PROPER berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup (Permen LH) nomor 06 tahun 2013, dan beberapa peraturan lain yang dapat digunakan sebagai pedoman awal untuk mulai menerapkan program Green hospital (Anonim, 2011). Penelitian Risnawati (2015) mengenai penerapan Green hospital di Rumah Sakit Pertamina Cirebon menyimpulkan bahwa di Indonesia, Green hospital masih merupakan sebuah konsep yang menekankan efisiensi penggunaan air dan energi listrik yang efektif dan efisien, serta pengelolaan limbah yang berwawasan lingkungan. Penelitian tersebut memberikan beberapa alternatif perbaikan untuk penerapan Green hospital antara lain peningkatan pengaturan temperatur pada penggunaan air conditioner (AC), pembuatan lubang biopori sebagai upaya pemanfaatan sampah organik menjadi pupuk kompos, dan penggunaan kembali sisa air hasil Reverse Osmosis dari instalasi laboratorium. Hasil penelitian Sahamir dan Zakaria (2014) tentang Kriteria Penilaian Green hospital di salah satu rumah sakit umum Malaysia menyatakan bahwa pentingnya pedoman awal menuju penerapan green hospital untuk negara-negara tropis. Minat dalam konsep dan praktek green building telah mendorong sejumlah organisasi untuk mengembangkan standar, kode dan sistem rating green building. Namun, adalah suatu keharusan untuk pengembang sistem rating agar memastikan sistem tersebut berjalan praktis dan berguna untuk bangunan termasuk rumah sakit. Rumah Sakit Umum (RSU) Pancaran Kasih Manado merupakan salah satu rumah sakit swasta yang ada di Kota Manado. RSU Pancaran Kasih merupakan rumah sakit tipe C dengan lingkup tugas dan fungsi pelayanan yang luas dan penting, maka upaya pengelolaan limbah rumah sakit merupakan salah satu upaya penting dalam menciptakan lingkungan rumah sakit yang bersih, nyaman dan higienis. Pada kegiatan layanan tersebut maka RSU Pancaran Kasih berkewajiban menyediakan sarana sanitasi yang memenuhi syarat. 5 Hasil survei awal yang dilakukan oleh peneliti, RSU Pancaran Kasih belum terakreditasi berdasarkan daftar rumah sakit terakreditasi Provinsi Sulawesi Utara oleh Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan (Kemenkes RI, 2017) dan juga belum masuk dalam daftar rumah sakit terakreditasi tahun 2012 versi Komite Akreditasi Rumah Sakit (KARS, 2016). Rumah sakit wajib mengikuti

akreditasi nasional dan akreditasi dilakukan sebagai upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan (Kemenkes RI, 2012). Peneliti juga menemukan kesenjangan dalam pengelolaan limbah yang ada di RSU Pancaran Kasih. Belum adanya insinerator serta pengelolaan limbah padat dan cair yang belum maksimal di rumah sakit tersebut menjadi indikator permasalahan manajemen limbah rumah sakit padahal limbah rumah sakit dapat mencemari lingkungan dan kemungkinan mengakibatkan kecelakaan serta penularan penyakit jika tidak dikelola dengan benar. Konsep Green hospital harus diterapkan oleh setiap rumah sakit yang ada di Indonesia pada tahun 2020 karena manfaat dan dampak yang akan dirasakan sangat berarti untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Berdasarkan pertimbangan hal-hal di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dalam hal ini mengkaji lebih dalam terlebih khusus dalam manajemen limbah rumah sakit (limbah padat dan cair) menuju penerapan Green hospital di RSU Pancaran Kasih Manado. METODE Desain penelitian yang dilakukan adalah penelitian kualitatif dimana objek penelitian kualitatif adalah objek yang alamiah atau objek yang apa adanya dan tidak dimanipulasi dimana peneliti menjadi instrumen yang berinteraksi dengan sumber data melalui direct observation (observasi langsung) dan indepth interview (wawancara mendalam). Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit Umum (RSU) Pancaran Kasih Kota Manado. Waktu pelaksanaan penelitian ini dilakukan pada bulan Maret – Juli 2017. Informan pada penelitian ini didasarkan pada prinsip kesesuaian (appropriateness) dan kecukupan (adequency). Prinsip kesesuaian yaitu informan dipilih berdasarkan pengetahuan yang dimiliki yang berkaitan dengan topik penelitian. Prinsip kecukupan yang dimaksud ialah jumlah informan tidak menjadi faktor penentu utama akan tetapi kelengkapan data yang dipentingkan. Informan dalam penelitian berjumlah 5 orang, yakni Direktur Rumah Sakit, Wakil Direktur Bagian Penunjang dan Sumber Daya Manusia (SDM), Kepala Instalasi Sanitasi Lingkungan & Instalasi 6 Pengolahan Air Limbah (IPAL), Kepala Instalasi Pemeliharaan Sarana (IPSRS), dan Koordinator Kebersihan di RSU Pancaran Kasih. Instrumen utama dalam penelitian ini ialah peneliti sendiri. Data primer didapatkan dari hasil wawancara