BAB I PENDAHULUAN
Infeksi adalah kondisi dimana organisme patogen bertambah banyak dan menyebar ke daerah jaringan tubuh. Hal ini biasanya menimbulkan suatu reaksi peradangan akut atau kronis, yang merupakan cara tubuh untuk memerangi dan membunuh kuman patogen, atau melumpuhkan dan mengisolasi agar tidak menyebar ke area lain. Tanda-tanda peradangan klasik antara lain: kemerahan, bengkak, panas, nyeri dan hilangnya fungsi normal. 1 Hal penting lainnya, berbeda dengan infeksi jaringan lunak, infeksi tulang memiliki kompartemen yang kaku, maka lebih rentan untuk mengalami kerusakan pembuluh darah dan kematian sel dibandingkan jaringan lunak akibat peningkatan tekanan pada inflamasi akut.1 Fraktur patologis merupakan fraktur yang jarang, tetapi dapat terjadi pada osteomyelitis jika pengobatan yang terlambat dan tulang melemah oleh karena erosi pada tempat infeksi atau oleh debridement yang berlebihan. Fraktur patologis terjadi pada tulang yang abnormal. Tulang yang melemah menjadi predisposisi pada pasien untuk terjadi fraktur selama aktivitas normal atau setelah trauma minor. Fraktur (pada fraktur patologis) tulang dalam keadaan ini harus diwaspadai oleh ahli bedah ortopedi untuk mencari kondisi yang mendasari fraktur. 2 Keberhasilan pengelolaan pasien membutuhkan rekognisi, diagnosis, dan pengobatan yang mempengaruhi kondisi tulang. Pengelolaan fraktur dapat berubah secara dramatis karena terkait kondisi patologis, dan kegagalan untuk mengenali kondisi seperti osteoporosis atau penyakit tulang metastatik dapat merugikan kehidupan atau anggota tubuh pasien. 2 Ketika merencanakan terapi pasien dengan fraktur patologis dan penyakit sistemik tulang non neoplastik, ada baiknya untuk memisahkan masalah yang mendasar menjadi penyakit yang dapat dikoreksi dan tidak dapat dikoreksi. Penyakit yang dapat dikoreksi meliputi osteodistrofi ginjal, hiperparatiroidisme, osteomalacia, dan disuse osteoporosis. Kondisi yang tidak dapat dikoreksi termasuk osteogenesis imperfecta, displasia fibrosa poliostotik, osteoporosis postmenopausal, penyakit Paget, dan osteopetrosis. Semua kondisi ini melibatkan tulang yang lemah dan cenderung untuk fraktur atau menjadi gangguan bentuk 7
tulang. Kallus yang terbentuk mungkin tidak kembali seperti normal, dan penyembuhan sering terjadi perlahan-lahan. Banyak dari pasien ini memiliki insiden fraktur yang meningkat, delayed union, dan nonunion. 2 Tulang terdiri dari sel-sel mesenchymal yang tertanam dalam sebuah matrix ekstraseluler. Matriks mengandung mineral yang memberikan kekuatan pada jaringan dan kekakuan serta kelenturan pada kompresi. Komponen organik dari matriks tulang, terutama kolagen tipe I, dan memberikan kontribusi untuk kekuatan tulang, tetapi juga memberikan tulang plastisitas yang memungkinkan deformasi besar tanpa terjadi fraktur. Matriks tulang juga mengandung berbagai sitokin, termasuk faktor pertumbuhan yang merangsang pembentukan tulang. Faktor pertumbuhan ini tampaknya memiliki peran penting dalam metabolisme tulang yang normal dan dalam penyembuhan tulang yang patah. Periosteum, yang terdiri dari dua lapisan, lapisan fibrosa luar dan dalam, lapisan selular dan vaskular menutupi permukaan tulang eksternal dan berhubungan dalam penyembuhan berbagai jenis patah tulang. 