1-agama Hukum.docx

  • Uploaded by: Asan Teok
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 1-agama Hukum.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,183
  • Pages: 21
AGAMA dan HUKUM Agama Islam

DISUSUN OLEH KELOMPOK 1 KELAS I-A : • • • • • • • •

Aliffa Widia [1610713001] Elly Oktaviana [1610713005] Tiken Purwa Ananti [1610713010] Eka Juniarti [1610713014] Muthiya Harlingga [1610713016] Orchita Kirey Deva Indra [1610713024] Siti Balqhis Fauriza[1610713037] Ricca Sahara [1610713050]

Drs. H. Thobrani A Ghoni, MA

Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan Jakarta, 2016

Kata Pengantar Alhamdulillah dengan mengucap puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya yang telah memberikan kekuatan lahir dan batin, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan tepat waktu. Sholawat serta salam semoga tetap terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah memberikan ajaran agama islam kepada umat manusia. Tugas ini disusun guna melengkapi nilai tugas Agama pada jurusan Kesehatan Masyarakat di Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta. Adapun judul penulisan Tugas Makalah ini Sebagai berikut : “Agama dan Hukum”. Penulis menyadari bahwa tanpa bimbingan dan dorongan dari semua pihak, maka penulisan tugas makalah ini tidak akan lancar. Oleh karena itu pada kesempatan ini, izinkanlah penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada : 

Drs. Thobroni MA



Kepada semua pihak yang terlibat dalam penulisan makalah ini yang tidak dapat disebut satu persatu. Mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya

dan pembaca pada umumnya. Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Semoga Allah SWT membalas kebaikan mereka yang telah berjasa tersebut diatas dengan balasan yang lebih berlimpah.

Jakarta, 1 November 2016 Penulis

1

DAFTAR ISI

Kata Pengantar…………………………………………………………………….. 1 Daftar Isi………………………………………………………………………….. 2 Pendahuluan 

Latar Belakang............................................................................................. 3



Tujuan.......................................................................................................... 3

Pembahasan 

Pengertian Hukum Umum dan Hukum Islam…….........……………….

4



Fungsi Kegunaan Hukum Umum dan Hukum Islam Dalam Kehidupan............

6



Cara Menumbuhkan Kesadaran Taat Hukum Umum dan Hukum Islam..

8



Pembagian Hukum dalam Islam………………………………………....

11



Fungsi Profetik Agama dalam Taat Hukum…..........................................

12



Hukum Islam Dapat Dijadikan Hukum Nasional......................................

14

Penutup……………………………………………………………………………. 19

Daftar Pustaka……………………………………………………………………... 20

2

BAB 1 Pendahuluan A. Latar Belakang

Jika kita berbicara tentang hukum, yang terlintas dalam pikiran kita adalah peraturan-peraturan atau seperangkat norma yang mengatur tingkah laku manusia dalam suatu masyarakat, yang dibuat dan ditegakkan oleh penguasa atau manusia itu sendiri seperti hukum adat, hukum pidana dan sebagainya. Berbeda dengan sistem hukum yang lain, hukum Islam tidak hanya merupakan hasil pemikiran yang dipengaruhi oleh kebudayaan manusia di suatu tempat pada suatu massa tetapi dasarnya ditetapkan oleh Allah melalui wahyunya yang terdapat dalam Al-Qur’an dan dijelaskan oleh Nabi Muhammad sebagai rasulnya melalui sunnah beliau yang terhimpun dalam kitab hadits. Dasar inilah yang membedakan hukum Islam secara fundamental dengan hukum yang lain. Adapun konsepsi hukum Islam, dasar dan kerangka hukumnya ditetapkan oleh Allah. Hukum tersebut tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan manusia lain dan benda dalam masyarakat, tetapi juga hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan dirinya sendiri, hubungan manusia dengan manusia lain dalam bermasyarakat, dan hubungan manusia dengan benda serta alam sekitarnya. B. Tujuan 1. 2. 3. 4. 5. 6.

Memahami hukum umum dan hukum islam Mengetahui kegunaan hukum umum dan hukum islam dalam kehidupan Mengetahui bagaimana cara menumbuhkan taat hukum Menelaah pembagian hukum dalam islam Mengetahui fungsi profetik agama dalam taat hukum Menelaah hukum islam dapat dijadikan hukum nasional

3

BAB II Pembahasan Materi A. Pengertian Hukum Umum dan Hukum Islam Pengertian Hukum secara umum adalah peraturan-peraturan yang bersifat mengikat, mempunyai sanksi dan bertujuan untuk mengatur kehidupan individu atau orang banyak dalam suatu masyarakat. Ketika kita membicarakan tentang pemikiran hukum Islam (fiqh), akan sangat berbeda dengan hukum umum, dikarenakan fiqh tidak bisa lepas begitu saja dari dalil-dalil agama (nashsh) yang bersumber dari wahyu Allah. Sementara, hukum umum sering dipahami seakan tidak ada kaitannya dengan wahyu atau agama. 1.Hukum Islam dan Fiqih Dalam catatan sejarah, istilah fiqih mengalami tiga perkembangan makna, yaitu: a) Fiqh yang berarti paham (fahm). Dalam tingkat ini, fiqh dipakai untuk memahami dan membuat dedukasi dari makna ayat-ayat Al Quran atau Sunnah Nabi. b) Fiqh yang berarti ilmu agama, mengacu pada pengetahuan. Di sini fiqh identik pada pemikiran tentang agama atau pengetahuan tentang agama secara umum, seperti ilmu kalam, tasawuf dan lainnya, tidak hanya berkaitan dengan hukum. c) Fiqh yang berarti suatu jenis disiplin dari jenis-jenis pengetahuan Islam, yakni hanya disiplin hukum Islam. Yang pada hakikatnya merupakan suatu pengetahuan produk fuqaha’ atau mujtahid. Mengenai produk fuqaha, ada yang membagi menjadi dua kelompok yaitu, pertama fiqih ijtihadi, yakni materi hukum Islam yang diperoleh dari hasil ijtihad dan fiqih nabawi, yakni materi hukum Islam yang diperoleh dari ketentuan hukum secara rinci dan mudah dipahami yang disebutkan dengan jelas dalam Al Quran atau Sunnah Nabi. Sering kita dengar bahwa fiqh adalah hukum Islam, yaitu hasil ulama atau fuqaha. Namun kenyataanya tidak selalu demikian, sebab muatan pembahasan dalam fiqih mencakup hampir seluruh aspek kehidupan umat. Ciri fiqih yang adaptif atau menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan, yang diformilkan dengan kaidah fiqih tadi, diakui oleh semua pemikir hukum Islam. Setelah menjadi disiplin tersendiri, fiqh biasanya diartikan dengan hukum Islam, namun hukum di sini tidak selalu identik dengan law atau peraturan perundang-undangan. Lebih condong kepada konsep etika agama (religious