mendalam dengan memakai pedoman wawancara mendalam kepada responden. Wawancara mendalam dilakukan terhadap informan dengan menggunakan daftar pertanyaan pada pedoman wawancara mendalam dan hasilnya dicatat serta direkam. Data sekunder didapatkan dari dokumendokumen yang berkaitan dengan pelaksanaan manajemen limbah di RSU Pancaran Kasih. Data yang sudah terkumpul diolah secara manual dengan membuat transkrip kemudian disusun dalam bentuk matriks dan selanjutnya dianalisis dengan memakai metode analisis (content analysis). HASIL DAN PEMBAHASAN Industri jasa layanan kesehatan telah berkembang tidak hanya sekedar melaksanakan fungsi sosial tetapi juga menjadi institusi bisnis di era globalisasi. Terdapat tuntutan yang semakin meningkat terhadap pelayanan kesehatan yang bermutu sehingga mengakibatkan persaingan yang semakin keras di antara semua pelayanan kesehatan untuk meningkatkan kualitas maupun kuantitas pelayanan. Oleh karenanya, rumah sakit sering kali kehilangan citranya karena pelayanan yang tidak maksimal dan manajemen yang kurang baik (Risnawati, 2015). Manajemen limbah medis padat, limbah non medis padat, dan limbah cair yang dilaksanakan di RSU Pancaran Kasih berdasarkan hasil wawancara dengan informan dan hasil observasi belum sesuai dengan Kepmenkes RI nomor 1204 tahun 2004 tentang persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit. Global Green and Healthy Hospital mengemukakan bahwa dalam menuju Green hospital di bidang manajemen limbah, minimasi dan pemisahan limbah merupakan hal yang utama. Manajemen limbah rumah sakit yang meliputi menghindari adanya limbah, penggunaan kembali, daur ulang dan pemilahan limbah merupakan hal yang signifikan dalam manajemen limbah yang menjadi salah satu indikator dalam Green

hospital (Azar, 2015). Selain itu dalam proses pengelolaan limbah diperlukan adanya prosedur pembelian yang ramah lingkungan dan menghindari pembelian material berbahaya seperti merkuri dan polivinil klorida (PVC) dan produk sekali pakai yang tidak harus digunakan. Namun berdasarkan hasil observasi ditemukan belum adanya kebijakan tertulis dari pihak manajemen rumah 7 sakit untuk mengurangi atau menghindari pembelian material yang dapat membahayakan lingkungan. Proses minimasi limbah yang telah dilakukan di RSU Pancaran Kasih untuk menuju Green hospital menurut peneliti masih belum berjalan maksimal dikarenakan belum dibentuknya tim khusus yang menangani minimasi limbah. Kendala yang dihadapi RSU Pancaran Kasih ialah masih kurangnya tenaga kesehatan yang dimiliki oleh RS. Ketiadaan kebijakan tertulis untuk mengurangi atau menghindari pembelian material yang mengandung bahan berbahaya seperti merkuri juga menjadi salah satu faktor penghambat. Pengelolaan limbah medis padat dan limbah non medis padat di RSU Pancaran Kasih belum dilakukan pemisahan/pemilahan sehingga limbah medis dan non medis tercampur di tempat limbah yang ada. Menurut Kepmenkes RI Nomor 1204 tahun 2004, untuk tata laksana limbah medis padat dilakukan pemilahan jenis limbah padat mulai dari sumber yang terdiri dari limbah infeksius, limbah patologi, limbah benda tajam, limbah farmasi, limbah sitotoksis, limbah kimiawi, limbah radioaktif, limbah kontainer bertekanan, dan limbah dengan kandungan logam berat yang tinggi. Sedangkan untuk limbah padat non medis perlu dilakukan pemilahan antara limbah yang dapat dimanfaatkan dengan limbah yang tidak dapat dimanfaatkan kembali serta antara limbah basah dan limbah kering. Hasil penelitian yang dilakukan Wulandari (2011) di RS Haji Jakarta juga menemukan hasil yang sama dengan penelitian ini dimana belum dilakukan pemilahan antara limbah kimia dan farmasi sehingga pemilahan belum sesuai dengan Kepmenkes 1204 tahun 2004. Recapping jarum suntik masih dilakukan sebelum dibuang ke jerigen, sehingga perawat tertusuk jarum suntik. Perlindungan terhadap petugas kebersihan yang menangangi limbah hanya melalui penggunaan APD dan pelatihan. Pengelolaan limbah menuju Green hospital membutuhkan adanya pengurangan jumlah limbah dan pemilahan limbah yang benar sebagai prioritas utama. Melalui pemilahan yang baik dan pengurangan jumlah limbah, RS tidak hanya dapat mengurangi biaya pengolahan limbah dan efek buruk terhadap lingkungan saja, dan dengan melakukan daur ulang limbah non medis, akan mengurangi material yang harus diolah sehingga akan menurunkan jumlah energi yang digunakan untuk mengolah limbah tersebut (Karliner and Guenther, 2011). Pernyataan ini didukung penelitian yang dilakukan oleh 8 Tehrani pada tahun 2014 menunjukkan bahwa indikator yang paling penting dalam manajemen penanganan limbah sesuai prinsip Green Management adalah pemilahan/pemisahan limbah. Tempat pewadahan limbah di RSU Pancaran Kasih berdasarkan hasil observasi peneliti belum memenuhi persyaratan sebagaimana tertuang dalam Kepmenkes RI nomor 1204 tahun 2004 tentang tata laksana pengelolaan limbah padat. Tempat pewadahan limbah medis padat seharusnya: 1. Terbuat dari bahan yang kuat, cukup ringan, tahan karat, kedap air, dan mempunyai permukaan yang halus pada bagian dalam. 