0_makalah Konsep Stres Dan Penyakit Nurasia,irsani.docx

  • Uploaded by: Nur Asia
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 0_makalah Konsep Stres Dan Penyakit Nurasia,irsani.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,106
  • Pages: 23
KONSEP STRES DAN PENYAKIT

Disusun oleh : IRSANI DAMAYANTI NIM: 1714201007 NUR ASIA NIM: 1714201006

UNIVERSITAS PUANGRIMAGGALATUNG SENGKANG KAB.WAJO 2018/2019

1

KATA PENGANTAR Puji Syukur Kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada Kami semua, sehingga saya dapat menyelesaikan tugas mata kuliah PATOFISIOLOGI mengenai “KONSEP STRES DAN & PENYAKIT” Ucapan terima kasih Kami sampaikan kepada dosen yang telah memberikan bimbingannya kepada saya dan kepada semua pihak yang telah membantu saya dalam menyusun makalah ini.saya menyadari dalam penyusunan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan, kelemahan, dan keterbatasan. oleh karena itu Kami mengharapkan sumbangan pikiran, saran dan kritikan yang konstruktif demi kesempurnaan penyusunan makalah selanjutnya. Semoga dengan makalah yang sederhana ini dapat memenuhi harapan saya semua dan memberikan manfaat bagi pembaca, sehingga dapat menambah ilmu pengetahuan.Terimakasih.

SENGKANG,21 DESEMBER 2018

Penyusun

2

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR...................................................................................2 DAFTAR ISI................................................................................................. 3 BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 4 1.1 Latar belakang .................................................................................. 16 1.2 Rumusan masalah ............................................................................ 16 1.3 Tujuan .............................................................................................. 16 BAB II PEMBAHASAN ........................................................................... 17 2.1 Respon stres ..................................................................................... 17 2.2 Stresor pisikologis dan fisik ............................................................. 17 2.3 Penyakit akibat stres ........................................................................ 19 2.4 Efek stres pada sistem lain .............................................................. 21 BAB III PENUTUP ................................................................................... 22 3.1 Kesimpulan ...................................................................................... 22 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 23

3

BAB I PENDAHULUAN I. Definisi Patofisiologi Patofisiologi adalah ilmu yang mempelajari perubahan fisiologis yang diakibatkan oleh proses patologis. Gangguan dalam proses seluler normal mengakibatkan terjadinyaperubahan adaptif atau letal. Perbedaan antara sel yang sanggup beradaptasi dan sel yang cedera adalah pada dapat atau tidaknya sel itu ‘’mengikuti’’ dan mengatasi ataumenyesuaikan diri dengan lingkungan yang berubah dan merusak itu. Sel cedera menunjukkan perubahan-perubahan yang dapat mempengaruhi fungsi-fungsi tubuh dan bermanifestasi sebagai penyakit.

Sel adalah unit struktural dan fungsional dari tubuh yang memberikan dasar untuk kehidupan. Pemahaman terhadap biologi dari sel manusia penting untuk mempelajari patofisiologi. Semua proses patofisiologi menunjukkan perubahan pada fungsi normal seluler.

4

Sel-sel menyusun unit-unit jaringan, organ, dan sistem tubuh manusia (Bagan 1-1). Tubuh manusia mengandung lebih dari 75 triliun sel, yang masing-masing menjalankan fungsi khusus. Fungsi-fungsi ini di tentukan oleh diferensiasi genetik dan di kendalikan oleh sistem informasi khusus yang sangat tinggi yang mengarahkan aktivitas organel seluler(Gbr. 1-1) II. Stimulus Penyebab Cedera atau Adaptasi Seluler Karena sel secara konstan mengadakan penyesuaian terhadap perubahan dan lingkungan yang mengganggu, beberapa agens secara kuat dapat menyebabkan cedera atau adaptasi seluler. Stimulus yang dapat mempengaruhi tubuh manusia dikategorikan sebagai agens fisik, agens kimiawi, mikroorganisme, hipoksia, defek genetik, ketidakseimbangan nutrisi, dan reaksi imunologis.

