PJBL HARGA DIRI RENDAH (HDR) DAN CITRA TUBUH, ISOLASI SOSIAL, PERILAKU KEKERASAN DAN HALUSINASI Disusun untuk memenuhi Tugas Mental Health Nursing
Dosen Pembimbing Ns. Lilik Supriati M. Kep
Disusun oleh: Rizky Karuniawati
165070201111020
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2019
HARGA DIRI RENDAH 1. DEFINISI Keliat B.A mendefinisikan harga diri rendah adalah penilaian tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. Perasaan tidak berharga, tidak berarti dan rendah diri yang berkepanjangan akibat evaluasi negatif terhadap diri sendiri dan kemampuan diri (Fajariyah, 2012) Harga diri rendah situasional merupakan perkembangan persepsi negatif tentang harga diri sebagai respons seseorang terhadap situasi yang sedang dialami. (Wilkinson, 2012). Harga diri rendah merupakan evaluasi diri dan perasaan tentang diri atau kemampuan diri yang negative terhadap diri sendiri, hilangnya percaya diri dan harga diri, merasa gagal dalam mencapai keinginan (Herdman, 2012). Gangguan harga diri dapat dijabarkan sebagai perasaan yang negatif terhadap diri sendiri, yang menjadikan hilangnya rasa percaya diri seseorang karena merasa tidak mampu dalam mencapai keinginan.(Fitria, 2009). Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa harga diri rendah yaitu dimana individu mengalami gangguan dalam penilaian terhadap dirinya sendiri dan kemampuan yang dimiliki, yang menjadikan hilangnya rasa kepercayaan diri akibat evaluasi negatif yang berlangsung dalam waktu yang lama karena merasa gagal dalam mencapai keinginan.
2. JENIS / MACAM Menurut Fitria (2009), harga diri rendah dibedakan menjadi 2 yaitu: a. Harga diri rendah situasional Yaitu keadaan dimana individu yang sebelumnya memiliki harga diri positif lalu mengalami perasaan negatif mengenai diri dalam berespon, terhadap suatu kejadian (kehilangan, perubahan) secara tiba-tiba misalnya harus dioperasi, kecelakaan,dicerai suami, putus sekolah, putus hubungan kerja. Pada pasien yang dirawat dapat terjadi harga diri rendah karena prifasi yang kurang
diperhatikan. Pemeriksaan fisik yang sembarangan, pemasangan alat yang tidak sopan, harapan akan struktur, bentuk dan fungsi tubuh yang tidak tercapai karena dirawat/penyakit, perlakuan petugas yang tidak menghargai. b. Harga diri rendah kronik Yaitu perasaan negatif terhadap diri telah berlangsung lama, yaitu sebelum sakit/ dirawat. Klien ini mempunyai cara berfikir yang negatif. Kejadian sakit dan dirawat akan menambah persepsi negatif terhadap dirinya. Kondisi ini mengakibatkan respons yang mal adaptive. Kondisi ini dapat ditemukan pada klien gangguan fisik yang kronis atau pada klien gangguan jiwa. Dalam tinjauan life span history klien, penyebab HDR adalah kegagalan tumbuh kembang, misalnya sering disalahkan, kurang dihargai, tidak diberi kesempatan dan tidak diterima dalam kelompok
3. TANDA DAN GEJALA Tanda yang menunjukan harga diri rendah menurut Menurut Carpenito, L.J (2003:352) 1. Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan akibat tindakan terhadap penyakit. Misalnya : malu dan sedih karena rambut jadi botak setelah mendapat terapi sinar pada kanker 2. Rasa bersalah terhadap diri sendiri. Misalnya : ini tidak akan terjadi jika saya segera ke rumah sakit, menyalahkan/ mengejek dan mengkritik diri sendiri. 3. Merendahkan martabat. Misalnya : saya tidak bisa, saya tidak mampu, saya orang bodoh dan tidak tahu apa-apa 4. Percaya diri kurang. Misalnya klien sukar mengambil keputusan, misalnya tentang memilih alternatif tindakan. 5. Ekspresi malu atau merasa bersalah dan khawatir, menolak diri sendiri 6. Perasaan tidak mampu 7. Pandangan hidup yang pesimistis 8. Tidak berani menatap lawan bicara 9. Lebih banyak menunduk
10. Penolakan terhadap kemampuan diri 11. Kurang memperhatikan perawatan diri (Kuku panjang dan kotor, rambut panjang dan lusuh, gigi kuling, kulit kotor) 12. Data Objektif: a. Produktivitas menurun b. Perilaku distruktif pada diri sendiri c. Perilaku distruktif pada orang lain d. Penyalahgunaan zat e. Menarik diri dari hubungan social f. Ekspresi wajah malu dan merasa bersalah g. Menunjukan tanda depresi (sukar tidur dan sukar makan) h. Tampak mudah tersinggung/ mudah marah Menurut Carpenito dalam keliat (2011) perilaku yang berhubungan dengan harga diri rendah antara lain : a. Mengkritik diri sendiri b. Menarik diri dari hubungan sosial c. Pandangan hidup yang pesimis d. Perasaan lemah dan takut e. Penolakan terhadap kemampuan diri sendiri f. Pengurangan diri/mengejek diri sendiri g. Hidup yang berpolarisasi h. Ketidakmampuan menentukan tujuan i. Merasionalisasi penolakan j. Ekspresi wajah malu dan rasa bersalah k. Menunjukkan tanda depresi ( sukar tidur dan sukar makan )
Sedangkan menurut Stuart (2006) tanda- tanda klien dengan harga diri rendah yaitu :
a. Perasaan malu terhadap diri sendiri adalah akibat penyakit dan akibat tindakan terhadap penyakit b. Rasa bersalah terhadap diri sendiri c. Merendahkan martabat d. Gangguan hubungan sosial seperti menarik diri e. Percaya diri kurang f. Menciderai diri
4. FASE Individu degan kepribadian sehat akan terdapat citra tubuh yang positif/ sesuai ideal diri yang realistic, konsep diri positif, harga diri tinggi, penampilan peran yang memuaskan dan identitas yang jelas. Respon konsep diri tinggi, penampilan peran yang memuaskan dan identitas yang jelas. Respon konsep diri sepanjang rentang sehat-sakit berkisar dari status aktualisasi diri (paling adaktif) sampai pada keracunan identitas/ depersonalisasi (maladaktive) yang digambarkan sebagai berikut:
Keterangan 1. Respon adaktif adalah respon yang dihadapi klien bila klien menghadapi suatu masalah dapat menyelesaikannya secara baik atara lain: a. Aktualisasi Diri Kesadaran akan diri berdasarkan konservasi mandiri termasuk persepsi masa lalu akan diri dan perasaannya b. Konsep diri positif Menunjukkan individu akan sukses dalam menghadapi masalah
2. Respon mal-adaptive adalah respon individu dalam menghadapi masalah dimana individu tidak mampu memecahkan masalah tersebut. Respon maladaktive gangguan konsep diri adalah: a. Harga diri rendah Transisi antara reSpon konsep diri positif dan mal adaptif b. Kekacauan identitas Identitas diri kacau atau tidak jelas sehingga tidak memberikan kehidupan dalam mencapai mjuan. c. Depersonalisasi (tidak mengenal diri)
Tidak mengenal diri yaitu mempunyai kepribadian yang kurang sehat, tidak mampu berhubungan dengan orang lain secara intim. Tldak ada rasa percaya diri atau tidak dapat membina hubungan baik dengan orang lain. Aktualisasi diri mempakan pernyataan tentang konsep diri yang positif dengan melatarbelakangi pengalaman nyata yang sukses dan diterima, ditandai dengan citra tubuh yang positif dan sesuai ideal diri yang realitas, konsep diri yang positif, harga diri tinggi, penampilan peran yang memuaskan, hubungan interpersonal yang dalam dan rasa identitas yang jelas. Konsep diri positif merupakan individu yang mempunyai pengalaman positif dalam
beraktivitas
diri,
tanda
dan
gejala
yang
diungkapkan
dengan
mengungkapkan keputusan akibat penyakitnya dan mengungkapkan keinginan yang tinggi. Tanda-tanda individu yang memiliki konsep diri yang positif adalah: yakin akan kemampuan dalam mengatasi masalah. Seseorang ini mempunyai rasa percaya diri sehingga merasa mampu dan yakin untuk mengatasi masalah yang dihadapi, tidak lari dari masalah, dan percaya bahwa setiap masalah pasti ada jalan keluarnya. Merasa setara dengan orang lain. Ia selalu merendah diri, tidak sombong, mencela atau meremehkan siapapun, selalu menghargai orang lain. Menerima pujian tanpa rasa malu. Ia menerima pujian tanpa rasa malu tanpa menghilangkan rasa merendah diri, jadi meskipun ia menerima pujian ia tidak membanggakan dirinya apalagi meremehkan orang lain. Menyadari bahwa setiap
orang mempunyai berbagai perasaan dan keinginan serta perilaku yang tidak seharusnya disetujui oleh masyarakat. Ia peka terhadap perasaan orang lain sehingga akan menghargai perasaan orang lain meskipun kadang tidak-disetujui oleh masyarakat. Mampu memperbaiki karena ia sanggup mengungkapkan aspekaspek kepribadian tidak disenangi dan berusaha mengubahnya. Ia mampu untuk mengintrospeksi dirinya sendiri sebelum menginstrospeksi orang lain, dan mampu untuk mengubahnya menjadi lebih baik agar diterima di lingkungannya. Konsep diri negatif ditandai dengan masalah sosial dan ketidakmampuan untuk melakukan dengan penyesuaian diri (maladjustment). Harga diri adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisa seberapa jauh prilaku memenuhi ideal diri (Stuart and Sundeen, 1991). Frekuensi pencapaian tujuan akan menghasilkan harga diri yang rendah atau harga diri yang tinggi. Jika individu sering gagal , maka cenderung harga diri rendah. Harga diri diperoleh dari diri sendiri dan orang lain. Harga diri bergantung pada kasih sayang dan penerimaan. Biasanya harga diri sangat rentan terganggu pada saat remaja dan usia lanjut. Dari basil riset ditemukan bahwa masalah kesehatan fisik mengakibatkan harga diri rendah.
5. PSIKOPATOLOGI Dibawah ini akan ditunjukan gambar prikopatologi tentang harga diri rendah dan penjelasan dari sumber-sumber koping dan mekanisme koping harga diri rendah.
Menurut Stuart (2005) berbagai faktor penunjang terjadinya perubahan dalam konsep diri seseorang yaitu presdisposisi yang merupakan faktor pendukung HDR meliputi penolakan orang tua, harapan orang tua yang tidak realistis, kegagalan yang berulang kali, kurang mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan pada orang lain & ideal diri tidak realistis. Faktor mempengaruhi performa peran adalah gender, tuntutan peran kerja dan harapan peran budaya. Faktor yang mempengaruhi identitas pribadi meliputi ketidakpercayaan orang tua, tekanan dari kelompok sebaya, perubahan struktur sosial. Sedangkan faktor presipitasi muncul hanya diri berhubungan meliputi trauma seperti penganiayaan seksual & psikologis dan ketegangannya peran berhubungan dengan posisi yang diharapkan dimana individu mengalami frustasi.
Pada mulanya klien merasa dirinya tidak berharga lagi sehingga tidak aman dalam berhubungan dengan orang lain. Biasanya klien berasal dari lingkungan yang penuh permasalahan, ketegangan, kecemasaan diaman tidak mengembangkan kehangatan emosisonal dalam hubungan yang positif dengan orang lain yang menimbulkan rasa aman. Klien semakin tidak bisa melibatkan diri dalam situasi yang baru. Hal ini menyebabkan ia mengembangkan rasionalisasi dan mengaburkan realistas daripada mencar penyebab kesulitan serta menyesuaikan diri dengan kenyataan. Semakin klien menjauhi kenyataan semakin kesulitan yang timbul dalam mengembangkan hubungan dengan orang lain. Tanda dan gejala yang tidak di tanggulangi secara intensif akan menimbulkan distress spiritual, perubahan proses pikir, perubahan interaksi sosial (menarik diri) dan resiko terjadinya amuk.
6. PEMERIKSAAN DAN PENGKAJIAN Pengkajian adalah dasar utama dari proses keperawatan. Tahap pengkajian terdiri dari pengumpulan data dan perumusan kebutuhan atau masalah klien. Data yang dikumpulkan melalui data biologis , psikologis, social dan spiritual. (Keliat, Budi Ana, 1998 : 3 ) Adapun isi dari pengkajian tersebut adalah : 1. Identitas klien Melakukan perkenalan dan kontrak dengan klien tentang : nama mahasiswa, nama panggilan, nama klien, nama panggilan klien, tujuan, waktu, tempat pertemuan, topik yang akan dibicarakan. Tanyakan dan catat usia klien dan No RM, tanggal pengkajian dan sumber data yang didapat. 2.
Alasan masuk Apa yang menyebabkan klien atau keluarga datang, atau dirawat di rumah sakit, apakah sudah tahu penyakit sebelumnya, apa yang sudah dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah ini.
