002-veny Widi Andara A.docx

  • Uploaded by: SezyArisandi
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 002-veny Widi Andara A.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,463
  • Pages: 19
TUGAS MEDIKAL BEDAH II GANGGUAN INFEKSI KULIT PADA ANAK (IMPETIGO)

Disusun Oleh: Veny Widi Andara A (131711133002) KELAS A2 ANGKATAN 2017

Dosen Pembimbing: Lailatun Nimah, S.Kep.,Ns.,M.Kep

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN NERS FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA 2019

I.ANATOMI DAN FISIOLOGI KULIT A. Anatomi Kulit Kulit adalah suatu organ pembungkus seluruh permukaan luar tubuh, merupakan organ terberat dan terbesar dari tubuh. Seluruh kulit beratnya sekitar 16 % berat tubuh, pada orang dewasa sekitar 2,7–3,6 kg dan luasnya sekitar 1,5–1,9 meter persegi. Tebalnya kulit bervariasi mulai 0,5 mm sampai 6 mm tergantung dari letak, umur dan jenis kelamin. Kuli tipis terletak pada kelopak mata, penis, labium minus dan kulit bagian medial lengan atas. Sedangkan kulit tebal terdapat pada telapak tangan, telapak kaki, punggung, bahu dan bokong. Secara embriologis kulit berasal dari dua lapis yang berbeda, lapisan luar adalah epidermis yang merupakan lapisan epitel berasal dari ektoderm sedangkan lapisan dalam yang berasaldari mesoderm adalah dermis atau korium yang merupakan suatu lapisan jaringan ikat (Moore dan Agur, 2003).

Gambar 3. Anatomi kulit (Moore dan Agur, 2003). B. Histologi Kulit Kulit merupakan organ terbesar tubuh yang terdiri dari lapisan sel di permukaan (Moore dan Agur, 2003). Kulit terdiri dari dua lapisan yaitu dermis dan epidermis (Marrieb, 2001). Epidermis merupakan lapisan luar kulit yang utamanya disusun oleh sel–sel epitel. Sel-sel yang terdapat dalam epidermis antara lain: keratinosit (sel terbanyak pada lapisan epidermis), melanosit, sel merkel dan langerhans. Epidermis terdiri dari

lima lapisan, dari yang paling dalam yaitu stratum basale, stratum spinosum, stratum granulosum, stratum lucidum dan stratum corneum (Marieb, 2001). Dermis merupakan lapisan yang kaya akan serabut saraf, pemuluh darah, dan pembuluh darah limfe. Selain itu dermis juga tersusun atas kelenjar keringat, sebasea, dan folikel rambut. Dermis terdiri atas dua lapisan yaitu lapisan papilaris dan lapisan retikularis, sekitar 80% dari dermis adalah lapisan retikularis (Marieb, 2001). C. Fisiologi Kulit Kulit memiliki banyak fungsi, yang berguna dalam menjaga homeostasis tubuh. Fungsi-fungsi tersebut dapat dibedakan menjadi fungsi proteksi, absorpsi, ekskresi, persepsi, pengaturan suhu tubuh (termoregulasi), dan pembentukan vitamin D (Djuanda, 2007). Kulit juga sebagai barier infeksi (Gambar 3) dan memungkinkan bertahan dalam berbagai kondisi lingkungan (Harien, 2010).

Gambar 3. Fisiologi Kulit (Yahya, 2005).

a. Fungsi proteksi Kulit menyediakan proteksi terhadap tubuh dalam berbagai cara sebagai berikut: 1) Keratin melindungi kulit dari mikroba, abrasi (gesekan), panas, dan zat kimia. 2) Lipid yang dilepaskan mencegah evaporasi air dari permukaan kulit dan dehidrasi, selain itu juga mencegah masuknya air dari lingkungan luar tubuh melalui kulit. 3) Sebum yang berminyak dari kelenjar sebasea mencegah kulit dan rambut dari kekeringan serta mengandung zat bakterisid yang berfungsi membunuh bakteri di permukaan kulit. 4) Pigmen melanin melindungi dari efek dari sinar UV yang berbahaya. Pada stratum basal, sel-sel melanosit melepaskan pigmen melanin ke sel-sel di sekitarnya. Pigmen ini bertugas melindungi materi genetik dari sinar matahari, sehingga materi genetik dapat tersimpan dengan baik. Apabila terjadi gangguan pada proteksi oleh melaiin, maka dapat timbul keganasan. 5) Selain itu ada sel-sel yang berperan sebagai sel imun yang protektif. Yang pertama adalah sel Langerhans, yang merepresentasikan antigen terhadap

mikroba.