2. Di setiap sumber penghasil limbah medis harus tersedia tempat pewadahan yang terpisah dengan limbah padat non medis. 3. Kantong plastik diangkat setiap hari atau kurang sehari apabila 2/3 bagian telah terisi limbah. 4. Untuk benda-benda tajam hendaknya ditampung pada tempat khusus (safety box) seperti botol atau karton yang aman. 5. Tempat pewadahan limbah medis padat infeksius dan sitotoksik yang tidak langsung kontak dengan limbah harus segera dibersihkan dengan larutan disinfektan apabila akan dipergunakan kembali, sedangkan untuk kantong plastik yang telah dipakai dan kontak langsung dengan limbah tersebut tidak boleh digunakan lagi. Masih kurangnya pengawasan yang dilakukan dari pihak

manajemen RSU Pancaran Kasih menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya tempat pewadahan limbah yang belum memenuhi syarat. Penelitian yang dilakukan oleh Hidayatullah pada tahun 2015 juga menemukan permasalahan yang sama di RSU Dr. H. Moh. Anwar Sumenep. Tempat penyimpanan sampah sementara sampah medis kurang memenuhi syarat, karena ada beberapa bak sampah yang tidak memiliki penutup, tidak ada plastik pelapis dan tidak ada pewadahan bak sampah untuk sampah kategori sitotoksis dan limbah kimia dan farmasi. Koordinator kebersihan RS yang masih kurang pemahaman jelas mengenai pemilahan/pemisahan sampah, serta sarana dan prasarana di RSU Pancaran Kasih yang belum memadai dalam sistem pengelolaan limbah juga menjadi faktor penghambat dalam manajemen limbah RS. Pentingnya pengetahuan petugas mengenai cara pengelolaan limbah terutama dalam pemilahan limbah berpengaruh dalam upaya memperbaiki manajemen limbah RS. Penelitian yang dilakukan Jasmawati pada tahun 2016 di RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda 9 menunjukkan bahwa ada hubungan antara pengetahuan dengan praktik petugas pengumpul limbah medis. Semakin baik pengetahuan petugas maka praktik dalam mengumpul limbah akan menjadi baik. Pengolahan dan pemusnahan limbah medis padat dan limbah non medis padat berdasarkan Kepmenkes RI nomor 1204 tahun 2004 menyatakan bahwa limbah medis padat tidak diperbolehkan dibuang langsung ke tempat pembuangan akhir limbah domestik sebelum aman bagi kesehatan. Hasil wawancara dengan informan menyatakan bahwa pengawasan dari Kepala IPAL dan Kepala IPSRS tidak selalu dilaksanakan dan belum ada jadwal yang tetap. Distribusi limbah medis infeksius dapat menjadi masalah karena tidak adanya pengawasan dari pihak RSU Pancaran Kasih. Khususnya pada limbah jarum suntik dan limbah infeksius lainnya karena dapat terjadi penularan penyakit kepada petugas kebersihan di RS yang tidak memakai APD dan petugas pengangkut sampah dari TPA Sumompo. Pemusnahan sampah di RSU Pancaran Kasih dilakukan dengan mengangkut limbah padat baik medis dan non medis ke TPA Sumompo. Pemusnahan kemudian dilakukan oleh pihak TPA menggunakan insinerator. Penelitian Line dan Sulistyorini di RSUD Blambangan pada tahun 2013 tentang evaluasi sistem pengelolaan limbah menyatakan bahwa dalam protap pengelolaan limbah padat dan non medis, limbah medis dimusnahkan terlebih dahulu di RS melalui proses pemusnahan incinerator dan abu hasil pembakaran ditampung kembali yang kemudian dibuang ke kontainer untuk diangkut ke TPA. Sehingga pelaksanaan pengelolaan limbah padat di RSU Pancaran Kasih belum sesuai dengan persyaratan Kepmenkes nomor 1204 tahun 2004 dimana pihak RS langsung mengangkut limbah yang ada ke TPA Sumompo. Kualitas limbah (efluen) rumah sakit yang akan dibuang ke badan air atau lingkungan harus memenuhi persyaratan baku mutu efluen sesuai Kepmen LH nomor 58 tahun 1995. Pemeriksaan baku mutu efluen sudah dilakukan oleh pihak RSU Pancaran Kasih melalui Laboratorium Pengujian UPTD Keselamatan Kerja dan Hiperkes Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sulawesi Utara. Hasil analisis laboratorium terhadap baku mutu limbah cair didapatkan bahwa dari 6 parameter, ada 2 parameter yang tidak memenuhi syarat yaitu BOD dan Amonia. Berdasarkan Kepmenkes RI nomor 1204 tahun 2004, frekuensi pemeriksaan kualitas limbah cair terolah (efluen) dilakukan setiap bulan sekali 10 untuk swapantau dan minimal 3 bulan sekali uji petik sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Frekuensi pemeriksaan kualitas limbah cair di RSU Pancaran Kasih dilaksanakan 6 bulan sekali sehingga belum sesuai dengan persyaratan Kepmenkes RI. Pengelolaan limbah cair RSU Pancaran Kasih hampir sama dengan RS Pertamina Cirebon (Risnawati, 2015). Limbah rumah sakit berupa cairan yang berasal dari dapur, kantin, laundry, dan kegiatan medis (ruang operasi, ruang bersalin, rawat inap, rawat jalan, rehabilitasi medis, laboratorium, penunjang medis, dan lain-lain) disalurkan ke Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL), sedangkan kotoran air limbah WC disalurkan ke

