BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanah Sebagai Pendukung Pondasi Sosrodarsono (2000) menjelaskan bahwa Tanah selalu mempunyai peranan yang penting pada suatu lokasi pekerjaan konstruksi. Tanah adalah pondasi pendukung suatu bangunan, atau bahan konstruksi dari bangunan itu sendiri seperti tanggul atau bendungan, atau kadang-kadang sebagai
sumber
penyebab
gaya
luar
pada
bangunan,
seperti
tembok/dinding penahan tanah. Tenaga-tenaga Teknik Sipil yang berkecimpung dalam perencanaan atau pelaksanaan bangunan, perlu mempunyai pengertian yang mendalam mengenai fungsi-fungsi serta sifat tanah itu bila dilakukan pembebanan terhadapnya. Mengingat hampir semua bangunan itu dibuat diatas atau dibawah permukaan tanah, maka harus dibuatkan pondasi yang dapat memikul beban bangunan itu atau gaya yang bekerja melalui bangunan itu. (lihat Gambar 2.1) Umpamanya, jika tanah itu cukup keras dan mampu memikul suatu pangkal/kepala jembatan, maka pondasi kepala jembatan itu dapat dibangun langsung diatas tanah itu. Bila dikhawatirkan akibat tanah itu akan rusak atau turun akibat gaya yang bekerja melalui kepala jembatan itu, maka kadangkadang diperlukan suatu alat/konstruksi seperti tiang pancang atau kaison untuk meneruskan gaya tersebut ke lapisan tanah yang mampu memikul gaya itu sepenuhnya.
Gambar 2.1 Kepala jembatan dan daya dukung
2.2. Sifat Fisis Teknis Tanah dan Batuan (Hardiyatmo, 2002) Tanah pada kondisi alam terdiri dari campuran butiran-butiran mineral dengan atau tanpa kandungan bahan organik. Butiran-hutiran tersebut dapat dengan mudah dipisahkan satu sama lain dengan kocokan air. Material ini berasal dari hasil pelapukan batuan, baik secara fisik maupun kimia. Sifat-sifat teknis tanah, kecuali dipengaruhi oleh sifat batuan induk yang merupakan material asalnya, juga dipengaruhi oleh unsur-unsur luar yang menjadi penyebab terjadinya pelapukan batuan tersebut. Istilah-istilah seperti kerikil, pasir, lanau, dan lempung digunakan dalam teknik sipil untuk membedakan jenis-jenis tanah. Tanah terdiri dari 3 komponen, yaitu: udara, air, dan bahan padat. Udara dianggap tak mempunyai pengaruh teknis, sedang air sangat mempengaruhi sifat-sifat teknis tanah. Ruang di antara butiran-butiran, sebagian atau seluruhnya dapat terisi oleh air atau udara. Bila rongga tersebut terisi air seluruhnya, tanah dikatakan dalam kondisi jenuh. Bila rongga terisi oleh udara dan air, tanah pada kondisi jenuh sebagian
(partially saturated). Tanah kering adalah tanah yang tak mengandung air sama sekali atau kadar airnya nol. Hubungan-hubungan antara kadar air, angka pori, porositas, berat volume, dan lain-lainnya tersebut sangat diperlukan dalam praktek. Gambar 2.2 memperlihatkan kondisi tanah beserta komponennya.
Gambar 2.2 Diagram Fase Tanah ο§
Angka pori (π), didefinisikan sebagai : π=
ο§
ππ£ ππ
Porositas (π), didefinisikan sebagai : π=
ππ£ π
Hubungan antara π dan π, adalah : π π= 1+π atau π= Dimana : Va
= volume udara
π 1βπ
komponen-
Vw
= volume air
Vs
= volume butiran padat
Vv
= volume rongga pori = Va + Vw
V = volue total =Vv + Vs ο§
Kadar Air (π): π=
ο§
ππ€ Γ 100% ππ
Berat volume kering (πΎπ ) πΎπ =
ο§
Berat volume basah (πΎπ ) πΎπ =
ο§
ππ + ππ€ + ππ ππ + ππ€ = π π
Berat volume butiran padat (πΎπ ) (πΎπ ) =
ο§
ππ π
ππ ππ
Berat jenis (specific gravity)(πΊπ ): (πΊπ ) =
πΎπ πΎπ€
Dimana: π
= Ws + Ww + Wa = Ws + Ww
Ws
= berat butiran padat
Ww
= berat air
Wa
= berat udara, dianggap sama dengan nol
Ξ³w
= berat volume air
ο§
Derajat kejenuhan (π): π=
ο§
ππ€ Γ 100% ππ£
Hubungan π€, πΊπ , dan π adalah: π=
π πΊπ π
2.3. Klasifikasi Tanah Sosrodarsono, (2000). Suatu klasifikasi mengenai tanah adalah perlu untuk memberikan gambaran sepintas mengenai sifat-sifat tanah dalam menghadapi perencanaan dan pelaksanaan. Untuk memperoleh hasil klasifikasi yang objektif, biasanya tanah itu secara sepintas dibagi dalam tanah berbutir kasar dan berbutir halus berdasarkan suatu hasil analisa mekanis. Selanjutnya tahap klasifikasi tanah berbutir halus diadakan berdasarkan percobaan konsistensi. Santosa (1998) menjelaskan, di dalam jenis dan sifat tanah sangat bervariasi, hal ini ditentukan oleh banyaknya fraksi-fraksi (kerikil, pasir, lanau dan lempung) dan sifat plastisitas butir halus. Klasifikasi bermaksud membagi tanah menjadi beberapa golongan tanah dengan kondisi dan sifat yang mirip diberi simbol nama yang sama. Ada dua cara klasifikasi yang umum digunakan yaitu cmenggunakan sistem UNIFIED dan sistem AASHTO.