4

ethics). Yakni ciri utamanya adalah terwujudnya kandungan nilai ibadah yang sarat dengan pahala, siksaan dan berkonsekuensi akhirat. Dilihat dari cakupannya dengan sarat muatan etika agama, fiqih secara umum dapat diartikan dengan ilmu tentang perilaku manusia yang landasan utamanya adalah wahyu atau secara singkat Ilmu Islam tentang perilaku manusia. Perbedaan dasar antara hukum Islam dan hukum konvensional: * Sumber hukum Hukum konvensional bersumber dari hasil pemikiran manusia yang ditetapkan untuk memenuhi segala kebutuhan mereka yang bersifat temporal. Hukum ini juga dibuat dengan kemampuan akal manusia yang memiliki keterbatasan dan kekurangan untuk memahami perkara gaib dan menghukumi perkara yang belum terjadi. Sedangkan hukum Islam bersumber dari Allah SWT. Sejak diturunkan, hukum Islam mempunyai teori hukum yang terbaru yang baru dicapai oleh hukum konvensional akhir-akhir ini, padahal hukum konvensional lebih tua dari hukum Islam. Lebih dari itu, hukum Islam lebih banyak mencapai sesuatu yang tidak dapat dicapai oleh hukum konvensional. Sebagai hukum hasil ciptaan manusia, hukum konvensional merepresentasikan kekurangan, kelemahan, dan ketidakmampuan manusia serta sedikitnya kecerdasan mereka. Hukum konvensional tentunya sarat dengan perubahan dan pergantian atau yang dinamakan dengan perkembangan (evolusi) seiring dengan perkembangan masyarakat, tingkatan, kedudukan, dan situasi mereka. Adapun hukum Islam yang merupakan ciptaan Allah SWT merepresentasikan sifat kekuasaan, kesempurnaan, keagungan, dan pengetahuan-Nya yang mengetahui hal-hal yang telah terjadi dan akan terjadi di masa mendatang. Karena itu, Allah telah menciptakan hukum Islam yang meliputi segala sesuatu untuk masa sekarang dan masa mendatang karena ilmu-Nya meliputi segala sesuatu.Ketetapannya tidak akan berubah hingga kapan pun dan dimana pun, sebagaimana dijelaskan dalam Alquran surat Yunus ayat 64: "...Tidak ada perubahan bagi janji-janji Allah..". * Kaidah hukum Hukum konvensional adalah kaidah-kaidah yang terbaru untuk masyarakat pada saat itu, tetapi terbelakang untuk masyarakat masa depan. Ini karena hukum konvensional tidak berubah secepat perkembangan masyarakat dan tidak lain merupakan kaidah-kaidah yang temporal yang sejalan dengan kondisi masyarakat yang juga temporal. Jika kondisi masyaraatnya berubah, secara otomatis hukum-

5

hukum mereka juga turut mengalami perubahan.Adapun hukum Islam merupakan kaidah-kaidah yang dibuat oleh Allah SWT yang bersifat selalu kekal (permanen) untuk mengatur urusan-urusan masyarakat. Berbeda dengan hukum konvensional, kaidah-kaidah dan nas-nas hukum Islam harus bersifat umum dan fleksibel sehingga mampu memenuhi segala kebutuhan umat meskipun sampai akhir zaman dan kondisi masyarakat telah berkembang. Disamping kaidah dan nas hukum Islam harus juga bersifat mulia dan luhur sehingga tidak mungkin terlambat atau ketinggalan zaman. * Dasar hukum Dasar dalam hukum konvensional disusun untuk mengatur urusan dan kehidupan masyarakat, bukan mengarahkan mereka. Karena itu, hukum yang disusun akan berubah dan mengalami perkembangan seiring dengan berkembangnya masyarakat tersebut. Sementara dasar hukum Islam tidak hanya mengatur urusan dan kehidupan masyarakat sebagaimana halnya pada hukum konvensional. Tetapi, lebih dari itu, hukum Islam juga berperan sebagai pembentuk individu-individu yang saleh, masyarakat yang saleh, membentuk format negara, dan tatanan dunia yang ideal.Atas dasar inilah, hukum Islam lebih tinggi daripada seluruh tingkatan hukum dunia pada saat diturunkannya dan hal tersebut masih tetap seperti itu hingga sekarang. Prinsip-prinsip dasar dan teori-teori hukum Islam ini baru dapat disadari dan dipahami oleh bangsa-bangsa non-Muslim setelah berabad-abad lamanya dan bahkan hingga masa kini.