septic tank. Reaksi cepat dan tepat juga perlu diterapkan dalam pengoperasian IPAL guna untuk mencegah dan mengendalikan dampak akibat keadaan darurat IPAL. Peran petugas dalam kondisi ini akan menempati posisi strategis. Untuk itu, maka terhadap petugas IPAL perlu dibekali pengetahuan melalui pelatihan dasar seperti pengenalan limbah, peralatan pelindung, keadaan darurat, prosedur inspeksi, P3K, K3 dan peraturan perundangan limbah B3 kemudian pelatihan khusus seperti pemeliharaan peralatan, pengoperasian alat pengolahan, laboratorium lingkungan, dokumentasi dan pelaporan (Kemenkes RI, 2011). Kepala IPAL dan Kepala IPSRS di RSU Pancaran Kasih sudah pernah mengikuti latihan namun perlu dilakukan penyegaran kembali tentang pengetahuan IPAL seiring dengan perkembangan metode dan teknik yang lebih efektif dan efisien. Sebuah rumah sakit dengan konsep green hospital harus memulai melakukan pemilahan sampah lebih sensitif menjadi empat atau lebih kategori seperti sampah basah organik, sampah kering (kertas), sampah botol/kaca/plastik, sampah kaleng, dan lain-lain. Setelah pemilahan dilakukan, ada baiknya sampah yang sudah dihasilkan diolah oleh rumah sakit secara mandiri, misalnya sampah organik diolah menjadi pupuk organik, botol plastik dan wadah dapat digunakan untuk media tanam untuk kegiatan urban farming. Hasil dari kegiatan urban farming ini sendiri dapat memberikan benefit tersendiri bagi rumah sakit, baik itu dari segi ekonomi, ekologi, bahkan edukasi (Ulfa, 2016). Konsep green hospital di Indonesia terintegrasi dalam konsep PROPER yang dituangkan dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 127 Tahun 2002. Peringkat kinerja PROPER berorientasi kepada hasil yang telah dicapai perusahaan dalam pengelolaan 11 lingkungan yang mencakup tujuh aspek yaitu ketaatan terhadap peraturan pengendalian pencemaran air, ketaatan terhadap peraturan pengendalian pencemaran udara, ketaatan terhadap peraturan pengelolaan limbah B3, ketaatan terhadap peraturan AMDAL, sistem manajemen lingkungan, penggunaan dan pengelolaan sumber daya, community development, participation, dan relation (Putri, 2013). Kriteria PROPER terdiri dari dua bagian yaitu kriteria ketaatan dan kriteria penilaian aspek lebih dari yang dipersyaratkan (beyond compliance). Kriteria ketaatan digunakan untuk pemeringkatan biru, merah, dan hitam. Kriteria penilaian aspek lebih dari yang dipersyaratkan (beyond compliance) digunakan untuk pemeringkatan hijau dan emas. Kriteria ketaatan meliputi dokumen lingkungan atau izin lingkungan, pengendalian pencemaran air, pengendalian pencemaran udara, dan pengelolaan limbah berbahaya dan beracun (KLH, 2013). Penelitian ini berfokus pada manajemen limbah padat dan cair yang dihasilkan di rumah sakit sehingga kriteria ketaatan PROPER yang dinilai dari hasil wawancara mendalam dan observasi meliputi 2 indikator yaitu dokumen lingkungan atau izin lingkungan dan kriteria pengendalian pencemaran air. Peneliti menemukan bahwa RSU Pancaran Kasih sudah menerapkan beberapa aspek penilaian kriteria PROPER. Dalam kriteria dokumen lingkungan atau izin lingkungan, RSU Pancaran Kasih sudah memiliki dokumen lingkungan dan sudah melaksanakan ketentuan dalam dokumen lingkungan atau izin lingkungan yaitu pengelolaan lingkungan terutama aspek pengendalian pencemaran air, pengendalian pencemaran udara, dan pengelolaan limbah B3 memiliki dasar ketentuan dalam dokumen lingkungan atau izin lingkungan. RSU Pancaran Kasih sudah melaporkan pelaksanaan dokumen lingkungan setiap 6 bulan sekali sejak diterbitkannya Dokumen Pengelolaan Lingkungan Hidup (DPLH) pada bulan September tahun 2014. Penilaian untuk kriteria pengendalian pencemaran air terutama aspek ketaatan terhadap parameter yang dipantau, peneliti menemukan bahwa RSU Pancaran Kasih sudah memantau kurang dari 100% parameter yang dipersyaratkan sesuai dengan baku mutu nasional. Pihak RS sudah melakukan pengukuran parameter fisika (suhu) dan kimia (pH, BOD, COD, Amonia, dan Phospat) pada bulan September tahun 2016.