2.3.1.
Sistem Klasifikasi UNIFIED Pada system unified, tanah diklasifikasikan ke dalam tanah
berbutir kasar (kerikil dan pasir) jika kurang dari 50% lolos saringan nomer 200, dan sebagai tanah berbutir halus (lanau/lempung) jika lebih dari 50% lolos saringan nomer 200. Selanjutnya, tanah diklasifikasikan dalam sejumlah kelompok dan subkelompok yang dapat dilihat dalam Tabel 2.1
Tabel
2.1
Jenis-jenis
dan
kelompok-kelompok
tanah
(Sutarman, 2009) Jenis Tanah
Prefiks
Kerikil
G
Pasir
S
Lanau
M
Lempung
C
Organik
O
Gambut
Pt
Sufiks
SubKelompok
W
Gradasi baik
P
Gradasi buruk
M
Berlanau
C
Berlempung
L
H
Plastisitas rendah Water limit < 50% Plastisitas tinggi Water limit > 50%
Klasifikasi Unified mendefinisikan tanah sebagai : a. Tanah berbutir halus apabila lolos saringan no.200 > 50% b. Tanah berbutir kasar apabila tertahan saringan no.200 > 50% Perlu diingat bahwa :
2.3.2.
ο·
Saringan no.4 ukuran lobang 4,76 mm
ο·
Saringan no.40 ukuran lobang 0,42 mm
ο·
Saringan no.200 ukuran lobang 0,074 mm
Klasifikasi menurut sistem AASHTO Sistem klasifikasi AASHTO (American Association of State
Highway and Transportation Officials Classification) membagi tanah ke dalam 8 kelompok, A-1 sampai A-8 termasuk sub-sub kelompok. Tanah-tanah dalam tiap kelompoknya dievaluasi terhadap indeks kelompoknya yang dihitung dengan rumus-rumus empiris. Pengujian
yang digunakan adalah analisis saringan dan batas-batas Atterberg. Sistem klasifikasi AASHTO dapat dilihat dalam Tabel
Tabel 2.2 Klasifikasi Sistem AASHTO (Das, 1995) Tanah berbutir Klasifikasi Umum (<35% lolos saringan 200) A-1
A-2
Klasifikasi kelompok
A-3 A-1-a
A-1-b
No.10 (2,00 mm)
Max 50
-
No.40 (0,425 mm)
Max 30
No.200 (0,075 mm)
A-2-4
A-2-5
A-2-6
A-2-7
-
-
-
-
-
Max 50
Min 51
-
-
-
-
Max 15
Max 25
Max 10
Max 35
Max 35
Max 35
Max 35
-
-
-
Max 40
Min 41
Max 40
Min 41
Max 6
Max 6
NP
Max 10
Max 10
Max 11
Min 11
Analisis saringan (% lolos)
Sifat fraksi yang lolos saringan No.40 Batas cair (LL) Indeks Plastisitas (PI) Tipe material paling dominan
Batu pecah, kerikil dan pasir
Pasir halus
Kerikil dan pasir yang berlanau atau berlempung
Baik sekali sampai baik
Penilaian sebagai tanah dasar
Tanah berbutir Klasifikasi Umum (<35% lolos saringan 200) A-7 Klasifikasi kelompok
A-4
A-5
A-6 A-7-5
A-7-6
Analisis saringan (% lolos) No.10 (2,00 mm)
-
-
-
-
No.40 (0,425 mm)
-
-
-
-
No.200 (0,075 mm)
Min 36
Min 36
Min 36
Min 36
Sifat fraksi yang lolos saringan No.40 Batas cair (LL)
Max 40
Min 41
Max 40
Min 41
Indeks Plastisitas (PI)
Max 10
Max 10
Min 10
Min 11
Tipe material paling dominan Penilaian sebagai tanah dasar
Tanah berlanau
Tanah berlempung Biasa sampai jelek
2.4. Konsistensi dan Plastisitas Tanah Santosa, (1998). Konsistensi tanah didefinisikan sebagai suatu kondisi fisis dari suatu tanah berbutir halus pada kadar air tertentu. Sedangkan Plastisitas merupakan karakteristik dari tanah berbutir halus (lempung) yang sangat penting. Plastisitas melukiskan kemampuan tanah untuk berdeformasi pada volume yang tetap tanpa retakan atau remahan. Atas dasar air yang terkandung didalamnya (Konsistensinya) tanah dipisahkan menjadi 4 keadaan dasar, yaitu: Padat, Semi Padat, Plastis, dan Cair. Atterberg (1911), memberikan cara untuk menggambarkan batasbatas konsistensi dari tanah berbutir halus dengan mempertimbangkan kandungan kadar air tanah. Batas-batas tersebut adalah batas cair (liquid limit), batas plastis (plastic limit), dan batas susut (shrinkige limit). Kedudukan batas-batas konsistensi untuk tanah kohesif ditunjukan dalam Gambar.