2,3 Periosteum yang lebih tebal dan seluler pada bayi dan anak-anak memiliki pasokan vaskular lebih luas daripada orang dewasa. Mungkin karena perbedaan ini, periosteum anak lebih aktif dalam proses penyembuhan fraktur. Berdasarkan mekanik dan biologis, tulang dapat dibagi menjadi 2 yaitu: Tulang woven atau tulang immature, dan tulang lamellar atau tulang dewasa. Tulang immature membentuk kerangka embrio dan digantikan oleh tulang lamelar selama pertumbuhan dan perkembangan. 2,3 Tulang immature juga membentuk jaringan pembentuk tulang baru dan digantikan oleh tulang lamellar dan pembentuk tulang berdasarkan beban mekanik yang ditimbulkan. Dibandingkan dengan tulang lamelar, tulang immature memiliki tingkat deposisi dan resorpsi lebih cepat, karena memiliki matriks kolagen anyaman yang irregular dan empat kali jumlah osteosit per satuan volume, dan pola mineralisasi matriks yang tidak teratur. Tulang yang telah mature atau lamellar akan membentuk tulang cancelous dan tulang cortical. 2,3
8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Tulang Tulang panjang memiliki batang korteks atau diafisis yang terdiri dari tulang padat berbentuk silinder, yang di dalamnya terisi oleh cancellous bone yang berisikan sumsum tulang. Ujung dari tulang dengan korteks yang lebih tipis dan memiliki jumlah yang besar dari cancellous bone, ini merupakan regio epifisis dimana terjadi persendian pada tulang, dan area metafisis yang menghubungkan epifisis dan diafisis tulang.4
Gambar 1. Anatomi tulang 4
Anatomi dari tulang dilihat dari lapisannya: (1) Periosteum, (2) Korteks, dan (3) Cancellous (trabecular/spongy) bone. 4
Gambar 2. Anatomi tulang 4 9
(1) Periosteum Periosteum menyelimuti permukaan diafisis kecuali di tempat dimana diafisis dilapisi oleh tulang rawan atau dimana tendon melekat. Periosteum terdiri dari dua lapisan: 4 a. Lapisan fibrous
Gambar 3. Lapisan fibrous 4
b. Lapisan cambium
Gambar 4. Lapisan cambium 4 (2) Korteks – Osteon Osteon adalah unit konstruksi dasar juga disebut sistem haversian. Setiap osteon memiliki kanal sentral,mengandung pembuluh darah dan sejumlah kecil jaringan ikat dengan saluran interkoneksi yang dikelilingi oleh lapisan konsentris atau lammellae dari tulang.4
10
Gambar 5. Korteks tulang 5
(3) Cancellous bone Cancellous (atau trabecular/spons) tulang: kurang padat, lebih elastis, dan porositas tinggi. Fungsinya adalah membantu menjaga bentuk tulang dan menahan gaya tekan. Cancellous bone sembuh lebih cepat dari tulang kortikal karena vaskularisasi-nya. 4
Gambar 6. Cancellous bone 5
11
B. Definisi Infeksi pada tulang yang ditandai dengan inflamasi yang bersifat destruktif yang progresif dan bertolak belakang dengan pembentukan tulang. 6
C. Epidemiologi Organisme penyebab osteomyelitis pada anak dan dewasa biasanya kuman Staphylococcus aureus (ditemukan pada hampir 70% kasus), bakteri penyebab lain yang juga sering selain kokkus Gram positif, antara lain Group A beta-haemolytic streptococcus (Streptococcus pyogenes) yang didapatkan pada infeksi kronik pada kulit, begitu pula Grup B streptococcus atau alphahaemolytic diplococcus S. pneumoniae. Etiologi penyebab tersering osteomyelitis menurut usia antara lain: 1 Umur
Organisme
Neonatus (lebih kecil
S. aureus, Enterobacter species, and group A and
dari 4 bulan)
B Streptococcus species
Anak-anak (4 bulan – 4
S. aureus, group A Streptococcus species,
