01_kuliah 01_02 Pendahuluan Rev 2014.pdf

  • Uploaded by: Anonim Anonim
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 01_kuliah 01_02 Pendahuluan Rev 2014.pdf as PDF for free.

More details

  • Words: 2,650
  • Pages: 62
STRUKTUR BETON I

Oleh:

Yulius Rief Alkhaly, ST., M.Eng Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Malikussaleh Rev. Sept. 2014

BUKU REFERENSI:    



Istimawan Dipohusodo, Struktur Beton Bertulang, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1996 Jack C. McCormac, Desain Beton Bertulang, Jilid 1, Penerbit Erlangga, Jakarta, 2004 Jack C. McCormac, Desain Beton Bertulang, Jilid 2, Penerbit Erlangga, Jakarta, 2004 W.C.Vis dan Gedeon Kesuma, Dasar-dasar Perencanaan Beton Bertulang, Seri Beton 1, Penerbit Erlangga, Jakarta, 1995 W.C.Vis dan Gedeon Kesuma, Grafik dan Tabel Perhitungan Beton Bertulang, Seri Beton 4, Penerbit Erlangga, Jakarta, 1995

 

Ali Asroni, Kolom Fondasi dan Balok T Beton Bertulang, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2010 Departemen Pekerjaan Umum, Tata Cara Perhitungan Beton untuk Bangunan Gedung (SNI 03-2847-2002), Yayasan LPMB, Bandung, 2002.

STRUKTUR BETON I

Kuliah ke – 1 & 2

Oleh:

Yulius Rief Alkhaly, ST., M.Eng Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Malikussaleh

1. PENDAHULUAN MATERIAL BETON BERTULANG DAN DASAR-DASAR DESAIN

MATERI: 1.1 Definisi dan Istilah Beton 1.2 Material dan Sifat Mekanik Beton 1.3 Proses Desain Struktur 1.4 Konsep Desain Struktur 1.5 Sistem Pembebanan pada Struktur 1.6 Prosedur Desain Beton Bertulang Menurut SNI 03-2847-2002

1. 1 Definisi dan Istilah Beton 



     

Beton: merupakan material komposit yang dibuat dari pencampuran agregat kasar dan agregat halus yang terikat secara kimiawi oleh reaksi semen dangan air (proses hidrasi) yang setelah mengeras membentuk masa padat. Beton Bertulang: beton yang diberi baja tulangan dengan jumlah dan luas tertentu sesuai dengan besarnya penampang yang diasumsikan bahwa beton dan baja tulangan bekerja bersama-sama untuk menahan beban layan. Beton Normal: beton yang mempunyai berat volume antara 2200 – 2500 kg/m3 Agregat: material granular, dapat berupa agregat kasar (kerikil, batu pecah, dll) dan agregat halus (pasir) Agregat Kasar: agregat yang berukuran > 4.75 mm – 40 mm Agregat Halus: agregat yang berukuran  4.75 mm Adukan Beton: campuran antara agregat, semen dan air Pasta semen (acian): campuran semen dan air

    

Mortar: campuran pasta semen dan pasir Tegangan: intensitas gaya per satuan luas Tulangan Polos: batang baja yang permuakaan sisi luarnya rata tidak bersirip atau berukir. Tulangan Deform: batang baja yang permukaan sisi luarnya tidak rata, tetapi bersirip, atau berukir Sengkang: tulangan yang digunakan untuk menahan tegangan geser dan torsi dalam suatu komponen struktur, terbuat dari batang tulangan, kawat baja atau jaring kawat baja las polos atau deform











Kuat tekan beton yang disyaratkan, f’c: kuat tekan yang ditetapkan oleh perencana struktur yang ditentukan berdasarkan benda uji silinder berdiameter 150 mm dan tinggi 300 mm pada umur 28 hari yang dinyatakan dalam mega pascal (MPa) Kuat Tarik Leleh Baja, fy: kuat tarik leleh minimum baja tulangan yang disyaratkan, dinyatakan dalam mega pascal (MPa) Kuat Nominal: kekuatan suatu komponen struktur atau penampang yang dihitung berdasarkan ketentuan dan asumsi metode perencanaan sebelum dikalikan dengan nilai faktor reduksi kekuatan yang sesuai Kuat Perlu: kekuatan suatu komponen struktur atau penampang yang diperlukan untuk menahan beban terfaktor atau momen dan gaya dalam yang berkaitan dengan beban tersebut dalam suatu kombinasi seperti yang ditetapkan SNI Kuat Rencana: kuat nominal dikalikan dengan suatu faktor reduksi kekuatan 