B. Fungsi Kegunaan Hukum Umum dan Hukum Islam dalam Kehidupan Hukum Umum Tujuan hukum, ada berbagai pandangan dari beberapa ahli diantaranya 1. Aristoteles : memberikan sebuah keadilan, jadi memberikan kepada setiap orang mengenai apa yang berhak untuk dirinya. 2. Bellefroid : hukum ini ditentukan dengan 2 asas yakni Asas keadilan dan asas kemanfaatan. 3. Van Kan : menjaga setiap kepentingan manusia agar kepentingan tersebut tidak terganggu. 4. Apeldoorn : mengatur tata tertib bermasyarakat dengan adil dan jalan yang

6

damai. 5. E. Uthrecht : menjamin adanya kepastian hukum dalam pergaulan. Dalam kaitannya di atas, Gustav Radbruch menyebutkan ada 3 nilai dasar hukum yaitu Keadilan, Kegunaan dan Kepastian Hukum. Fungsi hukum ialah : Mengatur tata kehidupan bermasyarakat agar dapat terciptanya suatu kerukunan, ketertiban, keadilan dan perdamaian.  Mengatur dan mengkoordinasi berbagai kepentingan yang ada di masyarakat agar tidak terjadi terbenturnya kepentingan yang berbeda.  Melindungi segala kepentingan seseorang dengan memberikan kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam rangka kepentingannya itu, misal kepentingan seseorang terhadap jiwanya, kehormatannya, harta bendanya dan sebagainya. 

Hukum Islam Tujuan hukum islam, baik secara global maupun secara detail, mencegah kerusakan pada manusia dan mendatangkan kemaslahatan bagi mereka, mengarahkan mereka kepada kebenaran, dan kebajikan, serta menerangkan jalan yang harus dilalui oleh manusia. Hukum Islam disyariatkan oleh Allah dengan tujuan utama untuk merealisasikan dan melindungi kemaslahatan umat manusia, baik individu ataupun kolektif untuk menjamin, melindungi dan menjaga kemaslahatan tersebut. Islam menetapkan sejumlah aturan, baik berupa perintah atau larangan. Perangkat aturan ini disebut hukum pidana Islam. Sedangkan tujuan pokok dalam penjatuhan hukum dalam syari‟at Islam ialah pencegahan dan pengajaran serta pendidikan. Oleh karena tujuan hukum adalah pencegahan, maka besarnya hukuman harus sedemikian rupa yang cukup mewujudkan tujuannya, dan dengan demikian maka terdapat prinsip keadilan dalam menjatuhkan hukuman. Dengan demikian, maka hukuman dapat berbeda-beda terutama hukuman ta‟zir. Adapun fungsi adanya hukum Islam adalah sebagai berikut: a. Fungsi Ibadah Hukum Islam adalah aturan Tuhan yang harus dipatuhi umat manusia dan kepatuhan merupakan ibadah yang sekaligus juga merupakan indikasi keimanan seseorang. b.Fungsi Amar Ma’ruf Nahi Mungkar Hukum Islam telah ada dan eksis mendahului masyarakat karena ia adalah bagian dari kalam Allah yang qadim. Namun dalam prakteknya hukum Islam tetap bersentuhan dengan masyarakat. Penetapan hukum tidak

7

pernah mengubah atau memberikan toleransi dalam hal proses pengharamannya. Contoh: Riba dan khamr tidak diharamkan secara sekaligus tetapi secara bertahap oleh karena itu kita memahami fungsi kontrol sosial yang dilakukan lewat tahapan riba dan khamr. c. Fungsi Zawajir Fungsi hukum Islam sebagai sarana pemaksa yang melindungi warga masyarakat dari segala bentuk ancaman serta perbuatan yang membahayakan. Fungsi ini terlihat dalam pengharaman membunuh dan berzina, yang disertai dengan ancaman hukum atau sanksi hukum. Qishash,Diyat, ditetapkan untuk tindak pidana terhadap jiwa/ badan, hudud untuk tindak pidana tertentu (pencurian , perzinaan, qadhaf, hirabah, dan riddah),dan ta‟zir untuk tindak pidana selain kedua macam tindak pidana tersebut. Adanya sanksi hukum mencerminkan fungsi hukum Islam sebagai sarana pemaksa yang melindungi warga masyarakat dari segala bentuk ancaman serta perbuatan yang membahayakan. Fungsi hukum Islam ini dapat dinamakan dengan Zawajir. d. Fungsi Tanzim wa Islah al-Ummah Fungsi tersebut adalah sarana untuk mengatur sebaik mungkin dan memperlancar proses interaksi sosial sehingga terwujudnya masyarakat harmonis, aman dan sejahtera. Dalam hal-hal tertentu, hukum Islam menetapkan aturan yang cukup rinci dan mendetail sebagaimana terlihat dalam hukum yang berkenaan dengan masalah yang lain, yakni masalah muamalah, yang pada umumnya hukum Islam dalam masalah ini hanya menetapkan aturan pokok dan nilai-nilai dasarnya.

C. Cara Menumbuhkan Kesadaran Taat Hukum Umum dan Hukum Islam Asy Syatibi mengatakan bahwa tujuan Syariat Islam adalah mencapai kemaslahatan hamba baik di dunia maupun di akhirat. Antara kemaslahatan tersebut adalah seperti berikut: A. B. C. D. E.