3. Faktor predisposisi Menanyakan apakah keluarga mengalami gangguan jiwa, bagaimana hasil pengobatan sebelumnya, apakah pernah melakukan atau mengalami penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam keluarga, dan tindakan criminal. Menanyakan kepada klien dan keluarga apakah ada yang mengalami gangguan jiwa, menanyakan kepada klien tentang pengalaman yang tidak menyenangkan. 4. Pemeriksaan fisik Memeriksa tanda-tanda vital, tinggi badan, berat badan, dan tanyakan apakah ada keluhan fisik yang dirasakan klien. 5. Psikososial a. Genogram Genogram menggambarkan klien dengan keluarga, dilihat dari pola komunikasi, pengambilan keputusan dan pola asuh b. Konsep diri i. Gambaran diri Tanyakan persepsi klien terhadap tubuhnya, bagian tubuh yang disukai, reaksi klien terhadap bagian tubuh yang tidak disukai dan bagian yang disukai. Pada klien harga diri rendah klien cenderung merendahkan dirinya sendiri, perasaan tidak mampu dan rasa bersalah terhadap dirinya sendiri ii. Identitas diri Status dan posisi klien sebelum klien dirawat, kepuasan klien terhadap status dan posisinya, kepuasan klien sebagai laki-laki atau perempuan, keunikan yang dimiliki sesuai dengan jenis kelaminnya dan posisinya. Klien dengan harga diri rendah, klien akan lebih banyak menunduk, kurang percaya diri dan tidak berani menatap lawan bicara iii. Fungsi peran Tugas atau peran klien dalam keluarga / pekerjaan / kelompok masyarakat, kemampuan klien dalam melaksanakan fungsi atau
perannya, perubahan yang terjadi saat klien sakit dan dirawat, bagaimana perasaan klien akibat perubahan tersebut. iv. Ideal diri Harapan klien terhadap keadaan tubuh yang ideal, posisi, tugas, peran dalam keluarga, pekerjaan atau sekolah, harapan klien terhadap lingkungan, harapan klien terhadap penyakitnya, bagaimana jika kenyataan tidak sesuai dengan harapannya. Pada klien dengan harga diri rendah klien cenderung percaya diri kurang, selalu merendahkan martabat dan penolakan terhadao kemampuan dirinya v. Harga diri Yaitu penilaian tentang nilai personal yang diperoleh dengan menganalisa seberapa baik perilaku seseorang sesuai dengan ideal dirinya. Pada klien denga harga diri rendah merasa malu terhadap dirinya sendiri, rasa bersalah terhadap dirinya sendiri, merendahkan martabat, pandangan hidup yang pesimis, penolakan terhadap kemampuan diri dan percaya diri kurang c. Hubungan social Tanyakan orang yang paling berarti dalam hidup klien, tanyakan upaya yang biasa dilakukan bila ada masalah, tanyakan kelompok apa saja yang diikuti dalam masyarakat, keterlibatan atau peran serta dalam kegiatan kelompok / masyarakat, hambatan dalam berhubungan dengan orang lain, minat dalam berinteraksi dengan orang lain. Dalam hal ini orang yang mengalami harga diri rendah cenderung menarik diri dari lingkungan sekitar dank lien merasa malu d. Spiritual Nilai dan keyakinan, kegiatan ibadah / menjalankan keyakinan, kepuasan dalam menjalankan keyakinan. Pada klien harga iri rendah cenderung berdiam diri dan tidak melaksanakan fungsi spiritualnya 6. Status mental a. Penampilan
Melihat penampilan klien dari ujung rambut sampai ujung kaki apakah ada yang tidak rapih, penggunaan pakaian tidak sesuai, cara berpakaian tidak seperti biasanya, kemampuan klien dalam berpakaian, dampak ketidakmampuan berpenampilan baik / berpakaian terhadap status psikologis klien. b. Pembicaraan Klien dengan harag diri rendah bicaranya cenderung gagap, sering terhenti/ bloking, lambat, membisu, menghindar dan tidak mampu memulai pembicaraan c. Aktifitas motorik Pada klien dengan harag diri rendah klien lebih sering menunduk, tidak berani menatap lawan bicara, dan merasa malu Lesu, tegang, gelisah. Agitasi : gerakan motorik yang menunjukan kegelisahan Tik : gerakan-gerakan kecil otot muka yang tidak terkontrol Grimasem : gerakan otot muka yang berubah-ubah yang tidak terkontrol klien Tremor : jari-jari yang bergetar ketika klien menjulurkan tangan dan merentangkan jari-jari Kompulsif : kegiatan yang dilakukan berulang-ulang d. Afek dan Emosi Klien cenderung datar (tidak ada perubahan raut wajah pada saat ada stimulus yang menyenangkan atau menyedihkan) Datar : tidak ada perubahan roman muka pada saat ada stimulus yang menyenangkan atau menyedihkan. Tumpul : hanya bereaksi bila ada stimulus emosi yang sangat kuat Labil : emosi klien cepat berubah-ubah Tidak sesuai : emosi bertentangan atau berlawanan dengan stimulus
e. Interaksi selama wawancara Pada klien dengan harag diri rendah klien kontak kurang (tidak mau menatap lawan bicara) Kooperatif : berespon dengan baik terhadap pewawancara Tidak kooperatif : tidak dapat menjawab pertanyaan pewawancara dengan spontan Mudah tersinggung Bermusuhan
:
kata-kata
atau
pandangan
yang
tidak
bersahabat atautidak ramah Kontak kurang : tidak mau menatap lawan bicara Curiga : menunjukan sikap atau peran tidak percaya kepada pewawancara atau orang lain. Persepsi Jenis-jenis halusinasi dan isi halusinasi, frekuensi gejala yang tampak pada saat klien berhalusinasi. f. Proses Pikir 1. Arus fikir Klien dengan harag dir rendah cenderung bloking (pembicaraan terhenti tiba-tiba tanpa gangguan dari luar kemudian dilanjutkan kembali) 2. Bentuk fikir Otistik: bentuk pemikiran yang berupa fantasia tau lamunan untuk memuaskan keinginan yang tidak dapat dicapai 3. Isi fikir Pikiran rendah diri: selalu merasa bersalah pada dirinya dan penolakan terhadap kemampuan diri. Klien menyalahkan, menghina dirinya terhadap hal-hal yang pernah dilakukan ataupun belum pernah dia lakukan Rasa bersalah: pengungkapan diri negative
Pesimis: berpandangan bahwa masa depan dirinya yang suram tentang banyak hal di dalam kehidupannya g. Tingkat kesadaran Klien dengan harga diri rendah tingkat kesadarnnya composmentis, namun ada gangguan orientasi terhadap orang lain h. Memori Klien dengan harga diri rendah mampu mengingat memori jangka panjang ataupun jangka pendek Gangguan mengingat jangka panjang : tidak dapat mengingat kejadian lebih dari 1 bulan. Gangguan mengingat jangka pendek : tidak dapat mengingat kejadian dalam minggu terakhir. Gangguan mengingat saat ini : tidak dapat mengingat kejadian yang baru saja terjadi. Konfabulasi : pembicaraan tidak sesuai dengan kenyataan dengan memasukan cerita yang tidak benar untuk menutupi gangguan daya ingatnya. i. Tingkat konsentrasi Tingkat konsentrasi klien harga diri rendah menurun karena pemikiran dirinya sendiri yang merasa tidak mampu Mudah beralih : perhatian mudah berganti dari satu objek ke objek lainnya. Tidak mampu berkonsentrasi : klien selalu minta agar pertanyaan diulang karena tidak menangkap apa yang ditanyakan atau tidak dapat menjelaskan kembali pembicaraan. Tidak
mampu
berhitung
:
tidak
dapat
melakukan penambahan ataupengurangan pada benda-benda yang nyata j. Kemampuan Penilaian/ Pengambilan keputusan
Klien harga diri rendah sulit menentukan tujuan dan mengambil keputusan karena selalu terbayang ketidakmampuan untuk dirinya sendiri k. Daya Tilik Mengingkari penyakit yang diderita: klien tidak menyadari gejala penyakit (perubahan fisik dan emosi) pada dirinya dan merasa tidak perlu minta pertolongan/ klien menyangkal keadaan penyakitnya, klien tidak mau bercerita tentang penyakitnya. Menyalahkan hal-hal diluar dirinya: menyalahkan orang lain atau lingkungan yang menyebabkan timbulnya penykait atau masalahnya sekarang. Mengingkari penyakit yang diderita : klien tidak menyadari gejala penyakit (perubahan fisik dan emosi) pada dirinya dan merasa tidak perlu minta pertolongan / klien menyangkal keadaan penyakitnya, klien tidak mau bercerita tentang penyakitnya Menyalahkan
hal-hal
lain ataulingkungan
diluar
dirinya
yang
:
menyalahkan
menyebabkan
orang
timbulnya
penyakit atau masalah sekarang 7. Kebutuhan Perencanaan Pulang a. Kemampuan klien memenuhi kebutuhan b. Kegiatan hidup sehari-hari (ADL) 8. Mekanisme Koping Bagimana dan jelaskan reaksi klien bila menghadapi suatu permasalahan, apakah menggunakan cara-cara yang adaptif seperti bicara dengan orang lain, mampu menyelesaikan masalah, teknik relaksi, aktivitas kontruktif, olahraga, dll ataukah menggunakan cara-cara yang maladaktive seperti minum alcohol, merokok, reaksi lambat/ berlebihan, menghidar, mecederai diri atau lainnya Pada proses pengkajian, data penting dan masalah yang perlu di kaji adalah: No
Masalah Keperawatan
1
Gangguan
konsep
harga diri rendah
DS
DO
diri: a. Mengungkapkan diakui jati dirinya
ingin
a. Merusak
diri
maupun orang lain
sendiri
b. Mengungkapkan tidak ada lagi yang peduli
b. Eksoresi malu c. Menarik diri dari hubungan
c. Mengungkapkan tidak bisa apa-apa
social d. Tampak
d. Mengungkapkan
dirinya
tidak berguna e. Mengkritik
mudah
tersinggung e. Tidak mau makan dan tidak
diri
sendiri.
tidur
Perasaan tidak mampu 2
Koping
individu
tidak a. Mengungkapkan
efektif
ketidakmampuan
a. Tampak dan
meminta bantuan orang lain b. Mengungkapkan malu dan tidak bisa ketika diajak
ketergantungan
terhadap orang lain b. Tampak sedih dan tidak melakukan aktivitas c. Wajah tampak murung
melakukan sesuatu c. Mengungkapkan
tidak
berdaya dan tidak ingin hidup lagi 3
Menarik diri: isolasi sosial
a. Mengungkapkan
enggan
bicara dengan orang lain b. Klien
mengatakan
a. Ekspresi
wajah
kosong
tidak ada kontak mata
malu
b. Ketika diajak bicara suara
bertemu dan berhadapan
pelan dan tidak jelas, hanya
dengan orang lain
member jawaban singkat (ya/tidak) c. Menghindar ketika didekati
Diagnosa Keperawatan 1. Gangguan konsep diri: harga diri rendah 2. Menarik diri: isolasi sosial 3. Koping individu tidak efektif
PERENCANAAN Perenc Tujuan
anaan
Intervensi
Rasional
Kriteria evaluasi
Tujuan Umum: Klien
mampu
meningkatkan harga diri Tujuan Khusus 1: Klien
Kriteria Evaluasi
dapat 1. Klien
1. Bina hubungan saling Hubungan dapat
membina hubungan
mengungkapkan
salaing percaya
perasaannya 2. Ekspresi
a. Sapa
percaya klien
ramah, wajah
bersahabat
rasa
senang
baik
verbal kepercayaan
maupun non verbal
diri akan dalam
dan
nama
panggilan yang disukai
6. Mau
klien d. Jelaskan
7. Klien mau duduk berdampingan 8. Klien mengutarakan masalah dihadapi
tujuan
pertemuan, jujur dan menepati janji
mau
e. Tunjukan sikap empati dan menerima klien apa
yang
memudahkan pelaksanaan
c. Tanya nama lengkap tindakan selanjutnya
5. Mau berjabat tangan
salam
klien
pada perawat sehingga
dengan sopan
klien
menjawab
akan
dengan menimbulkan
b. Perkenalkan
3. Ada kontak maka 4. Menunjukan
percaya
saling
adanya f. Ber
perhatian
pada
klien
1. Beri kesempatan untuk mengungkapkan
perasaan
tentang
penyakit
yang
dideritanya 2. Sediakan waktu untuk mendengarkan klien 3. Katakan
pada
bahwa
ia
klien adalah
seseorang
yang
berharga
dan
bertanggung
jawab
serta mampu menolong dirinya sendiri Tujuan khusus 2: Klien
Kriteria evaluasi:
dapat
mengidentifikasi kemampuan
dan
1. Klien
1. Diskusikan kemampuan Pujian
mampu
akan
dan aspek positif yang meningkatkan haraga
mempertahankan
dimiliki klein dan beri diri klien
aspek yang positif
pujian/
reinforcement
aspek positif yang
atas
kemampuan
dimiliki
mengungkapkan perasaan 2. Saat
bertemu
klien,
hindarkan
member
penilaian
negative.