Kemudian

ada

sel

fagosit

yang

bertugas

memfagositosis mikroba yang masuk melewati keratin dan sel Langerhans (Martini, 2006). b. Fungsi absorpsi Kulit tidak bisa menyerap air, tapi bisa menyerap material larut-lipid seperti vitamin A, D, E, dan K, obat-obatan tertentu, oksigen dan karbon dioksida (Djuanda, 2007). Permeabilitas kulit terhadap oksigen, karbondioksida dan uap air memungkinkan kulit ikut mengambil bagian

pada fungsi respirasi. Selain itu beberapa material toksik dapat diserap seperti aseton, CCl4, dan merkuri (Harien, 2010). Beberapa obat juga dirancang untuk larut lemak, seperti kortison, sehingga mampu berpenetrasi ke kulit dan melepaskan antihistamin di tempat peradangan (Martini, 2006). Kemampuan absorpsi kulit dipengaruhi oleh tebal tipisnya kulit, hidrasi, kelembaban, metabolisme dan jenis vehikulum. Penyerapan dapat berlangsung melalui celah antarsel atau melalui muara saluran kelenjar, tetapi lebih banyak yang melalui sel-sel epidermis daripada yang melalui muara kelenjar (Tortora dkk., 2006). c. Fungsi ekskresi Kulit juga berfungsi dalam ekskresi dengan perantaraan dua kelenjar eksokrinnya, yaitu kelenjar sebasea dan kelenjar keringat: 1) Kelenjar sebasea Kelenjar sebasea merupakan kelenjar yang melekat pada folikel rambut dan melepaskan lipid yang dikenal sebagai sebum menuju lumen (Harien, 2010). Sebum dikeluarkan ketika muskulus arektor pili berkontraksi menekan kelenjar sebasea sehingga sebum dikeluarkan ke folikel rambut lalu ke permukaan kulit. Sebum tersebut merupakan campuran dari trigliserida, kolesterol, protein, dan elektrolit. Sebum berfungsi menghambat pertumbuhan bakteri, melumasi dan memproteksi keratin (Tortora dkk., 2006). 2) Kelenjar keringat Walaupun stratum korneum kedap air, namun sekitar 400 mL air dapat keluar dengan cara menguap melalui kelenjar keringat tiap hari (Djuanda, 2007). Seorang yang bekerja dalam ruangan mengekskresikan 200 mL keringat tambahan, dan bagi orang yang aktif jumlahnya lebih banyak lagi. Selain mengeluarkan air dan panas, keringat juga merupakan sarana untuk mengekskresikan

garam, karbondioksida, dan dua molekul organik hasil pemecahan protein yaitu amoniak dan urea (Martini, 2006). Terdapat dua jenis kelenjar keringat, yaitu kelenjar keringat apokrin dan kelenjar keringat merokrin.] 

Kelenjar keringat apokrin terdapat di daerah aksila, payudara dan pubis, serta aktif pada usia pubertas dan menghasilkan sekret yang kental dan bau yang khas (Djuanda, 2007). Kelenjar keringat apokrin bekerja ketika ada sinyal dari sistem saraf dan hormon sehingga sel-sel mioepitel yang ada di sekeliling kelenjar berkontraksi dan menekan kelenjar keringat apokrin. Akibatnya kelenjar keringat apokrin melepaskan sekretnya ke folikel rambut lalu ke permukaan luar (Tortora dkk., 2006).



Kelenjar keringat merokrin (ekrin) terdapat di daerah telapak tangan dan kaki. Sekretnya mengandung air, elektrolit, nutrien organik, dan sampah metabolism (Harien, 2010). Kadar pH-nya berkisar 4,0−6,8 dan fungsi dari kelenjar keringat merokrin adalah mengatur temperatur permukaan, mengekskresikan air dan elektrolit serta melindungi dari agen asing dengan cara mempersulit perlekatan agen asing dan menghasilkan dermicidin, sebuah peptida kecil dengan sifat antibiotik (Djuanda, 2007).