Gambar 2.3 Batas-batas Atterberg (Hardiyatmo, 2002) ο§
Transisi dari padat ke semi padat disebut batas susut (shrinkage limit) = SL = WS. Yaitu besar kadar air tanah dimana tanah
tersebut
mempunyai
volume
terkecil
saat
airnya
mengering. ο§
Transisi dari semi padat ke plastis disebut batas plastis (plastic limit) = PL = WP. Yaitu besar kadar air dimana tanah apabila digulung sampai diameter 3,2 mm tanah akan retak-retak.
ο§
Transisi dari plastis ke cair disebut batas cair (liquid limit) = LL = WL. Yaitu kadar air dalam tanah akan mengalir akibat berat sendiri.
Panjang daerah interval kadar air tanah pada kondisi plastis disebut Indeks Plastisitas (IP). IP = WL β WP IP = selisih batas cair dan batas plastis Seiap tanah mempunyai WL, WP, WS, dan IP yang tidak sama satu dengan yang lain, atau dengan kata lain plastisitas masing-masing tanah tidak sama. Plastisitas rendah
: LL < 35%
Plastisitas sedang
: 35% < LL < 50%
Plastisitas tinggi
: LL > 50%
2.5. Penyelidikan Tanah Hardiyatmo (2002), Penyelidikan tanah dilapangan dibutuhkan untuk data perencanaan pondasi bangunan. Bergantung pada maksud dan tujuannya, penyelidikan dapat dilakukan dengan cara-cara menggali lubang cobaan (trial-pit), pengeboran, dan pengujian langsung dilapangan (in-situ test). Dari data yang diperoleh, sifat-sifat teknis tanah dipelajari, kemudian digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menganalisis daya dukung dan penurunan. Penyelidikan tanah biasanya terdiri dari tiga tahap, yaitu: pengeboran atau penggalian lubang cobaan, pengambilan contoh tanah (sampling), dan pengujian contoh tanahnya. Pengujian contoh tanah ini dapat dilakukan dilaboratorium atau dilapangan. Tujuan penyelidikan tanah, antara lain: a. Menentukan daya dukung tanah menurut tipe pondasi yang dipilih. b. Menentukan tipe dan kedalaman pondasi. c. Untuk mengetahui posisi muka air tanah. d. Untuk meramalkan besarnya penurunan.
e. Menentukan besarnya tekanan tanah terhadap dinding penahan tanah atau pangkal jembatan. f. Menyelidiki keamanan suatu struktur bila penyelidikan dilakukan pada bangunan yang telah ada sebelumnya. g. Pada proyek jalan raya dan irigasi, penyelidikan tanah berguna untuk
menentukan
letak-letak
saluran,
gorong-gorong,
penentuan lokasi dan macam bahan timbunan.
2.5.1.
Penyelidikan Tanah di Lapangan Hardiyatmo (2002), Jenis-jenis tanah tertentu sangat mudah
sekali terganggu oleh pengaruh pengambilan contohnya di dalam tanah. Untuk menanggulangi hal tersebut, sering dilakukan beberapa pengujian di lapangan secara langsung. Beberapa diantaranya adalah: a) Pengujian penetrasi standar atau SPT (Standard Penetration Test). b) Pengujian penetrasi kerucut statis atau CPT (Static Cone Penetration Test). Pengujian dilapangan sangat berguna untuk mengetahui karakteristik tanah dalam mendukung beban pondasi dengan tidak dipengaruhi oleh kerusakan contoh tanah akibat operasi pengeboran dan penanganan contohnya. Perlu diperhatikan bahwa hasil pengujian lapangan hanya memberikan informasi satu karakteristik tanah saja, yaitu kuat geser tanah.
Oleh
karena
itu,
kekurangan-kekurangan
data
dapat
dilengkapi dengan mengadakan pengeboran tanah.
2.5.2.
