01 Alien_bab03.docx

  • Uploaded by: Fayadh
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 01 Alien_bab03.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 7,958
  • Pages: 33
28

Bab 3 SISTEM PERSAMAAN LINEAR

Dalam Bab Ini :  Definisi Dasar  Sistem Ekuivalen dan Operasi Elementer  Sistem Persamaan Linear Bujursangkar Kecil  Sistem yang Berbentuk Segitiga dab Eselon  Eliminasi Gauss  Matriks Eselon; Bentuk Kanonis Baris  Eleminasi Gauss (Matriks)  Aplikasi pada Sisem Persamaan Linear  Matriks Invers Definisi Dasar Sistem persamman linear mempunyai peran pendukung yang sangat penting di dalam materi aljabar linear. Dalam kenyataannya, banyak soal-soal di aljabar linear dapat disederhanakan menjadi penentu solusi dari dari sebuah sistem persamaan linear. Sehingga teknik-teknik yang diperkenalkan di dalam bab ini dapat diterapkan untuk meringkas gagasan-gagasan yang akan diperkanalkan kemudian. Di sisi lain, beberapa dari hasil ringkasannya akan memberi kita wawasan baru mengenai struktur dan sifat sistem persamaan linear. Seluruh sistem

persamaan linear melibatkan skalar sebagai koefisien dan

konstantanya, dan skalar-skalar seperti ini bisa berasal dari sebarang medan bilangan K. Secara umum hampir tidak akan berpengaruh jika Anda mengasumsikan bahwa seluruh skalar tersebut adalah bilangan-bilangan real, yaitu, bahwa skalar-skalar ini berasal dari medan real R.

29

Persamaan Linear dan Solusinya Sebuah persamaan dengan variabel yang tidak diketahui 𝑥1 , 𝑥2 , … , 𝑥𝑛 adalah sebuah persamaan yang dapat ditulis dalam bentuk standar 𝑎1 𝑥1 + 𝑎2 𝑥2 + … + 𝑎𝑛 𝑥𝑛 = b

(3.1)

di mana 𝑎1 , 𝑎2 , … , 𝑎𝑛 , dan b adalah konstanta. Konstanta 𝑥𝑘 , dan b disebut suku konstanta dari persamaan tersebut. Solusi dari persamaan linear (3.1) adalah sebuah daftar yang berisi nilai-nilai untuk variabel-variabel yang tidak diketahui atau, secara ekuivalen, sebuah vektor u di dalam Kn, misalnya 𝑥1 = 𝑘1 , 𝑥2 = 𝑘2 , …, 𝑥𝑛 = 𝑘𝑛 , atau u = (𝑘1 , 𝑘2 , …, 𝑘𝑛 ) Sedemikian rupa sehingga pernyataan berikut (yang diperoleh dengan mensubstitusi 𝑘𝑖 ke dalam 𝑥𝑖 di dalam persamaan tersebut) adalah benar: 𝑎1 𝑘1 + 𝑎2 𝑘2 + … + 𝑎𝑛 𝑘𝑛 = b Pada kasus seperti ini, kita mengatakan bahwa u memenuhi persamaan tersebut. Catat! Untuk menghindari subskrip,biasanya kita menggunakan x,y untuk dua variable yang tidak diketahui; dan x,y,z,t untuk tempat variabel yang tidak diketahui; dan seluruhnya akan diurutkan sebagaimana telah diperlihatkan. Contoh 3.1 Perhatikan persamaan linear 𝑥 + 2𝑦 − 3𝑧 = 6 dengan tiga variabel yang tidak diketahui kita. Kita bias menyatakan bahwa 𝑥 = 5, 𝑦 = 2, 𝑧 = 1 atau,secara ekuivalen,vektor 𝑢 = (5,2,1) merupakan solusi dari perasaan di atas. Dalam hal ini. 5 + 2(2) − 3(1) = 6 + 4 − 3 = 6. Di lain pihak ,𝑤 = (1,2,3) bukan merupakan sebuah solusi,karna ketika kita melakukan substitusi, kita tidak memperoleh hasil yang benar:

30

1 + 2(2) − 3(3) = 1 + 4 − 9 = −4 ≠ 6. Sistem Persamaan Linear Sistem persamaan linear adalah sebuah daftar yang berisi persamaan-persamaan linear dengan variabel-variabel tidak diketahui yang sama. Secara spesifik,sebuah sistem yang terdiri 𝑚 persamaan linear 𝐿1, 𝐿2 , … 𝐿𝑚 dengan 𝑛 variabel tidak diketahui 𝑥1 𝑥2 , … 𝑥𝑛 dapat dinyatakan dalam bentuk standart 𝑎11 𝑥1 + 𝑎12 𝑥2 + … + 𝑎1𝑛 𝑥𝑛 = 𝑏1 𝑎21 𝑥1 + 𝑎22 𝑥2 + ⋯ + 𝑎2𝑛 𝑥𝑛 = 𝑏2 … … … … … … … … … … … … … … .. 𝑎𝑚1 𝑥1 + 𝑎𝑚2 𝑥2 + ⋯ + 𝑎𝑚𝑛 𝑥𝑛 = 𝑏𝑚

Di mana 𝑎𝑖𝑗 dan 𝑏𝑖 adalah konstanta. Bilangan 𝑎𝑖𝑗 adalah 𝑘𝑜𝑒𝑓𝑖𝑠𝑖𝑒𝑛 dari variabel tidak diketahui 𝑋𝑗 di dalam persamaan 𝐿𝑖 dan bilangan 𝑏𝑖 adalah 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛𝑡𝑎 dari persamaan 𝐿𝑖 Sistem (3.2) disebut sistem 𝑚 × 𝑛 (baca: 𝑚 kali 𝑛). Sistem ini disebut 𝑠𝑖𝑠𝑡𝑒𝑚 𝑏𝑢𝑗𝑢𝑟 𝑠𝑎𝑛𝑔𝑘𝑎𝑟 jika 𝑚 = 𝑛,yaitu jika jumlah persamaan ,𝑚, sama dengan jumlah variabel tidak diketaui,𝑛. Sistem (3.2) dikatakan ℎ𝑜𝑚𝑜𝑔𝑒𝑛 jika seluruh suku konstantanya adalah nol, yaitu jika 𝑏1 = 0, 𝑏2 = 0, …, 𝑏𝑚 = 0. Jika sebaliknya, maka sistem tersebut dikatakan 𝑡𝑎𝑘ℎ𝑜𝑚𝑜𝑔𝑒𝑛. 𝑆𝑜𝑙𝑢𝑠𝑖 (atau 𝑠𝑜𝑙𝑢𝑠𝑖 𝑘ℎ𝑢𝑠𝑢𝑠) dari sistem (3.2) adalah daftar nilai-nilai untuk variabel-variabel tidak diketahui atau, secara ekuivalen, vektor 𝑢 di dalam 𝐾 𝑛 , yaitu solusi dari tiap persamaan di dalam sistem itu. Himpunan seluruh sulusi dari sistem ini disebut ℎ𝑖𝑚𝑝𝑢𝑛𝑎𝑛 𝑠𝑢𝑙𝑢𝑠𝑖 atau 𝑠𝑜𝑙𝑢𝑠𝑖 𝑢𝑚𝑢𝑚dari sistem tersebut.

31

Contoh 3.2 Perhatikan sistem persamaan linear berikut: 𝑥1 + 𝑥2 + 4𝑥3 + 3𝑥4 = 5 2𝑥1 + 3𝑥2 + 𝑥3 − 2𝑥4 = 1 𝑥1 + 2𝑥2 − 5𝑥3 + 4𝑥4 = 3 Sistem di atas merupakan sistem 3 × 4 karena mempunyai 3 persamaan dengan 4 variabel tidak diketahui. Tentukan apakah(𝑎) 𝑢 = (−8,6,1,1) dan (𝑏) 𝑣 = (−10,5,1,2) adalah solusi-solusi dari sistem ini. a) substitusikan nilai-nilai 𝑢 ke dalam tiap persamaan, sehingga menjadi menghasilkan −8 + 6 + 4(1) + 3(1) = −8 + 6 + 4 + 3 = 5 2(−8) + 3(6) + 1 − 2(1) = −16 + 18 + 1 − 2 = 1 −8 + 2(6) − 5(1) + 4(1) = −8 + 12 − 5 + 4 = 3 Sehingga, 𝑢 adalah solusi dari sistem ini karena merupakan solusi dari dari tiap persamaan. b) substitusikan nilai-nilai 𝑣 ke dalam tiap persamaan secara berurutan, sehingga menghasilkan −10 + 5 + 4(1) + 3(2) = −10 + 5 + 4 + 6 = 5 2(−10) + 3(5) + 1 − 2(2) = −20 + 15 + 1 − 4 = −8 ≠ 1 −10 + 2(5) − 5(1) + 4(2) = −10 + 10 − 5 + 8 = 3 Sehingga, 𝑣 bukanlah sulusi dari sistem tersebut karena bukan merupakan sulusi dari persamaan kedua. Sistem persamaan linear (3.2) dikatakan 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑖𝑠𝑡𝑒𝑛 jika mempunyai satu sulusi atau lebih, tetapi dikatakan 𝑡𝑎𝑘𝑘𝑜𝑛𝑠𝑖𝑡𝑒𝑛 jika tidak mempunyai solusi.