Memelihara Agama Memelihara Jiwa Memelihara Akal Memelihara Keturunan Memelihara Kekayaan

Lima unsur di atas dibedakan menjadi tiga peringkat yaitu:1- Dharuriyyat 2- Hijiyyat 3- Tahsiniyyat

8

Dharuriyyat adalah memelihara segala kebutuhan-kebutuhan yang bersifat esensial bagi kehidupan manusia. Hijiyyat adalah tidak termasuk dlam kebutuhan-kebutuhan yang esensial,melainkan kebutuhan yang dapat menghindarkan manusia dari kesulitan hidup mereka. Tahsiniyyat adalah kebutuhan yang menunjang peningkatan mertabat seseorang dalam masyarakat dan dihadapan Tuhannya,sesuai dengan kepatutan . Kesimpulannya disini ketiga-tiga peringkat yang disebut Dharuriyyat,hijiyyat serta Tahsiniyyat,mampu mewujudkan serta memelihara kelima-lima pokok tersebut. A. Memelihara Agama (Hifz Ad-Din) Menjaga atau memelihara agama,berdasarkan kepentingannya,dapat kita bedakan dengan tiga peringkat ini: 1- Dharuriyyah: Memelihara dan melaksanakan kewajiban agama yang masuk peringkat primer . Contoh : Solat lima waktu. Jika solat itu diabaikan,maka akan terancamlah eksistensi agama. 2- Hijiyyat : Melaksanakan ketentuan Agama Contoh : Solat Jamak dan Solat Kasar bagi orang yang sedang bepergian. Jika tidak dilaksanakan solat tersebut ,maka tidak akan mengancam eksestensi agamanya, melainkan hanya mempersulitkan bagi orang yang melakukannya. 3- Tahsiniyyat : Mengikuti petunjuk agama. Contoh : Menutup aurat. Baik di dalam mau pun diluar solat, membersihkan badan, pakaian dan tempat. Kegiatan ini tidak sama sekali mengancan eksistensi agama dan tidak pula mempersulitkan bagi orang yang melakukannya. B. Memelihara Jiwa (Hifz An-Nafs) Memelihara jiwa berdasarkan tingkat kepentinganya,kita dapat bedakan dengan tiga peringkat yaitu: 1- Dharuriyyat : Memenuhi kebutuhan pokok berupa makanan untuk mempertahankan hidup. Jika diabaikan maka akan berakibat terancamnya eksestansi jiwa manusia.

9

C. Memelihara akal (Hifz Al-Aql) Memelihara akal,dilihat dari segi kepentingannya,dapat dibedakan menjadi tiga peringkat yaitu: 1- Dharuriyyat: Diharamkan meminum minuman keras. Jika tidak diindahkan maka akan mengakibatkan terancamnya eksestensinya akal.

2- Hijiyyat : seperti diperbolehkan berburu binatang untuk menikmati makanan yang halal dan lezat. Jika diabaikan maka tidak akan mengancam eksestensi manusia, melainkan hanya untuk mempersulitkan hidupnya. 3- Tahsiniyyat : Seperti ditetapkannya tata cara makan dan minum. Kegiatan ini hanya berhubung dengan kesopanan dan etika. Sama sekali tidak mengancam eksistensi jiwa manusia ataupun mempersulitkan kehidupan seseorang. D. Memelihara Akal (Hifz Al-‘Aql) Memelihara akal,dilihat dari segi kepentingannya,dapat dibedakan menjadi tiga peringkat yaitu: 1- Dharuriyyat: Diharamkan meminum minuman keras. Jika tidak diindahkan maka akan mengakibatkan terancamnya eksestensinya akal. 2- Hijiyyat : Seperti menuntu ilmu pengetahuan. Jika hat tersebut diindahkan maka tidak akan mengakibatkan terancamnya eksistensinya akal. 3- Tahsiniyyat : Menghindarkan diri dari menghayal atau mendengarkan sesuatu yang tidak berfaedah. Hal ini jika diindahkan maka tidak akan ada ancaman eksestensi akal secara langsung. E. Memelihara Keturunan (Hifz An-Nasl) 1- Dharuriyyat: Seperti disyari’atkan nikah dan dilarang berzina. Jika di abaikan maka eksistensi keturunannya akan terancam. 2- Hijiyyat : Seperti ditetapkan menyebut mahar bagi suami pada waktu akad nikah dan diberi hak talaq padanya. Jika mahar itu tidak disebut pada waktu akad maka si suami akan mengalami kesulitan, karena suami harus membayar mahar misl. 3- Tahsiniyyat : Disyariatkan Khitbah atau Walimat dalam perkawinan. Hal ini jika diabaikan maka tidak akan mengancam eksestensi keturunan. F. Memelihara Harta (Hifz Al-Mal) 1- Dharuriyat : Tata cara pemilikan dan larangan mengambil harta orang lain. Jika diabaikan maka akan mengakibatkan eksestensi harta. 10

2- Hijiyyat : Seperti tentang jual beli dengan salam. Jika tidak dipakai salam, maka tidak akan mengancam eksestensi harta. 3- Tahsiniyyat: Menghindarkan diri dari pengecohan atau penipuan. Hal ini erat kaitannya dengan etika bermu’amalah atau etika bisnis.

D. Pembagian Hukum dalam Islam Hukum Islam dibagi menjadi lima, yaitu : 1.

WAJIB (Fardhu). Adalah suatu keharusan. Pengertiannya, segala sesuatu perintah Allah SWT yang harus kita kerjakan. a. Wajib Syar’i, adalah suatu ketentuan yang apabila dikerjakan mendatangkan pahala, sebaliknya jika tidak dikerjakan terhitung dosa. b. Wajib Aqli, adalah suatu ketetapan hukum yang harus diyakini kebenarannya karena masuk akal atau rasional. Wajib Aqli dapat dibagi menjadi 2. Pertama, Wajib Aqli Nazari, adalah kewajiban mempercayai suatu kebenaran dengan memahami dali-dalilnya atau dengan penelitian yang mendalam, seperti mempercayai eksistensi Allah SWT. Kedua, Wajib Aqli Dharuri, adalah kewajiban mempercayai kebenarannya dengan sendirinya, tanpa dibutuhkan dalil-dalil tertentu, seperti orang makan jadi kenyang. c. Wajib ‘Aini, adalah suatu ketetapan yang harus dikerjakan oleh setiap muslim, antara lain shalat lima waktu, puasa wajib di bulan Ramadhan, dan lain sebagainya. d. Wajib Kifayah, adalah suatu ketetapan yang apabila sudah dikerjakan oleh sebagian orang muslim, maka orang muslim lainnya terlepas dari kewajiban itu. Akan tetapi jika tidak ada yang mengerjakannya, maka berdosalah semuanya. e. Wajib Muaiyyan, adalah suatu keharusan yang telah ditetapkan macam tindakannya, contoh berdiri bagi yang kuasa ketika sholat. f. Wajib Mukhayyar, adalah suatu kewajiban yang boleh dipilih salah satu dari bermacam pilihan yang telah ditetapkan untuk dikerjakan, misalnya denda dalam sumpah, boleh memilih antara memberi makan 10 orang miskin atau memberi pakaian 10 orang miskin. g. Wajib Mutlaq, suatu kewajiban yang tidak ditentukan waktu pelaksanaannya, seperti membayar denda sumpah.