Utamakan
member
pujian yang realistis Tujuan khusus 3:
Kriteria Evaluasi:
Klien dapat menilai 1. Kebutuhan kemampuan
yang
dapat digunakan
terpenuhi
1. Diskusikan kemampuan Peningkatan klien
yang
masih
dapat kemampuan
digunakan selama sakit 2. Diskusikan
mendorong
juga untuk mandiri
kemampuan yang dapat
klien
2. Klien
Tujuan khusus 4: Klien
dilanjutkan penggunaan
melakukan aktifitas
di rumah sakit dan di
terarah
rumah nanti
Kriteria evaluasi:
dapat 1. Klien
menetapkan
dan
merencanakan kegiatan
dapat
mampu
1. Rencanakan klien
bersama Pelaksanaan kegiatan
aktifitas
yang secara mandii modal
beraktifitas sesuai
dapat dilakukan setiap awal
untuk
kemampuan
hari sesuai kemampuan: meningkatkan
harga
sesuai 2. Klien
mengikuti
kegiatan
aktifitas
kegiatan
dengan
bantuan
minimal,
kegiatan
dengan
dengan kemampuan
terapi
yang dimiliki
kelompok
mandiri, diri
bantuan total. 2. Tingkatkan
kegiatan
sesuai dengan toleransi kondisi klien 3. Beri
contoh
elaksanaan yang
cara kegiatan
boleh
klien
lakukan (sering klien takut melakukannya) Tujuan khusus 5: Klien
Kriteria evaluasi:
dapat 1. Klien
mampu
melakukan kegiatan
beraktifitas sesuai
sesuai kondisi sakit
kemampuan
dan kemampuannya
1. Beri kesempatan klein Dengan aktifitas klien untuk mencoba kegiatan akan yang direncanakan 2. Beri
pujian
mengetahui
kemampuannya atas
keberhasilan klien 3. Diskusi
kemungkinan
pelaksanaan dirumah Tujuan khusus 6:
Kriteria evaluasi:
1. Beri
pendidikan Perhatian
kesehatan pada keluarga dan
keluarga pengertian
Klien
dapat 1. Klien
mampu
memanfaatkan
melakukan
system
yang diajarkan
yang ada
pendukung
2. Klian memberikan dukungan
apa
tentang cara merawat keluarga akan dapat klien harga diri rendah
membantu
2. Bantu keluarga member meningkatkan mau
dukungan selama klien diri klien di rawat 3. Bantu
keluarga
menyiapkan lingkungan rumah
harga
DAFTAR PUSTAKA Carpenito, L.J., Buku Saku Diagnosa Keperawatan, volume 2, ALih Bahasa Monica Ester, Setiawan; EGC, Jakarta. Fitria Nita. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Laporan Pendahuluan dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. Herdman, T.H. 2012. International Diagnosis Keperawatan. Buku Kedokteran. Jakarta: EGC. Keliat, B.A. 2006. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas : CNHM(basic course). Buku Kedokteran. Jakarta: EGC. Keliat, B.A. 2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas : CMHN(basic course). Buku Kedokteran. Jakarta: EGC Fajariyah, Nur. 2012. Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Harga Diri Rendah. Jakarta: TIM. Kusumawati, F. 2011. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika. Wilkinson A. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Buku Kedokteran : EGC Tanpa
nama.
Tanpa
tahun.
Memahami
Arti
Kesehatan
Jiwa,
(Online),
(http://www.sambanglihum.info/umum/memahami-arti-kesehatan-jiwa. html, diakses 5 Maret 2019). Yasira. 2011. Definisi Kesehatan Jiwa, (Online), (http://id.shvoong.com/writing-andspeaking/2102283-definisi-kesehatan-jiwa/, diakses 5 Maret 2019).
CITRA TUBUH 1. DEFINISI Citra tubuh adalah kumpulan dari sikap individu yang disadari dan tidak disadari terhadap tubuhnya, termasuk persepsi masa lalu dan sekarang, serta perasaan tentang struktur, bentuk, dan fungsi tubuh karena tidak sesuai dengan yang diinginkan. Citra Tubuh merupakan salah satu komponen dari konsep diri yang membentuk persepsi seseorang tentang tubuhnya baik secara internal maupun eksternal. Persepsi ini mencakup perasaan dan sikap yang ditujukan pada tubuh. Citra tubuh dipengaruhi oleh pandangan pribadi tentang karakteristik dan kemampuan fisik dan oleh persepsi dari pandangan orang lain (Potter & Perry, 2005). Citra tubuh adalah persepsi individu terhadap dirinya secara sadar ataupun tidak sadar terhadap penilaian dirinya meliputi: persepsi atau perasaan tentang ukuran, fungsi, penampilan dan potensi tubuh. Gambaran diri atau citratubuh bersifat dinamis karena merupakan perubahan yang terjadi secara konstan sebagai persepsi baru dan pengalaman dalam kehidupan (Stuart&Laraia, 2005). Gangguan citra tubuh adalah perubahan presepsi tentang tubuh yang diakibatkan oleh perubahan ukuran, bentuk struktur, fungsi keterbatasan, makna dan obyek yang sering kontak dengan tubuh. Gangguan citra tubuh biasanya melibatkan distorsi dan persepsi negatif tentang penampilan fisik mereka. Perasaan malu yang kuat, kesadaran diri dan ketidaknyamanan sosial sering menyertai penafsiran ini. Sejumlah perilaku menghindar sering digunakan untuk menekan emosi dan pikiran negatif, seperti visual menghindari kontak dengan sisa ekstremitas, mengabaikan kebutuhan perawatan diri dari sisa ekstremitas dan menyembunyikan sisa ekstremitas lain. Pada akhirnya reaksi negatif ini dapat mengganggu proses rehabilitasi dan berkontribusi untuk meningkatkan isolasi sosial (Wald & Alvaro, 2004).
2. JENIS/MACAM a. Citra tubuh yang negative Merupakan suatu persepsi yang salah mengenai bentuk individu, perasan yang bertentangan dengan kondisi tubuh individu sebenarnya. Individu merasa bahwa hanya orang lain yang menarik dan bentuk tubuh dan ukuran tubuh individu adalah sebuah tanda kegagalan pribadi. Individu merasakan malu, self-conscious, dan khawatirakan badannya. Individu merasakan canggung dan gelisah terhadap badannya. b. Citra Tubuh yang positif Merupakan suatu persepsi yang benar tentang bentuk individu, individu melihat tubuhnya sesuai dengan kondisi yang sebenarnya. Individu menghargai badan / tubuhnya yang alami dan individu memahami bahwa penampilan fisik seseorang hanya berperan kecil dalam menunjukkan karakter mereka dan nilai dari seseorang. Individu merasakan bangga dan menerimanya bentuk badannya yang unik dan tidak membuang waktu untuk mengkhawatirkan makanan, berat badan, dan kalori. Individu merasakan yakin dan nyaman dengan kondisi badannya.
3. TANDA DAN GEJALA Data objektif yang dapat diobservasi: 1. Perubahan dan hilangnya anggota tubuh, baik struktur, bentuk dan fungsi 2. Menyembunyikan dan memamerkan bagian tubuh yang terganggu 3. Menolak melihat bagian tubuh 4. Menolak menyentuh bagian tubuh 5. Aktifitas sosial menurun
Data subjektif: Pada saat wawancara, pasien dengan gangguan citra tubuh biasanya mengungkapkan hal-hal berikut: 1. Penolakan terhadap:
-
Perubahan aanggota tubuh saat ini, misalnya tidak puas dengan hasil operasi
-
Anggota tubuhnya yang tidak berfungsi
-
Interaksi dengan orang lain
2. Perasaan tidak berdaya, tidak berharga dan keputusasaan 3. Keinginan yang terlalu tiinggi terhadap bagian tubuh yang terganggu 4. Sering mengulang-ulang mengatakan kehilangan bagian tubuh yang terganggu 5. Merasa asing terhadap bagian tubuh yang hilang
Tanda dan gejala gangguan citra tubuh menurut Harnawatiaj (2008) yaitu: 1. Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah 2. Tidak menerima perubahan tubuh yang telah terjadi/akan terjadi 3. Menolak penjelasan perubahan tubuh 4. Persepsi negatif pada tubuh 5. Preokupasi dengan bagian tubuh yang hilang 6. Mengungkapkan keputusasaan 7. Mengungkapkan ketakutan
4. FASE Fase citra tubuh dibagi menjadi 3 yaitu: (Muhith, 2015) 1. Syok Psikologis Syok psikologis merupakan reaksi emosional terhadap dampak perubahan dan dapat terjadi pada saat pertama tindakan. Syok psikologis digunakan sebagai reaksi terhadap ansietas. Informasi yang terlalu banyak dan kenyataan perubahan tubuh membuat klien menggunakan mekanisme pertahanan diri seperti
mengingkari,
menolak
dan
proyeksi
untuk
mempertahankan
keseimbangan diri. 2. Menarik diri Klien menjadi sadar akan kenyataan, ingin lari dari kenyataan, tetapi karena tidak mungkin maka klien lari atau menghindar secara emosional. Klien
menjadi pasif, tergantung, tidak ada motivasi dan keinginan untuk berperan dalam perawatannya. 3. Penerimaan atau pengakuan secara bertahap Setelah klien sadar akan kenyataan maka respon kehilangan atau berduka muncul.
5. PSIKOPATOLOGI Isolasi sosial: menarik diri dari lingkungan
Gangguan konsep diri: Harga diri rendah
Menolak keadaan yang terjadi pada dirinya (marah, malu, takut,putus asa tubuhnya persepsi negative terus-terusan)
Memahami dan menghargai keadaan
Koping tdk berhasil
koping berhasil
Rasa sedih dan duka cita (rasa shock, kesangsian, pengingkaran, kemarahan, rasa bersalah atau penerimaan) Gangguan Citra Tubuh Perubahan bentuk, ukuran, fungsi, keterbatasan tubuh yang membuat individu merasakan ada nilai negative dalam tubuhnya
Faktor Predisposisi (biologis seperti penyakit genetik, psikologis seperti gangguan kemampuan verbal, sosial budaya seperti pendidikan yang rendah)dan Presipitasi (trauma, penyakit, operasi, penuaan, efek kemoterapi)
6. PEMERIKSAAN DAN PENGKAJIAN Diagnosa Keperawatan Selama pasien dirawat, perawat melakukan tindakan untuk diagnosa potensial, dan akan dilanjutkan oleh perawat di Unit Rawat Jalan untuk memonitor kemungkinan diagnosa aktual. Beberapa diagnosa gangguan citra tubuh adalah potensial gangguan citra tubuh yang berhubungan dengan efek pembedahan serta menarik diri yang berhubungan dengan perubahan penampilan (Keliat, 1998). Adapun Diagnosa yang mungkin muncul diantaranya: 1. Gangguan konsep diri : Gangguan Citra Tubuh 2. Isolasi sosial : menarik diri 3. Defisit Perawatan Diri Berikut ini merupakan data objektif dan data subjektif yang sering ditemukan pada gangguan citra tubuh : Data Objektif : a. Mengurung diri b. Dari hasil pemeriksaan dokter, pasien mengalami goncangan emosi. c. Hilangnya bagian tubuh. d. Perubahan anggota tubuh baik bentuk maupun fungsi. e. Menyembunyikan atau memamerkan bagian tubuh yang terganggu. f. Menolak melihat bagian tubuh. g. Aktifitas sosial menurun. Data Subyektif : a. Nafsu makan tidak ada. b. Sulit tidur c. Pasien suka mengeluh nyeri di dada. d. Pasien mengeluh sesak nafas. e. Menolak perubahan anggota tubuh saat ini, misalnya tidak puas dengan hasil operasi. f. Mengatakan hal negatif tentang anggota tubuhnya yang tidak berfungsi.
g. Mengungkapkan perasaan tidak berdaya, tidak berharga, keputusasaan. h. Menolak berinteraksi dengan orang lain. i. Mengungkapkan keinginan yang terlalu tinggi terhadap bagian tubuh yang terganggu. j. Sering mengulang-ulang mengatakan kehilangan yang terjadi. k. Merasa asing terhadap bagian tubuh yang hilang.
Rencana Tindakan Keperawatan Tujuan tindakan keperawatan bagi pasien perubahan citra tubuh adalah meningkatkan keterbukaan dan hubungan saling percaya, peran serta pasien sesuaidengan kemampuan yang dimiliki, mengidentifikasi perubahan citra tubuh, menerima perasaan dan pikirannya, menetapkan masalah yang dihadapinya, mengidentifikasi kemampuan koping dan sumber pendukung lainnya, melakukan tindakan yang dapat mengembalikan integritas diri (Keliat, 1998). Kepada pasien a) Tujuan Umum : Kepercayaan diri klien kembali normal b) Tujuan khusus : Pasien dapat mengidentifikasi citra tubuhnya . Pasien dapat mengidentifikasi potensi (aspek positif). Pasien dapat melakukan cara untuk meningkatkan citra tubuh. Pasien dapat berinteraksi dengan orang lain. Kepada keluarga a) Tujuan umum : Keluarga dapat membantu dalam meningkatkan kepercayaan diri klien b) Tujuan khusus : Keluarga dapat mengenal masalah gangguan. Keluarga dapat mengenal masalah gangguancitra tubuh. Keluarga mengetahui cara mengatasimasalah gangguan citra tubuh.
Keluarga mampu merawat pasien gangguancitra tubuh Keluarga mampu mengevaluasi kemampuanpasien dan memberikan pujian atas keberhasilannya.
Intervensi Secara umum, intervensi yang dapat dilakukan dalam asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan citra tubuh ialah : a. Membina hubungan perawat – pasien yang terapeutik. Biasanya dimulai pada saat diagnosa, berlanjut melalui proses integrasi, dan dapat diperkirakan sukses antara 1-2 tahun. Hubungan perawat – pasien yang saling percaya perlu untuk program pendidikan, dukungan, konseling dan rujukan. b. Memberikan pendidikan kesehatan. Pada fase awal pasien disiapkan untuk menghadapi perubahan citra tubuh. Pada fase perubahan, bantu pasien untuk melakukan tindakan yang berkaitan dengan masalah yang dihadapi. Isi informasi berkaitan dengan cara-cara penyelesaian masalah, misalnya cara mengatasi rasa bersalah, perasaan negatif tentang diri dan sebagainya. c. Dorong pasien untuk merawat diri dan berperan serta dalam proses keperawatan. Peran serta pasien dalam merawat diri akan mempercepat proses penerimaan terhadap perubahan tubuh yang dialami, hendaknya dilakukan secara bertahap dan berlanjut. d. Tingkatkan peran serta sesama pasien. Anggota kelompok pasien dengan masalah yang sama dapat memberikan dukungan bahwa apa yang dirasakan pasien adalah normal dan ada jalan keluarnya. Jika belum ada kelompok yang permanen, dapat dipilih pasien di ruangan yang mempunyai masalah yang sama dan telah menyelesaikan masalah dengan baik. e. Tingkatkan dukungan keluarga pasien terutama pasangan pasien.