5

III. Perubahan Intraselular dan Ekstraselular Akibat Adaptasi atau Cedera Selular Akumulasi

intraseluler

sering

diakibatkan

oleh

perubahan

lingkungan

atau

ketidakmampuan sel untuk memproses material. Substansi normal atau abnormal yang tidak dapat dimetabolisasi dapat terakumulasi di dalam sitoplasma. Substansi ini dapat berupa endogen (dihasilkan di dalam tubuh) atau eksogen (dihasilkan oleh lingkungan), dan substansi ini di simpan oleh sel yang pada awalnya normal. Contoh-contoh substansi eksogen ini adalah partikel karbon, partikel silika, partikel logam yang di timbun dan di akumulasi karena sel tidak dapat menghancurkan atau memindahkannya ke tempat lain. Perubahan umum di dalam dan di sekitar sel mencakup pembengkakan, akumulasi lipid dalam organ, penyebaran radikal bebas, penimbunan glikogen, pigmentasi, kalsifikasi, dan infiltrasi hialin. Perubahan ini dapat membaik atau menjadi permanen. A. Pembengkakan Selular Pembengkakan selular hidropik adalah akibat gangguan metabolisme selular. Keadaan ini paling sering terjadi pada hipoksia selular, yang merusak kemampuan sel untuk mensintesis adenosin trifosfat (ATP). Air dalam sitoplsma bertambah, sehingga sel-sel itu membengkak dan organ yang bersangkutan dapat membengkak. Keadaan yang lebih berat di sebut degenerasihidropik. Pembengkakan selular sering bersifat reversibel bila oksigen yang cukup diberikan pada sel dan sintesis ATP kembali normal.

6

B. Akumulasi Lemak Akumulasi lemak merupakan proses perubahan perlemakan yang terjadi di dalam sitoplasma sel parenkim organ tertentu (mis.,hati,jantung,ginjal). Keadaan ini dapat mengakibatkan atau merangsang terjadinya nekrosis, fibrosis, dan pembentukan parut pada organ yang bersangkutan. Ini dapat mengganggu fungsi organ yang bersangkutan. Yang berhubungan dengan akumulasi lipid intraselular adalah infiltrasi lemak interstisial, suatu kondisi yang terjadi pada obesitas. Akumulasi sel lemak di antara sel-sel parenkim suatu organ, kemungkinan sebagai akibat dari transformasi sel jaringan penyambung interstisial ke dalam sel-sel lemak. Kondisi ini jarang mempengaruhi fungsi organ dan paling sering terdapat pada jantung dan pankreas pada individu yang sangat gemuk.

C. Penimbunan Glikogen

7

Glikogen adalah bentuk simpanan glukosa yang diproduksi dan disimpan di dalam hati. Normalnya, glikogen dapat dengan cepat di pecah menjadi bentuk glukosa untuk membentuk energi. Penimbunan glikogen berlebihan dalam jaringan dan organ terjadi pada penyakit penimbunan glikogen akibat kelainan genetik resesif autosom. Satu kelompok gangguan, yang di sebut glikogenoses diakibatkan oleh defisiensi enzim khusus. Bentuk lain dari akumulasi glikogen terdapat di dalam otot rangka dan jantung, serta pada hati dan ginjal. Gangguan glikogen juga terjadi pada pasien diabetes melitus (DM). Gangguan ini di hubungkan dengan defisiensi hormon pankreas, insulin. D. Pigmentasi Pigmen adalah substansi yang mempunyai warna dan terakumulasi di dalam sel. Pigmen sering di gambarkan berdasarkan sumber atau asalnya: eksogen (berasal dari luar tubuh) atau endogen (dihasilkan di dalam tubuh). Pigmen eksogen paling umum berasal dari inhalasi partikel karbon organik. Partikel ini terakumulasi di dalam makrofag dan limfonodus jaringan paru, yang menghasilkan penampilan kehitaman pada paru yang disebut anthracosis. Pigmentasi disebabkan penimbunan pigmen di dalam sel. Pigmentasi lipofuscin pada kulit umum terjadi pada lansia. Juga pada otak, hati, jantung, dan ovarium. Pigmenini agaknya tidak mengganggu fungsi. Pigmen melanin dihasilkan melanosit kulit. Pada penyakit Addison terdapat hiperpigmentasi kulit. Pada lansia, melanosit berkurang, sehingga kulit pada orang ini tampak lebih pucat. Pigmen hemosiderin, turunan hemoglobin, adalah pigmen yang dibentuk karena akumulasi timbunan besi yang berlebihan. Dalan organ disebut hemosiderosis. Umumnya tidak sampai mengganggu fungsi. E. Perkapuran Perkapuran patologik dapat timbul di kulit, jaringan lunak, pembuluh darah, jantung, dan ginjal. Normalnya perkapuran hanya terjadi di tulang dan dan gigi. Perkapuran dapat juga terjadi di daerah radang menahun atau daerah jaringan mati atau yang berdegenerasi; perkapuran di daerah penyembuhan yang terganggu disebut kalsifikasi distrofik. Bila ada