2. SUNNAH. Adalah perkara yang apabila dikerjakan akan mendapat pahala, dan apabila ditinggalkan tidak berdosa.

11

a. Sunnah Muakkad, adalah sunnah yang sangat dianjurkan misalnya sholat tarawih dan sholat Idul Fitri. b. Sunnah Ghairu Muakkad, adalah sunnah biasa. Misalnya memberi salam kepada orang lain atau berpuasa pada hari Senin dan Kamis. c. Sunnah Haiah, adalah perkara-perkara dalam sholat yang sebaiknya dikerjakan, seperti mengangkat kedua tangan ketika takbir, mengucapkan Allahu Akbar ketika akan ruku’ dan sujud, dan sebagainya. d. Sunnah Ab’ad, adalah perkara-perkara dalam sholat yang harus dikerjakan, dan kalau terlupakan maka harus melakukan sujud sahwi, seperti membaca tasyahud awal, dan sebagainya. 3. HARAM. Adalah suatu perkara yang dilarang mengerjakannya, seperti minum minuman keras, mencuri, judi, dan lain sebagaainya. Apabila dikerjakan terhitung dosa. Sebaliknya jika ditinggalkan akan memperoleh pahala. 4. MAKRUH. Adalah sesuatu hal yang tidak disukai/diinginkan. Akan tetapi apabila dikerjakan tidak berdosa dan jika ditinggalkan berpahala. 5. MUBAH. Adalah suatu perkara yang apabila dikerjakan atau ditinggalkan tidak berpahala dan tidak juga berdosa.

E. Fungsi Profetik Agama dalam Taat Hukum Fungsi profetik agama adalah bahwa agama sebagai sarana menuju kebahagiaan juga memuat peraturan-peraturan yang mengondisikan terbentuknya batin manusia yang baik, yang berkualitas, yaitu manusia yang bermoral (agama sebagai sumber moral) kearifan yg menjiwi langkah hukum dengan memberikan sanksi hukum secara bertahap sehingga membuat orang bisa memperbaiki kesalahan (bertaubat kepada Tuhan) A. Pengertian Taat Hukum  Secara umum adalah patuh terhadap aturan perundangundangan,ketetapan dari pemerintah, pemimpin yang dianggap berlaku oleh untuk orang banyak. Mematuhi aturan perundang-undangan untuk menciptakan kehidupan berbangsa bernegara dan bermasyarakat yang berkeadilan.  Islam Melaksanakan perintah dan meninggalkan larangan yang telah ditetapkan oleh Al-Quran dan hadits serta Ijma’ Ulama dengan sabar dan ikhlas. 12

B. Pengertian Profetik Agama Dalam Taat Hukum 1. Hal-hal yang digambarkan, dan dinyatakan oleh Agama memalui yang dicontohkan Nabi Muhammad saw. 2. Agama yang diajarkan atau dicontohkan oleh para Nabi/ Rasulullah 3. Contoh atau tauladan yang telah digariskan / dicontohkan Rasulullah saw Fungsi Profetik Agama 1. Dalam Mengatasi Krisis Kebudayaan dan Kemanusiaan a. Menjelaskan dan mengubah fenomena-fenomena sosial masyarakat yang salah atau kurang baik seperti :  Dalam Deideologisasi yang tidak sehat dan merugikan tatanan masyarakat (Politik atau paham yang tidak sehat)  Dalam keamanan dan kebebasan yang nyaris menabrak ramburambu hukum dan norma serta nilai yang ada  Dalam Reduksionisme (penurunan kwalitas ilmu pengetahuan) Ijazah ilegal dan aspal  Dalam Materialisme (kebendaan), pamer, glamour, poya-poya Dalam Ekologi (lingkungan) ketidakseimbangan kehidupan dalam masyarakat (Imbalance), baik materi dan non materi, baik lahir maupun bathin  Dalam Kultural (kebudayaan, peradaban) seperti Globalisasi (Ends of Pluralisme) Intinya : 1) Dalam berpolitik, seperti : Enthnocenterisme = Pemerintahan ditangan satu orang 2) Dalam Materialisme, seperti : Ekonomi kapitalisme 3) Dalam Ekologi, seperti : Materialisme, Sekularisme (pemisahan antara pendidikan umum dan pendidikan moral, memisahkan pemerintahan negara dengan Agama). Agama terasing dari persoalan kehidupan manusia 4)Dalam Reduksionisme, seperti : Penurunan nilai, akhlak, kebenaran, kwalitas ilmu pengetahuan 5)Dalam Kultural atau Budaya, seperti : Hedonisme (hanya memburu dan mengejar kesenangan dunia) 2. Dalam Mengatasi / Merevitalisasi Keberagaman Dalam Menjalankan Agama Dengan Back to Qur’an and Sunnah a. Menjadikan Al-Quran dan Sunnah  Sebagai sumber dan payung hukum dalam memahami dan mengamalkan ajaran Islam  Sebagai sumber rujukan dalam menyelesaikan dan memutuskan suatu hukum -> QS.Al-Maidah : 48 – 49 QS. An-Nisa’ ; 59 dsb 13