tahun)
Haemophilus influenzae, and Enterobacter species
Anak-anak, remaja (4
S. aureus (80%), group A Streptococcus species,
tahun- dewasa)
H. influenzae, and Enterobacter species
Orang dewasa
S. aureus and occasionally Enterobacter or Streptococcus species
Mikro-organisme dapat mencapai jaringan muskuloskeletal melalui: 6 -
direct introduction melalui kulit (suntikan, luka tusuk, laserasi, fraktur terbuka atau operasi)
-
direct spread dari fokus infeksi
-
indirect spread melalui aliran darah dari lokasi yang jauh seperti infeksi saluran nafas atas, infeksi pencernaan atau saluran kemih
Adapun faktor resiko yang berhubungan dengan osteomyelitis antara lain: 1 -
Malnutrisi dan kondisi umum
-
Diabetes Melitus
-
Penggunaan Kortikosteroid
12
-
Pasien imunodefisiensi
-
Konsumsi obat-obatan imunosuppresan
-
Stasis vena pada pembuluh darah ekstremitas
-
Penyakit Pembuluh darah perifer
-
Gangguan Sensorik
-
Tindakan invasive iatrogenic
-
Trauma
D. Patofisiologi Perubahan paling awal terjadi di metafisis yang merupakan reaksi inflamasi akut akibat bendungan vaskular, eksudasi cairan dan infiltrasi oleh leukosit polimorfonuklear. Tekanan intraosseous meningkat dengan cepat, menyebabkan nyeri yang hebat, obstruksi aliran darah dan intravaskular trombosis. 1 Bahkan pada tahap awal, jaringan tulang memiliki resiko iskemik dan resopsi akibat kombinasi dari proses fagositosis dan akumulasi local dari sitokin, growth factors, prostaglandin, dan enzim-enzim bakteri. Pada hari kedua dan ketiga, dapat terjadi pembentukan pus dan keluar melalui kanal Volkmann dan menghasilkan abses subperiosteal. Ini lebih jelas pada anakanak karena jaringan periosteum yang relative lebih longgar dibanding pada orang dewasa. Dari abses periosteal, abses/nanah masuk kembali ke lapisan tulang pada level yang berbeda pecah ke dalam jaringan lunak sekitarnya. Pada epifisis yang sudah berkembang, ini merupakan barier penghalang agar tidak menyebar ke epifisis secara langsung, tetapi pada metafisis yang terdapat dalam intracapsular (contoh pada panggul, bahu, atau siku) pus dapat menyebar dari periosteum ke persendian. 1 Meningkatnya tekanan intraosseous, stasis pembuluh darah, trombosis pembuluh darah kecil dan periosteal stripping meningkatkan gangguan aliran darah, pada akhir minggu pertama biasanya terdapat bukti mikroskopis kematian tulang. Toksin bakteri dan enzim leukosit juga mungkin memainkan peranan dalam penghancuran jaringan. Dengan bertambahnya jaringan granulasi pada tulang yang masih sehat dan sudah mati. Potongan tulang yang telah mati berpisah dan menjadi sequestra yang memiliki ukuran bervariasi dari 13
bentuk spikula hingga segmen nekrotik luas pada kasus yang tidak tertangani. Jumlah makrofag dan limfosit yang meningkatkan dan jaringan debris perlahan-lahan diresopsi oleh fagositosis dan osteoklas. Fokus kecil pada tulang cancellous mungkin akan diresorpsi, meninggalkan rongga kecil, sequestra berukuran lebih besar akan menetap, dan tidak dapat terjadi proses destruksi ataupun perbaikan. 