Pengujian Tanah di Laboratorium Hardiyatmo (2002), Sifat-sifat fisik tanah dapat dipelajari dari
hasil-hasil pengujian laboratorium pada contoh-contoh tanah yang diambil dari pengeboran. Hasil-hasil pengujian yang diperoleh dapat
digunakan untuk menghitung daya dukung dan penurunan. Secara umum, pengujian di laboratorium yang dilakukan untuk perancangan pondasi antara lain : a) Pengujian dari pengamatan langsung b) Kadar air c) Analisis butiran d) Batas plastis dan batas cair e) Triaksial f) Tekan-bebas g) Geser-langsung h) Geser baling-baling i) Konsolidasi j) Permeabilitas k) Analisis bahan kimia
2.6. Interpretasi dan Korelasi Tanah 2.6.1.
Interpretasi Pengujian CPT Hardiyatmo (2002), Pengujian CPT atau biasa disebut
dengan pengujian sondir ini sangat berguna untuk memperoleh nilai variasi kepadatan tanah pasir yang tidak padat. Pada tanah pasir yang padat dan tanah-tanah berkerikil dan berbatu, penggunaan alat sondir menjadi tidak efektif, karena akan banyak mengalami kesulitan dalam menembus tanah. Nilai-nilai tahanan kerucut statis (ππ ) yang diperoleh dari pengujiannya, dapat dikorelasikan secara langsung dengan nilai daya dukung tanah dan penurunan pada pondasi dangkal dan pondasi tiang. Ujung alat ini terdiri dari kerucut baja yang mempunyai sudut kemiringan 60Β° dan berdiameter 35,7 mm atau mempunyai luas penampang 1000 mm2.
Gambar 2.4 Skematis Alat Pengujian Alat
sondir
dibuat
sedemikian
rupa
sehingga
dapat
mengukur tahanan ujung dan tahanan terhadap gesekan dari selimut silinder mata sondirnya. Cara penggunaan alat ini adalah dengan menekan pipa penekan dan mata sondir secara terpisah, melalui alat penekan mekanis atau gengan tangan yang memberikan gerakan ke bawah. Kecepatan penekanan kira-kira 10 mm/detik. Pembacaan tahanan kerucut statis dilakukan dengan melihat arloji pengukurnya (manometer). Nilai ππ adalah adalah besarnya tahanan kerucut dibagi dengan luas penampangnya. Pembacaan manometer di lakukan pada tiap-tiap penembusan sedalam 20 cm. Tahanan ujung serta tahanan gesekan selimut alat sondir dicatat. Dari sini diperoleh grafik tahanan kerucut statis atau grafik sondir yang menyajikan keduanya.
Gambar 2.5 Contoh hasil pengujian 2.6.2.
Interpretasi Pengujian SPT Hardiyatmo (2002), Pengujian penetrasi standar di lakukan
karena sulitnya memperoleh contoh tanah tak terganggu pada tanah granuler. Pada pengujian ini, sifat-sifat tanah ditentukan dari pengukuran kerapatan relative secara langsung di lapangan. Sewaktu melakukan pengeboran inti, jika kedalaman pengeboran telah mencapai lapisan tanah yang akan diuji, mata bor di lepas dan di ganti dengan alat yang di sebut tabung belah standar (standard split barrel sampler).
Gambar 2.6 Tabung belah standar untuk pengujian SPT
Setelah tabung ini dipasang, bersama-sama dengan pipa bor, alat diturunkan sampai ujung nya menumpu lapisan tanah dasar, dan kemudian dipukul dari atas. Pukulan diberikan oleh alat pemukul yang beratnya 63,5 kg (140 pon), yang di Tarik naik turun dengan tinggi jatuh 76,2 cm (30 inci). Nilai SPT diperoleh dengan cara sebagai berikut: Tahap pertama, tabung belah standar dipukul hingga sedalam 15,24 cm (6 inci). Kemudian dilanjutkan dengan pemukulan tahap kedua sedalam 30,48 cm (12 inci). Jumlah pukulan pada tahap kedua ini, yaitu jumlah pukulan yang dibutuhkan untuk penetrasi tabung belah standar sedalam 30,48 cm, didefinisikan sebagai nilai-N. pengujian yang lebih baik dilakukan dengan menghitung pukulan pada tiap-tiap penembusan sedalam 7,62 cm (3 inci). Dengan cara ini, kedalaman sembarang jenis tanah di dasar lubang bor dapat ditaksir, dan elevasi di mana gangguan terjadi dalam usaha menembus lapisan yang keras seperti batu dapat dicatat. Pada kasus-kasus yang umum, pengujian SPT dilakukan pada tiap-tiap 1,5 m atau paling sedikit pada tiap-tiap pergantian jenis lapisan tanah di sepanjang kedalaman lubang bornya.
2.7. Bangunan Pondasi Pondasi merupakan komponen/struktur paling bawah dari sebuah bangunan, meski tidak terlihat secara langsung saat bangunan sudah selesai, namun secara fungsi struktur, keberadaan pondasi tidak boleh terabaikan. Perlu perencanaan yang matang, karena salah satu faktor yang mempengaruhi keawetan atau keamanan bangunan adalah pondasi. Dalam menentukan jenis, ukuran, dan konstruksi pondasi harus memperhatikan jenis bangunan, beban bangunan, kondisi tanah, dan faktor-faktor lain yang berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung. Karena fungsi pondasi adalah sebagai perantara untuk
meneruskan beban struktur yang ada di atas muka tanah dan gaya-gaya lain yang bekerja ke tanah pendukung bangunan tersebut.