Bantu pasangan mengatasi masalah sendiri sebelum ia membantu pasien. Waktu kunjungan yang teratur dan bergantian antar anggota keluarga, beri pendapat tentang makna perubahan tubuh pasien, dan membicarakannya dengan pasien. f. Membantu pasien memutuskan alternatif tindakan yang dapat mengurangi seminimal mungkin perubahan gambaran tubuh. g. Rehabilitasi bertahap untuk adaptasi terhadap perubahan, misalnya berjalan dengan tongkat pada amputasi (Keliat, 1998). Secara khusus, berikut ini adalah intervensi yang dapat dilakukan pada pasien dengan gangguan citra tubuh : Kepada pasien a. Diskusikan persepsi pasien tentang citra tubuhnya : dulu dan saat ini, perasaan tentang citra tubuhnya dan harapan terhadap citra tubuhnya saat ini. b. Diskusikan potensi bagian tubuh yang lain. c. Bantu pasien untuk meningkatkan fungsi bagian tubuh yang terganggu. d. Ajarkan pasien meningkatkan citra tubuh dengan cara : Gunakan protese, wig, kosmetik atau yang lainnya sesegera mungkin, gunakan pakaian yang baru. Motivasi pasien untuk melihat bagian yang hilang secara lengkap. Bantu pasien menyentuh bagian tersebut. Motivasi pasien untuk melakukan aktifitas yang mengarah pada pembentukan tubuh yang ideal. e. Lakukan interaksi secara bertahap dengan cara : f. Susun jadwal kegiatan sehari-hari. g. Dorong melakukan aktifitas sehari-hari dan terlibat dalam aktifitas keluarga dan sosial. h. Dorong untuk mengunjungi teman atau orang lain yang berarti/mempunyai peran penting baginya. i. Beri pujian terhadap keberhasilan pasien melakukan interaksi.
j. Monitor apakah pasien bisa menerima perubahan citra tubuhnnya. k. Membantu pasien untuk mengidentifikasi respon positif dari orang lain l. Membantu pasien untuk mempertimbangkan kembali persepsi negatif terhadap diri sendiri m. Membantu pasien untuk mengidentifikasi dampak identitas kelompok sebaya pada perasaan harga diri n. Dorong pasien untuk menerima tantangan baru o. Bantu pasien untuk meningkatkan nilai objektif pada sebuah kejadian p. Evaluasi kemampuan pasien untuk menentukan keputusan q. Perkenalkan pasien dengan orang atau kelompok yang telah sukses melewati pengalaman yang sama r. Pahami perspektif pasien pada situasi stress s. Sediakan pilihan yang realistis bagi pasien tentang askep tertentu t. Atur situasi yang akan meningkatkan otonomi pasien u. Bantu pasien untuk menemukan kekuatan dan kemampuan dirinya v. Bantu pasien untuk menyatakan perasaan,persepsi dan ketakutan w. Bantu pasien untuk mengevaluasi perilaku diri x. Latih pasien untuk menggunakan teknik relaksasi,bila dibutuhkan
Kepada keluarga a. Jelaskan dengan keluarga tentang gangguan citra tubuh yang terjadi pada pasien. b. Jelaskan kepada keluarga cara mengatasi masalah gangguan citra tubuh. c. Ajarkan kepada keluarga cara merawat pasien : d. Menyediakan fasilitas untuk memenuhi kebutuhan pasien dirumah. e. Memfasilitasi interaksi di rumah. f. Melaksanakan kegiatan di rumah dan sosial. g. Memberikan pujian atas kegiatan yang telah dilakukan pasien.
h. Ajarkan kepada keluarga untuk mengevaluasi perkembangan kemampuan pasien seperti pasien mampu menyentuh dan melihat anggota tubuh yang terganggu, melakukan aktifitas di rumah dan di masyarakat tanpa hambatan. i. Beri pujian yang realistis terhadap keberhasilan keluarga. j. Stimulasi persepsi HDR.
Evaluasi Keberhasilan tindakan terhadap perubahan citra tubuh pasien dapat diidentifikasi melalui perilaku pasien yaitu memulai kehidupan, termasuk hubungan
interpersonal
dan
sosial,
pekerjaan
dan
cara
berpakaian,
mengemukakan perhatiannya terhadap perubahan citra tubuh, memperlihatkan kemampuan koping, kemampuan meraba, melihat, memperlihatkan bagian tubuh yang berubah, kemampuan mengintegritasikan perubahan dalam kegiatan (pekerjaan, rekreasi dan seksual), harapan yang disesuaikan dengan perubahan yang terjadi, mampu mendiskusikan rekonstruksi (Keliat, 1998).
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Nasir, Muhit. (2015). Dasar-Dasar Keperawatan Jiwa Pengantar Dan Teori. Jakarta : Salemba Medika. Potter & Perry. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses, dan. Praktik. Edisi 4 volume 1.EGC. Jakarta. Stuart & Laraia. (2005). Buku Saku Keperawatan Jiwa, Edisi 5. Jakarta: EGC. Wald & Alvaro. (2004). Changes in the Physical Appearance of the Body Image. Jounal. Psychology. Keliat. B.A. (1998). Penatalaksanaan Stres. Jakarta: EGC.
ISOLASI SOSIAL 1. Definisi Isolasi sosial adalah suatu gangguan hubungan interpersonal yang terjadi akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel yang menimbulkan perilaku maladaptif dan mengganggu fungsi seseorang dalam dalam hubungan sosial (Depkes RI, 2000). Isolasi sosial adalah keadaan dimana seorang individu mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. Pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain (Kelliat, 2006). 2. Tanda dan gejala a. Gejala subjektif -
Klien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain
-
Klien merasa tidak aman berada dengan orang lain
-
Respon verbal kurang dan sangat singkat
-
Klien mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan orang lain
-
Klien lambat menghabiskan waktu
-
Klien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan
-
Klien tidak yakin dapat melangsungkan hidup
-
Klien merasa ditolak
-
Menggunakan kata-kata simbolik
b. Gejala objektif -
Klien banyak diam dan tidak mau bicara
-
Tidak mengikuti kegiatan
-
Banyak berdiam diri di kamar
-
Klien menyendiri dan tidak mau berinteraksi dengan orang yang terdekat
-
Klien tampak sedih, ekspresi datar dan dangkal
-
Kontak mata kurang
-
Kurang spontan
-
Apatis (kurang acuh terhadap lingkungan)
-
Ekspresi wajah kurang berseri
-
Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri
-
Mengisolasi diri
-
Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya
-
Masukan makanan dan minuman terganggu
-
Aktivitas menurun
-
Kurang energi (tenaga)
-
Postur tubuh berubah, misatnya sikap fetus/janin (khususnya pada posisi tidur) Menurut Townsend & Carpenito, isolasi sosial menarik diri sering
ditemukan adanya tanda dan gejala sebagai berikut: a. Data subjektif -
Mengungkapkan perasaan penolakan oleh lingkungan
-
Mengungkapkan keraguan tentang kemampuan yang dimiliki
b. Data objektif -
Tampak menyendiri dalam ruangan
-
Tidak berkomunikasi, menarik diri
-
Tidak melakukan kontak mata
-
Tampak sedih, afek datar
-
Posisi meringkuk di tempat tidur dengan punggung menghadap ke pintu
-
Adanya perhatian dan tindakan yang tidak sesuai atau imatur dengan perkembangan usianya
-
Kegagalan untuk berinteraksi dengan orang lain didekatnya
-
Kurang aktivitas fisik dan verbal
-
Tidak mampu membuat keputusan dan berkonsentrasi
-
Mengekspresikan perasaan kesepian dan penolakan di wajahnya
3. Fase Berdasarkan buku keperawatan jiwa dari Stuart (2006) menyatakan bahwa manusia adalah makhluk sosial, untuk mencapai kepuasan dalam kehidupan, mereka harus membina hubungan interpersonal yang positif. Individu juga harus membina saling tergantung yang merupakan keseimbangan antara ketergantungan dan kemandirian dalam suatu hubungan Respon adaptif maladaptif
Respon
Menyendiri
kesepian manipulasi
Otonomi
menarik diri
impulsif
Bekerja sama
ketergantungan
narcism
e Interdependen
Respon adaptif adalah respon individu dalam penyelesaian masalah yang masih dapat diterima oleh norma-norma sosial dan budaya lingkungannya yang umum berlaku dan lazim dilakukan oleh semua orang, respon ini meliputi: a. Solitude (menyendiri) Adalah respon yang dibutuhkan seseorang untuk merenungkan apa yang telah dilakukan di lingkungan sosialnya juga suatu cara mengevaluasi diri untuk menentukan langkah-langkah selanjutnya. b. Otonomi Adalah kemampuan individu dalam menentukan dan menyampaikan ide, pikiran, perasaan dalam berhubungan sosial. c. Mutualisme (bekerja sama) Adalah suatu kondisi dalam hubungan interpersonal dimana individu
mampu untuk saling memberi dan menerima. d. Interdependen (saling ketergantungan) Adalah suatu hubungan saling tergantung antara individu dengan orang lain dalam rangka membina hubungan interpersonal. Respon maladaptif adalah respon individu dalam penyelesaian masalah yang menyimpang dari norma-norma sosial budaya lingkungannya yang umum berlaku dan tidak lazim dilakukan oleh semua orang. Respon ini meliputi: a. Kesepian adalah kondisi dimana individu merasa sendiri dan terasing dari lingkungannya, merasa takut dan cemas. b. Menarik diri adalah individu mengalami kesulitan dalam membina hubungan dengan orang lain. c. Ketergantungan (dependen) akan terjadi apabila individu gagal mengembangkan rasa percaya diri akan kemampuannya. Pada gangguan hubungan sosial jenis ini orang lain diperlakukan sebagai objek, hubungan terpusat pada masalah pengendalian orang lain, dan individu cenderung berorientasi pada diri sendiri atau tujuan, bukan pada orang lain. d. Manipulasi adalah individu memperlakuakan orang lain sebagai objek, hubungan terpusat pada masalah pengendalian orang lain, dan individu cenderung berorientasi pada diri sendiri. e. Impulsif adalah individu tidak mampu merencanakan sesuatu, tidak mampu belajar dari pengalaman dan tidak dapat diandalkan. f. Narcisisme adalah individu mempunyai harga diri yang rapuh, selalu berusaha untuk mendapatkan penghargaan dan pujian yang terus menerus, sikapnya egosentris, pencemburu, dan marah jika orang lain tidak mendukungnya (Trimelia, 2011: 9).
4. Psikopatologi/ proses terjadinya masalah
Faktor Penyebab : -
Kegagalan Tidak percaya diri Tidak percaya kepada orang lain Ragu Faktor genetik
Faktor Predisposisi
Faktor Presipitasi
- Faktor perkembangan - Faktor sosiokultural - Faktor biologis
- Faktor eksternal - Faktor internal
Mekanisme Koping
Rentang respon sosial
Adaptif
-
Menyendiri Otonomi kebersamaan Saling ketergantungan
Maladaptif
- kesepian - Tergantung - Menarik diri
Gambar 1. Patopsikologi Isolasi Sosial Sumber : (Stuart, 2007, Direja, 2011)
-
Manipulasi Impulsif Narsisisme Curiga
5. Pemeriksaan Menurut Dalami, dkk (2009) isolasi sosial termasuk dalam kelompok penyakit skizofrenia tak tergolongkan maka jenis penatalaksanaan medis yang bisa dilakukan adalah: a. Electro Convulsive Therapy (ECT) Adalah suatu jenis pengobatan dimana arus listrik digunakan pada otak dengan menggunakan 2 elektrode yang ditempatkan dibagian temporal kepala (pelipis kiri dan kanan). Arus tersebut menimbulkan kejang grand mall yang berlangsung 25-30 detik dengan tujuan terapeutik. Respon bangkitan listriknya di otak menyebabkan terjadinya perubahan faal dan biokimia dalam otak. b. Psikoterapi Membutuhkan waktu yang cukup lama dan merupakan bagian penting dalam proses terapeutik , upaya dalam psikoterapi ini meliputi: memberikan rasa aman dan tenang, menciptakan lingkungan yang terapeutik, bersifat empati, menerima pasien apa adanya, memotivasi pasien untuk dapat mengungkapkan perasaannya secara verbal, bersikap ramah, sopan, dan jujur kepada pasien. c. Terapi Okupasi Adalah suatu ilmu dan seni untuk mengarahkan partisipasi seseorang dalam melaksanakan aktivitas atau tugas yang sengaja dipilih dengan maksud untuk memperbaiki, memperkuat, dan meningkatkan harga diri seseorang (Prabowo, 2014: 113). 6. Pengkajian s.d implementasi 1) Identitas klien
Melakukan perkenalan dan kontrak dengan klien tentang: nama mahasiswa, nama panggilan, nama klien, tujuan, waktu, tempat pertemuan, topik yang akan dibicarakan. Tanyakan dan catat usia klien dan no. RM, tanggal pengkajian dan sumber data yang didapat. 2) Alasan masuk Apa yang menyebabkan klien atau keluarga datang atau dirawat di rumah sakit, biasanya berupa menyendiri (menghindar dari orang lain), komunikasi kurang atau tidak ada, berdiam diri di kamar, menolak interaksi dengan orang lain dll. Apakah sudah tau masalah sebelumnya, apa yang sudah dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah ini. 3) Faktor predisposisi Menanyakan apakah keluarga mengalami gangguan jiwa, bagaimana hasil pengobatan sebelumnya, apakah pernah melakukan atau mengalami kehilangan, perpisahan, penolakan dll. 4) Stressor Presipitasi Umumnya mencangkup kejadian kehidupan yang penuh stress seperti, kehilangan yang mempengaruhi kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain. 5) Pemeriksaan fisik Memeriksa tanda-tanda vital, tinggi badan, berat badan dan tanyakan apakah ada keluhan fisik yang dirasakan klien. 6) Psikososial a. Genogram Genogram menggambarkan klien dengan keluarga, dilihat dari pola komunikasi, pengambilan keputusan dan pola asuh. b. Konsep diri Klien dengan isolasi sosial mengalami ketidakpastian memandang diri, sukar menetapkan keinginan dan tidak mampu mengambil keputusan.