 

Lentur: keadaan gaya kompleks yang berkaitan dengan melenturnya elemen (biasanya balok) sebagai akibat adanya beban transversal. Aksi lentur menyebabkan satu bagian pada sisi elemen memanjang, mengalami tarik dan pada sisi lainnya akan mengalami tekan, keduanya terjadi pada penampang yang sama. Modulus Elastisitas: rasio tegangan normal tarik atau tekan terhadap regangan yang timbul akibat tegangan tersebut. Bekisting/Cetakan: merupakan suatu konstruksi pembantu yang bersifat sementara guna menampung beton cair dan membentuk elemen beton sesuai dengan ukuran tertentu.

1.2 Material dan Sifat Mekanik Beton dan Baja 1.2.1 Material 

    

Beton merupakan campuran antara air, semen, agregat kasar dan agregat halus. Secara umum, kandungan material dalam 1 m3 beton adalah: 60% - 80% Agregat, 7% - 15% Semen, 14% - 21% Air dan rongga udara berkisar 1% - 8%. Campuran semen dan air berfungsi sebagai perekat (binder), sedangkan agregat berfungsi sebagai pengisi (filler) Air harus bersih dari zat-zat kimia dan minyak Rasio berat air berbanding berat semen dinamakan FAS. FAS untuk beton normal umumnya berkisar antara 0,4 – 0,6, tergantung nilai f’c yang hendak dicapai Semen yang digunakan untuk konstruksi dapat dibedakan atas 5 (lima) tipe. Untuk konstruksi/bangunan biasa, umumnya digunakan semen tipe I (PC).

  



  

Semen harus memenuhi SNI 15-2049-1994 atau ASTM C 595/ASTM 845 Proporsi agregat dalam adukan beton selalu menempati porsi tersesar guna mencapai harga beton yang ekonomis. Ukuran maksimum agregat kasar dibatasi 40 mm, dan harus memenuhi batasan ukuran berikut: - 1/5 dari lebar cetakan - 1/3 dari tebal plat - 3/4 dari jarak bersih tulangan Agregat yang digunakan harus memiliki gradasi yang baik, mempunyai kekerasan yang cukup, sifat kekal (tidak berubah bentuk), dan tidak menimbulkan reaksi alkali dengan semen Agregat harus memenuhi SNI 03-2461-1991 atau ASTM C 33 Selain FAS, Nilai f’c beton juga sangat dipengaruhi oleh mutu agregat. Baja tulangan yang dipakai harus tulangan ulir/sirip/deform (BjTD/BjTS), kecuali untuk tulangan beugel dan spiral dapat digunakan tulangan polos (BjTP)

1.2.2 Sifat Mekanik Beton 

   



Modulus Elastisitas, Ec = (4700)f’c MPa Modulus elastisitas diperhitungkan sebagai slope dari garis lurus yang ditarik, dari kondisi tengangan nol sampai tegangan tekan sebesar 0,45 f’c pada kurva teganganregangan beton Kuat tekan minimum beton struktural, f’c ≥ 20 MPa Kuat tarik langsung, fcr = (0,33)f’c MPa Poisson Rasio, µ = 0,2 Susut (shrinkage) pada beton dapat terjadi bertahun-tahun, umumnya 90% terjadi pada tahun pertama, besarnya susut dipengaruhi oleh keadaan lingkungan. Akibat beban yang terus-menerus, beton akan mengalami deformasi dalam jangka lama. Setelah deformasi awal, deformasi selanjutnya disebut rangkak (creep), besarnya rangkak tergantung pada besarnya tegangan yang timbul Langkah apa saja yang hurus dilakukan untuk mengurangi susut dan rangkak?

Diagram Tegangan-Regangan Beton



Kondisi Tegangan-Regangan Beton Sebelum beton diberi beban sampai dengan 30 − 40 % nilai tekan maksimumnya (f’c atau kekuatan batasnya), kurva hubungan tegangan dengan regangannya masih linier.



Setelah beton dibebani melebihi 30−40 % f’c , retak-retak lekatan mulai terbentuk, kurva hubungan teganganregangan mulai tidak linier.



Pada saat tegangan mencapai 75−90 % f’c , retak-retak lekatan tersebut merambat ke mortar sehingga terbentuk pola retak yang menerus. Pada kondisi ini kurva hubungan tegangan-regangan beton semakin tidak linier.