8

kelebihan kalsium (Ca) yang beredar, disertai adanya gangguan keseimbangan Ca-Fosfor, dapat terjadi kalsifikasi metastatik (dalam ginjal, pembuluh darah, jaringan ikat). F. Infiltrasi Hialin Kata hialin adalah istilah untuk menunjukkan perubahan khas di dalam sel atau ruang ekstraselular, yang pada sediaan histologis tampak homogen, seperti kaca, dan merah muda. Karena hialin tidak menunjukkan pola akumulasi khusus, mekanisme pembentukan intraseluler dan ekstraseluler berbeda. Perubahan hialin intraselular dapat mencakup kelebihan jumlah protein, kumpulan imunoglobulin, nukleoprotein viral, dan substansi lain. Hialin ekstraselular menunjukkan adanya protein plasma yang mengendap dan protein lain yang melewati dinding membran. Perubahan ini terlihat paling baik pada dan di sekitar arteriol dan glomerulus ginjal. IV. Perubahan Selular Akibat Stimulus Berbahaya Pada beberapa keadaan,sel mengalami perubahan nyata untuk beradaptasi pada agens berbahaya. Perubahan ini sering

dimanifestasikan sebagai atrofi, displasia, hipertrofi,

hiperplasia, dan metaplasia serta displasia. Adaptasi ini adalah metode yang digunakan oleh sel-sel untuk tetap hidup dan menyesuaikan beban kerja dengan kebutuhan. A. Atrofi Atrofi menunjukkan adanya penciutan ukuran sel akibat kurang aktif, terputusnya saraf pemasok, pengurangan pasokan darah, kekurangan nutrisi, atau hilangnya rangsangan hormonal. Secara fisiologis terjadi akibat proses penuaan pada banyak tempat. Contoh atrofi fisiologis terlihat pada pada masa remaja dan uterus sesudah menopause. Disuse atrophy umumnya terjadi pada tungkai yang diimobilisasi dengan gibs (karena fraktur). Penurunan beban kerja pada otot yang sakit mengakibatkan penurunan ukuran seluruh otot itu. Bila beban kerja dikembalikan lagi, otot ini sering membesar pada ukurannya sebelum cedera. Atrofi dapat juga terjadi pada kelaparan, kehilangan stimulasi saraf atau endokrin, atau iskemia selular.

9

Pada kelaparan, atrofi selular terlihat terutama pada otot rangka dan pada sel yang tidak vital untuk kelangsungan hidup organisma. Kehilangan suplai saraf dapat menyebabkan atrofi muskular, seperti pada cedera medula spinalis yang menghentikan stimulasi saraf ke otot di bawah bagian yang cedera. Otot ini secara bertahap mengalami atrofi, dan akhirnya muskulatur digantikan oleh jaringan fibrosa. Atrofi otot dapat juga terlihat pada penyakit iskemik menahun ekstremitas bawah. Penurunan suplai darah merusak metabolisme di dalam sel, dan atrofi terjadi sebagai mekanisme perlindungan untuk mempertahankan aktivitas jaringan. B. Displasia Displasia menunjukkan adanya perubahan atipik yang terjadi akibat iritasi menahun. Displasia dapat disebut sebagai reproduksi sel secara terkendali, dan sering erat hubungannya dengan keganasan, karena dapat berubah menjadi tidak terkendali. Paling sering terdapat pada sel-sel epitel, yang mengalami perubahan bentuk dan ukuran, sehingga orientasi arsitektur normalnya hilang. Contoh nyata terdapat pada bronki seorang perokok menahun dan pada serviks. C. Hipertrofi Hipertrofi menunjukkan adanya pembesaran masing-masing sel, yang berakibatkan besarnya massa jaringan seluruhnya, tanpa menambah jumlah selnya. Biasanya terjadi sebagai respons organ tertentu terhadap peningkatan kerja jaringan tersebut. Contoh hipertrofi fisiologis adalah membesarnya otot-otot akibat latihan. Hipertrofi juga dapat disebabkan oleh kebutuhan fungsi yang meningkat seperti hipertensi sistemik, dimana miokard harus memompa dengan tekanan yang lebih besar dan ukuran sel otot miokard meningkat. D. Hiperplasia Pada hiperplasia, pembesaran massa jaringan disebabkan oleh bertambahnya sel-sel yang menyusunnya. Apakah yang terjadi itu hiperplasia atau hipertrofi tergantung kemampuan regenerasi sel-sel yang menyusunnya.

10

Hiperplasia

fisiologis

terjadi

pada

pubertas

dan

kehamilan.

