04. Paper Oligo.docx

  • Uploaded by: Anonymous K4S0mFxuu7
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 04. Paper Oligo.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,091
  • Pages: 13
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Insiden oligohidramnion bervariasi dari sekitar 0,5% sampai 5% tergantung pada populasi penelitian dan definisi dari oligohidramnion. Penurunan volume cairan amnion atau oligohidramnion berhubungan dengan kondisi ibu atau janin seperti pada keadaan hipertensi, pertumbuhan janin terhambat atau kelaianan bawaan, sindroma aspirasi meconium, skor APGAR rendah. oligohidramnion berhubungan dengan morbiditas maternal dalam bentuk peningkatan induksi persalinan dan/atau intervensi operasi seksio sesarea.1 Pengukuran Indeks Cairan Amnion (ICA) atau Amniotic Fluid Index(AFI) merupakan salah satu tehnik semikuantitatif yang paling sering digunakan untuk mengukur volume cairan amnion. Bila ICA ditemukan < 5 cm, disebut oligohidramnion. Oligohidramnion sering dihubungkan dengan peningkatan angka morbiditas dan mortalitas perinatal. Kejadian oligohidramnion sekitar 3,9% dari seluruh kehamilan, namun estimasi sekitar 12% pada kehamilan usia 40 minggu atau lebih. Kehamilan dengan oligohidramnion mempunyai angka aspirasi mekonium, fetal distress, dan seksio sesaria yang tinggi. Oligohidramnion dapat juga dihubungkan dengan anomali kongenital seperti obstruksi urin, pertumbuhan janin terhambat, kehamilan lewat waktu, dan masalah plasenta yang berhubungan dengan interaksi maternalfetus. Volume cairan amnion adalah suatu prediktor yang penting untuk menilai kesejahteraan janin yang berlanjut melewati minggu ke-40 kehamilan, dimana cairan amnion telah berkurang secara bertahap sejak umur kehamilan 37 minggu. Jumlah cairan amnion juga dapat memprediksi bagaimana toleransi fetus terhadap proses persalinan.2

1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Amnion 2.1.1

Selaput dan Cairan Amnion Selaput amnion merupakan jaringan avaskuler yang lentur tetapi kuat.

Bagian dalam selaput yang berhubungan dengan cairan merupakan jaringan sel kuboid yang asalnya ektoderm. Jaringan ini berhubungan dengan lapisan interstisial mengandung kolagen I, III, dan IV. Bagian luar dari selaput ialah jaringan mesenkim yang berasal dari mesoderm. Lapisan amnion ini berhubungan dengan korion leave. Lapisan dalam amnion merupakan mikrovili yang berfungsi mentransfer cairan

dan

metabolik.

Lapisan

ini

menghasilkan

zat

penghambat

metalloproteinase-1. Sel mesenkim berfungsi menghasilkan kolagen sehingga selaput menjadi lentur dan kuat. Disamping itu, jaringa tersebut menghasilkan sitokin IL-6, IL-8, MCP-1 (monosit chemoattractant protein-1); zat ini bermanfaat untuk melawat bakteri. Disamping itu, selaput amnion menghasilkan zat vasoaktif: endotelin-1 (vasokonstriktor), dan PHRP (parathyroid hormone related protein), suatu vasorelaksan. Dengan demikian, selaput amnion mengatur peredaran darah dan tonus pembuluh lokal. Selaput amnion juga meliputi tali pusat. Sebagian cairan akan berasal pula dari difusi pada tali pusat. Pada kehamilan kembar dikorionik-diamniotik terdapat selaput amnion dari masing-masing yang bersatu. Namun ada jarungan korion leave ditengahnya (pada USG tampak sebagai huruf Y, pada awal kehamilan); sedangkan pada kehamilan kembar dikorion monoamniotik (kembar satu telur) tidak akan ada jarinagn korion diantara kedua amnion (pada USG tampak gambaran huruf T).