c. Hubungan sosial Hambatan klien dalam menjalin hubungan sosial oleh karena malu atau merasa adanya penolakan oleh orang lain. d. Spiritual Nilai dan keyakinan, kegiatan ibadah/menjalankan keyakinan, kepuasan dalam menjalankan keyakinan. 7) Status mental a. Penampilan Pada klien dengan isolasi sosial mengalami deficit perawatan diri b. Pembicaraan Tidak mampu memulai pembicaraan, berbicara hanya jika ditanya. Pada pasien isolasi sosial bisa ditemukan cara berbicara yang pelan (lambat, lembut, sedikit/membisu dan menggunakan kata-kata simbolik) c. Aktivitas motorik Klien dengan isolasi sosial cenderung lesu dan lebih sering duduk menyendiri d. Afek dan emosi Klien dengan isolasi sosial cenderung datar (tidak ada perubahan roman muka pada saat ada stimulus menyenangkan atau menyedihkan) e. Persepsi-sensori Klien dengan isolasi sosial berisiko mengalami gangguan sensori/persepsi halusinasi 8) Koping penyelesaian masalah
Mekanisme yang sering digunakan pada isolasi sosial adalah regresi, represi dan isolasi. a. Regresi adalah mundur ke masa perkembangan yang telah lain b. Represi adalah perasaan dan pikiran yang tidak dapat diterima, secara sadar dibendung supaya jangan tiba di kesadaran c. Isolasi adalah mekanisme mental tidak sadar yang mengakibatkan timbulnya kegagalan defensive dalam menghubungkan perilaku dengan motivasi atau pertentangan antar sikap dan perilaku Rencana Keperawatan Tujuan
Kriteria Hasil
Intervensi
Tujuan Umum:
Kriteria evaluasi:
Bina
Klien
dapat Klien dapat mengungkapkan
berinteraksi
dengan perasaan dan keberadaannya
orang lain
secara verbal
percaya
hubungan
saling
dengan
prinsip
komunikasi terapetik
Sapa
pasien
dengan ramah baik Tujuan Khusus: 1.
Klien
membina
dapat
verbal
salam
non verbal
Klien mau berjabat
Klien mau menjawab
Klien mau kontak
Klien
diri
duduk
berdampingan dengan perawat
nama
kesukaan
pasien
mau
Tanyakan
nama
mata
Perkenalkan
lengkap pasien dan
pertanyaan
maupun
dengan sopan
tangan
hubungan
saling percaya
Klien mau menjawab
Jelaskan
tujuan
pertemuan
Buat interaksi jelas
kontrak yang
Jujur dan menepati janji
Tunjukkan
sikap
empati
dan
menerima
pasien
apa adanya
Ciptakan lingkungan
yang
tenang
dan
bersahabat
Beri perhatian dan penghargaan
:
temani
pasien
walau
tidak
menjawab 2.
Klien
dapat Kriteria evaluasi:
menyebutkan
penyebab menarik diri
Klien
pasien
dapat
perilaku
menyebutkan minimal penyebab diri
yang
diri
satu menarik berasal
Diri sendiri
Orang lain
Lingkungan
tentang menarik
dan
tanda-
tandanya
Beri kesemapatan pada pasien untuk
dari:
Kaji pengetahuan
mengungkapkan perasaan penyebab menarik diri tidak mau bergaul
Diskusikan pasien perilaku
pada tentang
menarik
diri, tanda serta penyebab
yang
muncul
Berikan reinforcement (penguatan) positif terhadap kemampuan pasien
dalam
mengungkapkan perasaannya. 3.
Klien
menyebutkan
keuntungan berhubungan orang
lain
kerugian berhubungan
dapat Kriteria evaluasi: Klien
pasien
dapat
berhubungan
berhubungan dengan
tidak
orang
dengan
lain,
dengan
misal
kerugiannya
sendiri, bisa diskusi
Klien
dengan orang lain
menyebutkan tidak
berhubungan dengan orang
lain
misal,
sendiri, tidak punya teman, sepi
bila
tidak berhubungan
dapat
kerugian
dengan
orang lain serta
banyak teman, tidak
orang lain
dan
keuntungan
keuntungan
dan
tentang
manfaat
menyebutkan dengan
Kaji pengetahuan
Beri
kesempatan
pada pasien untuk mengungkapkan perasaannya tentang berhubungan dengan orang lain
Beri
kesempatan
pada pasien untuk mengungkapkan perasaannya tentang
kerugian
bila
tidak
berhubungan dengan orang lain
Diskusikan bersama
tentang
keuntungan berhubungan dengan orang lain dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain
Beri reinforcement positif
terhadap
kemampuan mengungkapkan perasaan
tentang
keuntungan berhubungan dengan orang lain dan kerugian bila tidak berhubungan dengan orang lain 4.
Klien
melaksanakan
dapat Evaluasi hasil:
Observasi perilaku pasien
saat
hubungan sosial secara Klien bertahap
dapat
berhubungan
mendemonstrasikan hubungan
sosial
dengan orang lain secara
bertahap
Beri motivasi dan bantu pasien untuk berkenalan/ berkomunikasi dengan orang lain melalui:
pasien-
perawat,
pasien-
perawat-perawat lain,
pasien-
perawat-perawat lain-pasien
lain,
pasien-perawatperawat lain-pasien lainmasyarakat
Beri reinforcement positif
atas
keberhasilan yang telah dicapai
Bantu
pasien
untuk mengevaluasi manfaat berhubungan dengan orang lain
Beri motivasi dan libatkan
pasien
dalam
terapi
aktivitas kelompok sosialisasi
Diskusikan jadwal harian yang dapat dilakukan bersama pasien
dalam
mengisi
waktu
luang
Memotivasi pasien untuk melakukan kegiatan
sesuai
dengan
jadwal
yang telah dibuat
Beri reinforcement atas
kegiatan
pasien
dalam
memperluas pergaulan melalui aktivitas
yang
dilaksanakan 5.
Klien
mengungkapkan perasaannya
setelah
berhubungan
dengan
orang lain
dapat Kriteria evaluasi: Klien dapat mengungkapkan perasaan
setelah
berhubungan dengan orang lain untuk:
Dorong
pasien
untu mengungkapkan perasaannya bila berhubungan
Diri sendiri
dengan
Orang lain
lain/kelompok
Kelompok
orang
Diskusikan dengan
pasien
tentang perasaan manfaat berhubungan dengan orang lain
Beri reinforcement atas
kemampuan
pasien mengungkapkan perasaannya berhubungan dengan orang lain 6.
Klien
memberdayakan system
pendukung
atau keluarga mampu
untuk
berhubungan
dan
perkenalkan
tanda
dengan orang lain
buat
Penyebab dan akibat
Cara merawat pasien dengan menarik diri
kontrak
eksplorasi
menarik diri
diri,
sampaikan tujuan,
gejalanya
percaya
salam,
Pengertian menarik diri
pasien
hubungan
dengan keluarga:
tentang
Bina saling
Keluarga dapat menjelaskan
mengembangkan kemampuan
dapat Kriteria evaluasi:
perasaan keluarga
Diskusikan pentingnya peranan keluarga sebagai pendukung untuk
mengatasi perilaku menarik diri
Diskusikan dengan
anggota
keluarga tentang: perilaku diri
menarik
,
penyebab
perilaku
menarik
diri, akibat yang akan terjadi jika perilaku
menarik
diri
tidak
ditanggapi,
cara
keluarga menghadapi pasien
menarik
diri
Diskusikan potensi untuk
keluarga membantu
mengatasi pasien menarik diri
DAFTAR PUSTAKA Eko Prabowo. (2014). Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika. Farida Kusumawati & Yudi Hartono. (2012). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika. Mukhripah Damaiyanti & Iskandar. (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika Aditama. Trimeilia. (2011). Asuhan Keperawatan Klien Isolasi Sosial. Jakarta Timur: TIM.
PERILAKU KEKERASAN
Definisi Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) sebagai respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). perilaku manusia dibagi menjadi 3 domain, yaitu pengetahuan, sikap, dan praktik atau tindakan.(Notoatmodjo, 2007). Kemarahan adalah suatu emosi yang terentang mulai iritabilitas sampai agresivitas yang dialami oleh semua orang, biasanya kemarahan adalah reaksi terhadap stimulus yang tidak menyenangkan dan mengancam (Stuart, 2006). Menurut Stuart dan Sundeen (1998) perilaku kekerasan atau amuk adalah perasaan marah atau jengkel yang kuat disertai dengan hilangnya control diri atau kendali diri. Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain disertai dengan amuk dan gaduh gelisah yang tidak terkontrol (Kusumawati dan Hartono, 2010). Jadi dapat disimpulkan bahwa perilaku kekerasan adalah perilaku atau tindakan yang dapat membahayakan orang lain, diri sendiri ataupun lingkungan. Jenis atau Macam Erick dan Sally (2009) mengelompokan bentuk-bentuk perilaku kekerasan menjadi tiga, yaitu: 1. Bentuk Emosional Verbal: meliputi sikap membenci baik yang diekspresikan dalam kata-kata maupun tidak, seperti marah, terlibat dalam pertengkaran, mengutuki, mencaci maki, menertawakan, dan menuduh secara jahat. 2. Bentuk Fisik bersifat Sosial, meliputi perbuatan berkelahi dalam rangka mempertahankan diri atau mempertahankan objek cinta, membalas dendam terhadap penghinaan, dan membalas orang yang melakukan penyerangan. 3. Bentuk fisik bersifat anti sosial (fisik asosial), meliputi perbuatan menyerang, melukai, berkelahi tanpa alasan, membalas penderitaan secara brutal dengan
pengrusakan yang berlabihan, menentang petugas medis, dan perilaku kekerasan secara seksual.
Tanda dan Gejala Tanda dan gejala yang ditemui pada pasien melalui obsrvasi atau wawancara tentang perilaku kekerasan menurut Keliat dan Akemat (2009), diantaranya : 1. Muka merah dan tegang 2. Pandangan tajam 3. Mengatupkan rahang dengan kuat 4. Mengepalkan tangan 5. Jalan mondar – mandir 6. Bicara kasar 7. Suara tinggi/keras 8. Mengancam secara verbal atau fisik 9. Melempar atau memukul benda/ orang lain 10. Tidak memliki kemampuan mencegah. Fase
Menurut ( Yosep, 2007 ) rentang respon marah yaitu : 1. Asertif adalah kemarahan atau rasa tidak setuju yang dinyatakan atau diungkapkan tanpa menyakiti orang lain akan memberi kelegaan pada individu dan tidak menimbulkan masalah.
2. Frustasi adalah respon yang terjadi akibat gagal mencapai tujuan karena tidak reakstis atau hambatan dalam proses percakapan tujuan 3. Pasif adalah individu tidak mampu mengungkapkan perasaannya, klien tampak pemalu, pendiam sulit diajak bicara karena rendah diri dan merasa kurang mampu 4. Agresif adalah perilaku yang menyertai marah dan merupakan dorongan untuk bertindak dalam bentuk destruktif dan masih terkontrol. Perilaku yang tampak dapat berupa : muka kusam , bicara kasar, menuntut, kasar disertai kekerasan. 5. Amuk adalah perasaan marah dan bermusuhan kuat disertai kehilangan kontrol diri , individu dapat merusak diri sendiri, orang lain dan lingkungan. Proses Terjadinya Perilaku Kekerasan Stress, cemas, marah merupakan bagian kehidupan sehari-hari yang harus dihadapi oleh setiap individu. Stress dapat menyebabkan kecemasan yang menimbulkan perasaan tidak menyenangkan dan terancam. Kecemasan dapat menimbulkan kemarahan. Respon terhadap marah dapat diungkapkan melalui 3 cara, yaitu: mengungkapkan secara verbal, menekan dan menantang. Kemarahan diawali oleh adanya stressor yang berasal dari internal atau eksternal. Stressor internal seperti penyakit, hormonal, dendam, kesal, sedangkan stressor eksternal bisa berasal dari ledekan, cacian, makian, hilangnya benda berharga, tertipu, penggusuran, bencana dan sebagainya, hal tersebut akan mengakibatkan kehilangan atau gangguan pada sistem individu (disruptional and loss). Videback (2008) mengatakan pemaknaan dari individu pada setiap kejadian yang menyedihkan atau menjengkelkan menjadi hal terpenting.
Psikopatologi
Proses Keperawatan Perilaku Kekerasan Pengkajian Pengkajian adalah dasar utama dari proses keperawatan. Tahap pengkajian terdiri dari pengumpulan data dan perumusan kebutuhan atau masalah klien. Data yang dikumpulkan melalui data biologis, psikologis, sosial dan spiritual (Keliat, Budi Ana, 1998:3) 1) Identitas Klien Melakukan BHSP dan kontrak dengan klien tentang: nama mahasiswa, nama panggilan klien, tujuan, waktu, tempat pertemuan, topik yang akan dibicarakan. Tanyakan dan catat usia klien dan no.RM, tanggal pengkajian dan sumber data yang didapat. 2) Alasan Masuk Penyebab klien atau keluarga datang, apa yang menyebabkan klien melakukan kekerasan, apa yang klien lakukan di rumah, apa yang sudah dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah. 3) Faktor Predisposisi Menanyakan apakah keluarga mengalami gangguan jiwa, bagaimana hasil pengobatan sebelumnya, apakah pernah melakukan atau mengalami penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam keluarga, dan tindakan kriminal.