Hiperplasia

kompensatorik terjadi pada organ yang sanggup memulihkan jaringan yang hilang (mis.,hati). Hiperplasia patologis terjadi pada organ dengan sel-sel yang dapat bergenerasi, yang dirangsang abnormal (mis., tiroid dan paratiroid). Hiperplasia diakibatkan oleh stimulus yang tidak diketahui dan hampir setelah stimulus diketahui dan hampir selalu berhenti setelah stimulus dihilangkan. Reproduksi yang terkontrol ini adalah gambaran penting yang membedakan hiperplasia dari neoplasia. Terdapat hubungan yang erat antara hiperplasia patologis tertentu dan keganasan (malignansi). E. Metaplasia Metaplasia adalah perubahan yang reversibel, yaitu satu jenis sel diganti oleh jenis sel lain. Biasanya terdapat pada bronkitis menahun pada perokok: epitel bertingkat silindris bersilia besel goblet ganti oleh epitel berlapis gepeng, yang lebih tahan terdapat asap rokok. Metaplasia sering merupakan awal dari proses keganasan. V. Cedera dan kematian sel Cedera dan kematian selular dapat di sebabkan oleh mikroorganisme, kekurangan oksigen, atau oleh

agens fisik seperti suhu ekstrem, kimiawi toksik, atau radiasi.

Kekurangan oksigen (anoksia) adalah penyebab paling umum cedera dan kematian selular. Kondisi berikut dapat menimbulkan masalah ini: iskemia, trombosis, embolisme, infark, nekrosis, dan kematian somatis. Cedera ini bersifat reversibel pada beberapa keadaan, atau dapat berlanjut menjadi permanen, perubahan letal. A. Iskemia Iskemia merupakan kekurangan suplai darah pada area terlokalisasi. Keadaan ini bersifat reversibel, yaitu jaringan kembali pada fungsi normal setelah oksigen dialirkan kembali kepadanya. Iskemia biasanya terjadi pada adanya aterosklerosis, yaitu penimbunan lipid di tunika intima dan tunika media pembuluh darah. Akibatnya lumen menyempit atau terbentuk trombus. Gejala kliniknya berupa timbul rasa sakit pada organ yang bersangkuran pada saat aktif dan menghilang setelah istirahat. Contoh keadaan ini adalah angina pektoris pada jantung, dan klaudikasi intermiten pada kaki. Kadang-kadang 11

iskemia berlanjut menjadi infark (matinya se-sel akibat kurang oksigen). Sel-sel otak, jantung, dan ginjal hanya bertahan sampai 2 minggu. Penyebab lain iskemia adalah vasospasme (tanpa aterosklerosis), misalnya pada arteri koronaria, yang di akibatkan oleh nikotin, kedinginan, dan kadang-kadang stres. B. Trombosis Pembentukan bekuan pada lapisan intima pembuluh darah. Trombosit dapat menurunkan aliran darah atau secara total menyumbat pembuluh darah. Trombosis juga dapat terjadi pada lapisan endotel jantung (trombosis mural). Trombus sering terjadi pada vena profunda kaki; bila pada jantung, dapat terlepas, menjadi emboli yang menyangkut di sirkulasi paru. Trombosis pada arteri dapat menghentikan aliran darah ke area yang dialiri oleh pembuluh tersebut dan menyebabkan iskemia atau infark pada area tersebut.

Gambar 1-3. A. Tahap-tahap pembentukan flebotrombosis: 1. Kerusakan intima; sirkulasi lambat; 2. Agregasi trombosit; 3. Sumbatan lumen vena; 4. Bekuan darah makin banyak. B. Bekuan makin banyak dan menyumbat pada titik masuk vena-vena kecil. 12

C. Embolisme Trombus yang terlepas menjadi massa yang berkeliling di dalam darah. Proses ini disebut embolisasitrombotik. Tipe emboli paling umum berasal dari trombus, tetapi dapat berasal dari substansi lain seperti lemak, deposit pada katup jantung yang terlepas, atau partikel asing. Bila embolus timbul dalam peredaran vena, maka akan terperangkap dalam sirkulasi paru. Bila embolus berasal dari jantung kiri, dapat terjadi embolisme di sembarang tempat sepanjang aliran arteri. D. Infark Penutupan aliran darah berakibat infark, yaitu matinya sel-sel yang diperdarahi. Di sebut juga dengan nekrosis iskemik. Infark ini macam-macam yaitu infark pucat, infark hemoragis, dan infark bakterial. Infark pucat terlihat pada jaringan padat yang kehilangan sirkulasi arterialnya sebagai akibat dari iskemia. Infark merah atau hemoragis lebih sering pada sumbatan vena atau pada jringan yang mengalami bendungan. Pertumbuhan bakteri umum terjadi dan mungkin ada di suatu area atau mungkin di bawah ke area tersebut. Klasifikasi infark septik di tambahkan bila ada bukti infeksi bakteri pada area tersebut. Gangren adalah contoh infark dimana kematian sel iskemik diikuti oleh pertumbuhan bakteri. E. Nekrosis Istilah nekrosis mengacu pada kematian jaringan yang dikarakteristikan oleh bukti kematian struktural. Nekrosis umumnya di kategorikan sebagai nekrosi koagulatif, nekrosis likuefaktif, tipe khusus, dan apoptosis. Nekrosis koagulatif biasanya di akibatkan oleh kekurangan suplai darah pada suatu area. Nekrosis kuagulatif ini adalah pola nekrosis paling umum. Nekrosis ini sering terjadi sebagai akibat infark pada organ seperti jantung atau ginjal, tetapi juga dapat diakibatkan oleh cedera kimiawi. Nekrosis kaseosa dianggap mempunyai hubungan dengan tuberkulosis, tetapi mungkin saja ada pada kondisi lain. Nekrosis likuefaktif paling sering terjadi pada jaringan otak dan disebabkan oleh cedera fatal pada neuron. Kerusakan neuron menyebabkan pelepasan lisosom dan konstituen lain ke dalam area 13