2

Masalah pada klinik adalah pecahnya ketuban berkaitan dengan kekuatan selaput. Pada perokok dan infeksi terjadi pelemahan dan ketahanan selaput sehingga pecah. Pada kehamilan normal hanya ada sedikit makrofag. Pada saat kelahiran leukosit akan masuk ke dalam cairan amnion sebagai reaksi terhadap peradangan. Pada kehamilan normal tidak ada IL-1B, tetapi pada persalinan preterm IL-1B akan ditemukan. Hal ini berkaitan dengan terjadinya infeksi. Sejak awal kehamilan cairan amnion telah dibentuk. Cairan amnion merupakan pelindung dan bantalan untuk proteksi sekaligus menunjang pertumbuhan. Osmolalitas, kadar natrium, ureum kreatinin tidak berbeda dengan kadar pada serum ibu, artinya kadar di cairan amnion merupakan hasil difusi dari ibunya. Cairan amnion menandung banyak sel janin ( lanugo, verniks kaseosa). Fungsi cairan amnion yang juga penting ialah menghambat bakteri karena mengandung zat seperti fosfat dan seng.

2.1.2

Pembentukan Cairan

3

Selaput amnion yang meliputi permukaan plasenta akan mendapatkan difusi dari pembuluh darah korin di permukaan. Volume cairan amnion pada kehamilan aterm rata-rata ialah 800 ml, cairan amnion mempunyai pH 7,2 dan massa jenis 1,008. Setelah 20 minggu produksi cairan berasal dari urin janin. Sebelumnya cairan amnion juga banyak berasal dari rembesan kulit, selaput amnion, dan plasenta. Janin juga meminum cairan amnion (diperkirakan 500 ml/hari). Selain itu, cairan ada yang masuk ke paru sehingga penting untuk perkembangannya.

2.1.3

Makna Klinis

Secara klinik cairan amnion akan dapat bermanfaat untuk deteksi dini kelainan kromosom dan kelainan DNA dari 12 minggu sampai 20 minggu. Pada cairan amnion juga terdapat alfa feto protein (AFP) yang berasal dari janin, sehingga dapat dipakai untuk menentukan defek tabung saraf. Mengingat AFP cukup spesifik, pemeriksaan serum ibu dapat dilakukan pada kehamilan trimester 2. Namun, sangat disayangkan kelainan tersebut terlambat diketahui.

4

Sebaliknya, kadar Afp yang rendah, estriol, dan kadar tinggi hCG merupakan penanda simdrom Down. Gabungan penanda tersebut dengan usi ibu >35 tahun akan mampu meningkatkan likelihood ratio menjadi 60% untuk deteksi sindrom Down. Gabungan dengan penanda PAPP-A dan pemeriksaan

nuchal

translucency (NT) yaitu pembengkakan kulit leher janin ≥ 3 mm pada usia kehamilan 10-14 minggu memungkinkan deteksi sindrom Down lebih dini. Pada akhir kehamilan dan persalinan terjadi peningkatan corticotropinreleasing hormone (CRH), sehingga diduga hormon ini (dihasilkan di hipotalamus, adrenal, plasenta, korion, selaput amnion) berperan pada persalinan.3

2.2 Oligohidramnion 2.2.1 Definisi Kondisi yang sangat langka dimana cairan amnion kurang dari 200 ml pada jangka waktu pendek. Secara sonografi, itu didefinisikan ketika kantung vertikal amnion maksimum kurang dari 2 cm atau ketika indeks cairan ketuban (AFI) KURANG DARI 5 PERSENTIL) dengan AFI kurang dari 5 cm (dibawah 5 persentil) atau lebih dari 24 cm (diatas 95 persen) dianggap abnormal pada usia kehamilan, dari 28 hingga 40 minggu. Tidak adanya kantong

cairan

ketuban

yang

dapat

diukur

didefinisikan

sebagai

Anhidramnion. AFI diantara 5 dan 8 disebut sebagai batas AFI atau batas oligohydramnion.4 Akibat berkurang cairan, risiko kompresi tali tali pusat, dan pada gilirannya gawat janin, meningkatkan pada semua persalinan tetapi terutama pada kehamilan posterm.5