b. Permasalahan yang ada bila tidak didapatkan dalam QS boleh melakukan Istimbat hukum dengan tetap merujuk kepada QS. QS.Isra’ : 15 dan Taqrir yang dikeluarkan Rasulullah saw. c. Tidak menjadikan paham, mazhab, aliran sebagai keputusan final yang Undervartable. Paham, aliran, mazhab tidak termasuk Tasyri’ hanya bayan liat-tasyri’ d. Memperbolehkan Ikhtilaf, namun hanya pada masalah Ijtihadiyah e. Tidak memandang hal-hal yang bersifat keduniaan yang tidak ditentukan oleh QS, namun tetap mengacu pada sifat Basyariah Rasulullah sebagai syari’at -> “antum a’lamubi umuri dunyakum” f. Suatu hukum dari Ijtihad bersifat debatable (yang dapat dibantah, debat) bukan merupakan keputusan final C. Fungsi Profetik Agama Dalam Taat Hukum 1. Mendorong seseorang (manusia) untuk berperilaku dan berbuat sesuai dengan aturan hukum dan perundang-undangan yang sah serta sesuai QS, sehingga tercipta suatu kondisi masyarakat yang sadar dan taat hukum. 2. Mendorong seseorang berperilaku yang baik dengan mentauladani pribadi Rasulullah, agar manusia selamat dan bahagia dunia dan akhirat (antara manusia dengan manusia, antara manusia dengan Allah serta dengan alam lingkungan). 3. Mengeluarkan manusia dari miopik (cara pandang yang sempit) dan Primordial dan Formalisme sempit yang akan melahirkan berbagai konflik sosial, politik bahkan menjurus kepada perpecahan dan perperangan

F. Hukum Islam dapat dijadikan Acuan Hukum Nasional Hukum islam adalah hukum yang bersifat universal, karena ia merupakan bagian dari agama islam yang universal sifatnya. Sebagaimana halnya dengan agama islam yang universal sifatnya itu, hukum islam berlaku bagi orang islam dimana pun ia berada apa pun nasionalitasnya. Hukum nasional adalah hukum yang berlaku bagi bangsa tertentu di suatu negara nasional tertentu. Dalam kasus Indonesia hukum nasional juga berarti hukum yang dibangun oleh bangsa Indonesia setelah Indonesia merdeka dan berlaku bagi penduduk Indonesia, terutama warga Negara Republik Indonesia sebagai pengganti hukum kolonial dahulu. Telah didirikan satu lembaga yang bernama Badan Pembinaan Hukum Nasional disingkat BPHN atau Babinkumnas. Melalui koordinasi yang dilakukan oleh badan ini diharapkan, di masa yang akan datang akan terwujud satu hukum nasional di tanah air kita. Pembangunan hukum nasional yang akan berlaku bagi semua warga negara tanpa memandang agama yang dipeluknya, haruslah dilakukan dengan hati-hati karena diantara agama yang dipeluk oleh warga negara Republik Indonesia ada agama yang 14

tidak dapat dicerai pisahkan dari hukum Agama islam, misalnya adalah agama yang mengandung hukum yang mengatur hubungan manusia dengan manusia lain dan benda dalam masyarakat. Oleh karena itu, dalam pembangunan hukum nasional di negara yang mayoritas penduduknya beragama islam. Unsur hukum agama harus benar-benar diperhatikan. Untuk itu perlu wawasan dan kebijaksanaan yang jelas. Peranan hukum Islam dalam pembinaan hukum nasional diketahui bahwa untuk membina hukum nasional diperlukan politik hukum tertentu. Politik hukum Indonesia telah ditetapkan dalam UUD 1945, pokoknya dirumuskan dalam GBHN yang kemudian dirinci oleh Menteri Kehakinan dan dilaksanakan oleh Departemen terkait dengan koordinasi dengan Badan Pembinsan Hukum Nasional (BPHN). Mengenai kedudukan hukum Islam dalam pembinaan hukum nasional, bahwa hukum Islam yang merupakan salah satu komponen tata hukum Indonesia menjadi salah satu sumber bahan baku bagi pembentukan hukum nasional. Dengan demikian jelas hukum Islam tidak dapat dipisahkan dari kehidupan mayoritas masyarakat Indonesia, oleh karenanya untuk menunjang hal tersebut, birokrasi sebagai pemegang politik harus senantiasa dapat memperjuangkan akan peranan hukum Islam dalam pembinaan hukum nasional, sehingga hukum Islam dapat mewarnai sekaligus menjiwai setiap perundang-undangan nasional Indonesia. Keberadaan sistem hukum islam di Indonesia sejak lama telah dikukuhkan dengan berdirinya sistem peradilan agama yang diakui dalam sistem peradilan nasional di Indonesia. Bahkan dengan Diundangkannya UU tentang Peradilan Agama tahun 1998, kedudukan Pengadilan Agama Islam itu makin kokoh. Akan tetapi, sejak era reformasi dengan ditetapkannya Ketetapan MPR tentang Pokok-Pokok Reformasi yang mengamanatkan bahwa keseluruhan sistem pembinaan peradilan diorganisasikan dalam satu atap di bawah Mahkamah Agung, timbul keragu-raguan di beberapa kalangan mengenai eksistensi pengadilan agama itu, terutama dari kalangan pejabat di lingkungan Departemen Agama yang menghawatirkan kehilangan kendali administratif atas lembaga pengadilan agama. Pembinaan kemandirian lembaga peradilan ke bawah Mahkamah Agung itu memang dilakukan bertahap, yaitu dengan jadwal waktu lima tahun. Tetapi, dalam masa lima tahun itu berbagai kemungkinan mengenai keberadaan pengadilan agama masih mungkin terjadi, dan karena itu penelitian mengenai baik buruknya pembinaan administratif pengadilan agama di bawah Departemen Agama atau di bawah Mahkamah Agung perlu mendapat perhatian yang seksama. Berdasarkan ciri-ciri khas hukum islam dalam kesejarahannya, pembinaan hukum islam di Indonesia harus diarahkan kepada hal-hal berikut: pertama para jurist muslim harus bersedia membatasi lingkup daerah kehidupan yang dijangkau oleh hukum Islam yang diikuti oleh perumusan prinsip-prinsip pengambilan keputusan hukum agama yang lebih mencerminkan kebutuhan masa. Untuk merealisasikan hal itu diperlukan fungsionalisasi efektif lembaga-lembaga yang ada serta upaya penyusunan metodologi hukum yang sesuai dengan perkembangan hukum islam di Indonesia dalam rangka pembentukan dan unifikasi hukum islam di Indonesia. Dalam rangka pelaksanaan syariat islam dalam arti al-quran dan sunnah tidaklah perlu diperintahkan secara formal 15