32

Jika medan K yang terdiri dari scalar scalar adalah tak berhingga, seperti ketika K adalah medan real R, maka kita akan sampai pada teorema penting berikut ini. Teorema 3.1: Anggaplah medan K takberhingga. Maka sebarang sistem persamaan linier ∝ mempunyai alternative solusi berikut: (¡) sebuah solusi unik, (¡¡) tidak mempunyai solusi,atau (¡¡¡) takberhingga banyaknya solusi. Situasi ini digambarkan dalam diagaram pada Gambar 3-1. Ketiga alternative solusi di atas mempunyai sebuah uraian geometris ketika sistem ∝ terdiri dari dua persamaan dengan dua variable tidak diketahui. Jenis-jenis sistem seperti ini akan dibahas kemudian di dalam bab ini. Sistem persamaan linier

Takkonsisten Tidak Mempunya i Solusi

Konsisten

Solusi Unik

Takberhingga banyaknya solusi

Matriks yang Diperbesar dan Matriks Koefisien dari sebuah Sistem Mari kita perhatikan kembali sistem umu (3.2) yang terdiri dari m persamaan dengan n variable tidak diketahui. Sistem seperti ini berhubungan dengan dua matriks berikut ini:

𝑎11 𝑎 M=[ 21 … 𝑎𝑚1

𝑎12 𝑎22 … 𝑎𝑚2

… 𝑎1𝑛 … 𝑎2𝑛 … … … 𝑏𝑛

𝑎11 𝑏1 𝑎 𝑏2 21 ]dan A=[ … … 𝑎𝑚1 𝑎𝑚𝑛

𝑎12 𝑎22 … 𝑎𝑚2

… 𝑎1𝑛 … 𝑎2𝑛 … … ] … 𝑎𝑚𝑛

33

Matriks pertama , M, disebut matriks yang diperbesar dari sistem

tersebut,

sedangkan matriks kedua , A, disebut matriks koefisien. Matriks koefisien A hanyalah suatu matriks yang berisi koefisienkoefisien,yaitu matriks yang diperbesar M tanpa kolom terakhir yang terdiri dari konstanta-konstanta. Beberapa buku menuliskannya dengan M = [𝐴, 𝐵] untuk menekan adanya dua bagian pada M ,di mana B menotasikan vektor kolom yang terdiri dari konstanta-konstanta. Matriks yang diperbesar M dan matriks koefisien A dari sistem pada Contoh 3.2 adalah sebagai berikut: 1 1 4 3 5 3 1 −2 1] dan A= [2 1 2 −5 4 3

1 M= [2 1

1 4 3 3 1 −2] 2 −5 4

Sebagaimana telah diduga, A terdiri dari seluruh kolom pada M kecuali kolom terakhir, yaitu kolom yang terdiri dari konstanta-konstanta. Jelaslah bahwa sebuah sistem persamaan linear ditentukan sepenuhnya oleh matriks yang diperbesarnya,M, demikian pula sebaliknya. Secara spesifik, setiap baris dari M bersesuaian dengan sebuah persamaan di dalam sistemnya, dan setip kolom dari M bersesuaian dengan koefisien-koefisien dari sebuah variable tidak diketahui, kecuali untuk kolom terakhir, yang bersesuaian dengan konstantakonstanta dari sistem tersebut. Sebuah persamaan linear dikatakan mengalami degenerasi jika seluruh koefisiennya adalah nol, dalam hal ini jika persamaan linear tersebut berbentuk 0𝑥1 + 0𝑥2 + ⋯ + 0𝑥𝑛 = 𝑏 Solusi dari persamaan seperti ini hanya bergantung pada nilai konstanta b . Secara spesifik: (i) Jika b ≠ 0, maka persamaan tersebut tidak mempunyai solusi. (ii) Jika b = 0, maka setiap vektor u = (𝑘1 , 𝑘2 , … , 𝑘𝑛 ) di dalam 𝐾 𝑛 𝑎𝑑𝑎𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑜𝑙𝑢𝑠𝑖. Teorema 3.2: Misalkan ∝ adalah sistem persamaan linear yang mengandung sebuah persamaan degenerasi L, katakanlah denga konstanta b .

34

(i) Jika b ≠ 0, maka sistem ∝ tidak mempunyai solusi. (ii) Jika b = 0, maka L dapat dihapus dari sistem tersebut tanpa mengubah himpunan solusi dari sistem tersebut. Bagian (i) berasal dari fakta bahwa persaan degenarasi tidak mempunyai solusi , sehingga sisitem tersebut juga tidak mempunyai solusi .sedangkan bagian ((ii)berasal dari fakta bahwa setiap elemet di dalam 𝑘 𝑛 meruapakan solusi dari persamaan degnerasi tersebut . Sekarang,misalnya Ll adalah persamaaan linear nondegenerasi .pernyataan ini memepunyai makna bahwa satu koefisien atau lebih dari L berartti variable tidak diketahui pertama di dalam L yang mememilki taknol .sebagi contoh 𝑥

3 merupakan

variable tidak diketahui didalam persamaan 𝑂𝑥1 + 𝑂𝑥2 + 5𝑥3 +

6𝑥4 + 0𝑥5 + 0𝑥5+ 8𝑥6=7 .demikian pula ,y merupakan variable tidak diketahui utam di dalam persamaan 0𝑥 + 2𝑦 + − 4𝑍=5 . Kita seringkali mengabaikan suku –suku dengan koefisien nol, sehigga kedua persamaan di atas dapat di tulis sebagai 5𝑥3 + 6𝑥4 + 8𝑥6 = 7 dan 2𝑦 − 4𝑧 = 5. Pada kasus seperti ini variable tidak diketahui utama akan muncul pertama kali . Sistem Ekuivalen Dan Operasi Perhatikan kembali sisitem (3.2 )yang terdiri dari M persamaan lincar dengan n variable tidak diketahui .misalkan Ladlah mengendalikan m persamaan tersebut masing – masing dengan konstatanta

𝑐1,

dan kemudian menjumlahkan

persamaan – persamaan yang di hasilkan . secara spesifik ,misalnyaL adalah persamaan linear berikut : Maka L disebut kombinasi linear dari persamaan –persamaan di dalm sistem tersebut

.kita dapat denan mudah menunjukan bahwa sisitem (3.2)juga

merupakan dari k ombinasi linear L . Contoh 3.3 misalnya 𝑙1, 𝐿2 , 𝐿3 masing-masng meotasikan ketiga persamaan di dalam comtoh3.2 misalnya pula L adalah persamaan yang diperoleh dengan

35

mengendalikan 𝐿1 , 𝐿2 , 𝐿3 masing –masing

dengan 3,-2,4 dan kemudian

menjumlahkan .dalam hal ini . 3𝐿1 : 3𝑥1 + 3𝑥2 + 12𝑥3 + 9𝑥4 = 15 −2𝐿2 ∶ −4𝑥1 − 6𝑥2 − 2𝑥3 + 4𝑥4 = −2 4𝐿3 ∶ 4𝑥1 + 8𝑥2 − 20𝑥3 + 16𝑥4 = 12 (Jumlah) L:

3𝑥1 + 5𝑥2 − 10𝑥3 + 29𝑥4 = 25

Maka L dalah kombinasi linear dari 𝑙1 , 𝐿2 , 𝐿3 .Seperti yang di udga ,solusi u=(8,6,1,1) dari sistem

tersebut juga merupakan solusi dari L yaitu dengan

mensubtitusikan u ke dalam L kita akan memperoleh peryataan yang benar : 3(-8)+5(6) -10(1) + 29(1) =-24+30 -10=25 Terotema 3.3: Dua sistem persamaan lincar mempunyai solusi –solusi yang sama jika dan hanya jika tiap persamaan di dalam tiap sistem lainya Dua sistem

persamaan linear di katakan ekulvalen jika keduanya solusi yang

sama selanjutnya akan memperliahatkan salah satu cara untuk memperoleh sistem -sistem persamaan linear yang saling ekiibesen OperasiElementer opersai – operasi pada sisitem yang terdiri dari persamaan-persamaan linear 𝐿1 , 𝐿2,

𝐿3

berikut ni operasi elementer

{𝐸1 } 𝑚𝑒𝑚𝑝𝑒𝑟𝑡𝑢𝑘𝑎𝑟𝑘𝑎𝑛 𝑑𝑢𝑎 𝑝𝑒𝑟𝑠𝑎𝑚𝑎𝑎𝑛

.kita

akan

menyatakan

bahwa

persamaan L dipertukarkan dengan menulis Mempertukarkan 𝑙𝑖 dan 𝑙𝑖 atau 𝐿𝑖 ↔ 𝑙 𝑖 {𝐸2 mengganti aadalah persamaan dengan kleipatan taknol dari persamaanitu sendiri. Kita meyatakan bahwa persamaan 𝐿𝑖 , digantikan degan 𝑘𝐿𝑖 , (dimana k≠0) dengan menulis : Mengganti 𝑙𝑖 da k𝐿1 atau 𝑘𝐿𝑖

𝑙𝑖

36

[𝐸3 ] Mengganti sebuah persamaan dengan jumlah dari kelipatan persamaan lain dan persaman itu sendiri. Kita menyatakan bahwa persamaan 𝐿𝑗 digantikan dengan jumlah dari𝑘𝐿𝑖 dan 𝐿𝑗 dengan menulis : Mengganti 𝐿𝑗 dengan k𝐿1 atau 𝑘𝐿𝑖 + 𝑙 𝑗 ”, atau “𝑘𝐿𝑖 + 𝐿𝑗 Tanda panah

𝐿𝑗 ”

di dalam [𝐸2 ] dan [𝐸3 ] dapat dibaca sebagai “mengganti”.