Pengukuran parameter ini dilaksanakan oleh Laboratorium Pengujian UPTD Keselamatan Kerja dan Hiperkes Dinas Tenaga Kerja dan 12 Transmigrasi Provinsi Sulawesi Utara. Namun, RSU Pancaran Kasih belum melaksanakan pengukuran parameter TSS dan debit harian. Aspek ketaatan terhadap jumlah data tiap parameter yang dilaporkan, RSU Pancaran Kasih sudah melaporkan data sesuai dengan yang dipersyaratkan kurang dari 90%, tetapi belum tersedia data pH harian, debit harian, TSS harian, dan/atau COD harian. Penilaian PROPER mewajibkan setiap perusahaan menyediakan data kurang dari 90% untuk seluruh data pemantauan rata-rata harian dalam satu bulan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Aspek ketaatan terhadap pemenuhan baku mutu, berdasarkan hasil observasi dokumen pengukuran parameter di RSU Pancaran Kasih, dari 6 parameter yang diukur terdapat 2 parameter yang tidak memenuhi syarat yaitu BOD dan Amonia. Hasil pengukuran menyatakan hasil pengukuran BOD sebesar 165 mg/L sehingga melebihi baku mutu 150 mg/L. Pengukuran Amonia mendapatkan hasil sebesar 8,25 mg/L sehingga melebihi baku mutu 5 mg/L. RSU Pancaran Kasih dapat dinyatakan sudah memenuhi kriteria penilaian PROPER, namun memang masih perlu perbaikan dan pembenahan untuk beberapa aspek terutama yang terkait dengan manajemen limbah padat dan cair di RS. Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan informan, RSU Pancaran Kasih pada tahun 2011 sudah akan mengikuti program PROPER namun saat itu RS mengalami masalah yang akhirnya menjadi faktor penghambat RS belum mengikuti PROPER hingga saat ini. Pihak RS menyatakan akan melakukan perbaikan sehingga ke depannya RSU Pancaran Kasih dapat mengikuti program PROPER untuk memenuhi ketentuan Direktorat Jenderal Bina Usaha Kementerian Kesehatan RI yang menyatakan bahwa pada tahun 2020 semua rumah sakit di Indonesia harus sudah menerapkan Green hospital. Rekomendasi yang diberikan oleh peneliti ialah RSU Pancaran Kasih dapat mencontohi RSUP Persahabatan yang telah berhasil menerapkan Green hospital di Jakarta Timur. Penelitian yang dilakukan Sunarto pada tahun 2016 menyatakan salah satu RS yang telah merencanakan dan melaksanakan manajemen lingkungan dalam rangka mewujudkan Green hospital ialah RSUP Persahabatan Jakarta Timur. Kebijakan Green hospital RSUP Persahabatan merupakan salah satu kebijakan strategis rumah sakit yang menjadi salah satu pertimbangan penting dalam melaksakan fungsi dan kegiatan rumah sakit. Rumah Sakit Persahabatan yang berkedudukan di Kotamadya Jakarta Timur yang 13 berdiri sejak tahun 1963 diatas lahan seluas 134.521 m2 dengan manajemen baru telah berkomitmen untuk mengakomodir perkembangan tuntutan kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan rumah sakit yang berbasis kenyamanan dan keamanan lingkungan dengan tiopologi masyarakat perkotaan. Pendekatan pelayanan paripurna yang telah dilaksanakan di rumah sakit Persahabatan dapat menjadi contoh untuk RSU Pancaran Kasih dalam persiapan penerapan green hospital. RSUP Persahabatan berkomitmen dalam peningkatan mutu pelayanan (kuratif) berbagai bidang layanan rumah sakit yang bermutu dan professional, dan juga telah dikembangkan dengan menjadikan Rumah Sakit yang berwawasan ekologis yaitu menjadikan lingkungan hijau, maka rumah sakit menjadi kekuatan (strength) untuk mendukung peningkatan mutu pelayanan rumah sakit. Manajemen yang dijalankan sekarang meyakini bahwa lingkungan hijau RS Persahabatan dengan inovasi pembentukan lingkungan hijaunya telah memberikan rasa nyaman dan aman bagi pasien yang berkunjung dan secara tidak langsung telah mempercepat proses penyembuhan pasiennya sekaligus sebagai sarana relaksasi. Implementasi kebijakan green hospital untuk meningkatkan mutu pelayanan di RSUP Persahabatan memakai pendekatan appreciative inquiry (AI) yang diikuti seluruh direksi, pejabat struktural, dan pejabat fungsional RS tersebut. Ada beberapa langkah pendekatan AI yaitu mencari