Menanyakan
kepada
klien
tentang
pengalaman
yang
tidak
menyenangkan. Pada klien dengan perilaku kekerasan faktor predisposisi, faktor
presipitasi klien dari pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan, adanya riwayat anggota keluaga yang gangguan jiwa dan adanya riwayat penganiayaan. 4) Pemeriksaan Fisik Memeriksa tanda-tanda vital, tinggi badan, berat badan dan tanyakan apakah ada keluhan fisik yang dirasakan klien. Pada klien dengan perilaku kekerasan tekanan darah meningkat, RR meningkat, nafas dangkal, muka memerah, tonus otot meningkat dan dilatasi pupil. 5) Psikososial a. Genogram Genogram menggambarkan klien dengan keluarga, dilihat dari pola komunikasi, pengambilan keputusan, dan pola asuh. Pada klien perilaku kekerasan perlu dikaji pola asuh keluarga dalam menghadapi klien. b. Konsep Diri i. Gambaran diri Tanyakan persepsi klien terhadap tubuhnya, bagian tubuh yang disukai, reaksi klien terhdap bagian tubuh yang disukai dan bagian yang tidak disukai. Klien dengan perilku kekerasan mengenai gambaran dirinya ialah pandangan tajam, tangan mengepal, muka memerah. ii. Identitas diri Status dan posisi klien sebelum dirawat, kepuasan klien terhadap status posisinya, kepuasan klien sebagai laki-laki atau perempuan, keunikan yang dimiliki sesuai dengan jenis kelaminnya dan posisinya. Klien dengan PK biasanya identitas dirinya ialah moral yang kurang karena menunjukkan pendendam, pemarah dan bermusuhan. iii. Fungsi peran Tugas atau peran klien dalam keluarga atau pekerjaan atau kelompok masyarakat, kemampuan klien dalam melaksanakan fungsi atau perannya, perubahan yang terjadi pada saat klien sakit dan dirawat, bagaimana perasaan klien akibat perubahan tersebut. Fungsi peran pada kien pperilaku
kekerasan terganggu karena adanya perilaku yang menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan. iv. Ideal diri Klien dengan PK jika kenyataannya tidak seesuuai dengan kenyataan maka ia cenderung menunjukkan amarahnya, serta untuk pengkajian PK menengenai ideal diri harus dilakukan pengkajian yang berhubungan dengan harapan klien terhadap keadaan tubuh yang ideal, posisi, tugas, peran dalam keluarga, pekerjaan atau sekolah, harapan klien terhadap lingkungan, harapan klien terhadap penyakitnya, bagaimana jika kenyataan tidak sesuai dengan harapannya. v. Harga diri Harga diri yaitu penilaian tentang nilai personal yang diperoleh dengan menganalis seberapa baik perilaku seseorang sesuai dengan ideal dirinya. Harga diri tinggi merupakan perasaan yang berakar dalam menerima dirinya tanpa syarat, meskipun telah melakukan kesalahan, kekealahan dan kegagalan, ia tetap merasa sebagai orang yang penting dan berharga. Harga diri yang dimiliki klien perilaku kekerasan adalah harga diri rendah krena penyebab awal klien PK marah yang tidak bisa menerima kenyataan dan memiliki sifat labil yang tidak terkontrol beranggapan dirinya berharga c. Hubungan Sosial Hubungan sosial pada perilaku kekerasan terganggu karena adanya faktor risiko menciderai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan serta memiliki amarah yang tidak dapat terkontrol, selanjutnya dalam pengkajan dilakukan observasi mengenai adanya hubungan kelompok apa saja yang diikuti dalam masyarakat, keterlibatan atau peran serta dalam kegiatan kelompok atau masyarakat, hambatan dalam berhubungan dengan orang lain, minat dalam berinteraksi dengan orang lain. d. Spiritual Nilai dan keyakinan, kegiatan ibadah atau menjalankan keyakinan, kepuasan dalam menjalankan keyakinan.
6) Status Mental a. Penampilan Melihat penampilan klien dari ujung rambut sampai ujung kaki tidak rapi, penggunaan
pakaian
biasanya,kemampuan
tidak
sesuai,
klien
dalam
cara
berpakaian
berpakaian
tidak
kurang,
seperti dampak
ketidakmampuan berpenampilan baik atau bepakaian terhadap status psikologis klien (defisit perawatan diri). Pada klien dengan perilaku kekerasan biasanya klien tidak mampu merawat penampilannya, biasanya penampilan tidak rapi, penggunaan pakaian tidak sesuai, cara berpakaian tidak seperti biasanya, rambut kotor, rambut seperti tidak pernah disisir, gigi kotor dan kuning, kuku panjang dan hitam. b. Pembicaraan Amati pembicaraan klien apakah cepat, keras, terburu-buru, gagap, seringkali terhenti atau bloking, apatis, lambat, membisu, menghindar, tidak mampu memulai pembicaraan. Pada klien perilaku kekerasan cara bicara klien kasar, suara tinggi, membentak, ketus, berbicara dengan kata-kata kotor. c. Aktivitas Motorik Agresif, menyerang diri sendiri orang lain maupun menyerang objek yang ada di sekitarnya. Klien perilaku kekerasan terlihat tegang dan gelisah, muka merah, jalan mondar-mandir. d. Efek dan Emosi Untuk klien perilaku kekerasan efek dan emosinya labil, emosi klien berubahubah cenderung mudah mengamuk, membanting barang-barang atau melukai diri sendiri, orng lain maupun objek sekitar dan berteriak-teriak. e. Interaksi selama Wawancara Klien perilaku kekerasan selama interaksi wawancara biasanya mudah marah, defensive bahwa pendapatnya paling benar, curiga, sinis, dan menolak dengan kasar. Bermusuhan dengan kata-kata atau pandangan yang tidak bersahabat atau tidak ramah. Curiga dengan menunjukkan sikap atau peran tidak percaya kepada pewawancara atau orang lain.
f. Persepsi atau Sensori Pada klien perilaku kekerasan berisiko untuk mengalami persepsi sensor sebagai penyebabnya. g. Proses Pikir i. Proses pikir (arus dan bentuk pikir) Otistik (autisme): bentuk pemikiran yang berupa fantasi atau lamunan untuk memuaskan keinginan yang tidak dapat dicapainya. Hidup dalam pikirannya sendiri, hanya memuaskan keinginannya tanpa peduli sekitarnya, menandakan ada distorsi arus asosiasi dalam diri klien yang dimanifestasikan dengan lamunan, fantasi, waham dan halusinasinya yang cenderung menyenangkan dirinya. ii. Isi pikir Pada klien dengan perilaku kekerasan klien memiliki pemikiran curiga dan tidak percaya kepada orang lain dan merasa dirinya tidak aman. h. Tingkat Kesadaran Tidak sadar, bingung dan apatis. Terjadi disorientasi orang, tempat dan waktu. Klien perilaku kekerasan memiliki tingkat kesadaran yang bingung sendiri untuk menghadapi kenyataan atau mengalami kegelisahan. i. Memori Klien dengan perilaku kekerasan masih dapat mengingat kejadian jangka pendek maupun panjang j. Tingkat Konsentrasi Tingkat konsentrasi klien perilaku kekerasan mudah beralih dari satu objek ke objek lainnya. Klien selalu menatap penuh kecemasan, tegang dan gelisah. k. Kemampuan Penilaian atau Pengambilan Keputusan Klien perilaku kekerasan tidak mampu mengambil keputusan yang konstruktif dan adaptif l. Daya Tilik Mengingkari penyakit yang diderita: klien tidak menyadari gejala penyakit (perubahan fisik dan emosi) pada dirinya dan merasa tidak perlu minta
pertolongan atau klien menyangkal keadaan penyakitnya. Menyalahkan halhal diluar dirinya yang menyebabkan timbulnya penyakit atau masalah sekarang. m. Mekanisme Koping Klien dengan perilaku kekerasan menghadapi suatu permasalahan, apakah menggunakan cara-cara yang adaptif seperti bicara dengan orang lain, mampu menyelesaikan masalah, teknik relaksasi, aktivitas konstruktif, olahraga dll ataukah menggunakan cara-cara yang maladaptif seperti minum alkohol, merokok, reaksi lambat atau berlebihan, menghindar, mencederai diri atau lainnya. Pohon Masalah
Diagnosa Keperawatan 1) Risiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan 2) Perilaku kekerasan 3) Perubahan persepsi sensori: Halusinasi 4) Gangguan harga diri: Harga diri rendah 5) Koping individu tidak efektif Rencana Keperawatan Tujuan
Kriteria Hasil
Intervensi
Tujuan Umum: Klien tidak mencederai diri
Klien mau membalas salam Klien mau menjabat tangan
Tujuan Khusus:
Klien mau
1. Klien dapat membina
menyebutkan nama
hubungan saling percaya
Klien mau tersenyum Klien mau kontak mata Klien mau mengetahui nama perawat
Beri salam/panggil nama o Sebutkan nama perawat o Jelaskan maksud hubungan interaksi o Jelaskan akan kontrak yang akan dibuat o Beri rasa aman dan sikap empati o Lakukan kontak singkat tapi sering
2. Klien dapat
Klien dapat
- Berikan kesempatan
mengidentifikasi
mengungkapkan
untuk
penyebab perilaku
perasaannya
mengungkapkan
kekerasan
3. Klien dapat
Klien dapat
perasaannya
mengungkapkan
- Bantu klien untuk
enyebab perasaan
mengungkapkan
jengkel/kesal dari diri
penyebab perasaan
sendiri
jengkel/kesal
Klien dapat
- Anjurkan klien
mengidentifikasi tanda
mengungkapkan
mengungkapkan apa
dan gejala perilaku
perasaan jengkel/kesal
yang dialami dan
kekerasan
Klien dapat menyimpulkan tanda dan gejala
dirasakan saat marah atau jengkel Observasi tanda dan
jengkel/kesal yang
gejala perilaku
dialaminya
kekerasan pada klien
- Simpulkan bersama klien tanda dan gejala jengkel/kesal yang akan dialami 4. Klien dapat
Klien dapat
- Anjurkan klien untuk
mengidentifikasi
mengungkapkan
mengungkapkan
perilaku kekerasan yang
perilaku kekerasan
perilaku kekerasan
biasa dilakukan
yang biasa dilakukan
yang biasa dilakukan
Klien dapat bermain
klien (verbal pada
peran sesuai perilaku
orang lain, pada
kekerasan yang biasa
lingkungan dan pada
dilakukan
diri sendiri)
Klien dapat
Bantu klien bermain
mengetahui cara yang
peran sesuai dengan
biasa dilakukan untuk
perilaku kekerasan
menyelesaikan
yang biasa dilakukan
masalah
Bicarakan dengan klien apakah dengan cara yang klien lakukan masalahnya selesai
5. Klien dapat
Klien dapat
- Bicarakan
mengidentifikasi akibat
menjelaskan akibat
akibat/kerugian dari
dari perilaku kekerasan
dari cara yang
cara yang digunakan
digunakan klien:
klien
o Akibat pada klien sendiri o Akibat pada orang lain
Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang dilakukan klien
o Akibat pada lingkungan
Tanyakan kepada klien “apakah ia ingin mempelajari cara baru yang sehat”
6. Klien dapat
Klien dapat
- Diskusikan kegiatan
mendemonstrasikan cara
menyebutkan contoh
fisik yang biasa
fisik untuk mencegah
pencegahan perilaku
dilakukan klien
perilaku kekerasan
kekerasan secara fisik
Beri pujian atas
o Tarik nafas dalam
kegiatan fisik klien
o Pukul kasur atau
yang biasa dilakukan
bantal o Kegiatan fisik lain Klien dapat
Diskusikan dua cara fisik yang paling mudah dilakukan
mengidentifikasikan
untuk mencegah
cara fisik untuk
perilaku kekerasan,
mencegah perilaku
yaitu: tarik nafas
kekerasan
dalam dan pukul
Klien mempunyai jadwal untuk melatih
kasur serta bantal - Diskusikan cara
cara pencegahan fisik
melakukan nafas
yang telah dipelajari
dalam bersama klien
sebelumnya Klien mengevaluasi kemampuan dalam melakukan cara fisik
Beri contoh klien tentang cara menarik nafas dalam Minta klien mengikuti
sesuai jadwal yang
contoh yang diberikan
telah disusun
sebanyak 5 kali Beri pujian positif atas kemampuan klien
mendemonstrasikan cara menarik nafas dalam Tanyakan perasaan klien setelah selesai Anjurkan klien menggunakan cara yang telah dipelajari marah/jengkel Lakukan hal yang sama dengan kegiatan diatas untuk pertemuan berikutnya - Diskusikan dengan klien mengenai frekuensi latihan yang akan dilakukan sendiri oleh klien Susun jadwal kegiatan untuk melatih cara yang telah dipelajari - Klien mengevaluasi pelaksanaan latihan, cara pencegahan perilaku kekerasan yang telah dilakukan dengan mengisi
jadwal kegiatan harian Validasi kemampuan klien dalam melaksanakan latihan Berikan pujian atas keberhasilan klien Tanyakan kepada klien “apakah kegiatan cara pencegahan perilaku kekerasan dapat mengurangi perasaan marah?” 7. Klien dapat
Klien dapat
- Diskusikan cara
mendemonstrasikan cara
menyebutukan cara
bicara yang baik
sosial utuk mencegah
bicara (verbal) yang
dengan klien
perilku kekerasan
baik dalam mencegah
Beri contoh bicara
perilaku kekerasan
yang baik: meminta,
o Meminta dengan
menolak dan
baik o Menolak dengan baik o Mengungkapkan
mengungkapkan perasaan dengan baik - Meminta klien mengikuti contoh cara
perasaan dengan
bicara yang baik
baik
o Meminta: saya
Klien dapat mendemonstrasikan cara verbal yang baik
minta uang untuk beli makan
Klien mempunyai
o Menolak: maaf,
jadwal untuk melatih
saya tidak bisa
cara bicara yang baik
melakukan karena
Klien melakukan
ada kegiatan lain
evaluasi terhadap
o Mengungkapkan
kemampuan cara
perasaan dengan
bicara yang sesuai
baik: “saya kesal
dengan jadwal yang
karena permintaan
telah disusun
saya tidak dikabulkan” disertai dengan nada rendah Minta klien mengulang sendiri Beri pujian atas keberhasilan klien - Diskusikan dengan klien tentang waktu dan kondisi cara bicara yang dapat dilatih di ruangan, misalnya: minta obat, baju dll, menolak rokok dan menceritakan kekesalan pada perawat Susun jadwal kegiatan untuk
melatih cara yang telah dipelajari - Klien mengevaluasi pelaksanaan latihan cara bicara yang baik dengan mengisi jadwal kegiatan Validasi kemampuan klien dalam melaksanakan latihan Berikan pujian atas keberhasilan klien Tanyakan kepada klien “bagaimana perasaannya setelah latihan bicara yang baik? apakah keinginan marah berkurang?” 8. Klien dapat
Klien dapat
- Diskusikan dengan
mendemonstrasikan cara
menyebutkan cara
klien kegiatan ibadah
sosial untuk mencegah
bicara (verbal) yang
yang pernah
perilaku kekerasan
baik dalam mencegah
dilakukan
perilaku kekerasan o Meminta, menolak
Bantu klien menilai kegiatan ibadah yang
dan
dapat dilakukan di
mengungkapkan
ruang perawat
perasaan dengan baik
Klien dapat
Bantu klien memilih
mendemonstrasikan
kegiatan ibadah yang
cara verbal yang baik
akan dilakukan
Klien mempunyai
- Minta klien
jadwal untuk melatih
mendemonstrasikan
cara bicara yang baik
kegiatan ibadah yang
Klien melakukan evaluasi terhadap
dipilih Beri pujian atas
kemampuan cara
keberhasilan klien
bicara yang sesuai
Klien mengevaluasi
dengan jadwal yang
pelaksanaan kegiatan
telah disusun
ibadah dengan mengisi jadwal kegiatan - Susun jadwal kegiatan untuk melatih kegiatan ibadah - Klien mengevaluasi pelaksanaan kegiatan ibadah dan mengisi jadwal kegiatan harian Validasi kemampuan klien dalam melakukan validasi Berikan pujian atas keberhasilan klien
Tanyakan kepada klien “bagaimana perasaan setelah teratur melaksanakan ibadah? Apakah keinginan marah berkurang?” 9. Klien mendapat
Keluarga apat
- Identifikasi
dukungan keluarga
mendemonstrasikan
kemampuan keluarga
dalam melakukan cara
cara merawat klien
dalam merawat klien
pencegahan perilaku
sesuai dengan yang
kekerasan
telah dilakukan keluarga terhadap klien selama ini Jelaskan keuntungan peran serta keluarga dalam merawat klien Jelaskan cara-cara merawat klien: o Terkait dengan cara mengontrol perilaku marah secara konstruktif o Sikap dan cara bicara o Membantu klien mengenal penyebab marah dan pelaksanan cara
pencegahan perilaku kekerasan
DAFTAR PUSTAKA
Stuart,G.W. 2006. Principles and Practice of Pscychiatric nursing (5th ed). St Louis: Mosby Year Book. Yusuf, AH., Rizky dan Hanik. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.