d. Fungsi persepsi

Kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan subkutis (Djuanda, 2007). Terhadap rangsangan panas diperankan oleh badan-badan Ruffini di dermis dan subkutis. Terhadap dingin diperankan oleh badan-badan Krause yang terletak di dermis, badan taktil Meissner terletak di papila dermis berperan terhadap rabaan, demikian pula badan Merkel Ranvier yang terletak di epidermis. Sedangkan terhadap tekanan diperankan oleh badan Paccini di

epidermis. Saraf-saraf sensorik tersebut lebih banyak jumlahnya di daerah yang erotik (Tortora dkk., 2006). e. Fungsi pengaturan suhu tubuh (termoregulasi) Kulit berkontribusi terhadap pengaturan

suhu

tubuh

(termoregulasi) melalui dua cara: pengeluaran keringat dan menyesuaikan aliran darah di pembuluh kapiler (Djuanda, 2007). Pada saat suhu tinggi, tubuh akan mengeluarkan keringat dalam jumlah banyak serta memperlebar pembuluh darah (vasodilatasi) sehingga panas akan terbawa keluar dari tubuh. Sebaliknya, pada saat suhu rendah, tubuh akan mengeluarkan lebih sedikit keringat dan mempersempit pembuluh darah (vasokonstriksi) sehingga mengurangi pengeluaran panas oleh tubuh (Harien, 2010). `

f. Fungsi pembentukan vitamin D Sintesis vitamin D dilakukan dengan mengaktivasi prekursor 7 dihidroksi kolesterol dengan bantuan sinar ultraviolet (Djuanda, 2007). Enzim di hati dan ginjal lalu memodifikasi prekursor dan menghasilkan kalsitriol, bentuk vitamin D yang aktif. Calcitriol adalah hormon yang berperan

dalam

mengabsorpsi

kalsium

makanan

dari

traktus

gastrointestinal ke dalam pembuluh darah (Tortora dkk., 2006)

Walaupun tubuh mampu memproduksi vitamin D sendiri, namun belum memenuhi kebutuhan tubuh secara keseluruhan sehingga pemberian vitamin D sistemik masih tetap diperlukan.Pada manusia kulit dapat pula mengekspresikan emosi karena adanya pembuluh darah, kelenjar keringat, dan otot-otot di bawah kulit (Djuanda, 2007).

II. PENYAKIT IMPETIGO A. Definisi Impetigo Impetigo merupakan peradangan superfisialis yang terbatas pada bagian epidermis yang disebabkan oleh infeksi bakteri stafilokokus dan streptokokus sp. Salah satu bentuk klinis yang paling sering dijumpai pada kasus pediatrik adalah impetigo bulosa, bakteri ini menyebar dari satu individu ke individu yang lainnya melalui suatu kontak langsung seperti melalui kontak tangan. Impetigo adalah salah satu contoh pioderma, yang menyerang lapisan epidermis kulit (Djuanda, 56:2005). Impetigo bisa terjadi akibat trauma superficial yang membuat robekan kulit dan paling sering merupakan penyakit penyerta (secondary infection) dari Pediculosis, Skabies, Infeksi jamur, dan pada Insect bites (Beheshti, 2:2007). B. Manisfestasi Klinis a. Impetigo Krustosa Tempat predileksi tersering pada impetigo krustosa adalah di wajah, terutama sekitar lubang hidung dan mulut, karena pada daerah tersebut dianggap sumber infeksi. Tempat lainnya yang dapat terkena, yaitu anggota gerak (kecuali telapak tangan dan kaki), dan badan, tetapi umumnya terbatas, walaupun penyebaran luas dapat terjadi (Boediardja, 2005; Djuanda, 2005). Biasanya mengenai anak pra sekolah. Gatal dan rasa tidak nyaman dapat terjadi, tetapi tidak disertai gejala konstitusi. Pembesaran kelenjar limfe regional lebih sering disebabkan oleh Streptococcus.