2.8. Macam-macam Pondasi Pondasi adalah bagian terendah bangunan yang meneruskan beban bangunan ketanah atau batuan yang berada dibawahnya. Klasifikasi pondasi dibagi 2 (dua) yaitu: 2.8.1.
Pondasi dangkal Pondasi dangkal adalah pondasi yang mendukung beban
secara langsung seperti : 1. Pondasi telapak yaitu pondasi yang berdiri sendiri dalam mendukung kolom 2. Pondasi memanjang yaitu pondasi yang digunakan untuk mendukung sederetan kolom yang berjarak dekat sehingga bila dipakai pondasi telapak sisinya akan terhimpit satu sama lainnya 3. Pondasi rakit (raft foundation) yaitu pondasi yang digunakan untuk mendukung bangunan yang terletak pada tanah lunak atau
digunakan
bila
susunan
kolom-kolom
jaraknya
sedemikian dekat disemua arahnya, sehingga bila dipakai pondasi telapak, sisi-sisinya berhimpit satu sama lainnya (Bowles, 1991).
2.8.2.
Pondasi dalam Bowles (1991) juga menjelaskan bahwa pondasi dalam
adalah pondasi yang meneruskan beban bangunan ke tanah keras atau batu yang terletak jauh dari permukaan, seperti: 1. Pondasi sumuran (pier foundation) yaitu pondasi yang merupakan peralihan antara pondasi dangkal dan pondasi tiang, digunakan bila tanah dasar yang kuat terletak pada
kedalaman yang relatif dalam, di mana pondasi sumuran nilai kedalaman (Df) dibagi lebarnya (B) lebih besar 4 sedangkan pondasi dangkal Df/B β€ 1. 2. Pondasi tiang (pile foundation), digunakan bila tanah pondasi pada kedalaman yang normal tidak mampu mendukung bebannya dan tanah kerasnya terletak pada kedalaman yang sangat dalam. Pondasi tiang umumnya berdiameter lebih kecil dan lebih panjang dibanding dengan pondasi sumuran.
2.9. Pondasi Tiang Nakazawa (1983) menyatakan bahwa Pondasi tiang adalah suatu konstruksi pondasi yang mampu menahan gaya orthogonal ke sumbu tiang dengan cara menyerap lenturan. Pondasi tiang dibuat menjadi satu kesatuan yang monolit dengan menyatukan pangkal tiang yang terdapat dibawah konstruksi, dengan tumpuan pondasi. Pondasi tiang digunakan untuk mendukung bangunan bila lapisan tanah kuat terletak sangat dalam. Pondasi jenis ini dapat juga digunakan untuk mendukung bangunan yang menahan gaya angkat ke atas, terutama pada bangunan-bangunan tingkat yang dipengaruhi oleh gayagaya penggulingan akibat beban angin. Tiang-tiang juga digunakan untuk mendukung
bangunan
dipengaruhi
oleh
dermaga.
gaya-gaya
Pada
benturan
bangunan kapal
dan
ini,
tiangβtiang
gelombang
air
(Hardiyatmo, 2002). Pondasi tiang digunakan untuk beberapa maksud, antara lain: 1. Untuk meneruskan beban bangunan yang terletak di atas air atau tanah lunak, ke tanah pendukung yang kuat; 2. Untuk meneruskan beban ke tanah yang relatif lunak sampai kedalaman yang cukup untuk mendukung beban tersebut oleh gesekan dinding tiang dengan tanah di sekitarnya; 3. Untuk mengangker bangunan yang dipengaruhi oleh gaya angkat ke atas akibat tekanan hidrostatis atau momen penggulingan;
4. Untuk menahan gaya-gaya horizontal dan gaya yang arahnya miring; 5. Untuk memadatkan tanah pasir, sehingga kapasitas dukung tanah tersebut bertambah; 6. Untuk mendukung pondasi bangunan yang permukaan tanahnya mudah tergerus air.
2.10. Penggolongan Pondasi Tiang Hardiyatmo (2002) membagi pondasi Tiang menjadi tiga kategori sebagai berikut : 1. Tiang perpindahan besar (large displacement pile) Tiang perpindahan besar (large displacement pile), yaitu tiang pejal atau berlubang dengan ujung tertutup yang dipancang ke dalam tanah sehingga terjadi perpindahan volume tanah yang relative besar. Termasuk dalam tiang perpindahan besar adalah tiang kayu, tiang beton pejal, tiang beton prategang (pejal atau berlubang), tiang baja bulat (tertutup pada ujungnya). 2. Tiang perpindahan kecil (small displacement pile) Tiang perpindahan kecil (small displacement pile), adalah sama seperti tiang kategori pertama hanya volume tanah yang dipindahkan saat pemancangan relatif kecil, contohnya: tiang beton berlubang dengan ujung terbuka, tiang beton prategang berlubang dengan ujung terbuka, tiang baja H, tiang baja bulat ujung terbuka, tiang ulir. 3. Tiang tanpa perpindahan (non displacement pile) Tiang tanpa perpindahan (non displacement pile), terdiri dari tiang yang dipasang di dalam tanah dengan cara menggali atau mengebor tanah. Termasuk dalam tiang tanpa perpindahan adalah bored pile, yaitu tiang beton yang pengecorannya langsung didalam lubang hasil pengeboran tanah (pipa baja diletakkan di dalam lubang dan di cor beton).