5

2.2.2

Etiologi Oligohidramnion 1. Kondisi Janin a. Kromosom janin atau anomali structural. b. Agenesis ginjal. c. Obstruksi uropati d. Rupture spontan membrane. e. Infeksi intrauterine. f. Obat inhibitor PG ACE Inhibitor. g. Postmaturity. h. IUGR. i. Amnion nodosum (Kegagalan sekresi oleh sel sel amnion yang menutupi plasenta).

2. Kondisi Ibu a. Gangguan hipertensi. b. Isufisiensi uretoplasenta. c. Dehidrasi. d. Idiopatik. 4

2.2.3

Klasifikasi Oligohidramnion a. Oligohidramnion Awitan Dini Oligohidramnion hampir selalu nyata apabila terjadi obstruksi saluran kemih janin atau agenesis ginjal. Oleh karenanya, anuria hampir pasti merupakan etiologi pada kasus –kasus seperti itu. Kebocoran kronik suatu defek di selaput keupan dapat mengurangi volume cairan dalam jumlah bermakna, kemudian seringkali kemudian segera terjadi persalinan.

6

b. Oligohidramnion pada Kehamilan Tahap Lanjut Volume air ketuban secara normal berkurang setelah usia gestasi 35 minggu. Dengan menggunakan indeks cairan amnion kurang dari 5 cm mendaptkan insidensi Oligohidramnion pada 2,3 persen dari 6400 kehamilan lebih yang menjalani sonografi setelah minggu ke 34 di parkland hospital. Barron dkk (1995) melaporkan peningkatan deselerasi variable selama persalinan sebesar 50 persen dan peningkatan tujuh kali lipat angka secsio sesarea pada wanita ini. Oligohidramnion perlu digolongkan sesuai etiologinya. Oligohidroamion berhubungan dengan keterbelakangan pertumbuhan pada rahim pada 60 persen kasus. Bila dihubungkan dengan bukti ultrasonic keterbelakangan pertumbuhan asimetrik gangguan janin sangat mungkin terjadi. Kasus kasus itu yang diakibatkan oleh ruptura membran janin yang spontan mungkin tidak berhubungan dengan gangguan janin sebelumnya. Oligohidramnion mungkin terjadi sebagai akibat tekanan janin in utero; sekresi hormon penekan janin (katekolamin, vasopresin) dapat menghambat resorbsi cairan paru-paru lewat penelanan oleh janin. Akhirnya, terdapat kasus yang berhubungan dengan berbagai jenis cacat janin, misalnya sindroma Potter (agenesis ginjal), yang membutuhkan pemeriksaan ultrasonik dan genetik secara rinci. 5

2.2.4

Patogenesis Oligohidramnion Oligohidramnion terjadi jika sel yang mensekresi cairan amnion defektif atau, pada kehamilan lanjut, disebabkan oleh malformasi saluran saluran ginjal yang menghambat pengeluaran urin oleh janin. Keadaan ini juga terjadi pada kehamilan lewat waktu. Jika Oligohidromion terdapat pada kehamilan dini, biasanya terjadi abortus. Apabila kehamilan berlanjut, dapat terjadi

pita

amnion

yang

merusak

7

janin.