HALUSINASI
A. Definisi Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori dimana klien mempersepsikan sesuatu melalui panca indera tanpa ada stimulus eksternal. Halusinasi berbeda dengan ilusi, dimana klien mengalami persepsi yang salah terhadap stimulus, salah persepsi pada halusinasi terjadi tanpa adanya stimulus eksternal yang terjadi, stimulus internal dipersepsikan sebagai sesuatu yang nyata ada oleh pasien. Menurut Keliat (2011) dalam Zelika (2015), halusinasi merupakan salah satu gejala gangguan sensori persepsi yang dialami oleh pasien gangguan jiwa. Pasien merasakan sensasi berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan, atau penghiduan tanpa stimulus yang nyata. Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana pasien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi.
B. Jenis/Macam Menurut Stuart (2007), jenis halusinasi antara lain : 1. Halusinasi pendengaran (auditorik) 70% Karakteristik ditandai dengan mendengarkan suara, terutama suara-suara orang, biasanya klien mendengar suara orang yang sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu. 2. Halusinasi penglihatan (visual) 20% Karakteristik dengan adanya stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran cahaya, gambaran geometrik, gambar kartun dan/atau panorama yang luas dan kompleks. Penglihatan bisa menyenangkan atau menakutkan. 3. Halusinasi penghidu (olfactory) Karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan bau yang menjijikkan seperti darah, urine, atau feses. Kadang-kadang tercium bau harum. Biasanya hal ini berhubungan dengan stroke, kejang, tumor, dan demensia.
4. Halusinasi peraba (tectile) Karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa stimulus yang terlihat. Contoh : merasakan sensasi listrik datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
5. Halusinasi pengecap (gustatory) Karakteristik ditandai degan merasakan sesuatu yang busuk, amis dan menjijikkan, merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses. 6. Halusinasi cenesthetik Karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti darah mengalir melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau pembentukan urin. 7. Halusinasi kinesthetic Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.
C. Tanda dan gejala Tanda dan gejala halusinasi yang perlu diketahui untuk menetapkan masalah halusinasi, antara lain : 1. Berbicara, tertawa dan tersenyum sendiri 2. Bersikap seperti mendengarkan sesuatu 3. Berhenti berbicara sesaat ditengah-tengah kalimat untuk mendengarkan sesuatu 4. Disorientasi 5. Tidak mampu atau kurang konsentrasi 6. Cepat berubah pikiran 7. Alur pikir kacau 8. Respon yang tidak sesuai 9. Menarik diri 10. Marah dengan tiba-tiba dan menyerang orang lain tanpa sebab 11. Sering melamun
D. Fase Halusinasi yang dialami oleh seseorang bisa berbeda intensitas dan keparahannya. Fase halusinasi dibagi menjadi 4 fase berdasarkan tingkat ansietas yang dialami dan kemampuan klien mengendalikan dirinya. Semakin berat fase halusinasi, klien semakin berat mengalami ansietas dan makin dikendalikan oleh halusinasinya Fase Halusinasi
Karakteristik
Fase I : Comforting- Klien
Perilaku Pasien
mengalami Menyeringai
Ansietas tingkat sedang, keadaan emosi seperti tertawa secara umum halusinasi ansietas, kesepian, rasa sesuai, bersifat menyenangkan
yang
atau tidak
menggerakkan
bersalah, dan takut serta bibir tanpa menimbulkan mencoba untuk berfokus suara, pergerakan mata pada penenangan pikiran yang cepat, respon verbal untuk
mengurangi yang lambat, diam dan
ansietas.
Individu dipenuhi oleh sesuatu
mengetahui
bahwa yang mengasyikkan.
pikiran dan pengalaman sensori yang dialaminya tersebut
dapat
dikendalikan
jika
ansietasnya bisa diatasi (non psikotik) Fase II : Condemning- Pengalaman
sensori Peningkatan sistem saraf
Ansietas tingkat berat, bersifat menjijikkan dan otonom
yang
secara umum halusinasi menakutkan, klien mulai menunjukkan bersifat menjijikkan
lepas
kendali
ansietas,
dan seperti peningkatan nadi,
mungkin mencoba untuk pernafasan, dan tekanan menjauhkan dengan
sumber
dirinya darah,
penyempitan
yang kemampuan konsentrasi,
dipersepsikan.
Klien dipenuhi
dengan
mungkin merasa malu pengalaman sensori dan karena
pengalaman kehilangan kemampuan
sensorinya dan menarik membedakan diri
dari
orang
antara
lain. halusinasi dengan realita.
(psikotik ringan) Fase III : Controlling- Klien
berhenti
Ansietas tingkat berat, menghentikan pengalaman
sensori perlawanan
menjadi berkuasa
atau Cenderung
mengikuti
petunjuk yang diberikan terhadap halusinasinya
daripada
halusinasi dan menyerah menolaknya, kesukaran pada halusinasi tersebut. berhubungan
dengan
Isi halusinasi menjadi orang
rentang
lain,
menarik, dapat berupa perhatian hanya beberapa permohonan. mungkin
Klien detik atau menit, adanya mengalami tanda-tanda fisik ansietas
kesepian pengalaman tersebut
jika :
berkeringat,
tremor,
sensori tidak mampu mengikuti berakhir. petunjuk.
(psikotik) Fase IV : Conquering Pengalaman panik
sensori Perilaku menyerang atau
umumnya menjadi mengancam dan terror
akibat
halusinasi menjadi lebih menakutkan jika klien berpotensi
panik, kuat
rumit, melebur dalam tidak mengikuti perintah. melakukan bunuh diri halusinasinya
Halusinasinya berlangsung
bisa atau membunuh orang dalam lain,
aktivitas
beberapa jam atau hari merefleksikan
fisik isi
jika tida ada intervensi halusinasi
seperti
terapeutik.
agitasi,
berat)
(psikotik kekerasan, menarik
diri,
atau
katatonia, tidak mampu berespon
terhadap
perintah yang kompleks.
E. Psikopatologi Kerusakan komunikasi
Bicara, tersenyum, tertawa sendiri Konsentrasi mudah berubah, kekacauan arus pikir Risiko mencederai diri, orang Perubahan proses piker, arus, bentuk
lain dan lingkungan
dan isi Mendengar bisikan yang Mempengaruhi neurotransmitter otak
menyeluruh untuk membunuh/dibunuh
Stimulus SSO, internal meningkat, eksternal menurun
Tidak peduli dengan lingkungan sekitar
Fokus pada diri sendiri
Harga diri rendah
Koping maladaptif
Perubahan persepsi sensori : Halusinasi
Merangsang keluarnya zat Halusinogen
F. Pemeriksaan 1. Pemeriksaan fisik Pemeriksaan ini dilakukan untuk membantu memastikan ada tidaknya masalah lain yang dapat menyebabkan gejala yang timbul. 2. Pemeriksaan darah lengkap Tes ini dilakukan untuk memastikan jika gejala yang timbul bukan karena pengaruh alkohol, obat-obatam tertentu ataupun kondisi medis lainnya. 3. MRI atau CT-Scan Untuk melihat ada tidaknya kelainan pada struktur otak dan sistem saraf pusat. 4. Evaluasi kejiwaan Dokter atau ahli kesehatan mental akan memeriksa status mental pasien dengan mengamati penampilan, pikiran, suasana hati, serta diskusi tentang keluarga atau pengalaman pribadi pasien.
G. Pengkajian 1. Faktor Predisposisi a. Faktor genetis Telah diketahui bahwa secara genetis bahwa schizofienia diturunkan
melalui
kromosom-kromososm
tertentu.
Namun
demikian, kromosom yang ke berapa yang menjadi faktor penentu gangguan ini masih dalam tahap penelitian. b. Faktor biologis Adanya gangguan pada otak menyebabkan timbulnya respon neurobiological maladaptive. Peran pre frontal dam limbic contices dalam regulasi stress berhubungan dengan aktivitas dopamine. Saraf pada pre frontal penting untuk memori, penurunan neuro pada area ini dapat menyebabkan kehilangan asosiasi. c. Faktor presipitasi psikologis
Lingkungan dan pola asuh anak yang tidak adequate. d. Sosial budaya Kemiskinan, konflik sosial budaya, peperangan dan kerusuhan. 2. Faktor presipitasi a. Biologi Berlebihnya proses informasi pada sistem saraf yang menerima dan memproses informasi di thalamus dan otak frontal. Mekanisme penghantaran listrik di saraf terganggu. b. Stress lingkungan c. Gejala-gejala pemicu seperti kondisi kesehatan, lingkungan, sikap dan perilaku
Kesehatan meliputi nutrisi yang kurang, kurang tidur, ketidakseimbangan irama sikardian, kelelahan, infeksi, obatobatan sistem saraf pusat, kurangnya latihan dan hambatan untuk menjangkau pelayanan kesehatan.
Lingkungan meliputi lingkungan yang tidak mendukung, krisis
rumah
tangga,
kehilangan
kebebasan
hidup,
perubahan kebiasaan hidup, pola aktifitas sehari-hari, kesukaran dalam berhubungan dengan orang lain, isolasi sosial,
kurangnya
dukungan
sosial,
tekanan
kerja,
stigmasisasi, kemiskinan, kurangnya alat transportasi, dan ketidakmampuan mendapat pekerjaan.
Sikap atau perilaku seperti harga diri rendah, putus asa, merasa gagal, kehilangan kendali diri, merasa punya kekuatan, tidak dapat memenuhi kebutuhan spiritual atau merasa malang, bertindak seperti orang lain dari segi usia atau budaya, rendahnya kemampuan sosialisasi, perilaku agresif, perilaku kekerasan, ketidakadekuatan pengobatan dan ketidakadekuatan penanganan gejala.
3. Pemeriksaan fisik Memeriksa tanda-tanda vital, tinggi badan, berat badan, dan tanyakan apakah ada keluhan fisik yang dirasakan pasien. 4. Psikososial a. Genogram Membuat genogram minimal 3 generasi yang menggambarkan hubungan klien dengan keluarga, masalah yang terkait dengan komunikasi, pengambilan keputusan, pola asuh, pertumbuhan individu dan keluarga. b. Konsep diri
Gambaran diri Tanyakan persepsi jlien terhadap tubuhnya, bagian tubuh yang disukai, reaksi klien terhadap bagian tubuh yang tidak disukai dan bagian yang disukai.
Identitas diri Klien dengan halusinasi akan merasa tidak puas dengan dirinya sendiri dan merasa bahwa dirinya tidak berguna.
Fungsi peran Tugas atau peran klien dalam keluarga/pekerjaan/kelompok masyakarat, kemampuan klien dalam melaksanakan fungsi atau perannya, dan bagaimana perasaan klien akibat perubahan tersebut. Pada pasien halusinasi dapat mengalami perubahan
ataupun
berhentinya
fungsi
peran
yang
disebabkan penyakit, trauma akan masa lalu, menarik diri dari orang lain dan perilaku agresif.