kondisi unik dan keunggulan yang dimiliki, lalu peserta ditantang untuk menemukan bentuk masa depan bernilai berdasarkan sejarah, menciptakan strategi dan merancang arsitektur sosial, dan tahap di mana semua proses pembelajaran, improvisasi serta adaptasi terjadi. Selain memfokuskan diri pada penataan ruang terbuka hijau, implementasi green hospital juga memperhatikan efek samping rumah sakit yaitu limbah cair, padat dan gas. Limbah merupakan parameter utama dalam menentukan RS dengan citra ramah lingkungan. Untuk mewujudkan hal itu, saat ini RSUP Persahabatan telah dilengkapi fasilitas pengolahan limbah yaitu berupa instalasi pengolahan air limbah dengan sistem contact aeration with biofilter dan lubang biopori. Air limbah yang sudah mengalami pengolahan dimanfaatkan untuk penyiraman taman dan rumput di rumah sakit seluas + 6,6 hektar serta penyiraman kebun herbal, kebun sayur organik dan persemaian taman serta proses pengomposan (composting). Fasilitas pengolah limbah lain adalah mesin insinerator sebanyak dua unit 14 dengan kapasitas 100 kilogram per jam pembakaran. Alat ini digunakan untuk memusnahkan sampah bahan beracun berbahaya atau B3 yang dikenal dengan sampah medis. Selain itu, ada laboratorium lingkungan yang berfungsi memantau kualitas lingkungan (Sunarto, 2016). Penelitian yang dilakukan oleh Firnando (2017) di RS Universitas Sumatera Utara untuk penilaian kriteria green building menemukan bahwa pentingnya konsep green demi melindungi, menghemat, serta mengurangi penggunaan sumber daya alam, menjaga mutu dari kualitas udara di ruangan, dan memperhatikan kesehatan penghuninya yang semuanya berpegang pada kaidah pembangunan yang berkesinambungan. Rumah sakit yang juga telah berhasil mencanangkan Green hospital ialah Rumah Sakit Kanker Dharmais (RKSD). Tujuan khusus dalam pelaksanaan Green hospital antara lain meliputi meningkatkan komitmen karyawan, efisiensi kertas, efisiensi energi listrik, mengurangi dampak penggunaan alat transportasi, efisiensi air bersih, minimisasi limbah melalui 3R (Reduce, Reuse, Recyle), efisiensi penggunaan solar dan oli, dan penggunaan bahan kimia ramah lingkungan. Upaya yang dilakukan RKSD khususnya terkait dengan manajemen limbah ialah upaya 3R (Reduce, Reuse, Recycle). Reduce dengan mengurangi terbentuknya limbah melalui penempelan stiker di tempat limbah yang ada (basah dan kering), Reuse dengan memanfaatkan kembali limbah seperti botol/gelas plastik digunakan sebagai pot tanaman, Recycle dengan mendaur ulang limbah yang dihasilkan rumah sakit menjadi kompos yang kemudian digunakan di taman RKSD (Sutoto, 2009). Manajemen lingkungan akan berlangsung dengan baik jika ditopang oleh seluruh warga masyarakat, termasuk kalangan industri. Namun peran tidak dapat berjalan optimal jika tidak berdaya, apalagi jika peran tersebut tidak diapresiasi dengan baik. Pemberian penghargaan PROPER merupakan bentuk apresiasi pemerintah dan penghargaan ini ditujukan untuk mendorong peran industri termasuk RS dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup, yang pada gilirannya turut memberi keuntungan bagi RS dan masyarakat. Pemberian penghargaan PROPER bertujuan mendorong RS untuk taat peraturan lingkungan hidup dan mencapai keunggulan lingkungan melalui integrasi prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dalam proses produksi dan jasa, penerapan sistem manajemen lingkungan, efisiensi energi, konservasi sumber daya dan 15 pelaksanaan bisnis yang beretika serta bertanggung jawab terhadap masyarakat melalui program pengembangan masyarakat (KLH, 2012). Perlunya pengawasan yang lebih ketat dari pimpinan RSU Pancaran Kasih serta penambahan sumber daya terutama sumber daya manusia akan meningkatkan kualitas pelayanan RS ke depannya. Keberhasilan dari suatu program dipengaruhi oleh manajemen dari program itu sendiri (by design) (Hardyansyah, 2016). RSU Pancaran Kasih dapat melaksanakan konsep Green Hospital dengan menerapkan manajemen rumah sakit melalui perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pelaksanaan (actuating), dan pengawasan

(controlling) (POAC). Perencanaan (planning) berupa penyusunan kebijakan tertulis untuk mengurangi/menghindari penggunaan bahan kimia yang berbahaya dan beracun agar masyarakat terhindar dari gangguan kesehatan. Pengorganisasian berupa pembentukan tim khusus yang menangani minimasi limbah. Pelaksanaan (actuating) berupa penggunaan plastik pelapis harus digunakan oleh pihak RS untuk masingmasing tempat limbah serta IPAL di RSU Pancaran Kasih sebaiknya menggunakan proses biofilter anaerobaerob mengingat hasil analisis laboratorium terakhir menunjukkan parameter BOD dan Amonia yang tidak memenuhi syarat baku mutu limbah cair. Dengan menggunakan proses biofilter anaerob-aerob maka akan dapat dihasilkan air olahan dengan kualitas yang baik dengan menggunakan konsumsi energi yang lebih rendah. Pengawasan (controlling) berupa pengawasan yang lebih ketat dari pihak manajerial RS (Kepala