Kelainan kulit didahului oleh makula eritematus kecil, sekitar 1-2 mm. Kemudian segera terbentuk vesikel atau pustule yang mudah pecah dan meninggalkan erosi. Cairan serosa dan purulen akan membentuk krusta tebal berwarna kekuningan yang memberi gambaran karakteristik seperti madu (honey colour). Lesi akan melebar sampai 1-2 cm, disertai lesi satelit disekitarnya. Lesi tersebut akan bergabung membentuk daerah krustasi yang lebar. Eksudat dengan mudah menyebar secara autoinokulasi (Boediardja, 2005). b. Impetigo Bulos Tempat predileksi tersering pada impetigo bulosa adalah di ketiak, dada, punggung. Sering bersama-sama dengan miliaria. Terdapat pada anak dan dewasa. Kelainan kulit berupa vesikel (gelembung berisi cairan dengan diameter 0,5cm) kurang dari 1 cm pada kulit yang utuh, dengan kulit sekitar normal atau kemerahan. Pada awalnya vesikel berisi cairan yang jernih yang berubah menjadi berwarna keruh. Atap dari bulla pecah dan meninggalkan gambaran “collarette” pada pinggirnya. Krusta “varnishlike” terbentuk pada bagian tengah yang jika disingkirkan memperlihatkan dasar yang merah dan basah. Bulla yang utuh jarang ditemukan karena sangat rapuh (Yayasan Orang Tua Peduli, 1:2008). Bila impetigo menyertai kelainan kulit lainnya maka, kelainan itu dapat menyertai dermatitis atopi, varisela, gigitan binatang dan lain-lain. Lesi dapat lokal atau tersebar, seringkali di wajah atau tempat lain, seperti tempat yang lembab, lipatan kulit, ketiak atau lipatan leher. Tidak ada pembengkakan kelenjar getah bening di dekat lesi. Pada bayi, lesi yang luas dapat disertai dengan gejala demam, lemah, diare. Jarang sekali disetai dengan radang paru, infeksi sendi atau tulang

C. WOC Imun menurun

Bakteri masuk

Lewat kulit

sehat

terluka

Hygiene buruk

bakteri

infeksi

Infeksi pada hipotalamus

    

Berkembang biak

Suhu tubuh meningkat

Membelah diri

MK : hipertermia

Menyebar ke jaringan

Menghasilkan enzim Katalase Koagulase Hyaturonidase Eksotoksin Toksin eksfoliatif

Menghasilkan toksin

Enzim menyerang protein

Protein rusak Discharge planning : 1. ajarkan cuci tangan yang baik dan benar 2. memberikan info untuk tidak menggunakan handuk /baju yang bergantian. 3. memberikan penjelasan kepada pasien/keluarga jika ada luka jangan disentuh/ digaruk karena dpat menyebarkan infeksi kebagian tubuh lain.

S. Aureus

Sel kulit rusak Contangiosa

Eksotoksin

Menghasilkan push Makula/Papul MK : gangguan rasa nyaman

Rasa gatal

MK : gangguan pola tidur

Eksfoliatif Ekstra Seluler

Vesikel/Pustul Eksfoliatif A

lesi

Eksfoliatif B

Mudah Pecah

Orang tua kurang mengetahui kondisi dan proses penyakit Bulosa MK : Defisit Pengetahuan

Impetigo trauma superficial yang membuat robekan kulit dan paling sering merupakan penyakit penyerta (secondary infection) dari Pediculosis, Skabies, Infeksi jamur, dan pada Insect bites (Beheshti, 2:2007).

Kulit Keropeng / kering Kulit Terkelupas

Timbul tiba-tiba

MK : gangguan citra tubuh

Plak Merah Muncul Krusta

Pecah

MK : Resiko Infeksi

Muncul Push Kuning Kecoklatan

Mengering

MK : Kerusakan Integritas Kulit

Kehilangan Adhesi Sel Permukaan Dermis Rusak Melepuh

III. STUDY KASUS IV.

Pasien perempuan inisial IGS usia 7 tahun, Bali, Hindu, pada tanggal 20 Januari 2017 datang diantar oleh orangtuanya untuk memeriksaan keadaannya. Pasien dikeluhkan oleh orang tuanya muncul gelembung gelembung berisi nanah di leher sejak 1 minggu sebelum dibawa ke poliklinik kulit. Awalnya gelembung berisi nanah ini berukuran kecil, semakin lama gelembung ini semakin menyebar di leher sehingga mengganggu segala aktivitas sekolah. Karena sempat digaruk oleh pasien beberapa gelembung ini ada yang pecah. Demam serta nyeri tidak dijumpai. Gatal dikatakan sempat pada awal munculnya gelembung namun saat pemeriksaan dikatakan tidak ada gatal. Riwayat alergi disangkal di dalam keluarga. Orang tua penderita sempat membawa pasien berobat ke Puskesmas dan mendapatkan dua jenis obat yaitu amoksisilin serta salep kulit, namun orang tua pasien lupa nama dan jenis salep kulit yang dimaksud. Menurut orang tua pasien keluhan ini merupakan keluhan pertama yang dialami oleh pasien. Tidak terdapat anggota keluarga yang juga menderita keluhan yang sama seperti pasien. Penderita adalah anak kedua di keluarganya, sudah bersekolah kelas 2 SD, tidak ada teman sekolah pasien yang mengalami keluhan seperti pasien. Pada pemeriksaan fisik umum kesadaran pasien kompos mentis, dengan nadi 84 kali/menit, frekuensi nafas 20 kali/menit, dan suhu tubuh 36,6oC. Status dermatologi dengan lokasi pada leher ditemukan berupa bula multipel, terlihat bula tersebut berada di atas kulit sekitarnya yang eritema, dengan dinding bula yang kendor dan berisi cairan seropurulen (hipopion) berukuran 5-7mm serta terdapat erosi pada bekas dinding gelembung yang telah pecah. Untuk menunjang diagnosis dilakukan pemeriksaan gram stain dimana diperoleh hasil yang mengarah pada infeksi bakteringram positif. Pasien didiagnosis dengan Impetigo bulosa. Diagnosis banding