Penting Kadang-kadang kita dapat menerapkan [𝐸 2 ] dan [𝐸3 ] dalam satu tahap : [E] mengganti persamaan 𝐿𝑗 dengan jumlah dari 𝑘𝐿𝑖 dan 𝐾𝑙𝑗 ditulis “ 𝑘𝐿𝑖 + 𝐾𝑙𝑗

𝐿𝑗 "

Sifat utama dari operasi-opersai elementer diatas terkandung dalam teorema berikut. Teorema 3.4: Anggaplah sistem persamaan linear

m diperoleh dari sistem

persamaan linear l melalui sederatan operasi elementer berhingga. Maka m dan l akan mempunyai solusi yang sama. Eliminasi Gauss, yaitu metode utama yang digunakan untuk menentukan solusi dari sistem persamaan linear yang diketahui , terdiri dari penggunaan solusi dari sistem persamaan linear yang diketahui, terdiri dari penggunaan operasi-operasi diatas untuk mentransformasikan sistem yang diketahui menjadi sebuah sistem yang ekuivalen yang solusinya dapat diperoleh dengan mudah. Rincian dari eliminasi Gauss akan diahas pada subbab-subbab berikutnya. Sistem Persamaan Linear Bujursangkar Kecil Subbab ini akan mengurangi kasus khusus yan berkaitan dengan satu persamaan dengan satu variabel tidak diketahui, dan dua persamaan dengan dua variabel tidak diketahui, Sistem-sistem yang sederhana ini akan diperlakukan secara terpisah karena himpunan-himpunan solusinya dapat digambaran secara geometris, dan sifat –sifatnya mengarah pada kasus yang umum.

37

Teorema 3.5: perhatikan persamaan linear ax = b. (i).

Jika a ≠ 0, maka x = bla adalah solusi unik dari ax = b.

(ii).

Jika a = 0, tetapi b ≠ 0, maka ax = b tidak mempunyai solusi.

(iii).

Jika a = 0 dan b = 0, maja setiap skalar k adalah solsi dari ax = b.

Contoh 3.4 Selesaikan (a) 4𝑥 - 1 = x + 6, (b) 2𝑥 - 5 – x = x = 3, (c) 4 + x – 3 = 2𝑥 + 1 – x (a) Tulis ulang persamaan tersebut dalam bentuk standarnya untuk 7

memperoleh 3𝑥 = 7. Maka x = 3 adalah solusi uniknya. (b) Tuliskan ulang persamaan tersebut dalam bentuk standarnya untuk memperoleh 0𝑥 = 8. Persamaan ini tidak mempunyai solusi. (c) Tulis ulang persamaan tersebut dalam bentuk standarnya untuk memperoleh 0𝑥 = 0. Makan setiap skalar k adalah solusinya. Perhatikan sistem yang terdiri dari dua persamaan linear nondegenerasi dengan dua variabel tidak diketahui x dan y, yang dapat ditulis dalam bentuk standar 𝐴1 𝑥

+

b1 y

A2x+ b2y = C2

𝐿1 : x+2y=4 𝐿2 : 2x+4y=8

=

C1

(3.4)

38

Gambar 3-2 Karena kedua persamaan ini adalah persamaan nondegenerasi, maka 𝐴1 dan 𝐵1 keduanya bukan nol, dan 𝐴2 dan 𝐵2 keduanya juga bukan nol. Solusi umum dari sistem (3.4) bias berupa salah satu dari tiga jenis solusi seperti yang terdapat pada Gambar 3-1. Jika R berupa salah satu dari tiga jenis maka grafik dari tiap persamaan adalah sebuah garis dalam bidang 𝑅 2 dan ketiga jenis solusi tersebut dapat digambarkan secara geometris seperti yang dilukiskan pada gambar 3-2. Secara spesifik: (1) Sistem tersebut tepat mempunyai satu solusi. Di sini, kedua garis saling berpotongan di satu titik. Hal ini dapat terjadi ketika garis-garis tersebut mempunyai kemiringan yang berbeda atau, secara ekuivalen, ketika koefisien x dan y tidak proporsional. 𝐴1 𝐴2

𝐵

≠ 𝐵1 atau, secara ekuivalen, 𝐴1 𝐵2 - 𝐴2 𝐵1 ≠ 0 2

Sebagai contoh , pada Gambar 3-2(a), 1/3 ≠ -1/2 (2) Sistem tersebut tidak mempunyai solusi. Di sini kedua garis saling sejajar. Hal ini terjadi ketika garis-garis tersebut mempunyai kemiringan yang sama tetapi perpotongan y-nya berbeda, atau ketika 𝐴1 𝐴2

𝐵

𝐶

= 𝐵1 ≠ 𝐶1 2

2

Sebagai contoh, pada Gambar 3-2(b) ½ = 3/6 ≠ -3/8 (3) Sistem tersebut mempunyai takberhingga banyaknya solusi. Di sini, kedua garis saling berhimpitan. Hal ini terjadi ketika garis-garis tersebut mempunyai kemiringan yang sama dan perpotongan y-nya juga sama,

atau

ketika

koefisien-koefisien

dan

konstanta-konstantanya

proposional. 𝐴1 𝐴2

𝐵

𝐶

= 𝐵1 = 𝐶1 2

2

Sebagai contoh, pada Gambar 3-2(c) 1⁄2 = 3⁄6 ≠ -4⁄8 Algoritma Eliminasi

39

Solusi untuk sistem (3.4) dapat diperoleh melalui proses eliminasi, di mana kita dapat menyederhanakan sistem ini menjadi sebuah persamaan tunggal dengan hanya satu variabel tidak diketahui. Dengan mengasumsikan bahwa sistem tersebut mempunyai sebuah solusi unik, maka algroritma eliminasi ini mempunyai dua bagian. Algroritma 3.1: Input terdiri dari dua persamaan linear nondegenerasi 𝐿1 dan 𝐿2 dengan dua variabel tidak diketahui dan menghasilkan sebuah solusi unik. Bagian A.

(Eliminasi Maju) Kalikan tiap persamaan dengan sebuah konstanta

sehingga koefisien-koefisien dari satu variabel tidak diketahui yang dihasilkan bersifat negatif satu sama lain, kemudian jumlahkan kedua persamaan tersebut untuk memperoleh persamaan baru L hanya mempunyai satu variabel tidak diketahui. Bagian B. (subsitusi Balik) Selesaikan variabel tidak diketahui pada persamaan baru L (yang hanya mempunyai satu variabel tidak diketahui), subsitusikan nilai dari persamaan asalnya, kemudian selesaikan sampai menghasikan nilai variabel yang tidak diketahui lainnya. Bagian A dari Algoritma3.1 dapat diterapkan pada sebarang sistem, bahkan jika sistem tersebut untuk tidak mempunyai sebuah solusi unik. Dalam kasus seperti ini, persamaan baru L akan menjadi persamaan degenerasi dan Bagian B tidak berlaku. Contoh 3.5 selesaikan sistem 𝐿1 : 2x – 3y = -8 𝐿2 : 3x + 4y = 5 Variabel tidak diketahui x, dieliminasi dari persamaan-persamaan di atas ketika membentuk persamaan baru, L = -3𝐿1 + 2𝐿2 . Dalam hal ini ,kalikan 𝐿1 dengan -3 dan 𝐿2 dengan 2 dan jumlahkan persamaan-persamaan hasilnya seperti di bawah ini