1 Penanda lain dari infeksi osteomyelitis akut lanjut adalah pembentukan tulang baru. Awalnya pada daerah sekitar zona terinfeksi akan mengalami proses porosi (mungkin karena hiperemi dan aktivitas osteoklas) tetapi jika pus tidak dikeluarkan, baik secara spontan atau dengan dekompresi bedah, tulang baru akan mulai terbentuk pada permukaan tulang dan lapisan paling bawah periosteum. Ini merupakan ciri khas dari infeksi piogenik dan lapisan subperiosteal baru biasanya menjadi jelas pada pemeriksaan x-ray pada akhir minggu kedua. Seiring waktu lapisan tulang baru ini menebal membentuk tingkap, atau involucrum, melapisi sequestrum dan jaringan yang terinfeksi. 1 Jika infeksi berlanjut, pus dan sequestrasi spikula kecil pada tulang dapat keluar melalui perforasi (Cloacae) ke involucrum dan diikuti oleh sinus ke permukaan kulit. Jika infeksi dan tekanan intraosseous dapat dikontrol pada tahap awal, proses inflamasi ini bisa dihentikan. Tulang di sekitar zona infeksi menjadi semakin padat, dan bersama-sama dengan reaksi periosteal, akan menyebabkan penebalan tulang. 1 Dalam beberapa kasus, proses ini dapat dibentuk kembali ke struktur anatomi awal, pada kasus lain, meskipun terjadi perbaikan tulang tetap mengalami cacat permanen. Jika penyembuhan tidak terjadi, nidus infeksi mungkin akan tetap terisolasi di dalam tulang, membentuk pus dan kadangkadang debris tulang dapat keluar melalui sinus persisten (atau beberapa sinus). Infeksi ini kemudian akan berkembang menjadi kronik osteomyelitis, yang dapat menetap beberapa tahun. 1
14
E. Diagnosis -
Anamnesis Pada pasien usia 6-9 bulan yang memiliki metafisis arteriole yang dipercabangkan dari nutrient arteri dapat menembus lempeng epifise dan dapat membawa bakteri infeksius dari metafisis ke epifisis. Infeksi ini dapat mengakibatkan septic arthritis. Gejala lain yang dapat ditemukan berupa iritabilitas dan drowsy. Riwayat persalinan yang lama juga dapat membantu dalam mencari fokus infeksi. 1 Pada anak-anak yang lebih tua, lempeng epifise berfungsi sebagai penahan dan menerima vaskularisasi dari pembuluh darah lain. Gejala yang dapat ditemukan berupa nyeri hebat, sehingga biasanya anak-anak menolak untuk menggunakan bagian tubuh yang terinfeksi tersebut. Gejala lain dapat berupa malaise, demam, riwayat penyakit saluran nafas atas, infeksi telinga juga harus dievaluasi. 1 Pada dewasa didapatkan gejala nyeri, dan demam. Riwayat penyakit sistemik seperti diabetes mellitus, penggunaan obat-obat
15
kortikosteroid, riwayat operasi, dan riwayat trauma juga harus menjadi perhatian. 1
-
Pemeriksaan Fisis Pada pemeriksaan fisis dapat didapatkan tanda berupa: 1
-
Inflamasi akut : nyeri tekan, kemerahan, bengkak, edema
Kronik : ekskoriasi, sinus, pus yang purulent
Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan pasti untuk mengkonfirmasi diagnose klinis adalah aspirasi pus atau cairan dari abses subperiosteal di metafisis, jaringan lunak ekstraosseus atau sendi sekitar. Meskipun tidak ada pus yang didapatkan, apusan hasil aspirasi dapat diperiksa langsung untuk menentukan sel dan organisme yang ada, pewarnaan gram simple dapat membantu untuk mengidentifikasi jenis infeksi dan membantu untuk menentukan jenis antibiotik. Contoh apusan juga dapat dikirim untuk pemeriksaan mikrobiologi dan tes untuk sensitivitas antibiotik. 1 Pemeriksaan lain yang dapat digunakan, adalah pemeriksaan Leukosit C-Reactive Protein (CRP), Erytrosit sedimentation rate. Peningkatan sel darah putih dan penurunan konsentrasi hemoglobin dapat menjadi salah satu tanda. Pada pasien usia terlalu muda dan usia terlalu tua, hasil laboratorium tidak terlalu signifikan dan hasil dalam batas normal. 