Pondasi tiang dapat digolongkan berdasarkan kualitas materialnya, cara
pelaksanaan,
pemakaian
bahan-bahan
dan
sebagainya.
Penggolongan berdasarkan kualitas material dan cara pembuatannya diperlihatkan dalam Tabel 2.3 sedangkan untuk penggolongan tiang berdasarkan cara pemasangannya seperti diperlihatkan pada Gambar 2.7
Tabel 2.3 Macam-macam tipe pondasi berdasarkan kualitas material dan cara pembuatan (Nakazawa, 1983) Kualitas
Nama tiang
bahan Tiang baja
Cara pembuatan
Bentuk
Disambung secara Tiang pipa baja
elekrtis, diarah datar,
Bulat
mengeliling Tiang dengan flens lebar
Diasah dalam
(Penampang H)
keadaan panas, dilas
Tiang
Tiang beton
beton
bertulang Tiang
pracetak
beton pracetak
Tiang beton prategang pracetak
Diaduk dengan gaya sentrifugal Diaduk dengan penggetar
awal Sistim penarikan
Dengan
yang dicor
menggoyangkan
ditempat
semua tabung pelindung Dengan membor tanah
Segitiga dll
Bulat
akhir Bulat Sistim pemancangan
Raymond Tiang
Bulat
Sistim penarikan
Tiang alas Tiang beton
H
Sistim pemboran
Dengan pemutaran berlawanan arah Dengan pondasi dalam
Berdasarkan industri tiang pancang yang dicetak dan dicor dilapangan, terdapat batasan dimensi, tujuannya untuk memudahkan dalam pekerjaan pelaksanaan dari segi teknis karena dapat memperkecil terjadinya perpindahan. Misalnya pada tiang borepile, pada saat pemasukan tulangan ada aturan yang harus diperhatikan untuk menjaga tulangan yang langsung berhubungan dengan tanah untuk menghindari korosi secara dini.
Gambar 2.7 Macam-macam tipe pondasi berdasarkan teknik pemasangannya (Nakazawa, 1983)
Berdasarkan penyaluran beban ke tanah, pondasi tiang dibedakan menjadi tiga yaitu: 1. Pondasi tiang dengan tahanan ujung (end bearing pile). Tiang ini meneruskan beban melalui tahanan ujung tiang ke lapisan tanah pendukung. 2. Pondasi tiang dengan tahanan geseran (friction pile). Tiang ini meneruskan beban ke tanah melalui tahanan geser selimut tiang. 3. Kombinasi end bearing capacity dan friction capacity. 2.11. Tiang Bor Bored pile dipasang ke dalam tanah dengan cara mengebor tanah terlebih dahulu, baru kemudian diisi tulangan dan di cor beton. Tiang ini biasanya
dipakai
pada
tanah
yang
stabil
dan
kaku,
sehingga
memungkinkan untuk membentuk lubang yang stabil dengan alat bor. Jika tanah mengandung air, pipa besi dibutuhkan untuk menahan dinding lubang dan pipa ini ditarik ke atas pada waktu pengecoran beton. Pada tanah yang keras atau bahkan lunak, dasar tiang dapat dibesarkan untuk menambah tahanan dukung ujung tiang. Ada berbagai jenis pondasi bored pile yaitu: 1. Bored pile lurus untuk tanah keras; 2. Bored pile yang ujungnya diperbesar berbentuk bel; 3. Bored pile yang ujungnya diperbesar berbentuk trapesium; 4. Bored pile lurus untuk tanah berbatu-batuan (Das, 1941). 2.11.1.
Metode pelaksanaan borepile Pada dasarnya pelaksanaa bored pile pada tanah yang tidak
mudah longsor adalah: ο§
Tanah digali dengan mesin bor sampai kedalaman yang dikehendaki.
ο§
Dasar lubang bor dibersihkan
ο§
Tulangan yang telah dirakit dimasukkan ke dalam lubang bor.
ο§
Lubang bor diisi atau dicor beton.
2.12. Tiang Beton Pracetak (Tiang Pancang) Tiang beton pracetak umumnya berbentuk prisma atau bulat. Tiangtiang
dicetak
di
lokasi
tertentu,
kemudian
diangkut
ke
lokasi
pembangunan. Ukuran diameter yang biasanya dipakai untuk tiang yang tidak berlubang diantara 20 sampai 60 cm. Untuk tiang yang berlubang diameternya dapat mencapai 140 cm. Untuk tiang beton pracetak biasanya berkisar diantara 20 sampai 40 m. Untuk tiang beton berlubang bias sampai 60 m. Beban maksimum untuk tiang ukuran kecil dapat berkisar diantara 300 sampai 800 kN. 2.12.1. ο§
Metode pelaksanaan Tiang Pancang Alat pancang ditempatkan sedemikian rupa sehingga as hammer jatuh pada patok titik pancang yang telah ditentukan.