pertama Impetigo krustosa dan diagnosis banding kedua adalah varisela. Pasien diberikan pengobatan Cefadroxil kapsul 500mg 2 x 1 selama lima hari, Lokal diberikan Mupirosin 2 % cream dioleskan 2 kali sehari selama 7 hari, kemudian pasien diberikan KIE menjaga kebersihan diri, mandi dua kali sehari dengan sabun untuk datang kontrol kembali bila obat habis. Pada kontrol berikutnya, setelah menjalani pengobatan, pasien mengatakan gelembung – gelembung di kulitnya sudah berkurang tanpa menimbulkan luka parut, gatal, maupun nyeri V. PENGKAJIAN A. Pengumpulan data 1) Identitas 

Nama : IGS



Usia : 7 tahun



Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : hindu Keluhan Utama : Muncul gelembung yang berisi nanah di daerah leher 2) Riwayat Penyakit Dahulu 

Riyawar Kesehatan Keluarga : Tidak terdapat anggota keluarga yang juga menderita keluhan



yang sama seperti pasien.



Riwayat Kesehatan Psikologis : Perasaan cemas yang di alami klien dan keluarga



Riwayat Alergi : tidak ada riwayat alergi

B. Pemeriksaan Fisik 1) Keadaan Umum : 

Suhu : 36,6˚C



Respirasi : 20 kali/menit



Nadi : 84 kali/menit

2) Kepala : tidak ada gangguan, simetris, tidak ada tonjolan, tidak ada nyeri kepala. 3) Leher : terdapat gelembung berisi nanah berukuran 5-7 mm 4) Muka: wajah tampak menahan nyeri, tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk wajah, simetris, dan tidak ada edema. 5) Telinga : tidak ada gangguan, tidak ada lesi atau nyeri 6) Hidung : tidak ada gangguan saat bernafas 7) Mulut dan faring : pada mulut tidak ada masalah VI. DIAGNOSIS KEPERAWATAN Berdasarkan North American Nursing Diagnosis Association –International (NANDA I.) & Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) ditemukan beberapa diagnosa keperawatan antara lain : 1) Gangguan Integritas Kulit/ Jaringan (D019) Gangguan Integritas Kulit/ Jaringan b.d kelembaban d.d kerusakan jaringan dan atau lapisan kulit serta kemerahan. 2) Gangguan Rasa Nyaman (D0074) Gangguan rasa nyaman b.d gejala penyakit d.d merasa gatal 3) Risiko infeksi (D0142) Risiko infeksi b.d ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer : kerusakan integritas kulit

VII.

INTERVENSI KEPERAWATAN Standar Diagnosis

No

Keperawatan Indonesia

Hasil yang Dicapai

Intervensi (NIC)

(NOC) 1

Gangguan Integritas Kulit/Jaringan

Setelah melakukan

Definisi : kerusakan kulit (dermis

tindakan keperawatan

dan/atau epidermis) atau jaringan

selama …x 24 jam

Perlindungan Infeksi 

Monitor kerentakanterhadap

(membrane mukosa, kornea, fasia,

diharapkan klien akan : Drainase purulen

infeksi 

Anjurka istirahat



Ajarkan pasien dan

otot, tendon, tulang, kartilago, kapsul

1.

sendi dan/atau ligament)

tidak ada

Penyebabab :

2.

1.