7 Erytrosit Sedimentation Rate (ESR): Normalnya, eritrosit mengendap cukup lambat. Pada kondisi normal,eritrosit memiliki muatan negatif dan akan menolak satu sama lain. Beberapa protein plasma bermuatan positif, akibatnya apabila terjadi peningkatan protein plasma ini akan menurunkan daya tolak antar eritrosit sehingga terjadi aggregasi antar eritrosit sehingga menciptakan molekul lebih besar dan lebih cepat mengendap. Fibrinogen, alfa dan beta globulin merupakan kontributor untuk ESR, protein ini memiliki waktu beberapa hari –minggu, dan memilki rentan waktu yang signifikan untuk terjadi perubahan secara klinis. Pada 16
kondisi di mana hematokrit menurun, velositas dari plasma meningkat, mengakibatkan agregasi eritrosit dan pengendapan terjadi lebih cepat. Oleh karena itu pada kondisi anemia, pemeriksaan ESR jarang dilakukan. Demikian juga pada kondisi di mana terjadi peningkatan immunoglobulin yang dapat menyebabkan peningkatan agregasi eritrosit. 7 Leukosit C-Reactive Protein (CRP): CRP merupakan pemeriksaan rapid response untuk medeteksi adanya inflamasi, dan infeksi serta tidak terpengaruh oleh kondisi seperti kehamilan, anemia dan perubahan protein plasma. Fungsi CRP dalam kaitannya sebagai penanda inflamasi: 7
Anti-infeksi karena dapat mengopsonisasi partikel untuk fagositosis dan aktivasi komplemen
Anti inflamasi : CRP membantu mencegah inflamasi sistemik, CRP membantu pelepasan neutrofil dan monosit dari pembuluh darah dan mencegah melekatnya leukosit pada pembuluh darah sehat.
Fungsi scavenge : CRP melekat pada sel yang akan mengalami
apoptosis
dan
nekrosis,
karena
persamaan reseptor pada sel-sel yang akan mati, reaksi awal inilah yang akan menarik neutrofil dan monosit ke area tersebut. Nilai normal CRP: 8
CRP juga dapat menjadi indikator respon inflamasi yang terjadi: 8
17
Perbedaan ESR dan CRP: 8
Pada CRP dan ESR memiliki waktu respon yang berbeda, pada CRP respon meningkat dalam 4 – 6 jam setelah adanya stimulus inflamasi, mencapai puncak pada 36 – 50 jam, dan menurun ke normal 3 – 7 hari. Pada ESR waktu respon lebih lambat. 8
-
Pemeriksaan Radiologi -
Foto Polos X-ray Pada minggu pertama munculnya gejala onset, foto polos x-ray tidak menunjukkan adanya kelainan pada tulang. Adanya displace dari lapisan lemak dapat mengindikasikan adanya swelling dari jaringan lunak, tetapi ini juga dapat terjadi akibat hematoma atau infeksi pada jaringan lunak. 1 Pada minggu kedua, pada foto polos dapat ditemukan adanya tanda gejala klasik pyogenic osteomyelitis awal, tetapi terapi dapat dimulai tanpa menunggu hal tersebut muncul. Lebih lanjut, penebalan periosteal menjadi lebih jelas dan terdapat lapisan tidak sempurna pada 18
metafisis, dan terakhir adanya tanda-tanda destruksi tulang. Tanda lanjut yang juga penting adalah kombinasi dari osteoporotic regional dengan segment sekitar terjadi peningkatan densitas. 1
-
Ultrasonografi Dengan ultrasonografi dapat mendeteksi adanya kumpulan cairan pada osteomyelitis tahap awal, tetapi tidak dapat membedakan antara hematom dan pus. 1
-
Ranionuclide Scan Radioscintigrafi dengan 99mTc-HDP dapat membuktikan adanya peningkatan aktivitas pada fase perfusi dan fase tulang. Ini merupakan pemeriksaan dengan sensitivitas tinggi, meskipun pada tahap paling awal, tetapi pemeriksaan ini memiliki spesifitas relative rendah dan lesi inflamasi lainnya dapat menunjukkan perubahan yang serupa. Pada kasus-kasus yang meragukan, pemeriksaan dengan 67Gacitrate or 111In dapat menujukkan leukosit. 1