sekitar. Lisosom menyebabkan likuefaksi sel dan sel sekitarnya, debris, dan struktur seperti kista. Nekrosis likuefaktif sering terlihat pada infark otak tetapi juga dapat terlihat pada lesi bakterial yang disebabkan pelepasan bakteri dan enzim leukositik. Likuevaksi dapat terjadi pada area nekrosis koagulatif sebagai suatu perubahan sekunder. VI. Kematian somatik Kematian tubuh terjadi bila fungsi respirasi dan jantung berhenti. Setelah kematian tubuh aktual terjadi, sel-sel individual tetap hidup selama waktu yang berbeda-beda. Perubahan yang tidak dapat pulih kemudian terjadi pada sel dan organ, kadang-kadang sulit untuk membedakan masalah patologis premortem yang pasti. Perubahan posmortem mencakup rigor mortis (menjadi kaku), livor mortis (bercak biru kemerahan), algor mortis (tubuh menjadi dingin), bekuan intravaskular, autolisis (oleh enzim pencernaan), dan putrefaksi (pembusukan). A. Rigor mortis Rigor mortis terjadi karena penipisan ATP pada otot, yang di mulai pada oto-otot involunter; dalam 2 sampai 4 jam, mempengaruhi otot volunter. Akibatnya adalah kekakuan otot, dan awitan serta hilangnya kekakuan ini berbeda ini berbeda antara satu individu dengan individu lain. B. Livor mortis Livor mortis adalah perubahan warna biru-kemerahan pada tubuh yang di akibatkan oleh penumpukan darah oleh gravitasi. C. Algor mortis Algor mortos adalah istilah yang digunakan untuk pendinginan tubuh yang terjadi setelah kematian. Derajat pendinginan bergantung pada suhu tubuh sebelum kematian dan suhu lingkungan posmortem D. Bekuan intravaskular

14

Bekuan intravaskular menyebabkan bekuan yang tidak melekat pada lapisan pembuluh darah dan jantung. Bekuan ini tampak terbungkus, dengan lapisan kekuningan, dari bahan gelatin. E. Autolisis Autolisis mengacu pada pencernaan jaringan oleh substansi yang dilepaskan, seperti enzim dan lisosom. F. Putrefaksi Putrefaksi (pembusukan) disebabkan oleh organisme saprofitik yang memasuki tubuh yang mati, biasanya dari usus. Ini menyebabkan perubahan warna kehijauan pada jaringan dan organ, dan organisme menghasilkan gas, yang menyebabkan organ berbusa atau seperti spons.

15

1.1 Latar Belakang Pemahaman tentang stres dan akibatnya penting bagi upaya pengobatan maupun pencegahan gangguan kesehatan jiwa. Masalah stress sering dihubungkan dengan kehidupan modern dan nampaknya kehidupan modern merupakan sumber gangguan stress lainya. Perlu deperhatikan bahwa kepekaan orang terhadap stress berbeda. Hal ini juga bergantung pada kondisi tubuh individu yang turut menampilkan gangguan jiwa. Modernisasi dan perkembangan teknologi membawa perubahan tentang cara berpikir dalam pola hidup bermasyarakat, sehingga perubahan tersebut membawa pada kosekuensi di bidang kesehatan fisik dan bidang kesehatan jiwa. Modernisasi dan perkembangan teknologi membawa perubahan tentang cara berpikir dalam pola hidup bermasyarakat, sehingga perubahan tersebut membawa pada kosekuensi di bidang kesehatan fisik dan bidang kesehatan jiwa. Stress merupakan gangguan kesehatan jiwa yang tidak dapat dihindari, karena merupakan bagian dari kehidupan. 1.2 Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud respon stres ? 2. Apa pengaruh Stresor pisikologis dan fisik ? 3. Apa penyakit yang diakibatkan stres ? 4. Apa efek stres terhadap sistem lain ? 1.3 tujuan 1.mengetahui apa yang dimaksud respon stres 2.mengetahui pengaruh stresor pisikologis dan fisik 3.mengetahui penyakit yang diakibatkan stres 4.mengetahui efek stres trehadap sistem lain