40

-3𝐿1 : -6x + 9y = 24 2𝐿2 : Penjumlahan

6x + 8y = 10 17y = 34

Sekarang kita selesaikan persamaan baru untuk memperoleh nilai y, menghasilkan y = 2. Kita mensubstitusikan y = 2 ke dalam salah satu persamaan asalnya, misalnya 𝐿1 , dan menyelasikan untuk variabel tidak diketahui x lainnya, sehingga memperoleh 2x – 3(2) = -8 2x – 6 = -8 2x = -2 X = -1 Dengan demikian, x = -1, y = 2 atau titik u = (-1, 2) merupakan solusi unik dari sistem tersebut. Solusi unik tersebut sesuai dengan yang diduga karena 2/3 ≠ -3/4. Contoh 3.6. Selesaikan sistem 𝐿1 :

x – 3y = 4

𝐿2 : -2x + 6y = 5 Kita mengeliminasi x dari kedua persamaan di atas dengan mengalihkan 𝐿1 dengan 2 dan menjumlahkannya dengan 𝐿2 , yang akan membentuk persamaan baru L = 2𝐿1 + 𝐿2 . Tahap ini menghasilkan persamaan degenerasi 0x + 0y = 0, di mana suku konstantanya juga nol. Dengan demikian, sistem tersebut mempunyai takberhingga banyaknya solusi, yang bersesuaian dengan solusi dari kedua persamaan di atas. Hal ini sesuai dengan yang diduga, karena 1/(-2) = -3/6 = 4/(8). (Secara geometris, garis-garis yang bersesuaian dengan persamaan-persamaan tersebut bersifat sejajar).

41

Contoh 3.7. Selesaikan sistem

𝐿1 :

x – 3y = 4

𝐿2 : -2x + 6y = -8 Kita mengeliminasi x dari kedua persamaan di atas dengan mengalihkan 𝐿1 dengan 2 dan menjumlahkannya dengan 𝐿2 , yang akan membentuk persamaan baru L = 2𝐿1 + 𝐿2 . Tahap ini menghasilkan persamaan degenerasi 0x + 0y = 0, di mana suku konstantanya juga nol. Dengan demikian, sistem tersebut mempunyai takberhingga banyaknya solusi, yang bersesuaian dengan solusi dari kedua persamaan di atas. Hal ini sesuai dengan yang diduga, karena 1/(-2) = -3/6 = 4/(8). (Secara geometris, garis-garis yang bersesuaian dengan persamaan-persamaan tersebut saling berhimpitan.) Untuk menentukan solusi umumnya, misalkan y = a, dan substitusikan ke dalam 𝐿1 untuk menghasilkan x – 3a = 4 atau x = 3a + 4. Dengan demikian, solusi umum dari sistem tersebut adalah u = (3a + 4, a), di mana a (disebut parameter) adalah sebarang skalar. Sistem yang Berbentuk Segitiga dan Eselon Metode utama untuk menyelesaikan sistem persamaan linear, yaitu eliminasi Gauss, akan diuraikan pada subbab ini. Di sini kita akan melihant dua jenis sistem persamaan linear yang sederhana: sistem yang berbentuk segitiga dan sistem yang lebih umum yang berbentuk eselon. Perhatikan sistem persamaan linear berikut, yang berbentuk segitiga: 2𝑥1 + 3𝑥2 + 5𝑥3 - 2𝑥4 = 9 5𝑥2 - 𝑥3 + 3𝑥4 = 1 7𝑥3 - 𝑥4 = 3 2𝑥4 = 8

42

Dalam hal ini, variabel tidak diketahui pertama, 𝑥1 , adalah variabel tidak diketahui utama di dalam persamaan pertama, variabel tidak diketahui kedua, 𝑥2 , adalah variabel tidak diketahui utama di dalam persamaan kedua, dan seterusnya. Sehingga, secara khusus, sistem tersebut adalah bujursangkar dan tiap variabel tidak diketahui utama tepat berada di sebelah kanan dari variabel tidak diketahui utama dari persamaan sebelumnya. Sistem segitiga seperti ini selalu mempuyai solusi unik, yang bias diperoleh melalui substitusi balik. Dalam hal ini, (1) Pertama-tama selesaikan variabel tidak diketauhi terakhir pada persamaan terakhir untuk memperoleh 𝑥4 = 4 (2) Kemudian substitusikan nilai 𝑥4 = 4 ini ke dalam persamaan keduaterkahir, dan selesaikan variabel tidak diketahui kedua-terakhir 𝑥3 sebagai berikut: 7𝑥3 - 4 = 3

atau

7𝑥3 = 7

atau

𝑥3 = 1

(3) Sekarang substitusikan 𝑥3 = 1 dan 𝑥4 = 4 ke dalam persamaan pertama, dan selesaikan variabel tidak diketahui kedua, 𝑥2 , sebagai berikut: 5𝑥2 – 1 + 12 = 1 atau 5𝑥2 + 11 = 1 atau 5𝑥2 = -10 atau 𝑥2 = -2 (4) Akhirnya substitusikan 𝑥2 = -1, 𝑥3 = 1, 𝑥4 = 4 ke dalam persamaan pertama, dan selesaikan variabel tidak diketahui pertama 𝑥1 sebagai berikut: 2𝑥1 - 6 + 5 – 8 = 9 atau 2𝑥1 - 9 = 9 atau 2𝑥1 = 18 atau 𝑥1 = 9 Dengan demikian 𝑥1 = 9, 𝑥2 = -2, 𝑥3 = 1, 𝑥4 = 4 atau, secara ekuivalen, vektor u = (9, -2, 1, 4) adalah solusi unik dari sistem tersebut.

Bentuk Eselon, Variabel Pivot Dan Variabel Bebas

43

Berikut ini adalah sistem persamaan linear yang dikatakan berbentuk eselon: 2𝜒1 + 6𝜒2 − 𝜒3 + 4𝜒4 − 2𝜒5 = 7 𝜒3 + 2𝜒4 + 2𝜒5 = 5 3𝜒4 − 9𝜒5 = 6 Dalam hal ini, tidak ada persamaan yang megalami degenerasi dan variable tidak diketahui utama di dalam tiap persamaan selain persamaan pertama akan berada di sebelah kanan variabel tidak diketahui utama dari persamaan sebelumnya. Variabel tidak diketahui utama di dalam sistem tersebut, 𝜒1 , 𝜒3 , 𝜒4 , disebut variabel pivot, sedangkan variabel tidak diketahui lainnya, 𝜒2 dan 𝜒5 disebut variabel bebas. Dalam bahasa yang lebih umum, sistemeselon atau sistem yang berbentuk Eselon mempunyai bentuk sebagai berikut:

𝑎11 χ1 + 𝑎12 χ2 + 𝑎13 χ3 + 𝑎14 χ4 + ⋯ + 𝑎1n χn = 𝑏1 𝛼2𝑗2 𝜒𝑗2 + 𝛼2𝑗2+1 𝜒𝑗2 + ⋯ + 𝑎1n χn = 𝑏2 …………………………………………………………………………………….. 𝛼2𝑗2 + ⋯ + 𝛼𝑟𝑛 𝑥𝑛 = 𝑏𝑟 Di mana 1<j2<…<jr dan seluruh α11,𝛼2𝑗2 , …, 𝛼𝑟𝑗𝑟 , bukan nol. Variabel- Variabel pivotnya adalah 𝜒1 , 𝜒𝑗2 , … , 𝜒𝑗𝑟 . Perhatikan bahwa r ≤ n. Himpunan solusi dari seberang sistem eselon diuraikabn dalam teorema berikut. Teorema 3.6: Perhatikan sebuah sistem persamaan linear yang berbentuk eselon, katakanlah terdiri dari r persamaan dengan n variable tidak diketahui. Terdapat dua macam kasus. (i)

r = n. Diketahui hal ini, jumlah persamaan yang ada sama dengan jumlah variable tidak diketahui (bentuk segitiga), Maka, sistem tersebut mempunyai sebuah solusi unik.

44

(ii)

r < n. Dalam hal ini, jumlah variable tidak diketahui lebih banyak dibandingkan jumlah persamaanya. Maka, secara sebarang kita dapat menetapkan nilai-nilai untuk n – r variable bebas dan menyelesaikan r variable pivot secara unik, untuk memperoleh solusi dari sistem tersebut.