A. Pengujian Kuat Tekan Beton Kuat tekan beton

Benda Uji Silinder 15 x 30 cm (indeks: 0.83) SNI 2002

f’c = 15, 20, 25,30, … (MPa)

Kubus 15 x 15 x 15 cm (indeks: 1.0) PBI 1971 Dalam praktek, sampai saat masih dijumpai istilah K untuk menyatakan kuat tekan

K 175, 225, 300, ….. bk’ ( kg/cm2) K 225 :

bk’ = 225 kg/cm2 fc’ = 18.67 MPa

B. Pengujian Kuat Tarik Beton

1.2.3 Sifat Mekanik Baja Tulangan  

Modulus Elastisitas, Es = 200.000 MPa Kuat tarik maksimum baja yang diperkenankan, fy ≤ 550 Mpa Diagram Tegangan-Regangan Baja Batas Leleh

Idealisasi

Baja mempunyai sifat yang linier selama masih dalam kondisi elastik, dalam hal ini tegangan dan regangannya belum mencapai batas leleh (yield ). Setelah melewati batas lelehnya maka baja bersifat nonlinier

A. Mutu Baja Tulangan

B. Jenis Baja Tulangan

Jenis

Notasi

BjTP 24 Baja tulangan polos dengan fy = 240 Mpa

Ø 5 Ø 16  balok, kolom Ø 10 - 200  pelat

BjTD 40 Baja tulangan deform dengan fy = 400 MPa

D 5 D 16  balok, kolom D13 - 150  pelat

Dalam praktek, sampai saat masih dijumpai istilah: U 24  fy = 240 MPa = 2400 kg/cm2) U 39  fy = 3900 kg/cm2

C. Ukuran Baja Tulangan Deform

1.2.4 Keuntungan dan Kerugian Penggunaan Beton Sebagai Material Konstruksi A. Keuntungan  Relatif murah  Mempunyai kekuatan tekan tinggi  Mempunyai kekakuan yang tinggi  Cukup tahan terhadap api dan air.  Pemeliharaan mudah dan murah serta umur bangunan yang panjang.  Mudah diproduksi dan mudah dibentuk  Tidak memerlukan tenaga kerja dilatih khusus.

B. Kerugian  Mempunyai kekuatan tarik yang rendah sehingga memerlukan baja tulangan untuk menahan tarik.  Memerlukan cetakan/bekisting serta perancah/penumpu sampai beton mengeras, yang biayanya bisa cukup tinggi.  Struktur umumnya berat karena kekuatan yang rendah per unit berat.  Struktur umumnya berdimensi besar karena kekuatan yang rendah per unit volume.  Properties dan karakteristik beton bervariasi sesuai dengan proporsi campuran dan proses mixing.  Stabilitas volume rendah, berubah volumenya sejalan dengan waktu (adanya susut dan rangkak)

1.2.5 Kompatibilitas antara Beton dan Baja Apa sebab beton dan baja dapat “disandingkan secara serasi”?   

Lekatan yang kuat antara baja tulangan dengan beton yang menyelimutinya mencegah terjadinya “slip” Beton memiliki impermeabilitas tinggi melindungi baja tulangan dari karat Koefisien muai akibat temperatur hampir sama antara beton & baja  perbedaan tegangan akibat temperatur dapat diabaikan  1.2 x 10 -5 /C

1. 3 Proses Desain Struktur Rancangan Fungsi/ Bentuk Arsitektur

Desain Final Gbr Detail

Sistem Struktur Desain Sambungan

Taksir Penampang Modeling Analisis

Ubah Penampang

Y T

Memenuhi?

Design Elemen

Elemen Struktur Beton Bertulang

Bangunan Pencakar Langit

Burj Dubai

1. Burj Dubai di Dubai (± 800 m), 2008 2. Freedom Tower di New York (± 541 m), 2009 3. Taipei 101 di Taiwan (± 509 m), 2004 4. Shanghai World Finance Center di China (± 492 m), 2007 5. Petronas Tower di Malaysia (±452 m),1998 6. Sears Tower di Chicago (± 442 m), 1974 7. Jin Mao Tower di China (± 421 m), 1999 8. World Trade Center di New York (± 417 m),1972 9. Two International Finance Center di Hongkong (± 415 m), 2003 10. Empire State Building di New York (± 381 m),1931

Bangunan Air

Bendungan Three Gorges, Cina

Jembatan

Jembatan Ganter, Swiss

1. 4 Konsep Desain Struktur 1.4.1 Kriteria Utama dalam Desain Struktur Beton 

KELAIKAN (ADEQUACY) : Mampu memikul beban (aman, stabil, kuat) ; tidak melendut, tidak bergetar, retak tidak melebihi batas.