16

BAB II PEMBAHASAAN

KONSEP STRES DAN PENYAKIT

A. RESPON STRESS Individu, sebagai suatu sistem, menghadapi stresor fisiologis, psikososial, lingkungan, dan stressor lain. Stresor ini dapat menghasilkan respons koping adaptif, atau stresor ini mengakibatkan perubahan fisik yang menjadi patofisiologi. Penelitian terhadap efek stres pada tubuh manusia dipelopori oleh Selye. Ia meneliti respons non-spesifik tubuh terhadap tuntunan dan diketahui kemampuan individu berbeda untuk menghadapinya meskipun tuntutan dan diketahui kemampuan individu berbeda untuk menghadapinya meskipun tuntutannya sama. Ia mendefinisikan stres sebagai sindrom spesifik yang diakibatkan oleh hal yang tidak spesifik. Ia juga mendafinisikan stresor sebagai stimuli yang menghasilkan ketegangan yang secara potensial dapat menyebabkan disekuilibrium. Tingkat stresor yang dirasakan ini penting dan berbeda-beda diantara individu. Banyak penelian telah dilakukan dalam upaya menghubungkan efek stres dengan timbulnya penyakit aktual. Stresor psikologis dan fisik telah diteliti untuk menghubungkan sifat kepribadian, predisposisi genetik, dan faktor lingkungan, emosional, pekerjaan, serta sosial denga penyakit tertentu. Respons maladaptif tubuh terhadap stresor meningkatkan resiko terhadap timbulnya penyakit. Stresor dengan kekuatan dan intensitas yang cukup dapat menyebabkan perubahan-perubahanpada fungsi normal tubuh. Bila seseorang mempunyai kerentanan genetik atau herediter terhadap stresor, perubahan-perubahan ini dapat dimanifestasikan sebagai penyakit. Predisposisi genetik Kerentanan genetik mengacu pada berbagai kondisi yang “ada dalam keluarga” dan tampak membuat individu bereaksi dalam cara khusus terhadap stresor tertentu. Contoh umumnya adalah respons alergis yang mempredisposisikan anggota keluarga untuk bereaksi terhadap serbuk. Bila jumlah serbuk pada suatu saat meningkat, individu ini menderita tipe respons alergis yang berbea. Pada contoh ini, stresornya adalah jumlah serbuk, tetapi responsnya diperberat oleh hiperaktivitas, reaksi imun herediter. Banyak penyakit lain tampak bersifat familier, dan perkembangan penyakit aktual ini mungkin atau mungkin tidak memerlukan stresor tambahan untuk mencetuskan proses penyakit. Salah satu contoh adalah awitan (onset) stroke (cedera serebrovaskular) pada 17

individu dengan riwayat keluarga stroke yang juga gemuk, kadar kolestrol tinggi karena diet tinggi lemak, dan merokok cerutu. Stresor tambahan ini dapat merupakan kebiasaan hidup atau perilaku yang tidak sehat.

Bagan 2-1. Contoh-contoh stresor atau tipe stimuli yang dapat mencetuskan respons stres

Psikologis

Fisik

Trauma

Biokimiawi

Lingkungan

Perubahan termal

Obatobatan

Polutan

Trauma fisk

Organisme

Perubahan atmosferik

Sekresi abnormal Diet

Organisme

Tekanan emosional

Tekanan pekerjaan

Tekanan sosial

Tekanan budaya

Penyimpangan atau kelebihan oksigen atau sibstansi lain

Racun

Kerentanan Organ Teori “organ lemah” berhubungan dengan faktor bawaan. Tidak smua organ sama tahannya terhadap pengahur stresor tertentu. Stresor yang sama dapat menimbulkan akibat berbeda pada orang berbeda. Pada yang satu timbul gangguan kardiovaskular, 18