ο§
Tiang diangkat pada titik angkat yang telah disediakan pada setiap lubang.
ο§
Tiang didirikan disamping driving lead dan kepala tiang dipasang pada helmet yang telah dilapisi kayu sebagai pelindung dan pegangan kepala tiang.
ο§
Ujung bawah tiang didudukkan secara cermat diatas patok pancang yang telah ditentukan.
ο§
Penyetelan vertikal tiang dilakukan dengan mengatur panjang backstay sambil diperiksa dengan waterpass sehingga diperoleh posisi yang betul-betul vertikal. Sebelum pemancangan dimulai, bagian bawah tiang diklem dengan center gate pada dasar driving lead agar posisi tiang tidak bergeser selama pemancangan, terutama untuk tiang batang pertama.
ο§
Pemancangan
dimulai
dengan
mengangkat
dan
menjatuhkan hammer secara kontiniu ke atas helmet yang terpasang diatas kepala tiang.
2.13. Pertimbangan-pertimbangan dalam Perencanaan Pondasi Tabel 2.4 Perbandingan Pondasi Tiang Pondasi
Kelebihan
Tiang
Kekurangan
Tidak ada resiko kenaikan
Pengeboran dapat
muka tanah
mengakibatkan gangguan kepadatan, bila tanah berupa pasir atau tanah yang berkerikil
Kedalaman tiang dapat
Pengecoran beton sulit bila
divariasikan
dipengaruhi air tanah karena mutu beton tidak dapat dikontrol dengan baik
Tanah dapat diperiksa dan
Air yang mengalir ke dalam
dicocokan dengan data
lubang bor dapat
laboratorium
mengakibatkan gangguan tanah, sehingga mengurangi kapasitas dukung tanah
Tiang Bor
terhadap tiang Tiang dapat dipasang
Pembesaran ujung bawah tiang
sampai kedalaman yang
tidak dapat dilakukan bila tanah
dalam, dengan diameter
berupa pasir
besar, dan dapat dilakukan pembesaran ujung bawahnya jika tanah dasar berupa lempung atau batu lunak penulangan tidak dipengaruhi oleh tegangan pada waktu pengangkutan dan pemancangan
Bahan tiang dapat diperiksa
Penggembungan permukaan
sebelum pemancangan
tanah dan gangguan tanah akibat pemancangan dapat menimbulkan masalah
Tiang Beton Pracetak
Prosedur pelaksanaan tidak
Tiang kadang-kadang rusak
dipengaruhi oleh air tanah
akibat pemancangan
Tiang dapat dipancang
Pemancangan sulit, bila
sampai kedalaman yang
diametertiang terlalu besar
dalam Pemancangan tiang dapat
Pemancangan menimbulkan
menambah kepadatan tanah
gangguan suara, getaran dan
granuler
deformasi tanah yang dapat menimbulkan kerusakan bangunan sekitarnya Penulangan dipengaruhi oleh tegangan yang terjadi pada waktu pengangkutan dan pemancangan tiang
2.13.1.
Langkah-langkah umum perancangan pondasi Langkah
pertama
dalam
merancang
pondasi
adalah
menghitung jumlah beban efektif yang akan ditransfer ke tanah di bawah pondasi. Langkah kedua adalah menentukan nilai daya dukung diizinkan (ππ ). Luas dasar pondasi dapat ditentukan dari membagi jumlah beban efektif dengan nilai daya dukung diizinkan (ππ ). Akhirnya, didasarkan pada tekanan yang terjadi pada dasar pondasi, dapat dilakukan perancangan struktural dari pondasinya. Yaitu dengan menghitung momen-momen lentur dan gaya-gaya geser yang terjadi pada pelat pondasi. Pemilihan jenis pondasi
bergantung pada beban yang harus didukung, kondisi tanah dasar, dan biaya pembuatan pondasi yang dibandingkan terhadap biaya struktur atasnya. 2.13.2.
Penentuan daya dukung yang diizinkan Besarnya daya dukung yang diizinkan (ππ ) tergantung dari
sifat-sifat teknis tanah, kedalaman dan dimensi pondasi, dan penurunan yang ditoleransikan. Perhitungan daya dukung dapat dilakukan dengan berdasarkan karakteristik kuat geser tanah yang diperoleh dari pengujian tanah di laboratorium dan pengujian di lapangan, atau dengan secara empiris yang didasarkan pada alat pengujian lapangan tertentu (seperti: pengujian SPT, pengujian kerucut statis/sondir, dan lain-lain). Bila
hitungan
daya
dukung
tanah
didasarkan
pada
karakteristik tanah dasar, besarnya daya dukung ultimit untuk dimensi pondasi dan kedalaman tertentu dihitung, kemudian besar daya dukung diizinkan ditentukan dengan membagi daya dukung ultimit dengan faktor aman tertentu yang sesuai. Nilai yang diperoleh masih harus dikontrol terhadap penurunan yang terjadi yang dihitung berdasarkan nilai daya dukung yang telah ditemukan. Jika penurunan yang terhitung lebih besar dari syarat penurunan yang ditoleransikan, nilai daya dukung harus dikurangi sampai syarat besarnya penurunan terpenuhi. Untuk memenuhi syarat keamanan, disarankan factor aman terhadap keruntuhan daya dukung akibat beban maksiimum sama dengan 3. Faktor aman lebih kecil diperbolehkan jika strukturnya kurang penting. Factor aman 3 artinya sangat hati-hati, guna menanggulangi ketidaktentuan variasi kondisi tanah dasar.