EKONOMIS (ECONOMY)



KEPANTASAN (APPROPRIATENESS)



KEMUDAHAN PELAKSANAAN (WORKABILITY)



KEAWETAN & KEMUDAHAN PEMELIHARAAN (DURABILITY & MAINTAINABILITY)

1.4.2 Syarat-syarat Umum Desain Struktur Beton 1. Syarat Stabilitas a. Statik b. Dinamik 2. Syarat Kekuatan a. Statik b. Dinamik

3. Syarat Laik Pakai a. Lendutan b. Simpangan Lateral c. Retak d. Tekuk d. Vibrasi 4. Syarat Keawetan a. Kuat tekan minimum b. Tebal selimut beton c. Kandungan semen d. Jenis semen

5. Syarat Ketahanan terhadap Kebakaran a. Dimensi minimum b. Tebal lapisan Pelindung c. Jangka waktu ketahanan terhadap api d. Tebal selimut beton 6. Syarat Integritas Struktur Pencegahan terhadap keruntuhan progresif

1.4.3 Peraturan dan Standar yang Berlaku untuk Desain Struktur Beton a. Tata Cara Penghitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung, SNI 03-2847-2002 b. Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Rumah dan Gedung, SNI 03-1726-2003 c. Tata Cara Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung, SNI 03-1727-1989-F d. Tata Cara Perencanaan Akses Bangunan dan Akses Lingkungan untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran pada Bangunan Rumah dan Gedung, SNI 03-1735-2000 e. Tata Cara Perencanaan dan Sistem Proteksi Pasif untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran pada Bangunan Rumah dan Gedung, SNI 03-1736-2000

1.4.4 Metoda Desain Struktur Beton 1.

METODA ELASTIS METODA TEGANGAN KERJA (ASD = Allowable Stress Design)

2.

Metode ini berfokus pada kondisi saat beban layan. METODA PLASTIS a. METODA TEGANGAN BATAS (USD= Ultimate Strength Design b. LRFD = Load & Resistance Factor Design) Metode ini berfokus pada kondisi beban kerja lebih besar dari beban layan ketika keruntuhan mungkin akan terjadi segera.

Perbedaan PBI 1971 dengan SNI 03-2847-2002 

PBI 1971  Allowable Stress Design (ASD)

Rn Ru    Ultimate Strenght Design (USD)

s Ru 

Dalam hal ini : Rn Ru = Kekuatan yang dibutuhkan kuat bahan/nominal m p Rn = elemen struktur  = Faktor keamanan



SNI 03-2847-2002 

Load & Resistance Factor Design (LRFD)

 Ru   Rn

Kuat rencana ≥ Kuat perlu Dalam hal ini : Ru = Kekuatan yang dibutuhkan (kuat perlu) Rn = kuat bahan/nominal elemen struktur  = faktor beban  = faktor reduksi kuat bahan

1.4.5 Kondisi Batas dan Desain (Limit States and Design) Kondisi Batas adalah: keadaan suatu struktur atau elemen struktur yang tidak layak lagi untuk digunakan. Kondisi utama yang dijadikan batasan pada desain beton bertulang adalah:  Kondisi Batas Ultimit (Ultimate Limit State)  Kondisi batas Kemampuan Layan (Serviceability Limit States)  Kondisi Batas Khusus (Special Limit States)

A. Kondisi Batas Ultimit Disebabkan oleh beberapa faktor: a. keruntuhan seluruh struktur atau bagian dari struktur (probabilitas kejadian sangat rendah) dan hilangnya nyawa dapat terjadi b. Kehilangan keseimbangan dari sebagian (lokal) atau seluruh struktur (global) (terjadi kemiringan atau pergeseran struktur) c. Hancurnya (rupture) komponen penting yang menyebabkan keruntuhan sebagian atau meyluruh. (kegagalan lentur, kegagalan geser) d. Keruntuhan progressive akibat adanya keruntuhan lokal pada daerah sekitarnya.

e. Pembentukan sendi plastis, pelelehan tulangan akan membentuk sendi plastis yang mengakibat-kan struktur tidak stabil. f. Ketidakstabilan struktur, karena adanya deformasi struktur yang menyebabkan tekuk pada elemen struktur. g. Fatique, elemen struktur dapat mengalami kehancuran karena pembebanan siklis (berulang). B. Kondisi Batas Kemampuan Layan Disebabkan oleh beberapa faktor: a. Defleksi yang berlebihan pada kondisi layan. b. Lebar retak yang berlebih. c. Vibrasi yang mengganggu.