Pada

kehamilan

lanjut,

Ologohidromion dapat menyebabkan deformitas akibat tekanan seperti leher miring. Perubahan bentuk tulang kepala atau clubfoot, dan kulit janin menjadi kering dan kasar. 6

2.2.5

Gejala Klinis Oligohidramnion a. Rahim lebih kecil, tidak sesuai dengan tuanya kehamilan b. Bunyi jantung janin sudah terdengar sebelum bulan ke-5 c. Nyeri saat janin bergerak. Biasanya berakhir dengan partus prematurus. 8

2.2.6

Diagnosis Oligohidramnion Pada saat inspeksi dilakukan, Uterus terlihat lebih kecil, tidak sesuai dengan usia kehamilan yang seharusnya, ibu yang sebelumnya memiliki kehamilan normal akan melaporkan adanya penurunan gerakan janin. Saat abdomen dipalpasi, uterus akan teraba berukuran kecil dan kompak dan bagian janin juga mudah teraba. Presentasi bokong dapat terjadi. Auskultasi normal.Dengan pemindaian ultrasound, Oligohidromion dapat dibedakan dari restriksi pertumbuhan intra uterine (meskipun keduanya dapat terjadi bersamaan, yaitu terjadi insufisiensi plasenta). 7 a. Ukuran uterus jauh lebih kecil dari pada periode amenore. b. Kurang pergerakan janin. c. Rahim terasa penuh dan keras. d. Malpresentasi sumsang yang paling umum terjadi. e. Bukti retardasi pertumbuhan intrauterin janin. f. Diagnosis menggunakan sonografi dibuat ketika amnion keras dengan ukuran kurang dari 2 cm. Visualisasi ultrason di lakukan setelah amnioinfusion 300 ml dengan larutan garam hangat. g. Visualisasi pengisian normal dengan pengosongan kandung kemih janin pada dasarnya menyingkirkan kelainan saluran kemih. 8

h. Oligohidromion dengan hambatan pertumbuhan simetris janin dikaitkan dengan peningkatan kelainan kromosom. 4, 9 2.2.7

Penanganan Kehadiran malformitas kongenital janin membutuhkan rujukan ke unit pengobatan untuk janin. Ketika keputusan untuk pengiriman dibuat, itu harus dilakukan terlepas dari periode kehamilan. Oligohidromion yang terisolasi pada trimester 3 dengan janin normal dapat dikelola secara konservatif. Pemberian air secara oral meningkatkan volume cairan amnion. Dalam persalinan, kompresi tali pusat sering terjadi Amnioinfusion (Profilaksis atau teraupetik). 4

2.2.7.1 Penliaian Awal Penilaian awal: a. Nilai adanya ketuban pecah dini melalui anamnesis yang teliti dan pemeriksaan spekulum steril. b. Nilai kembali usia kehamilannya, oligohidramnion yang terjadi pada kehamilan postterm (› 41 mgg) merupakan indikasi untuk induksi. c. Lakukan Non Stress Test (NST) untuk menilai kesejahteraan janin. d. Nilai IUGR dengan USG untuk taksiran berat janin dan rasio HC/AC. Perbandingan dengan hasil USG sebelumnya dapat membantu menilai interval pertumbuhan. Taksiran berat janin di bawah 10 persentil, peningkatan rasio HC/AC, atau interval pertumbuhan yang jelek menunjukkan IUGR. e. Susun survey anatomi dengan USG untuk menilai anomali janin jika belum dilakukan sebelumnya. 2 2.2.7.2 Hidrasi Maternal Hidrasi maternal adalah suatu cara meningkatkan volume cairan amnion pada keadaan cairan amnion yang sedikit dengan memasukkan cairan

9

ke dalam tubuh ibu baik secara oral dengan minum air maupun cairan intravena. 2 Teknik Hidrasi Maternal