pada yang lain terjadi ulkus peptikum, yang lain lagi mengalami migrain. Mengapa pada sasaran adalah lambung, tidak diketahui. Kepribadian dan lingkungan Yang menarik adalah penelitian mencari hubungan antara sikap dan kesehatan. Isolasi sosial, seperti pada lansia, berkorelasi denga meningkatnya penyakit menahun. Anak-anak yang sejak lahir kurang mendapat cinta kasih dan perhatian orang tuanya, di kemudian hari sering mendapat macam-macam gangguan. Sebaliknya, seseorang dengan sejumlah faktor resiko, namun mendapat perhatian dan dukungan yang memadai, akan sangat kurang terkena penyakit dibanding golongan tanpa dukungan. Pengaruh keyakinan dan harapan seseorang telah dipelajari pada pasien dengan kanker, dan ternyata berdampak positif terhadap hasil pengobatannya, meskipun yang disuntikkan padanya hanya aquadest. Displasia serviks pada wanita yang putus asa lebih sering berkembang menjadi kanker, dibanding pada wanita yang penuh harapan akan sembuh, kelompok berkepribadian tipe A (yang disebut “hurry sickness”) lebih banyak yang menderita hipertensi dan hiperkolestrolemia Tabel 2-1. Klasifikasi penyakit akibat stres menurut Selye 1. Hipertensi 2. Penyakit jantung dan pembulu darah 3. Penyakit ginjal 4. Eklampsia 5. Artritis 6. Radang kulit dan mata 7. Infeksi 8. Penyakit alergi dan hipersensitivitas 9. Penyakit saraf dan jiwa (mental) 10. Penyimpangan seksual 11. Penyakit pencernaan 12. Penyakit metabolik 13. Kanker 14. Penyakit ketahanan Penyakit akibat stres Selye mengacu pada penimbul penyakit sebagai maladaptasi dan mengkategorikan penyakit akibat stres seperti pada Tabel 2-1. Hubungan stres terhadap kardiovaskular, defisiensi imun, penyakit pencernaan, kanker, kondisi lain dijelaskan berikut ini. Penyakit Kardiovaskular Telah lama diketahui bahwa stres termasuk etiologi dari penyakit jantung koroner. Stres ini bisa emosional, berkaitan dengan pekerjaan, sosial, kultural, herediter, dan stresor fisik. Berbagai teori patogenesis penyakit jantung koroner bersal dari stresor fisik. 19

Berbagai teoripatogenesis penyakit jantung koroner berasal dari studi yang mencari hubungan antara diet tinggi-lemak, situasi kehidupan penuh stres, dan perkembangan penyakit. Orang dengan hiperkolesterolemia mempunyai resiko lebih tinggi menderita penyakit jangtung ateroklerotik daripada orang dengan kadar normal. Sebaliknya, hasil studi menunjang adanya sifat protektif dari lipoprotein tertentu yang disebut highdensity lipoprotein (HDL), yang ternyata dapat menghambat atau mencegah perkembangan aterosklerosis. Kadar HDL serum wanita lebih tinggi dari kadar pada pria, sesuai dengan hasil studi yang menunjukkan bahwa estrogen berfungsi menaikkan HDL, sementara androgen cenderung menurunkan HDL. Selama stres, kadar kolestrol serum meningkat. Sda penelitian yang menunjukkan hubungan antara stres menahun dengan tekanan darah. Stres meningkatkan tekanan darah, yang pada gilirannya melemahkan dan merusak pelapis pembuluh darah, menyediakan tempat bagi mengendapnya lipid sehingga terbentuk plak kolestrol. Akhirnya lumen menyempit, tahanan perifer meningkat, dan tekanan darah naik, ventrikel kiri menebal ( hipertrofi), yang memerlukan lebih banyak oksigen. Ada korelasi bermakna antara penyakit hipertensi dengan penyakit jantung koroner. Peningkatan insidens penyakit jantung koroner sehubungan dengan pola-hidup kini, banyak diteliti. Pola kepribadian, di mana orang itu merasa tidak dapat mengendalikan keadaan lingkungan kerja atau sosialnya, tidak dapat rileks berhubungan erat dengan hipertensi dan serangan jantung, seperti persaingan di tempat kerja, kerja harus terburu-buru dan cepat, tidak ada waktu istirahat dan lain-lain. Pola kepribadian ini memberikan resiko paling besar untuk terjadinya penyakit arteri koroner simtomatik meskipun faktor resiko lain dipertimbangkan. Defisiensi imun Penurunan respons imun akibat situasi stres agaknya disebabkan peningkatan sekresi glukokortikoid oleh korteks adrenal. Efek utamanya ditujukan pada limfosit-T, yang pada gilirannya menurunkan respons imun selular, karena terjadi limfopenia. Pemberian glukokortikoid ternyata bermanfaat, terutama pada artritis reumatoid, serangan asma akut, keganasan tertentu, khususya leukemia. Penurunan imunitas akibat stres penting untuk pasien kanker. Tidak jarang pasien yang sudah dinyatakan “sembuh” kambuh kankernya setelah mengalami stres akut, seperti kematian kerabat dekat. Penyakit Pencernaan Telah lama diketahui adanya hubungan stres dengan ulkus peptikum. Stres berakibat iskemia mukosa lambung dan sekresi asam lambung. Akibat lain stres adalah konstipasi, diare, kolitis ulserativa, dan penyakit Crohn. Pengaruh stresor terhadap tubuh bersifat perorangan (tergantung kepribadian orang itu), dan tergantung beberapa faktor. Kebanyakan penyakit ada unsur stresnya