2.14. Kapasitas Daya Dukung Tiang berdasarkan data N-SPT Untuk
menghitung
kapasitas
tiang
dapat
dilakukan
dengan
didasarkan pada teori Mekanika Tanah. Variasi kondisi tanah dan pengaruh tipe cara pelaksanaan pemancangan dapat menimbulkan perbedaan yang besar pada beban ultimit tiang dalam suatu lokasi bangunan. Demikian pula dengan pengaruh-pengaruh seperti: tiang dicetak di luar atau dicor di tempat, tiang berdinding rata atau bergelombang, tiang terbuat dari baja atau beton, sangat berpengaruh pada faktor gesekan antara dinding tiang dan tanah, yang dengan demikian akan mempengaruhi kapasitas tiang. Sutarman (2013) Untuk menghitung daya dukung tiang berdasarkan data hasil SPT dapat dilakukan dengan menggunakan Mayerhof Methodβs 1976. 1. Kapasitas daya dukung ujung pondasi (end bearing capacity). Daya dukung batas (ultimate) ujung pondasi tiang Qp dalam ton berdasarkan data SPT dinyatakan oleh persamaan : Untuk tanah pasir : Qp =
0.4 Nβ² Γ Df Γ Ap B
β€
4Nβ² Γ Ap
0.4 Nβ² Γ Df Γ Ap B
β€
3Nβ² Γ Ap
Untuk tanah silt : Qp =
π β² = πΆπ Γ πππ£
Dengan :
20
πΆπ = 0.77 log πβ²
π£
Ap = Ο Γ Οβ²v
B2 4
= Ξ³ ΓL
* Syarat ο³βv ο³ 0,25 tsf Di mana : Qp
=
Daya dukung batas (ultimate) ujung pondasi tiang
Nβ
=
N-SPT rata-rata terkoreksi
B
=
Diameter tiang pondasi
Df
=
Panjang pondasi atau kedalaman tanah yang tertembus pondasi
Ap
=
Luas penampang ujung pondasi
Cn
=
Koefisien koreksi, (Peck et al 1974 dalam Sutarman, 2013)
Nav =
N-SPT rata-rata
ο³βv
tekanan efektif vertical
=
Persamaan diatas dapat digunakan untuk data DCPT rekomendasi Canadian Fondation Engineering Manual, 1985.
2. Daya dukung selimut (friction) Daya dukung selimut (friction) keliling tiang Qf
dalam ton
berdasarkan data SPT atau N-SPT dinyatakan oleh persamaan : Qf = Fs . P . L Fs = Nβ/ 50 ο£ 1 tsf P=ο°xB
Di mana : Qf = Daya dukung batas (ultimate)keliling tiang pondasi, dalam ton Nβ = N-SPT rata-rata terkoreksi P
= Keliling tiang pondasi
L = Panjang pondasi atau kedalaman tanah yang tertembus pondasi
3. Daya dukung batas/ultimate pondasi atau Qult Qult = Qp + Qf
4. Daya dukung izin pondasi (allowable) atau Qall
Qall = Qult / SF SF = Safety Factor
2.15. Kapasitas Daya Dukung Tiang berdasarkan data CPT Kapasitas daya dukung ultimit di tetukan dengan persamaan sebagai berikut: Qu = Qb + Qs = qbAb + f.As (1) Dimana : Qu = Kapasitas daya dukung aksial ultimit tiang pancang. Qb = Kapasitas tahanan di ujung tiang. Qs = Kapasitas tahanan kulit. qb = Kapasitas daya dukung di ujung tiang persatuan luas. Ab = Luas di ujung tiang. f = Satuan tahanan kulit persatuan luas.
Untuk menghitung daya dukung tiang berdasarkan data hasil pengujian
sondir
dapat
dilakukan
dengan
menggunakan
metode
Mayerhof. Daya dukung ultimate pondasi tiang dinyatakan dengan rumus : Qult = q c Γ Ap + JHL Γ K11 Dimana : Qult
= Kapasitas daya dukung tiang pancang tunggal.
qc = Tahanan ujung sondir. Ap = Luas penampang tiang. JHL
= Jumlah hambatan lekat.
K11
= Keliling tiang.
Daya dukung ijin pondasi dinyatakan dengan rumus : ππππ =
ππ Γ π΄π π½π»πΏ Γ πΎ11 + 3 5