Ideal diri Harapan klien terhadap keadaan tubuh yang ideal, posisi, tugas, peran dalam keluarga, pekerjaan atau sekolah, harapan klien terhadap lingkungan, harapan klien terhadap
penyakitnya. Pada klien yang mengalami halusinasi cenderung tidak peduli dengan diri sendiri maupun sekitarnya.
Harga diri Klien yang mengalami halusinasi cenderung menerima diri tanpa syarat
meskipun
telah melakukan
kesalahan,
kekalahan dan kegagalan ia tetap merasa dirinya sangat berharga. c. Hubungan sosial Tanyakan siapa orang terdekat di kehipan klien, tempat mengadu, berbicara, minta bantuan, atau dukungan. Serta tanyakan organisasi yang diikuti dalam kelompok/masyarakat. Klien dengan halusinasi cenderung tidak mempunyai orang terdekat dan jarang mengikuti kegiatan yang ada di masyarakat. Lebih senang menyendiri dan asyik dengan isi halusinasinya. d. Spiritual Nilai dan keyakinan, kegiatan ibadah/menjalankan keyakinan, kepuasan dalam menjalankan keyakinan. Apakah isi halusinasinya mempengaruhi keyakinan klien dengan Tuhannya. 5. Status mental a. Penampilan Melihat penampilan klien dari ujung rambut sampai ujung kaki. Pada klien dengan halusinasi mengalami defisit perawatan diri (penampilan tidak rapi, penggunaan pakaian yang tidak sesuai, cara berpakaian tidak seperti biasanya, rambut kotor, rambut seperti tidak pernah disisir, gigi kotor dan kuning, kuku panjang dan hitam), raut wajah nampak takut, kebingungan, cemas. b. Pembicaraan
Klien dengan halusinasi cenderung suka berbicara sendiri, ketika di ajak berbicara tidak fokus, dan terkadang yang dibicarakan tidak masuk akal. c. Aktivitas motorik Klien dengan halusinasi tampak gelisah, kelesuan, ketegangan, agitasi dan tremor. Klien terlihat sering menutup telinga, menunjuknunjuk kea rah tertentu, menggaruk-garuk permukaan kulir, sering meludah, menutup hidung. d. Afek emosi Pada klien halusinasi tingkat emosi lebih tinggi, perilaku agresif, ketakutan yang berlebih dan eforia. e. Interaksi selama wawancara Klien dengan halusinasi cenderung tidak kooperatif dan kontak mata kurang serta mudah tersinggung. f. Persepsi-sensori
Jenis halusinasi -
Halusinasi visual
-
Halusinasi suara
-
Halusinasi pengecap
-
Halusinasi kinestetik
-
Halusinasi visceral
-
Halusinasi histerik
-
Halusinasi hipnogogik
-
Halusinasi hipnopompik
-
Halusinasi perintah
Waktu Perawat juga perlu mengkaji waktu munculnya halusinasi yang di alami pasien. Kapan halusinasi terjadi? Apakah pagi, siang, sore, malam? Jika muncul pukul berapa?
Frekuensi
Frekuensi terjadinya apakah terus-menerus atau hanya sesekali, kadang-kadang, jarang atau tidak muncul lagi. Dengan mengetahui frekuensi terjadinya halusinasi dapat direncanakan frekuensi tindakan untuk mencegah terjadinya halusinasi. Pada klien halusinasi sering kali mengalami halusinasi pada saat klien tidak memiliki kegiatan/saat melamun maupun duduk sendiri.
Situasi yang menyebabkan munculnya halusinasi Situasi terjadinya apakah ketika sendiri, atau setelah terjadinya kejadian tertentu? Hal ini dilakukan untuk menentukan intervensi khusus pada waktu terjadinya halusinasi,
menghindari
situasi
yang
menyebabkan
munculnya halusinasi, sehingga pasien tidak larut dengan halusinasinya.
Respon terhadap halusinasi Untuk mengetahui apa yang dilakukan pasien ketika halusinasi itu muncul, perawat dapat menanyakan kepada pasien hal yang dirasakan atau dilakukan saat halusinasi timbul. Perawat juga dapat menanyakan kepada keluarganya atau orang terdekat pasien. Selain itu, dapat juga dengan mengobservasi perilau pasien saat halusinasi timbul. Pada klien halusinasi seringkali marah, mudah tersinggung, dan merasa curiga pada orang lain.
g. Proses berfikir
Bentuk fikir Mengalami dereistik, yaitu bentuk pemikiran yang tidak sesuai dengan kenyataan yang ada atau tidak mengikuti logika secara umum. Klien yang mengalami halusinasi lebih sering was-was terhadap hal-hal yang dialaminya.
Isi fikir
Selalu merasa curiga terhadap suatu hal dan depersonalisasi yaitu perasaan yang aneh/asing terhadap diri sendiri, orang lain, dan lingkungan sekitarnya. h. Tingkat kesadaran Pada klien halusinasi sering kali merasa bingung dan apatis (acuh tak acuh). i. Memori
Daya ingat jangka panjang : dapat mengingat kejadian masa lalu lebih dari 1 bulan.
Daya ingat jangka menengah : dapat mengingat kejadian yang terjadi 1 minggu terakhir.
Daya ingat jangka pendek : dapat mengingat kejadian yang terjadi saat ini.
j. Tingkat konsentrasi dan berhitung Pada klien dengan halusinasi tidak dapat berkonsentrasi dan tidak dapat menjelaskan kembali pembicaraan yang baru saja dibicarakan dirinya/orang lain. k. Kemampuan penilaian mengambil keputusan
Gangguan ringan : dapat mengambil keputusan secara sederhana baik dibantu orang lain/tidak.
Gangguan bermakna : tidak dapat mengambil keputusan secara sederhana dan cenderung mendengar/melihat apa yang diperintahkan.
l. Daya tilik diri Pada klien halusinasi cenderung mengingkari penyakit yang diderita : klien tidak menyadari gejala penyakit pada dirinya dan merasa tidak perlu/meminta pertolongan. 6. Kebutuhan perencanaan pulang a. Kemampuan klien memenuhi kebutuhan
Tanyakan apakah klien mampu atau tidak mampu memenuhi kebutuhannya sendiri.
b. Kegiatan hidup sehari-hari
Perawatan diri Pada klien halusinasi tidak mampu melakukan kegiatan hidup sehari-hari seperti mandi, kebersihan, ganti pakaian secara mandiri, dan perlu bantuan minimal.
Tidur Klien halusinasi cenderung tidak dapat tidur yang berkualitas karena kegelisahan, kecemasan akan hal yang tidak realita.
c. Kemampuan klien lain-lain Klien tidak dapat mengantisipasi kebutuhan hidupnya dan membuat keputusan. d. Klien memiliki sistem pendukung Klien halusinasi tidak memiliki dukungan dari keluarga maupun orang sekitarnya karena kurangnya pengetahuan keluarga, tidak mudah percaya dengan orang lain dan selalu merasa curiga. e. Klien menikmati saat bekerja/kegiatan produktif/hobi Klien halusinasi merasa menikmati pekerjaan, kegiatan yang produktif karena ketika klien melakukan kegiatan akan terjadi berkurangnya pandangan kosong. 7. Mekanisme koping Biasanya pada klien halusinasi cenderung berperilaku maladaptive, seperti mencederai diri sendiri dan orang lain di sekitarnya, malas beraktivitas, perubahan suatu persepsi dengan berusaha untuk mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain, mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus internal.
8. Masalah psikososial Biasanya pada klien halusinasi mempunyai masalah di masa lalu dan mengakibatkan dia menarik diri dari masyarakat dan orang terdekat.
9. Aspek pengetahuan Pada klien halusinasi kurang mengetahui tentang penyakit jiwa karena tidak merasa hal yang dilakukan dalam tekanan. 10. Daya tilik diri Mengingkari penyakit yang diderita : klien tidak menyadari gejala penyakit pada dirinya dan merasa tidak perlu minta pertolongan/klien menyangkal keadaan penyakitnya. 11. Aspek medis Memberikan penjelasan tentang diagnostic medic dan terapi medis. Pada klien halusinasi terapi medis seperti Haloperidol (HLP), Clapromazine (CPZ), Trihexyphenidyl (THP).
H. Diagnosa Keperawatan 1. Perubahan persepsi sensori : halusinasi pendengaran 2. Isolasi sosial 3. Resiko tinggi perilaku kekerasan
I. Perencanaan Keperawatan Perencanaan Tujuan
Kriteria Hasil
Tujuan umum : Klien
tidak
mencederai diri sendiri
atau
orang
lain
Intervensi
Rasional
ataupun lingkungan. TUK 1 : Klien
dapat 1. Membalas sapaan 1. Bina hubungan Hubungan saling
membina
perawat
saling percaya percaya
hubungan saling 2. Ekspresi
wajah
percaya dengan
bersahabat
perawat
senang
dan
3. Ada kontak mata 4. Mau
berjabat
tangan
dengan prinsip merupakan komunikasi
langkah
terapeutik :
menentukan
a. Sapa
klien keberhasilan
dengan ramah rencana baik
5. Mau
verbal selanjutnya.
maupun
menyebutkan
mengurangi
b. Perkenalkan
6. Klien mau duduk
diri sopan
dengan perawat
c. Tanyakan
mau
kontak
klien
dengan dengan
berdampingan
7. Klien
non Untuk
verbal
nama
awal
halusinasinya akan
membantu
nama lengkap mengurangi
dan
mengutarakan
klien dan nama menghilangkan
masalah
panggilan
dihadapi
yang
halusinasi
kesukaan klien d. Jelaskan maksud
dan
tujuan interaksi e. Berikan perhatian pada klien, perhatikan
kebutuhan dasarnya 2. Beri kesempatan klien
untuk
mengutarakan perasaannya 3. Dengarkan ungkapan klien dengan empati TUK 2 ; Klien
dapat 1. Klien
dapat 1. Adakan kontak Mengetahui
mengenali
menyebutkan
sering
halusinasinya
waktu timbulnya
singkat secara datang
halusinasi
bertahap
2. Klien
dan apakah halusinasi
menentukan
dapat 2. Tanyakan apa tindakan
mengidentifikasi
yang didengar tepat
kapan frekuensi
dari
saat
halusinasinya
terjadi
halusinasi 3. Klien
dan
atas
halusinasinya
3. Tanyakan dapat
yang
Mengenalkan
kapan
pada
mengungkapkan
halusinasinya
terhadap
perasaannya
datang
halusinasinya dan
4. Bantu
klien
klien mengidentifikasi
mengenalkan
faktor
pencetus
halusinasinya
halusinasinya
5. Diskusikan dengan
klien Menentukan
situasi
yang tindakan
yang
menimbulkan, wakrtu
dan untuk mengontrol
frekuensi
halusinasinya
munculnya halusinasi
TUK 3 : Klien
1. Identifikasi dapat 1. Klien
dapat
bersama
klien
mengontrol
mengidentifikasi
tindakan
yang
halusinasinya
tindakan
biasa dilakukan
yang
dilakukan untuk
jika
mengendalikan
halusinasi
halusinasinya 2. Klien
dapat
terjadi
2. Diskusikan manfaat
dan
menunjukkan
cara
cara baru untuk
digunakan klien
mengontrol halusinasi
yang
3. Diskusikan cara baik
sesuai bagi klien
memutus
atau mengontrol halusinasi 4. Bantu
klien
memilih
dan
melatih
cara
memutus halusinasi secara bertahap 5. Beri kesempatan
untuk melakukan cara yang dilatih. 6. Anjurkan klien mengikuti terapi aktivitas kelompok. TUK 4 : Klien
dapat 1. Klien
dukungan keluarga
dari untuk
mengontrol halusinasinya
memilih
dapat 1. Anjurkan klien Membantu klien cara
untuk memberi menentukan cara
mengatasi
tahu
halusinasi
jika mengalami halusinasi
2. Klien
keluarga mengontrol
halusinasi
melaksanakan
2. Diskusikan
Membantu klien
cara yang telah
dengan
untuk beradaptasi
dipilih
keluarga
dengan
cara
memutus
mengenai
alternatif
yang
halusinasinya
halusinasinya
ada.
3. Klien
untuk
dapat 3. Diskusikan
mengikuti terapi
dengan
aktivitas
keluarga
kelompok
klien
tentang
jenis,
dosis,
dan
frekuensi
dan
manfaat obat 4. Pastikan
klien
minum
obat
sesuai
dengan
program obat
TUK 5 : Klien
dapat 1. Keluarga
dapat 1. Anjurkan klien Pastisipasi
menggunakan
membina
bicara dengan dalam
obat
dengan
hubungan saling
dokter tentang tersebut
benar
untuk
percaya dengan
manfaat
perawat
efek
mengendalikan halusinasinya
2. Keluarga
dapat
menyebutkan tindakan
untuk
klien
kegiatan
dan membantu
klien
samping beraktivitas
obat 2. Diskusikan
sehingga halusinasi
tidak
akibat berhenti muncul.
mengalihkan
minum
halusinasi
tanpa
pengetahuan
konsultasi
keluarga tentang
3. Klien obat
minum secara
teratur
obat Meningkatkan
obat. Membantu
4. Klien
dapat
mempercepat
memahami
penyembuhan
akibat
dan memastikan
minum
berhenti obat
tanpa konsultasi
obat diminum klien.
sudah oleh
DAFTAR PUSTAKA
Keliat, B.A., Akemat, Helena, N.C.D., Nurhaeni, H. 2007. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas: CMHN (Basic Courese). Jakarta: EGC. Maramis, W.F. 2010. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa Airlangga University Press: Surabaya. Stuart dan Laraia. 2005. Principles and Practice of Psychiatric Nursing. 8th Edition. St. Louis: Mosby. Suliswati, dkk. 2004. Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.