20

Kanker Stressor spesifik dihubungkan dengan penyebab kanker. Berbagai penelitian menghubungkan sikap psikososial dengan perkembangan dan progresi kanker. Temuan ini bermacam-macam, tetapi depresi, isolasi, kepribadian introvert, dan perasaan putus asa cenderung mendukung timbulnya penyakit. Hubungan antara stres dan kanker mungkin dari depresi respons imunologis oleh stres yang memungkinkan kanker timbul. Pemajanan lokal terhadap stresor karsinogen dapat mengakibatkan tumorigenesis. Stres daoat dipandang sebagai memiliki pengaruh dua kali lipat pada keganasan: stres meningkatkan produksi sel abnormal, dan stres menurunkan kemampuan tubuh untuk merusak sel-sel ini. Semua individu teroajan pada seumber karsinogen, dan pertahanannya multifaktor, termasuk respons fisiologisdan perilaku serta sikap. Efek stres pada sistem lain Kulit adalah organ sasaran terhadap reaktivitas stres, dan bila stres terjadi, pembuluh darah konstriksi dan aliran darah perifer menurun. Beberapa kondisi vasospastik, seperti fenomena Rarnaud, diakibatkan oleh stres. Gangguan lain yang dihubungkaan dengan stres meliputi ekzem, urtikaria, psoriasis, dan jerawat Sistem muskuloskeletal menunjukkan efek stres dengan otot yang menegang secara kronis, mengkasilkan sindrom sakit punggung, sakit kepala, dan spaame kolon. Artritis, khususnya reumatoid artritis, diperberat oleh derajat stres, dan gejala-gejala yang mungkin timbul pada saat ini. Sistem pernapasan berpartisipasi dalam reaksi stres akut melalui hiperventilasi. Stres dapat ditunjukkan juga dengan sinusitis alergis yang diperberat dan episode asma bronkial. Awitan serangan asma akut dapat terjadi pada kekurangan tidur, kekuatiran, dan berkabung

21

BAB III PENUTUP 3.1 kesimpulan A. RESPON STRESS Individu, sebagai suatu sistem, menghadapi stresor fisiologis, psikososial, lingkungan, dan stressor lain. Stresor ini dapat menghasilkan respons koping adaptif, atau stresor ini mengakibatkan perubahan fisik yang menjadi patofisiologi. Penelitian terhadap efek stres pada tubuh manusia dipelopori oleh Selye. Ia meneliti respons non-spesifik tubuh terhadap tuntunan dan diketahui kemampuan individu berbeda untuk menghadapinya meskipun tuntutan dan diketahui kemampuan individu berbeda untuk menghadapinya meskipun tuntutannya sama. Ia mendefinisikan stres sebagai sindrom spesifik yang diakibatkan oleh hal yang tidak spesifik. Ia juga mendafinisikan stresor sebagai stimuli yang menghasilkan ketegangan yang secara potensial dapat menyebabkan disekuilibrium. Tingkat stresor yang dirasakan ini penting dan berbeda-beda diantara individu. Banyak penelian telah dilakukan dalam upaya menghubungkan efek stres dengan timbulnya penyakit aktual. Stresor psikologis dan fisik telah diteliti untuk menghubungkan sifat kepribadian, predisposisi genetik, dan faktor lingkungan, emosional, pekerjaan, serta sosial denga penyakit tertentu. Respons maladaptif tubuh terhadap stresor meningkatkan resiko terhadap timbulnya penyakit Penyakit akibat stres Selye mengacu pada penimbul penyakit sebagai maladaptasi dan mengkategorikan penyakit akibat stres seperti pada Tabel 2-1. Hubungan stres terhadap kardiovaskular, defisiensi imun, penyakit pencernaan, kanker Efek stres pada sistem lain Kulit adalah organ sasaran terhadap reaktivitas stres, dan bila stres terjadi, pembuluh darah konstriksi dan aliran darah perifer menurun. Beberapa kondisi vasospastik, seperti fenomena Rarnaud, diakibatkan oleh stres. Gangguan lain yang dihubungkaan dengan stres meliputi ekzem, urtikaria, psoriasis, dan jerawat Sistem muskuloskeletal menunjukkan efek stres dengan otot yang menegang secara kronis, mengkasilkan sindrom sakit punggung, sakit kepala, dan spaame kolon. Artritis, khususnya reumatoid artritis, diperberat oleh derajat stres,

22

DAFTAR PUSTAKA

Anwar, tetty.2009.Diktat Matakuliah Patofisiologi Duri Ganeca Exact Maryati,Sri Patofisiologi Jakarta: Jati ,wijaya.2007. Aktiv. Patofisiologi. Jakarta

23

Related Documents


More Documents from ""