Eliminasi Gauss Metode utama untuk menyelesaikan sistem persamaan linear umum (3.2) disebut eliminasi Gauss. Eliminasi ini pada hakekatnya terdiri dari dua bagian: Bagian A. (Eliminasi Maju) Penyederhanaan sistem tersebut secara bertahap untuk menghasilkan sebuah persamaan degenerasi tanpa solusi (yang mengindikasikan bahwa sistem tersebut tidak mempunyai solusi) atau sebuah sistem ekuivalen yang lebih sederhana yang berbentuk segitiga atau berbentuk eselon. Bagian B. (Eliminasi Mundur) Subtitusi balik secara bertahap untuk membentuk solusi dari sistem yang lebih sederhana tersebut. Bagian B telah dipelajari pada subbab- subbab sebelumnya. Dengan demikian, kita hanya perlu membahas logaritma Bagian A sebagai berikut. Algoritma 3.2 (untuk bagian A): Input: sistem persamaan linear (3.2), m × n. Tahap eliminasi: Tentukan variable tidak diketahui pertama di dalam sistem tersebut dengan sebuah koefisien taknol (di sini, seharusnya 𝑥1 ). (a) Susunlah sedemikian rupa sehingga 𝑎11 ≠ 0. Dalam hal ini, jika perlu, pertukarkan persamaan-persamaan yang ada sehingga variable tidak diketahui pertama 𝑥1 muncul dengan sebuah koefisien taknol di dalam persamaan pertama. (b) Gunakan 𝑎11 sebagai pivot untuk mengeliminasi 𝑥1 dari seluruh persamaan kecuali persamaan pertama. Dalam hal ini, untuk I > 1:

45

(1) Tetapkan m = -𝑎𝑖1 /𝑎11 ; (2) Gantikanlah 𝐿𝐿 dengan m𝐿1 +𝐿𝐿 Atau gantikanlah 𝐿𝐿 dengan −𝐿𝐿1 𝐿1 + 𝐿11 𝐿𝐿 Sekarang sistem ini mempunyai bentuk sebagai berikut:

𝐿11 χ1 + 𝐿12 χ2 + 𝐿13 χ3 + 𝐿14 χ4 + ⋯ + 𝐿1n χn = 𝐿1 𝐿2𝐿2 𝐿𝐿2 + 𝐿2𝐿2+1 𝐿𝐿2 + ⋯ + 𝐿1n χn = 𝐿2 ……………………………………………………... 𝐿𝐿𝐿2 𝐿𝐿2 + ⋯ + 𝐿𝐿𝐿 𝐿𝐿 = 𝐿𝐿 di mana 𝐿1 tidak muncul di dalam persamaan manapun kecuali di dalam persamaan pertama, 𝐿11 ≠ 0, dan menotasikan variable tidak diketahui pertama dengan sebuah koefisien taknol di dalam persamaan manapun selain persamaan pertama. (bilangan m dikenal sebagai pengali.) (c)

Amati tiap persa,aam baru L. (1)

jika L berbentuk 0𝐿1 + 0𝐿2 + … + 0𝐿𝐿 = 𝐿

dengan

b≠0, maka sistem ini tak konsisten dan tidak mempunyai solusi. (2)

jika L berbentuk 0𝐿1 + 0𝐿2 + … + 0𝐿𝐿 = 0 atau jika L

merupakan kelipatan dari persamaan lainnya, maka hapuslah L dari sistem tersebut. Tahap Rekursi: ulangi tahap eliminasi dengan tiap subsistem baru yang “lebih kecil” yang berbentuk oleh seluruh persamaan selain persamaan pertama. Output: akhirnya, sistem tersebut telah disederhanakan menjadi bentuk segitiga atau bentuk eselon, atau diperoleh sebuah persamaan degenarsi tanpa solusi yang menandakan sebuah sistem takkonsisten. Contoh 3.8. Selesaikan sistem berikut dengan eliminasi gauss 𝐿1 : 𝐿 − 3𝐿 − 2𝐿 = 6 𝐿2 : 2𝐿 − 4𝐿 − 3𝐿 = 8

46

𝐿3 : − 3𝐿 + 6𝐿 + 8𝐿 = −5 Bagian A. kita menggunakan koefisien 1 dari x di dalam persamaan pertama 𝐿1 sebagai pivot untuk mengeliminasi x dari persamaan kedua 𝐿2 dan dari persamaan ketiga 𝐿3 . Tahap ini diselesaikan dengan cara sebagai berikut: (1) kalikan 𝐿1 dengan pengali m=-2 dan jumlahkan dengan 𝐿2 ; yaitu, “mengali 𝐿2 dengan −2𝐿1 + 𝐿2 .” (2) Kalikan 𝐿1 dengan pengali m=3 dan jumlahkan dengan 𝐿3 ; yaitu, “mengganti 𝐿3 dengan 3𝐿1 + 𝐿3 .” Kedua tahap ini menghasilkan: (-2) 𝐿1 : −2𝐿 + 6𝐿 + 4𝐿 = −12 𝐿2 :

2𝐿 − 4𝐿 − 3𝐿 = 8

𝐿2 𝐿𝐿𝐿𝐿 2𝐿 + 𝐿 = −4 𝐿1 :3𝐿 − 9𝐿 − 6𝐿 = 18 𝐿3 : − 3𝐿 + 6𝐿 + 8𝐿 = −5 𝐿3 𝐿𝐿𝐿𝐿 ∶ −3𝐿 + 2𝐿 = 13 Sehingga sistem asalakan digantikan oleh sistem berikut ini: 𝐿1 : 𝐿 − 3𝐿 − 2𝐿 = 6 𝐿2 : 𝐿3 :

2𝐿 + 𝐿 = −4

− 3𝐿 + 2𝐿 = 13

Berikutnya kita akan menggunakan koefisien 2 dari y di dalam persamaan kedua (baru) 𝐿2 sebagai pivot untk mengeliminasi y dari persamaan ketiga (baru) 𝐿3 .tahap ini diselesaikan dengan cara sebagai berikut:

47

3

(3) Kalikan 𝐿2 dengan pengali m=2dan jumlahkan dengan 𝐿3 ; yaitu “ mengganti 𝐿3 dengan

3 2

𝐿2 + 𝐿3 " (atau, “mengganti 𝐿3 dengan

3𝐿2 +2𝐿3 ", yang akan menghindari nilai pecahan)

3

3

𝐿 :3𝐿 + 2 𝐿 = −6 2 2 𝐿3 : − 3𝐿 + 2𝐿 = 13 𝐿3 𝐿𝐿𝐿𝐿 ∶

7 2

𝐿=7

atau 𝐿1 :6𝐿 + 3𝐿 = 12 𝐿3 : − 6𝐿 + 4𝐿 = 26 𝐿3 𝐿𝐿𝐿𝐿 ∶ 7𝐿 = 14 Sehingga sistem sebelumnya aka digantikan oleh sistem berikut ini:

𝐿1 :𝐿 − 3𝐿 − 2𝐿 = 6 𝐿3 : 2𝐿 + 𝐿 = −4 𝐿3 ∶ 7𝐿 = 14 (atau

7 2

z)

Sistem ini sekarang berbentk segitiga, sehingga bagian A telah selesai. Bagian B. Dengan substitusi balik, nilai-nilai untuk variable tidak di ketahui diperoleh dalam urutan terbalik z,y,x. Secara spesifik: (1) Selesaikan z di dalam 𝐿3 untuk memperoleh z=2 (2) Substitusikan z=2 di dalam 𝐿2 , dan selesaikan y untuk memperoleh y= -3 (3) Substitusikan z = 2 dan y = -3 di dalam 𝐿1 dan selesaikan x untuk memperoleh x=1

48

Sehingga solusi untuk ssitem persamaan tersebut adalah x=1,y=-3,z=2 atau, secara equivalen, u=(1,-3,2). Alogaritma eliminasi gauss menggunakan penulisan ulang sistem persamaan linear kadang-kadang kita dapat menghindari banyaknya penulisan. Ulang beberapa persamaan dengan menggunakan apa yang disebut

“format

ringkas”. Format seperti ini untuk solusi dari system di atas adalah sebagai berikut:

Bilangan

Persamaan

(1)

x – 3y – 2z = 6

(2)

2x – 4y - 3z = 8

(3)

- 3x + 6y + 8z = -5

Operasi

(2’)

2y + z = -4

Mengganti L2 dengan -2L1 + L2

(3’)

-3y + 2z = 13

Mengganti L3 dengan 3L1 + L3

(3’’)

7z = 14

Mengganti L3 dengan 3L2 + 2L3

Dalam hal ini, pertama-tama kita menuliskan bilangan dari tiap persamaan asal. Seperti kita menerapkan algoritma Gauss ke dalam system tersebut, kita hanya menuliskan persamaan barunya, dan menandai tiap persamaan baru tersebut dengan menggubakan bilangan yang sama seperti persamaan asal yang bersesuaian, tetapi dengan tambahan tanda koma (‘). (Dibelakang persamaan baru, sebagai petunjuk, kita menyebutkan operasi elementer yang menghasilkan persamaan baru tersebut.) Sistem yang berbentuk segitiga terdiri dari persamaan-persamaan (1), (2’), dan (3’’), yang merupakan bilangan-bilangan dengan jumlah koma (‘) yang paling banyak. Dengan menerapkan substitusi balik pada persamaan- persamaan ini, kembali akan dihasilkan x = 1, y = -3, z = 2. Ingat Jika dua persamaan harus dipertukarkan, misalnya untuk memperoleh sebuah koefisien taknol sebagai pivot, maka kita cukup mengganti ulang bilangan dari kedua persamaan tersebut, dan tidak perlu menukar posisinya.