2.2.8 Prognosis Hasil janin pada Oligohidramnion awitan dini buruk. Shenker dkk. (1991) melaporkan 80 kehamilan semacam ini dan hanya separuh dari janin-janin ini yang selamat. Mercer dan Brown (1986) melaporkan 34 kehamilan mid trimester yang mengalami penyulit Oligohidramnion dan didiagnosis secara ultrasonografi berdasarkan tidak adanya kantung cairan amnion yang besarnya >1cm di semua 10

bidang vertikal 9 (26%) dari janin janin ini mengalami anomali, dan 10 dari 25 yang secara fenotive normal mengalami abortus spontan atau lahir mati karena hipertensi ibu yang parah, hambatan pertumbuhan janin, atau solisio plasenta. Bayi yang tadinya normal dapat mengalami akibat dari oligohidramnion awitan dini yang parah. Perlekatan antara amnion dan bagian-bagian janin dapat menyebabkan kecacatan serius termasuk amputasi. Selain itu, akibat tekanan dari semua sisi, penampakan janin menjadi aneh, dan kelainan otot rangka, misalnya kaki ganda (clubfoot) sering terjadi. 2.2.9 Komplikasi Berkurangnya volume cairan amnion dapar menimbulkan hipoksia janin sebagai akibat kompresi tali pusar karena gerakan janin atau kontraksi rahim. Selain itu, lintasan mekonium janin kedalam volume cairan amnion yang tereduksi menghasilkan suatu suspensi tebal dan penuh partikel yang dapat menyebabkan gangguan pernafasan janin. 4 1. Janin a. Aborsi. b. Kelainan bentuk karena adhesi intra-amniotik atau karena kompresi. Deformitas termasuk perubahan bentuk tenggorak, leher, kaki bahkan amputasi ekstremitas. c. Hipoplasia pulmonal janin (mungkin penyebab atau efek). d. Kompresi tali pusat. e. Mortalitas janin tinggi.

2. Maternal a. Persalinan lama karena inersia. b. Peningkatan gangguan operasi karena malpresentasi, efek serta jumlah dapat penyebabkan peningkatan morbiditas ibu. 10

11

BAB III KESIMPULAN Oligohidramnion adalah kondisi yang sangat langka dimana cairan amnion kurang dari 200 ml pada jangka waktu pendek. Oligohidramnion sering dihubungkan dengan

peningkatan

angka

morbiditas

dan

mortalitas

perinatal.

Kejadian

oligohidramnion sekitar 3,9% dari seluruh kehamilan, namun estimasi sekitar 12% pada kehamilan usia 40 minggu atau lebih. Kehamilan dengan oligohidramnion mempunyai angka aspirasi mekonium, fetal distress, dan seksio sesaria yang tinggi. Oligohidramnion dapat juga dihubungkan dengan anomali kongenital seperti obstruksi urin, pertumbuhan janin terhambat, kehamilan lewat waktu, dan masalah plasenta yang berhubungan dengan interaksi maternalfetus. Gejala klinis Oligohidramnion dapat berupa rahim lebih kecil, tidak sesuai dengan tuanya kehamilan, bunyi jantung janin sudah terdengar sebelum bulan ke-5, Nyeri saat janin bergerak. Biasanya berakhir dengan partus prematurus. Oligohidromion yang terisolasi pada trimester 3 dengan janin normal dapat dikelola secara konservatif. Pemberian air secara oral meningkatkan volume cairan amnion. Hidrasi maternal adalah suatu cara meningkatkan volume cairan amnion pada keadaan cairan amnion yang sedikit dengan memasukkan cairan ke dalam tubuh ibu baik secara oral dengan minum air maupun cairan intravena. Berkurangnya volume cairan amnion dapat menimbulkan hipoksia janin sebagai akibat kompresi tali pusar karena gerakan janin atau kontraksi rahim. Selain itu, lintasan mekonium janin kedalam volume cairan amnion yang tereduksi menghasilkan suatu suspensi tebal dan penuh partikel yang dapat menyebabkan gangguan pernafasan janin.

12

13

Related Documents

Paper 04
June 2020 2
Yale Paper June 04
May 2020 7
04. Paper Oligo.docx
April 2020 2
Major Test 04-04-2019 Paper
October 2019 11

More Documents from ""