C. Kondisi Batas Khusus Disebabkan oleh beberapa faktor: a. Keruntuhan pada kondisi gempa ekstrim. b. Kebakaran, ledakan atau tabrakan kendaraan. c. Korosi atau jenis keruntuhan lainnya akibat lingkungan. Perencanaan yang memperhatikan kondisi-kondisi batas di atas disebut perencanaan batas. Konsep perencanaan batas ini digunakan sebagai prinsip dasar peraturan beton Indonesia (SNI 03-2847-2002)

1.5 Sistem Pembebanan pada Struktur Berdasarkan pengaruh pada bangunan, beban digologkan dalam 2 (dua) jenis, yaitu: beban statik, dan beban dinamik. Beban pada suatu struktur bangunan dapat berupa beban vertikal dan beban horizontal. Beban vertikal merupakan beban gravitasi yang terdiri atas beban mati (statik) dan beban hidup (statik). Beban Horizontal adalah beban yang diakibatkan oleh angin (dinamis) atau gempa (dinamik) ataupun sumber getaran lainnya.

1.5.1 Sistem Pelimpahan Beban Beban Konstruksi

Beban Lantai

Atap + B. Mati

Plat Lantai + B. Mati

Balok + B. Mati Beban Angin/ Gempa

Kolom + B. Mati Fondasi

Beban Dinding

1.5.2 Beban Mati Beban mati adalah beban gravitasi yang merupakan beban dari seluruh elemen/bagian struktur yang bekerja selama struktur berdiri

1.5.3 Beban Hidup Beban mati adalah beban gravitasi akibat dari pemakaian bangunan berupa pelengkapan bangunan yang sifatnya bukan merupakan bagian dari struktur

1.6 PROSEDUR DESAIN BETON BERTULANG MENURUT SNI 03-28472002 



Elemen struktur harus dapat memikul beban berlebih dengan batas tertentu diluar beban kerja yang direncanakan. Dengan demikian perlu ada kapasitas cadangan untuk mengantisipasi keadaan “over loads” (beban berlebih) dan keadaan “undercapacity” (kapasitas rendah), keadaan ini dinamakan provisi keamanan struktur. Struktur dan komponen struktur harus direncanakan hingga semua penampang mempunyai kuat rencana minimum sama dengan kuat perlu, yang dihitung berdasarkan kombinasi beban dan gaya terfaktor





Komponen struktur harus didesain untuk menjamin tercapainya perilaku struktur yang cukup baik pada tingkat beban kerja Komponen struktur harus dikontrol terhadap adanya lendutan dan lebar retak

1.6.1 Provisi Keamanan Struktur 1. Faktor Beban dan Kuat Perlu Faktor beban, , ditentukan atas dasar kombinasi beban yang harus dipilih: U = 1,4 D U = 1,2 D + 1,6 L + 0,5 (A atau R) U = 1,2 D + 1,0 L ± 1,6 W + 0,5 (A atau R) U = 0,9 D ± 1,6 W U = 1,2 D + 1,0 L ± 1,0 E U = 0,9 D ± 1,0 E

2. Faktor Reduksi Kekuatan (Kuat Rencana) Faktor reduksi, , ditentukan atas dasar kondisi:

Kondisi Lentur, tanpa beban aksial - Aksial tarik dan aksial tarik dg lentur - Aksial tekan dan aksial tekan dg lentur (tul. spiral) - Aksial tekan dan aksial tekan dg lentur (tul. sengkang) - Geser dan Torsi -

Nilai  0,80 0,80 0,70 0,65 0,75

1.6.2 Pentingnya Provisi Keamanan Mengapa Perlu Adanya Provisi Keamanan?

1. Variabilitas Ketahanan/Kekuatan (undercapacity) a. variabilitas kekuatan beton & baja tulangan b. dimensi aktual ≠ dimensi rencana c. simplifikasi asumsi d. Pengerjaan yang kurang baik e. Tingkat pengawasan lemah

2. Variabilitas Pembebanan (Over loads) a. perubahan fungsi struktur b. kesalahan estimasi beban karena peyederhanaan perhitungan c. urutan dan metoda pelaksanaan konstruksi

3. Konsekuensi Keruntuhan a. Korban jiwa b. Kerugian material dan waktu, c. Biaya pembongkaran dan pembangunan kembali

Related Documents

0102
May 2020 20
Titas 0102
July 2020 15
0102 Final
November 2019 19
Crm 0102
May 2020 9
Pelaburan 0102
July 2020 4
Audit 0102
July 2020 4

More Documents from ""