49

Contoh 3.9. Selesaikan sistem berikut ini: x + 2y – 3z = 1 2x + 5y – 8z = 4 3x + 8y – 13z = 7 Kita dapat menyelesaikannya dengan eliminasi Gauss.

Bagian A. (Eliminasi

Maju)

Bilangan

Persamaan

Operasi

(1)

x + 2y – 3z = 1

(2)

2x + 5y - 8z = 4

(3)

3x + 8y - 13z = 7

(2’)

y-2z= 2

Mengganti L2 dengan -2L1 + L2

(3’)

2y - 4z = 4

Mengganti L3 dengan -3L1 + L3

0 = 0

Mengganti L3 dengan -2L2 + L3

(3’’)

Perhatikan bahwa persamaan ketiga dihapus karena merupakan kelipatan dari persamaan kedua. x + 2y – 3z = 1 y - 2z = 2 Sistem ini sekarang berbentuk eselon dengan variable bebas z. Bagian B. (Eliminasi Mundur) Untuk memperoleh solusi umum, misalkan variable bebas z = a, dan selesaikan x dan y melalui substitusi balik. Substitusikan z = a ke dalam persamaan kedua untuk memperoleh y = 2 + 2a. Kemudian substitusikan z = a dan y = 2 + 2a di dalam persamaan pertama untuk memperoleh x = -3 –a. Sehingga hasil berikut merupakan solusi umumnya di mana a adalah sebuah parameter: x = -3 –a, y = 2 + 2a, z = a atau

u = (-3 –a, 2 + 2a, a).

Contoh 3.10. Selesaikan sistem berikut: x1 + 3x2 – 2x3 + 5x4

= 4

2x1 + 8x2 – x3 + 9x4

= 9

3x1 + 5x2 – 12x3 + 17x4 = 7

50

Bilangan

Persamaan

Operasi

(1)

x1 + 3x2 – 2x3 + 5x4 = 4

(2)

2x1 + 8x2 – x3 + 9x4 = 9

(3)

3x1 + 5x2 – 12x3 + 17x4 = 7

(2’)

2x2 + 3x3 – x4 = -5

-2L1 + L2

L2

(3’)

-4x2 – 6x3 + 2x4 = -5

-3L1 + L3

L3

(3’’)

0 = -3

2L2 + L3

L3

Persamaan terakhir ini, demikian pula system asalnya, tidak mempunyai solusi.

Matriks Eselo; Bentuk Kanonis Baris Salah satu cara untuk menyelesaikan system persamaan linear adalah dengan menggunakkan matriks yang diperbesarnya, M, dan bukannya menggunakan system itu sendiri. Subbab ini akan memperkenalkan perlunya konsep-konsep matriks untuk solusi seperti ini. Konsep-konsep tersebut,seperti matriks eselon dan operasi baris elementer,juga mempunyai daya tarik tersendiri untukdibahas. Matriks A disebut matriks eselon, atau dikatakan berbentuk eselon, jika kedua syarat berikut ini terpenuhi (dimana elemen taknol utama dari sebuah baris di dalam A adalah elemen taknol pertama pada bars tersebut): (1) Seluruh baris nol,jika ada,berada di bagian bawah matriks (2) Tiap entritaknol utama pada sebuah baris di sebelah kanan entri taknol utama dari baris sebelumnya

Dalam hal ini, A =[𝐿𝐿𝐿 ] adalah matriks eselon jika terdapat entri-entri taknol 𝐿1 j1,𝐿2 j2,…….,𝐿𝐿 jr, dimana 𝐿1 <𝐿2 < ….. <𝐿𝐿 Dengan sifat-sifat 𝐿𝐿𝐿 = 0 untuk {

𝐿 ≤ 𝐿, 𝐿 < 𝐿𝐿 𝐿>𝐿

Entri entri 𝐿1 j1, 𝐿2 j2, …. , 𝐿𝐿 jr yang merupakan elemen-elemen taknol utama di dalam baris-barisnya masing-masing, disebut pivot dari matriks eselon

51

Contoh 3.11. Berikut ini adalah matriks eselon yang pivot-pivotnya telah diarsir: 0 0 A= 0 0 [0

𝟐 0 0 0 0

3 0 0 0 0

4 𝟐 0 0 0

5 4 0 0 0

9 1 𝟓 0 0

0 2 7 𝟐 0

7 5 2 6 0]

Amati bahwa pivot-pivot berada pada kolom 𝐿2 , 𝐿4 , 𝐿6, ,𝐿7 , dan masing-masing berada di sebelah kanan dari pivot di atasnya. Dengan menggunakan notasi di atas, maka pivot-pivotnya adalah 𝐿1 j1 = 2, 𝐿2 j2 = 3, 𝐿3 j3=5, 𝐿4 j4 =8 Di

mana

𝐿1 =

2,

𝐿2 =4,

𝐿3 =6,

𝐿4 =7.

Di

sini

r=

4

Matriks A dikatakan berbentuk kanonis baris jika merupakan matriks eselon,yaitu,jika memnuhio sifat(1) dan(2) diatas, dan jika memenuhi dua sifat tambahan : (3) Tiap pivot (entri taknol utama) sama dengan 1. (4) Tiap pivot merupakan satu-satunya entri taknol di dalam kolom Perbedaan utama antara matriks eselon dengan matriks yang berbentuk Kanonis baris adalah bahwa di dalam matriks eselon harus terdapat entri nol di bawah pivotnya [Sifaqt (1) dan(2)] , tetapi di dalam matriks yang berbentuk kanonis,tiap pivot juga harus sama dengan 1 [sifat 3] dan juga harus terdapat entri nol di atas pivotnya [sifat(4)] Matriks nol, 0, dalam sebarang ukuran dan metrics identitas I dalam sebarang ukuran merupakan contoh khusus yang penting dari matriks-matriks yang berbentuk kanonis baris. Contoh 3.12. Berikut ini adalah matriks-matriks eselon yang pivot-pivotnya telah dioarsir:

52

𝟓 0 [ 0 0

3 0 0 0

2 𝟓 0 0

0 1 0 0

4 5 −3 2 0 𝟓 0 0

−6 𝟓 0 ], [ 0 2 0 0

3 0 0

2 0 𝟓], [0 0 0

𝟓 0 0

3 0 0

0 𝟓 0

0 0 𝟓

4 −3] 2

Matriks ketiga merupakan contoh matriks yang berbentuk kanonis baris. Matriks kedua tidak berbentuk kanonis baris, karena tidak memenuhi sifat (4), yaitu terdapatnya sebuah entri taknol di atas pivot kedua pada kolom ketiga. Matriks pertama tidak berbentuk kanonis baris,karena tidak memenuhi sifat(3) maupun sifat (4), yaitu bebrapa pivotnya tidak sama dengan 1 dan terdapat entri taknol di atas pivot-pivotnya Anggaplah

A

adalah

matriks

dengan

baris-baris

𝐿1 ,𝐿2 , … … . , 𝐿𝐿. ,Operasi-operasi pada A berikut ini disebut operasi baris elementer . [𝐿1 ] Mempertukarkan baris 𝐿𝐿 dengan baris . operasi ini dapat ditulis dengan : “Mempertukarkan 𝐿𝐿 dengan 𝐿𝐿 “, atau “𝐿𝐿 ↔𝐿𝐿 “. [𝐿2 ] Mengganti baris 𝐿𝐿 dengan kelipatan taknol k𝐿𝐿 dari baris itu sendiri. Operasi ini dapat ditulis dengan: “mengganti 𝐿𝐿 dengan k𝐿𝐿 (k ≠ 0)”, atau “k𝐿𝐿 → 𝐿𝐿 “ [𝐿3 ] menggantikan baris 𝐿𝐿 dengan k𝐿𝐿 dari baris 𝐿𝐿 dan baris itu sendiri. Operasi ini dapat di tulis dengan: “menggantikan 𝐿𝐿 dengan k𝐿𝐿 + 𝐿𝐿 ”, atau “k𝐿𝐿 + 𝐿𝐿 → 𝐿𝐿 ” Tanda panah → dalam [𝐿2 ] dan [𝐿3 ] dapat dibaca “mengganti”. Kadang” (misalnya untuk menghindari nilai pecahan apabila seluruh scalar yg diketahui adalah bilangan bulat) kita dapat menerapkan [𝐿2 ] dan [𝐿3 ] dalam satu tahap, dalam hal ini kita dapat menerapkan operasi berikut: [E] mengganti persamaan 𝐿𝐿 dengan jiumlah dari 𝐿𝐿𝐿 & k’𝐿𝐿 , ditulis “𝐿𝐿𝐿 + 𝐿′𝐿𝐿 →𝐿𝐿 ”

53

Kita menekankan bahwa dalam operasi [𝐿3 ] dan operasi [E], hanya baris 𝐿𝐿 yang berubah. Matriks A dikatakan ekuivalen baris dengan matriks B, ditulis A~B Jika B dapat diperoleh dari A melalui sederetan operasi aris elementer. Dalam kasus dimana B juga berupa matiks eselon, B disebut juga bentuk eselon dari A. Teorema 3.7: anggaplah A = [𝐿𝐿𝐿 ] dan B = [𝐿𝐿𝐿 ] adlh matriks eselon ekuivalen baris dengan entri” pivot masing” 𝐿1𝐿1 , 𝐿2𝐿2 , …, 𝐿𝐿𝐿𝐿

dan

b𝐿1𝐿1 , 𝐿2𝐿2 , …, 𝐿𝐿𝐿𝐿

Maka A dan B mempunyai jumlah baris taknol yg sama, yaitu r = s, dan entri” pivotnya berada di dalam posisi yg sama yaitu 𝐿1 = 𝐿1, 𝐿2 = 𝐿2 , …, 𝐿𝐿 = 𝐿𝐿 Teorema 3.8: setiap matriks A ekuivalen baris dengan sebuah matriks unik yg berbentuk kanonis baris. Matriks unik ini disebut bentuk kanonis baris dari A. Rank dari matriks A, ditulis rank (A), sama dengan banyaknya pivot didalam bentuk eselon dari A.