oleh undang-undang karena bagi setiap orang yang telah berikarar sebagai seorang muslim maka berlakulah kewajiban menjalankan syariat yang diyakininya itu. Memang dalam bagian-bagian tertentu seperti ibadah murni hal itu benar. Namun dalam bidang-bidang kehidupan muamalah diperlukan pranata yang dapat memelihara ketertiban dan ketenteraman serta kepastian hukum. Di sinilah letak peran penting lembaga-lembaga hukum islam, baik yang telah diakui sebagai pranata hukum menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku maupun yang diakui berdasarkan adat dan etika masyarakat muslim. Sesuai dengan kedudukannya sebagai salah-satu sumber bahan baku dalam pembentukan hukum nasional,hukum islam sesuai dengan kemauan dan kemampuan yang ada padanya,dapat berperan aktif dalam proses pembinaan hukum nasional. Kemauan dan kemampuan hukum islam itu harus ditunjukkan oleh setiap orang islam,baik pribadi maupun kelompok,yang mempunyai komitmen terhadap islam dan ingin hukum islam berlaku bagi umat islam dalam negara Republik Indonesia ini. Dalam tahap perkembangan pembinaan hukum nasional sekarang (tahun sembilan puluhan), yang diperlukan oleh Badan Pembinaan hukum Nasional yakni badan yang berwenang merancang dan menyusun hukum nasional yang akan datang adalah asaasas dan kaidah-kaidah hukum islam dalam segala bidang, baik yang bersifat umum maupun yang bersifat khusus.Yang bersifat umum adalah misalnya ketentuanketentuan umum mengenai peraturan perundang-undangan yang akan berlaku di tanah air kita ,sedang yang bersifat khusus,misalnya adalah asas-asas hukum perdata islam terutama mengenai hukum kewarisan,asas-asa hukum ekonomi terutama mengenai hak milik,perjanjian dan utang-piutang,asas-asas hukum pidana islam,asas-asas hukum tata negara dan administrasi pemerintahan,asas-asas hukum acara dalam islam,asas-asas hukum internasional dan hubungan antar bangsa dalam islam.Yang dimaksud dengan asas dalam pembicaraan ini adalah kebenaran yang menjadi dasar atau tumpuan berpikir. Dalam hubungan ini tidak ada salahnya kalau dikemukakan bahwa karena bangsa Indonesia mayoritas beragama islam, ada pendapat yang mengatakan seyogianya kaidah-kaidah hukum islamlah yang menjadi norma-norma hukum islam.Dilihat dari segi normatif sebagai konsekuensi pengucapan dua kalimat syahadat,demikianlah hendaknya. Namun dipandang dari sudut kenyataan dan politik hukum tersebut. Menurut politik hukum yang dilaksanakan oleh pemerintah di Indonesia tidaklah karena mayoritas rakyat Indonesia beragama islam,norma-norma hukum islam secara ‘otomatis’ menjadi norma-norma hukum nasional. Norma-norma hukum islam baru dapat dijadikan norma hukum nasional (ditransformasikan menjadi hukum nasional),menurut politik hukum itu,apabila norma-norma hukum islam sesuai dan dapat menampung kebutuhan seluruh lapisan rakyat Indonesia. Ketentuan tersebut dalam kalimat terakhir ini berlaku juga bagi hukum adat dan hukum eks-barat yang juga menjadi bahan baku dalam proses pembinaan hukum nasional. Disamping apa yang telah dikemukakan di atas, ada baiknya dikemukakan bahwa dalam mengolah asas-asas dan kaidah-kaidah hukum islam menjadi asas-asas dan norma-norma hukum nasional, ada masalah lain yakni masalah yang melekat pada 16