IPAL dan Kepala IPSRS) terhadap proses pemilahan/pemisahan limbah terutama penggunaan tempat pewadahan limbah harus memenuhi persyaratan tatalaksana pengelolaan limbah padat berdasarkan Kepmenkes RI nomor 1204 tahun 2004 untuk jenis wadah dan labelnya. KESIMPULAN 1. Persyaratan dan pelaksanaan manajemen limbah padat dan limbah cair di RSU Pancaran Kasih belum sesuai berdasarkan Kepmenkes RI nomor 1204 tahun 2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit dikarenakan belum ada kebijakan tertulis tentang minimasi limbah, belum dilakukan pemilahan/pemisahan limbah padat medis dan non medis sehingga limbah masih tercampur di tempat limbah yang ada di RS, tempat pewadahan limbah yang tidak sesuai 16 standar (belum menggunakan pelabelan dan kantong berwarna) serta IPAL yang masih sedang dalam tahap pembangunan. 2. RSU Pancaran Kasih sudah melaksanakan beberapa aspek dalam kriteria ketaatan PROPER berdasarkan Permen LH RI nomor 06 tahun 2013 yakni sudah memiliki dokumen/ijin lingkungan dan sudah memantau kurang dari 100% parameter yang dipersyaratkan sesuai dengan baku mutu nasional. Pihak RS sudah melakukan pengukuran parameter fisika (suhu) dan kimia (pH, BOD, COD, Amonia, dan Phospat). Pengukuran dilaksanakan oleh Laboratorium Pengujian UPTD Keselamatan Kerja dan Hiperkes Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sulawesi Utara. Namun masih perlu dilakukan perbaikan khususnya manajemen limbah padat dan cair yang belum memenuhi syarat untuk menuju penerapan Green hospital di RSU Pancaran Kasih. SARAN 1. Untuk RSU Pancaran Kasih a. Minimasi limbah dapat dilakukan oleh pihak RS dengan membuat kebijakan tertulis untuk mengurangi atau menghindari penggunaan material yang mengandung bahan berbahaya seperti PVC dan merkuri, mengupayakan 3R (Reduce, Reuse, Recycle) dalam pengolahan limbah, serta membentuk tim khusus untuk pengembangan strategi, monitoring, dan pendataan rutin. b. Pemilahan/pemisahan limbah padat segera dilakukan dengan menyediakan tempat pewadahan yang sesuai dengan persyaratan dalam Kepmenkes RI nomor 1204 tahun 2004 yaitu kontainer/kantong plastik warna merah untuk limbah radioaktif, warna kuning untuk limbah infeksius, sangat infeksius, patologi, dan anatomi, warna ungu untuk limbah sitotoksis, dan warna coklat untuk limbah kimia dan farmasi dan pelabelan untuk masing-masing tempat limbah. c. Pengawasan yang lebih ketat sebaiknya dilakukan oleh Kepala IPAL dan Kepala IPSRS dengan menyusun jadwal tetap pengawasan rutin terhadap petugas kebersihan terutama yang terkait dengan pemilahan/pemisahan limbah padat. d. Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) di RSU Pancaran Kasih sebaiknya menggunakan proses 17 biofilter anaerob-aerob mengingat hasil analisis laboratorium terakhir menunjukkan parameter BOD dan Amonia yang tidak memenuhi syarat baku mutu limbah cair. Dengan menggunakan proses biofilter anaerob-aerob maka akan dapat dihasilkan air olahan dengan kualitas yang baik dengan menggunakan konsumsi energi yang lebih rendah. e. Pembuatan Standard Operating Procedure (SOP) mengenai pengelolaan limbah RS

berlandaskan konsep Green hospital perlu disusun sedini mungkin agar pelaksanaan pengelolaan limbah baik limbah medis padat, limbah medis non padat, dan limbah cair di RSU Pancaran Kasih dapat memenuhi persyaratan berdasarkan Kepmenkes RI nomor 12 tahun 2004. f. Perlunya mengikuti pelatihan bersertifikasi untuk petugas IPAL dan petugas kebersihan di RS agar penyegaran ilmu tentang metode dan teknik pengelolaan limbah tetap berkesinambungan. g. Penerapan konsep Green hospital dapat membantu pihak RS untuk meminimalisir biaya operasional RS dengan menghemat energi dan sumber daya yang ada. h. Pelengkapan berkas untuk mengikuti program PROPER secara tepat dan terarah guna meningkatan kualitas di bidang lingkungan untuk menuju green hospital 2. Untuk Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara Sosialisasi tentang konsep Green Hospital dapat dijadikan sebagai kebijakan tertulis dari Dinas Kesehatan untuk setiap rumah sakit yang ada di Provinsi Sulawesi Utara agar pihak manajemen rumah sakit yang ada dapat segera melakukan perbaikan dan/atau pembenahan terutama yang terkait dengan manajemen limbah rumah sakit. 3. Untuk Institusi Pendidikan Penelitian lebih lanjut dapat dilakukan tahun berikutnya untuk mengevaluasi apakah perbaikan sudah dilakukan oleh pihak RS dalam mewujudkan penerapan Green hospital di RSU Pancaran Kasih. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2011. Elemen / Kriteria Green Hospital Program. Persatuan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) diakses pada laman: http://www.pdpersi.co.id tanggal 30 Januari 2017. 18 Anonim. 2012. Green+ Hospitals: Sustainable Healthcare Infrastucture. More than Just Green diakses pada laman: http://www.medical.siemens.com tanggal 30 Januari 2017. Azar, F.E., F. Farzianpour, A.R. Foroushani, M. Badpa and M. Azmal. 2015. Evaluation of Green Hospital Dimensions in Teaching and Private Hospitals Covered by Tehran University of Medical Sciences. Journal of Service Science and Management Volume 8 (02). Tehran. Azmal, M., R. Kalhor, N. F. Dehcheshmeh, S. Goharinezhad, Z. A. Heidari, and F. Farzianpour. 2014. Going Toward Green Hospital by Sustainable Waste Management : Segregation, Treatment and Safe Disposal. Scientific Research: Health Volume 6. Tehran. Hardyansyah, H. Kusnanto, dan D. Permata. 2016. Studi Kasus Pelaksanaan Green Hospital Di Rumah Sakit Umum Daerah R. Syamsudin, SH Kota Sukabumi. Jurnal Manajemen Rumah Sakit Volume 05. Jakarta. Johnson, S.W. 2010. Summarizing Green Practices in U.S. Hospital. Hospital Topics Journal Volume 88 Issue 3. Georgia. Karliner, J. and R. Guenther. 2011. Global Green and Healthy Hospital: A Comprehensive Enviromental Health Agenda for Hospital and Health system around the world. Health Care without Harm diakses pada laman: http://www.greenhospitals.net/ tanggal 30 Januari 2017. KARS, 2016. Daftar Rumah Sakit Terakreditasi Versi 2012 diakses pada laman: http://akreditasi.kars.or.id/accredit ation/report/report_accredited.php tanggal 2 Februari 2017. Komite Akreditasi Rumah Sakit Indonesia. Jakarta. Kemenkes RI. 2011. Pedoman Teknis Instalasi Pengolahan Air Limbah Dengan Sistem Biofilter Anaerob Aerob Pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. Kemenkes RI. 2012. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 12 Tahun 2012 tentang Akreditasi Rumah Sakit. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. Kemenkes RI. 2017. Daftar Rumah Sakit Terakreditasi Propinsi Sulawesi Utara diakses pada laman: http://sirs.yankes.kemkes.go.id/rs 19 online/report/ akreditasi_list.php?id=71prop tanggal 2 Februari 2017. Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. KLH RI. 2012. The Gold for Green. Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia. Jakarta. KLH RI. 2013. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup RI Nomor 6 Tahun 2013 tentang Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup. Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia. Jakarta. KLH RI. 2015. Publikasi Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup

Tahun 2015. Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia. Jakarta. Nugraha, E. S. dan H. Kusnanto. 2014. Green Hospital Pendekatan Baru Dalam Pengelolaan Rumah Sakit Studi Kasus Di Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan dan Rumah Sakit Kanker Dharmais. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Putri, C.F. dan N. Tjahjono. 2013. Perancangan Sistem Pengukuran Kinerja Rumah Sakit Ramah Lingkungan (Green Hospital) Dengan Metode Performance Prism. Universitas Widyagama. Malang. Putri, C.F., D. Purnomo dan E. Astuti, 2016. Analisis Kesiapan Rumah Sakit Menuju Ramah Lingkungan (Green Hospital) di Kota Malang. Seminar Nasional Inovasi Dan Aplikasi Teknologi Di Industri (SENIATI) 2016. Malang. Risnawati, F., P. Purwanto dan O. Setiani. 2015. Penerapan Green Hospital sebagai Upaya Manajemen Lingkungan di Rumah Sakit Pertamina Cirebon. Jurnal EKOSAINS Volume VII Nomor 1. Semarang. Sahamir, S.R. dan R. Zakaria. 2014. Green Assessment Criteria for Public Hospital Building Development in Malaysia. Procedia Environmental Sciences Volume 20. Amsterdam. Sunarto. 2016. Manajemen Lingkungan Rumah Sakit Dalam Rangka Mewujudkan Green Hospital. Proceeding Biology Education Conference Volume 13 Issue 1. Jakarta. Sutoto, L., G. Partakusuma, M. Nasir dan M. Handayani. 2014. Pengantar Green Hospital : Menuju Rumah Sakit Hijau, Asri dan Efisien. Perhimpunan Rumah 20 Sakit Seluruh Indonesia (PERSI). Jakarta. Ulfa, M. 2016. Green Hospital Concepts diakses pada laman: http://mmr.umy.ac.id/greenhospital-concepts/ tanggal 20 Februari 2017. Wulandari, P. 2012. Upaya Minimasi dan Pengelolaan Limbah Medis di Rumah Sakit Haji Jakarta tahun 2011. Universitas Indonesia. Depok.

Related Documents


More Documents from ""