Eliminasi Gauss (Matriks) Pada subab ini kita akan memperkenalkan dua algoritma yang baru. Algoritmaalgoritma ini, yang menggunakan operasi baris elementer, sebenarnya adalah pernyataan ulang dari eliminasi Gauss yang diterapkan pada matriks, dan bukan nya pada persamaan linear. (Istilah “reduksi baris” atau singkatannya “reduksi” berarti mentransoformasi matriks melalui operasi baris elementer Algoritma 3.3 (Eliminasi Maju): inputnya adalah sebarang matriks A. (Algoritma ini menempatkan bilangan 0 dibawah tiap pivot, yang bekerja dari “atas ke bawah”.) Output nya adalah bentuk eselon dari A

54

Tahap 1: Tentukan kolom pertama dengan sebuah entri taknol. Misalkan symbol 𝐿1 menotasikan

kolom ini.

(a) Susunlah sedemikian rupa sehingga 𝐿1𝐿1 ≠ 0. Dalam hal ini, jika perlu, pertukaran baris-barisnya sehingga entri taknol muncul di baris pertama pada kolom 𝐿1 . (b) Gunakan 𝐿1𝐿1 sebagai pivot untuk memperoleh bilangan0 dibawah 𝐿1𝐿1 . Secara spesifik untuk I >1: (1) Tetapkan m =-𝐿𝐿𝐿1 /𝐿1𝐿1 ; (2) Gantilah 𝐿1 dengan m𝐿𝐿 Atau gantilah 𝐿𝐿 dengan -𝐿𝐿𝐿1 𝐿1 +𝐿1𝐿𝐿 𝐿𝐿 (bilangan m dikenal sebagai pengali.) Tahap 2: ulangi tahap 1 dengan submatriks yg dibentuk seluru baris kecuali baris pertama. Disini , kita misalkan 𝐿2 menotasikan kolom pertama didalam subsistem dengan sebuah entri taknol. Sehingga di akhir tahap 2, kita memperoleh 𝐿2/2 ≠ 0. Tahap 3 sampai r. lanjutkan proses diatas sampai diperoleh submatriks yang hanya mempunyai baris-baris nol. Kita menekankan bahwa di akhir algoritma, privot-privotnya adalah 𝐿1𝐿1 , 𝐿2𝐿2 , …, 𝐿𝐿𝐿𝐿 , di mana r menotasikan jumlah baris taknol pada matriks eselon akhir. Algoritma 3.4 (Eliminasi Mundur): Inputmya adalah matriks A = [𝐿𝐿𝐿 ] yang berbentuk eselon dengan entri-entri pivot 𝐿1𝐿1 ,𝐿2𝐿2 , …, 𝐿𝐿𝐿𝐿 , outputnya adalah bentuk kanonis baris dari A. Tahap 1. (a)

(Gunakan penskalaan baris sehingga pivot terakhir sama dengan1.) Kalikan baris taknol terakhir 𝐿𝐿 dengan 1/𝐿𝐿𝐿𝐿 .

(b)

(Gunakan 𝐿𝐿𝐿𝐿 = 1 untuk memperoleh bilangan 0 di atas pivot.) Untuk i – r – 1, r -2, …, 2, 1; (1) Tetapan m = 𝐿𝐿𝐿𝐿 ; (2) Gantilah 𝐿𝐿 dengan 𝐿𝐿𝐿 + 𝐿𝐿

Tahap 2 sampai r – 1. Ulangi Tahap 1 untuk baris-baris 𝐿𝐿−1 , 𝐿𝐿−2 , …, 𝐿2 . Tahap r. (Gunakan penskalaan baris sehingga pivot pertamanya sama dengan 1.) Kalikan 𝐿1 1/𝐿1𝐿1 .

55

Ingatlah bahwa eliminasi Gauss adalah sebuah proses dua tahap! Tahap A (Algoritma 3.3) menempatkan bilagan 0 di bawah tiap pivot dan Tahap B (Algoritma 3.4) menempatkan bilangan 0 di atas tiap pivot. 1 Contoh 3.13. Perhatikan matriks A = [2 3

2 4 6

−3 1 −4 6 −6 9

2 10]. 13

(a ) Gunakan Algoritma 3.3 untuk mereduksi A menjadi bentuk eselon. (b)

Gunakan Algoritma 3.4 untuk mereduksi A lebih jauh lagi menjadi bentuk kanonis barisnya. (a)

Pertama-tama gunakan 𝐿11 = 1 sebagai pivot untuk memperoleh

bilangan 0 di bawah 𝐿11 , yaitu terapkan operasi “Mengganti 𝐿2 dengan −2𝐿1 + 𝐿2 “ dan operasi “Mengganti 𝐿3 dengan −3𝐿1 + 𝐿3 ”; dan kemudian gunakan 𝐿23 = 2 sebagai pivot untuk memperoleh bilangan 0 di 3

bawah 𝐿23 , yaitu terapkan operasi “Mengganti 𝐿3 dengan − 2 𝐿 + 𝐿3 ”. 2

Proses ini menghasilkan 1 A ~ [0 0

2 0 0

−3 2 3

1 2 1 4 6] ~ [0 6 7 0

2 0 0

1 4 0

−3 2 0

2 6] −2

Matriks tersebut sekarang sudah berbentuk eselon. (b)

Kalikan 𝐿3 dengan -

1 2

sehingga entri pivot 𝐿35 = 1, dan kemudian

gunakan 𝐿35 = 1 sebagai pivot untuk memperoleh bilangan 0 di atasnya dengan operasi “Mengganti 𝐿2 dengan −5𝐿2 dengan −5𝐿3 + 𝐿2 ”

dan kemudian

“Mengganti 𝐿1 dengan −2𝐿3 + 𝐿1 ”. Proses ini menghasilkan 1 A ~ [0 0

2 0 0

−3 2 0

1 4 0

2 1 6] ~ [0 1 0

2 0 0

−3 1 2 4 0 0

0 0] 1

1

Kalikan 𝐿2 dengan 2 sehingga entri pivot 𝐿23 = 1, dan kemudian gunakan 𝐿23 = 1 sebagai pivot untuk memperoleh bilangan 0 di atasnya dengan operasi “mengganti 𝐿1 dengan 𝐿32 + 𝐿1 ”. Proses ini menghasilkan 1 A ~ [0 0

2 0 0

−3 1 0

1 2 0

0 1 0] ~ [0 1 0

2 0 0

0 1 0

7 2 0

0 0] 1

56

Matriks yang terakhir adalah bentuk kanomis baris dari A.

