002b Airmata Untuk Abang

  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 002b Airmata Untuk Abang as PDF for free.

More details

  • Words: 533
  • Pages: 2
Entah sudah berapa

tahun

tak pernah terlihat ia menangis. Tapi sore itu, ia menjadi seperti karang yang rapuh. Badannya yang tegap dan tinggi tak ubahnya lelaki renta yang lemah. Ia terus sesenggukkan di sudut ruang jeruji besi di atas sajadahnya. Tak pernah terbayang dalam benaknya harus mendekam di ruang sempit itu, berkali-kali mulutnya bergumam, “Ya Allah, kenapa Kau berikan cobaan ini kepadaku?” Tak henti tangisnya meski tangan lembut ibu berulang membasuh air matanya. Tangan lembut yang sudah lama ia rindui kehangatannya itu tak juga menghentikan gemetar tubuhnya. “Abang berdosa bu, abang berdosa,” tangis ia sambil membenamkan wajah tampannya di dada ibu. Abang hanyalah seorang pengemudi bis jalur khusus atau Busway. Minggu siang itu, adalah hari kelabu baginya. Setelah berpesan singkat kepada teman-temannya, “Selamat bertugas, hati-hati di jalan dan utamakan keselamatan penumpang,” kendaraan besar itu pun melaju. Adalah seorang pedagang asongan bersepeda berada di jalur terlarang –jalur cepat yang hanya diperuntukkan bagi Busway- terlihat dari kejauhan. Abang memperlambat laju kendaraannya sambil memperhatikan pedagang tersebut. Ketika ia yakin pedagang tersebut hanya di tepi jalan, ia pun menancap gas sambil terus memperhatikan pedagang asongan di depannya. Betapa kagetnya ia ketika pedagang itu tiba-tiba menyeberang jalan sambil mengendarai sepedanya, padahal jarak bis hanya sekitar empat meter. Langit mendung, awan pun kelabu, aspal panas berwarna merah. Abang turun berharap orang yang ditabraknya segera keluar dari kolong bis. Namun yang diharap tak juga muncul, lemaslah ia. Tak digubrisnya tembakan kamera wartawan yang mengelilinginya, tak sepatah kata pun keluar dari bibirnya. Ia kehilangan seluruh tenaganya saat mengetahui

pedagang asongan yang ditabraknya tak lagi bernyawa. Jeruji besi pun menjadi tempat persinggahannya kini. Ia lebih banyak diam dan terpekur sambil menutup wajahnya di atas sajadah. Lagi-lagi kalimat, “Ya Allah, kenapa Kau berikan cobaan ini kepadaku,” yang terucap. Ia berupaya menjelaskan kepada siapa pun yang menjenguknya bahwa ia tak bersalah lantaran pedagang asongan itu berada di jalur khusus Busway yang terlarang bagi siapa pun. Ia juga telah memberikan peringatan dengan klakson dari jauh agar orang tersebut berhati-hati. Tetapi Allah berkehendak lain, Minggu siang yang nahas itu pun terjadi. Air mata ini tak terbendung lagi, saya menangis untuk Abang. Bukan karena ia harus mendekam di penjaran demi

mempertanggungjawabkan peristiwa yang kini harus dipikulnya. Bukan juga lantaran uang sebesar lima puluh juta rupiah yang dituntut pihak keluarga kepadanya, meski itu teramat berat untuk kami memikulnya. Tangis itu, lebih karena ucapannya saat saya memeluknya, “Seberat inikah ujian bagi orang beriman?” Ya, kami sekeluarga baru saja bersyukur atas perubahan yang terjadi padanya. Belum lama ia menikmati hari-hari dengan ibadah yang rajin, belum terlalu lama ia menghiasi bibirnya dengan senantiasa membaca Al Quran. Sekian tahun lamanya Abang meninggalkan berbagai kewajibannya kepada Allah. Ibu yang tak pernah henti berdoa agar Allah mengabulkan mimpinya melihat putra sulungnya mau bertaubat dan rajin sholat. Ibu yang di setiap pertengahan malamnya lebih banyak menyebut nama Abang dalam doanya, ibu juga yang selalu merindukan melihatnya bersujud di atas sajadah. Setelah lama tak bertemu, rindu

ibu terbayar sudah. Walau harus melihatnya di dalam ruang jeruji besi. Semoga Abang tahu, bahwa setiap orang beriman akan selalu mendapat ujian. Dan semoga ia tegar menghadapinya. Harapan kami terjawab sudah, ketika ia mengungkapkan hal yang membuatnya menangis sepanjang hari, “Abang telah membuat seorang isteri menjanda, dan anak-anak kehilangan Ayahnya.”

Related Documents

002b Airmata Untuk Abang
November 2019 24
Abang Xii
June 2020 21
Airmata Seorang Nabi
May 2020 11
Abang Becak Bertato
November 2019 26
Airmata Dimalam Pertama
December 2019 28