-
Magnetic Resonance Imaging Pemeriksaan MRI dapat membantu dalam beberapa kasus dengan diagnosa masih meragukan, dan pada kasus dengan suspek infeksi pada axial skeleton. Ini juga merupakan pemeriksaan terbaik untuk menunjukkan adanya inflamasi sumsum tulang. Pemeriksaan MRI sangat sensitif, meskipun pada fase awal infeksi tulang, dan dapat membantu untuk membedakan antara infeksi jaringan lunak dan osteomyelitis. Tetapi spesifitas sangat rendah untuk menyingkirkan lesi inflamasi lokal lainnya. 1 19
F. Penatalaksanaan Manajemen terapi pada osteomyelitis bertujuan untuk: 6 Untuk analgesia dan terapi suportif umum Untuk mengistirahatkan bagian yang terkena Untuk mengidentifikasi organisme dan pemberian antibiotik atau kemoterapi yang efektif Untuk membebaskan pus langsung setelah terdeteksi Untuk menstabilkan tulang apabila terdapat fraktur Untuk menghilangkan jaringan avaskular dan nekrotik Untuk mengembalikan kontinuitas apabila terdapat celah pada tulang Untuk mempertahankan jaringan lunak dan kulit Infeksi akut apabila diterapi sejak awal dengan antibiotik yang efektif biasanya akan sembuh. Apabila telah terdapat pus dan nekrosis dari tulang, maka teknik drainase diperlukan. 6 -
Terapi Suportif umum Pada anak-anak dengan iritabilitas, maka harus ditenangkan dan diberikan terapi untuk gejala nyeri. Analgesia dapat diberikan dengan interval berulang tanpa menunggu permintaan dari pasien. Septisemia dan demam dapat mengakibatkan dehidrasi berat dan diperlukan pemberian infus intravena. 1
-
Splint Beberapa tipe splint dapat digunakan, biasanya bertujuan untuk kenyamanan pasien tetapi juga dapat berfungsi mencegah adanya kontraktur sendi. Skin traksi sederhana dapat digunakan, dan pada kasus yang berkaitan dengan panggul, dapat mencegah adanya dislokasi. Disisi lain, plaster slab atau half-silinder dapat digunakan, tetapi tidak dapat mengamankan area yang terkena. 1
-
Antibiotik Pilihan awal untuk antibiotik berdasarkan pada pemeriksaan dari apusan pus dan pengalaman klinisi dengan kondisi serupa, dengan kata lain antibiotik untuk bakteri patogen yang paling sering. Bakteri Staphylococcus aureus merupakan bakteri tersering yang ditemukan pada semua umur, 20
tetapi terapi yang diberikan sebaiknya juga dapat mencover untuk jenis bakteri yang lain, pilihan obat-obatan dengan penetrasi tulang yang baik juga bisa menjadi pilihan. Jika perlu pemilihan antibiotik sesuai kultur bakteri dan tes sensitivitas. 1 Lamanya pemberian antibiotik dianjurkan 4 – 6 minggu, dengan follow up laboratorium penanda inflamasi. Adapun angka rekurensi terjadinya reinfeksi ada sekitar 30% kasus. 6
-
Operasi Indikasi operasi pada osteomyelitis antara lain: 6 -
Terapi dengan antibiotik gagal
-
Ada bukti jelas sequestrasi
-
Infected un-united fracture
-
Infeksi Post Traumatik
-
Infeksi Post Operasi
-
Ada bukti erosi tulang
21
Pada prosedur operasi, dengan irigasi dan debridement sebaiknya dilakukan bersamaan dengan pemberian antibiotik, beberapa teknik operasi yang dapat dilakukan: Ilizarov techniques, intramedullary nail with or without external fixation, Masquelet technique, free tissue transfer, in situ reconstruction. 6,9 Prognosis dengan kombinasi operatif dan antibiotik memberikan hasil yang lebih baik. 6,9