“hukum islam” itu sendiri dan pada sikap umat Islam terhadap hukum fiqih islam yang ada sekarang. Ada yang berpendapat bahwa kaidah-kaidah hukum islam harus diikuti semua dari A sampai Z, ada pula yang beranggapan bahwa dalam mengkaji dan mengolah asas-asas serta kaidah-kaidah hukum islam, harus dibedakan antara asas-asas dan kaidah-kaidah hukum islam yang abadi sifatnya yakni asas-asas dan kaidah-kaidah yang terdapat dalam hukum syariat islam dan asas-asas serta kaidah-kaidah hukum islam yang tidak abadi sifatnya, yang terdapat dalam hukum fiqih islam.Yang pertama harus diikuti dari A sampai Z, sedang yang kedua menurut A.Zaki Yamani (1978) tidak wajib diikuti dari A sampai Z karena mungkin ada di antara asas-asas dan kaidah itu sangat sesuai untuk keadaan masa lampau, tetapi tidak cocok lagi untuk masa sekarang atau khusus misalnya untuk keadaan dan tempat tertentu seperti Indonesia ini. Sementara itu patut juga dicatat bahwa transformasi hukum agama menjadi hukum nasioanal terjadi juga di beberapa negara Muslim seperti Mesir, Syria, Irak, Jordania dan Lybia.Yang berbeda adalah kadar unsur-unsur hukum islam dalam hukum nasional negara-negara yang bersangkutan.Di negara-negara tersebut, menurut Majid Khadduri (1966), hukum nasional mereka merupakan perpaduan antara asas-asas hukum Barat dengan asas-asas hukum islam. Ditanah air kita, hukum nasional di masa yang akan datang akan merupakan perpaduan antara hukum adat, hukum Islam dan hukum eks-Barat. Perkembangan hukum islam di negara-negara islam dan negaranegara yang penduduknya mayoritas beragama islam di masa yang akan datang, menunjukkan keanekaragaman dan kesatuan. Jika dilihat dari segi hukum islam sendiri, keanekaragaman itu akan terlihat pada bidang-bidang hukum ekonomi, perdagangan internasional, asuransi, perhubungan (laut,darat,dan udara), perburuhan, acara, susunan dan kekuasaan peradilan,administrasi dan lain-lain bidang hukum yang bersifat netral. Namun mengenai ‘hukum keluarga’ yakni hukum perkawinan dan hukum kewarisan, kendatipun di sana sini akan terdapat atau kelihatan nuansanuansa,secara keseluruhan akan menunjukkan ciri-ciri ‘kesatuan’. Di bidang hukum ini bagaimanapun besarnya pengaruh sekularisasi akibat penetrasi hukum Barat selama berabad-abad di negara-negara yang penduduknya beragama islam, hukum islam mengenai keluarga akan tetap kelihatan in toto (dalam keseluruhan). Apabila membicarakan hukum islam dalam pembinaan hukum nasional,perlu diungkapkan produk pemikiran hukum islam dalam sejarah perilaku umat Islam dalam melaksanakan hukum islam di Indonesia,seiring pertumbuhan dan perkemangannya yaitu : • Syariah • Fikih • Fatwa ulama/hakim Hukum islam yang berbentuk fatwa adalah hukum islam yang dijadikan jawaban oleh seseorang dan/atau lembaga atas adanya pertanyaan yang diajukan kepadanya.Sebagai contoh Fatwa Majelis Ulama Indonesia mengenai larangan Natal bersama antara orang Kristen dengan orang Islam.Fatwa dimaksud, bersifat kasuistis 17

dan tidak mempunyai daya ikat secara yuridis formal terhadap peminta fatwa.Namun, fatwa mengenai larangan Natal bersama dimaksud secar yuridis empiris pada umumnya dipatuhi oleh umat islam di Indonesia.Oleh karena itu, fatwa pada umunya cenderung bersifat dinamis terhadap perkembangan baru yang dihadapi oleh umat islam • Keputusan Pengadilan Agama Hukum Islam yang berbentuk Keputusan Pengadilan Agama adalah keputusan yang dikeluarkan oleh Pengadilan Agama atas adanya permohonan penetapan atau gugatan yang diajukan oleh seseorang atau lebih dan/atau lembaga kepadanya.Keputusan dimaksud, bersifat mengikat kepada pihak-pihak yang beperkara.Selain itu, keputusan pengadilan agama dapat bernilai sebagai yurisprudensi (jurisprudence), yang dalam kasus tertentu dapat dijadikan oleh hakim sebagai referensi hukum. • Perundang-undangan Hukum Islam dalam bentuk perundang-undangan di Indonesia adalah yang bersifat mengikat secara hukum ketatanegaraan, bahkan daya ikatnya lebih luas.Oleh karena itu, sebagai peraturan organic, terkadang tidak elastis mengantisipasi tuntutan zaman dan perubahan.Sebagai contoh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan.Undang-undang itu memuat hukum Islam dan mengikat kepada setiap warga negara Republik Indonesia. Dari uraian di atas dengan beberapa masalah yang dapat dipecahkan, jelas prospek hukum islam dalam pembinaan hukum nasional.Dan karena ia telah diterima sebagai salah satu sumber bahan baku dalam pembangunan hukum nasional, maka jelas pula kedudukan dan peranannya dalam proses pembangunan hukum nasional tersebut.

18

PENUTUP

A. Kesimpulan Berdasarkan hasil pembahasan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: Secara umum hokum islam berorientasi pada perlindungan terhadap agama, akal, jiwa, keturunan dan harta. Artinya hokum islam bertujuan pada pemeliharaan agama, menjamin, menjaga dan memelihara kehidupan dan jiwa, memelihara kemurnian akal sehat dan menjaga ketertiban keturunan manusia serta menjaga hak milik harta kekayaan untuk kemaslahatan hidup umat manusia.

B. Saran Berdasarkan kesimpulan diatas, maka dapat dikemukakan beberapa saran sebagai berikut : 1. Sebagai umat Islam hendaknya memahami hukum Islam dengan baik, karena hukum ini mengatur berbagai kehidupan umat manusia untuk mencapai kemaslahatan. 2. Setiap manusia hendaknya menjungjung tinggi Hak Asasi Manusia, karena hak ini sebagai dasar yang melekat pada diri tiap manusia. 3. Dalam mengamalkan ajaran Islam secara menyeluruh, baik dibidang hukum, hak dan kewajiban asasi manusia, serta kehidupan berdemokrasi hendaknya berdasarkan prinsip-prinsip yang diajarkan Islam.

19

DAFTAR PUSTAKA    

https://aljurem.wordpress.com/2012/02/03/hukum-islam-dan-hukum-umum/ http://www.habibullahurl.com/2015/01/tujuan-dan-fungsi-hukum.html https://www.academia.edu/9823453/MAKALAH_AGAMA_FUNGSI_HUK UM_ISLAM_DALAM_KEHIDUPAN_MASAYARAKAT (http://axsdv.blogspot.co.id/2010/03/fungsi-profetik-agama-dalamhukum.html)

20

More Documents from "Asan Teok"

1-agama Hukum.docx
June 2020 13
Disusun Oleh
June 2020 29
Ljk Pra Un.docx
November 2019 20
Dannyteok
April 2020 13