Aplikasi pada Sistem Persamaan Linear Salah satu cara untuk menyelesaikan system persamaan linear adalah dengan menggunakan matriks yang diperbesar, M, bukannya menggunakan persamaan-persamaan itu sendiri. Secara spesifik, kita mereduksi M menjadi bentuk eselon (yang menjelaskan apakah suatu sistem mempunyai sebuah solusi atau tidak), dan kemudian mereduksi M lebih jauh lagi menjadi bentuk kanonis. Barisnya (yang pada dasarnya akan memberikan solusi system persamaan linear asalnya). Contoh 3.14. selesaikan tiap sistem berikut ini: 𝐿1 + 𝐿2 − 2𝐿3 + 4𝐿4 = 5

𝐿1 + 𝐿2 − 2𝐿3 + 3𝐿4 = 4

2𝐿1 + 2𝐿2 − 3𝐿3 + 𝐿4 = 3

2𝐿1 + 3𝐿2 + 3𝐿3 − 𝐿4 = 3

3𝐿1 + 3𝐿2 − 4𝐿3 – 2𝐿4 = 1

5𝐿1 + 7𝐿2 − 4𝐿3 + 𝐿4 = 5

(a)

(b)

𝐿 + 2𝐿 + 𝐿 = 3 2𝐿 + 5𝐿 − 𝐿 = −4 3𝐿 + 2𝐿 − 𝐿 = 5 (c) Reduksilah matriks yang diperbesar nya, M. menjadi bentuk eselon dan kemudian menjadi bentuk kenosis baris sebagai berikut: 1 M = [2 3 1 ~[0 0

1 2 3 1 0 0

−2 4 −3 1 −4 − 2 0 1 0

−10 −7 0

5 1 3 ] ~ [0 1 0

1 0 0

−2 4 1 −14 2 −14

5 −7 ] −14

−9 −7] 0

Tulis ulang bentuk kanonis baris tersebut dalam bentuk system persamaan liniearuntuk memperoleh solusi bentuk variable bebas. Dalam hal ini,

57

𝐿1 + 𝐿2 − 10𝐿4 = −9 atau 𝐿1 = −9 − 𝐿2 + 10𝐿4 𝐿3 − 7𝐿4 = −7

𝐿3 = −7 + 7𝐿4

(Baris nol diabaikan di dalam solusi tersebut.) Perhatikan bahwa 𝐿1 dan 𝐿3 adalah variable pivot, sedangkan 𝐿2 dan 𝐿4 adalah variable bebas. (b) Pertama-tama reduksilah matriks yang diperbesarnya, M ,menjadi bentuk eselon sebagai berikut: 1 M=[2 5 1 ~[0 0

1 3 7 1 1 0

−2 3 3 −1 4 1 −2 7 0

4 1 3]~[0 5 0

1 1 2

−2 7 14

3 4 −7 −5 ] −14 −15

3 4 −7 −5] 0 −5

Kita tidak perlu melanjutkan untuk menetukan bentuk kanonis baris dari M, karena bentuk eselonnya sudah memjelaskan kepada kita bahwa system tersebut tidak mempunyai solusi . Secara spesifik, baris ketiga dari matriks eselon bersesuaikan dengan persamaan degenerasinya 0𝐿1 +0𝐿2 + 0𝐿3 + 0𝐿4 =-5 yang tidak mempunyai solusi. (c) Reduksilah matriks yang diperbesarnya, M , menjadi bentuk

eselon dan

kemudian menjadi bentuk kanonis baris sebagai berikut: 1 M=[2 3

2 1 5 −1 −2 −1

3 1 −4] ~ [0 5 0

2 1 1 −3 −8 −4

1 [0 0

2 1 0

1 −3 −28

3 1 −10] ~ [0 −84 0

2 1 0

1 ~[0 0

2 1 0

0 0 1

0 1 ] ~ [ −1 0 3 0

0 1 0

0 0 1

1 −3 1

3 −10] ~ −4 3 −10] 3

2 −1] 3

Sehingga system tersebut mempunyai solusi unik 𝐿 = 2, 𝐿 = −1, 𝐿 = 3 atau, secara ekuivalen, vector 𝐿 = (2, −1,3).

58

Sistem umum (3.2) yang terdiri dari m persamaan linear dengan n variable tidak diketahui ekuivalen dengan persaman matriks 𝐿11 𝐿 [ 21 … 𝐿𝐿1

𝐿12 𝐿22 … 𝐿𝐿2

… … … …

𝐿1𝐿 𝐿1 𝐿1 𝐿2𝐿 𝐿2 𝐿 ] [ ] = [ 2 ] atau AX = B … … … 𝐿𝐿𝐿 𝐿𝐿 𝐿𝐿

Dimana A=[𝐿𝐿𝐿 ] adalah matriks koefisiennya, X=[𝐿𝐿 ] adalah vector kolom yang terdiri dari variable – variable tidak diketahui, dan B=[𝐿𝐿 ] adalah vector kolom yang terdiri dari konstanta – konstanta. Pernyataan bahwa system persamaan linier dan persamaan matriks adalah ekuivalen mempunyai makna bahwa sebarang solusi vector dari system tersebut merupakan solusi dari persamaan matriks, demikian pula sebaliknya. Contoh 3.15. system persamaan linear dan persamaan matriks berikut adalah ekuivalen 𝐿1 + 2𝐿2 - 4𝐿3 + 7𝐿4 = 4

3𝐿1 - 5𝐿2 + 6𝐿3 - 8𝐿4 = 8

Dan

1 [3 4

2 −5 −3

𝐿1 −4 7 𝐿 4 2 6 −8] [𝐿 ] = [ 8 ] 3 −2 6 𝐿 11 4

4𝐿1 - 3𝐿2 - 2𝐿3 + 6𝐿4 = 11 Kita perhatikan bahwa 𝐿1 = 3, 𝐿2 = 1, 𝐿3 = 2, 𝐿4 = 1, atau dengan kata lain vector u = [3, 1, 2, 1] adalah solusi dari system tersebut. Msehingga, vector (kolom) u juga merupakan solusi dari persamaan linear AX = B secara notasi sangat memudahkan ketika kita membahas dan membuktikan sifat-sifat dari system persamaan linear tersebut. System persemaan linear AX =B akan berbentuk bujursangkar jika dan hanya jika matriks A yang terdiri

dari koefisien-koefisiennya berbentuk

bujursangkar. Dalam kasus seperti ini, kita mempunyai toerema penting berikut ini.

59

Toerema 3.9: system persamaan linear bujursangkar AX = B mempunyai sebuah solusi unik jika dan hanya jika matriks A dapat dibalik. Dalam kasus seperti ini, 𝐿−1 B adalah solusi unik dari system tersebut.

Contoh 3.16. perhatikan system persamaan linear berikut, yang matriks koefisien A dan invers 𝐿−1 -nya juga diketahui:

x + 2𝐿 + 3𝐿 = 1 x + 3𝐿 + 6𝐿 = 3,

1 A = [1 2

2 3 6

3 3 −8 −1 6 ], 𝐿 = [−1 7 13 0 −2

3 −3] 1

2𝐿 + 6𝐿 + 13𝐿 = 5 Berdasarkan Teorema 3.9, solusio unik dari system ini adalah 3 −3 𝐿−1 B = [−1 7 0 −2

3 1 −6 −3] [3] = [ 5 ] 1 5 −1

Dalam hal ini, x = -6, y = 5, z = -1 Kita perlu menekan bahwa Teorema 3.9 tidak selamanya dapat membantu menentukan solusi system bujursangkar. Yaitu, menentukan invers dari matriks koefisien A tidak selalu lebih mudah dibandingkan dengan menyelesaikan system tersebut secara langsung. Dengan demikian, kecuali invers dari matriks koefisien A telah diketahui, seperti pada Contoh 3.16, kita biasanya menyelesaikan sebuah system bujursangkar dengan menggunakan eliminasi Gauss. Matriks Invers Algoritma berikut ini akan menentukan invers dari sebuah matriks. Algoritma 3.5: Inoutnya adalah matriks bujursangkar A. Outputnya adalah invers dari A atau tidak ada invers.

60

Tahap 1. Bentuklah matriks (blok) M = [A, I], n x 2𝐿 , dimana A adalah setengah kiri dari M dan matriks identitas I adalah setengah kanan dari M. Tahap 2. Reduksi-barislah M menjadi bentuk eselon. Jika proses ini menghasilkan sebuah baris nol di A setengah dari M, maka A tidak mempunyai invers. (Jika tidak, A berbentuk segitiga.) Tahap 3. Reduksi-barislah M lebih jauh lagi menjadi bentuk kanonis barisnya, M~ [I, B], dimana matriks identitas I menggantikan A disetengah kiri dari M. Tahap 4. Tetapkan 𝐿−1 = B, matriks yang sekarang berada di setengah kanan dari M. 1 Contoh 3.16. Tentukan invers dari matriks A =[2 4

0 2 −1 3] 1 8

Pertama-tama bentuklah matriks (blok) M =[A, I] dan reduksi-barislah M menjadi bentuk eselon: 1 M = [2 4

0 −1 1

2 3 8

1 ∞ [0 0

0 −1 0

2 −1 −1

| | |

1 0 0

0 1 0

| 1 | −2 | −6

0 1 0] ∞ [0 1 0 0 1 1

0 2 −1 −1 1 0

0 1 0] ∞ [0 1 0

0 1 0

0 0 1

| | |

1 0 −2 1 −4 0

0 0] 1

| | |

−11 2 −2 1 6 −1

2 1] −1

Matriks identitas ini sekarang berada disetengah kiri dari matriks akhir, sehingga setengah kanannya adalah 𝐿−1 . Dengan kata lain, −11 2 𝐿−1 = [ −4 0 6 −1

2 1] −1

Related Documents

01-01
November 2019 96
14-01-01-01.pdf
July 2020 56
01
October 2019 31
01
November 2019 23
01
June 2020 4
01
October 2019 20

More Documents from ""