G. Komplikasi -
Artritis supuratif. Komplikasi ini dapat muncul pada pasien: 1 1. Balita dengan lempeng epifise yang belum memiliki barier yang tidak dapat ditembus. 2. Pada metefise dalam intrakapsula, seperti pada neck femur 3. Infeksi metastasis Pemeriksaan dengan USG dapat menunjukkan adanya efusi, tetapi untuk diagnose pasti dengan aspirasi sendi. 1
-
Metastasis infeksi. Umum pada balita, dan dapat mengenai tulang lain, sendi, kavitas serosa, otak dan paru. Pada beberapa kasus, infeksi dapat bersifat multifocal. 1
-
Fraktur patologis. Pada infeksi osteomyelitis, komposisi tulang akan melemah, sehingga dapat terjadi fraktur meskipun dengan trauma kecil. 1
-
Chronic osteomelitis. Meskipun adanya perbaikan dalam metode diagnosis dan terapi, osteomyelitis akut kadang-kadang gagal untuk sembuh. Setelah beberapa minggu atau bulan setelah onset akut infeksi, sequestrum dapat timbul pada foto polos kontrol dan pasien berakhir dengan infeksi kronik dan sinus. 1
22
BAB III PENUTUP
Osteomielitis merupakan suatu bentuk proses inflamasi pada tulang dan struktur-struktur disekitarnya akibat infeksi dari kuman-kuman piogenik. Infeksi muskuloskeletal merupakan penyakit yang umum terjadi; dapat melibatkan seluruh struktur dari sistem muskuloskeletal dan dapat berkembang menjadi penyakit yang berbahaya bahkan membahayakan jiwa. Sehingga perlu untuk mendiagnosa sesegera mungkin saat menemukan kasus seperti ini. Penentuan diagnosis osteomyelitis meliputi anamnesis yang lengkap, pemeriksaan fisis, pemeriksaan laboratorium yang berkaitan dengan proses inflamasi, pemeriksaan radiologi untuk dapat menentukan apakah pasien mengalami infeksi atau penyakit lain yang memiliki klinis serupa. Penanganan akut osteomyelitis dapat diberikan terapi antibiotik setelah pengambilan sampel kultur bakteri, pemberian antibiotik diberikan selama 4 – 6 minggu dan analgetik diberikan apabila terdapat nyeri. Prosedur operasi dilakukan apabila terapi konservatif gagal, ada bukti sequester, adanya pus, osteomyelitis pada post traumatic dan post operasi. Penanganan dengan hanya antibiotik memiliki angka kekambuhan 30% dari kasus, dan penangan dengan kombinasi operasi dan antibiotik memiliki hasil lebih baik.
23
DAFTAR PUSTAKA 1. Solomon L, Srinivasan H, Tuli S, et.all. Infection. In: Apley AG. Apley’s System of Orthopaedics and Fractures. 9th Edition. London: Hodder Arnold An Hachette Company. 2010. 29-41. 2. Kristy L. Weber. Pathological Fracture. In: Rockwood and Greens Fracture in Adults. 7th Edition. 2010. 3. Buckwalter JA, Einhorn TA, Marsh JL, et.all. Bone and Joint Healing. In: Rockwood and Greens Fracture in Adults. 7th Edition. 2010.
4. Dresing, K. & Lumpp, B. Anatomy of bone. AOT trauma. 2015 5. Thompson JC. Basic Science. In: Netter’s Concise Orthopaedic Anatomy. 2nd Edition. Elsevier. 2010. 6. Ziran BH, Smith W, and Rao N. Orthopaedic Infection and Osteomyelitis. In: Rockwood and Greens Fracture in Adults. 7th Edition. 2010. 7. Dunedin. CRP vs ESR. In: Assessing & Measuring the Inflammatory Response. 2005. 8. Singh, Gumurkh. CRP and ESR: Continuing Role for Erythrocyte sedimentation rate. In: Advance in Biological Chemistry. 2014. 4, 5-9. 9. www.orthobullet.org/osteomyelitis
24