Perubahan sirkulasi

tidak ada

mengenai perbedaan-

2.

Perubahan status nutrisi

3.

perbedaan antara

(kelebihan atau kekurangan )

sarosangunis tidak ada

infeksi-infeksi virus

3.

Penurunan mobilitas

4.

dan bakteri

4.

Bahan kimia iritatif

dari drain tidak ada

5.

Suhu lingkungan yang skstrem

5.

6.

Factor mekanis ( mis, penekanan

sarosanguinis dari drain

cara menghindari

pada tonjolan tulang, gesekan)

tidak ada

infeksi

atau factor elektris

6.

(elektrodiatermi, energy listrik

sekitarnya tidak ada

bertengangan tinggi)

7.

7.

Efek samping terapi radiasi

sekitarnya tidak ada

8.

Kelembaban

8.

9.

Proses penuaan

tidak ada

Drainase serosa

Drainase

Drainase sangunis

Eritema di kulit

Lebam di kuli

Periwound edem

9.

11. Perubahan pigmentasi

kuli tidak ada

12. Perubahan hormonal

10. Bau luka busuk

13. Kurang terpapar informasi

tidak ada

mempertahankan/melindungi integritas jaringan Gejala dan Tanda Mayor Subjektif : (tidak tersedia) Objektif : 1.

Kerusakan jaringan dan/atau lapisan kulit

Gejala dan Tanda Minor Subjektif : (tidak tersedia) Objektif : 1.

Nyeri

2.

Perdarahan



Drainase

10. Neuropati perifer

tentang upaya

keluarga pasien

Peningkatan suhu

Ajarkan pasien dan keluarga bagaimana



Tingkatkan asupan nutrisi yang cukup



Anjurkan asupan cairan dengan tepat

3.

Kemerahan

4.

Hematoma

Kondisi Klinis Terkait

2

1.

Imobilisasi

2.

Gagal jantung kongestif

3.

Gagal ginjal

4.

Diabetes militus

5.

Imunodefisiensi

Gangguan Rasa Nyaman

Setelah melakukan

Definisi : perasaan kurang senang,

tindakan keperawatan

lega dan sempurna dalam dimensi

selama …x 24 jam

yang diperlukan, dan

fisik, psikospiritual, lingkungan dan

diharapkan klien akan :

kelolah menurut reset

sosial.

1. Status kenyamanan

dan/atau protocol

Penyebab :





Kriteria hasil :

1.

Gelaja penyakit

2.

Kurang pengendalian situasional/lingkungan

3.

Managemen Pengobatan

1) Kesejahteraan fisik

Ketidakadekuatan sumber daya

gejala

(mis. Dukungan financial, sosial,

terganggu. 3) Kesejahteraan

4.

Kurangnya privasi

psikologis

5.

Gangguan slingkungan

terganggu.

6.

Efek samping terapi (mis.

4) Lingkungan

tidak

5) Suhu ruangan tidak

1.

Monitor pasien

terganggu.

terapeutik obat 

Monitor efek samping obat

 sosial

Kaji ulang pasien dan/atau keluarga

Mengeluh tidak

dari keluarga tidak

secara berkala

nyaman

terganggu.

mengenai jenis dan

Objektif 1.



fisik

Gangguan adaptasi kehamilan

6) Dukungan

Monitor efektifitas

mengenai efek

tidak terganggu.

Subjektif :



yang sesuai

Medikasi, radiasi, kemoterapi)

Gelaja dan Tanda Mayor

dengan cara yang tepat

cara pemberian obat

dan pengetahuan)

7.

mengobati diri sendiri

terhadap tidak

Tentukan kemampuan pasien untuk

tidak terganggu. 2) Kontrol

Tentukan obat apa

Gelisah

Gejala dan Tanda Minor Subjektif :

7) Dukungan dari

sosial

jumlah obat yang

teman-teman

tidak terganggu. 8) Hubungan

sosial

dikonsumsi 

Ajarkan pasien dan/atau keluarga

1.

Mengeluh sulit tidur

tidak terganggu.

2.

Tidak mampu relaks

3.

Mengeluh

spiritual

kedinginan/kepanasan

terganggu.

mengenai metode

9) Kehidupan

pemberian obat yang tidak 

Merasa gatal

5.

Merasa mual

dengan keyakinan

keluarga mengenai

6.

Mengeluh lelah

budaya

tindakan dan efek

1.

2.

3.

sesuai

Ajarkan pasien

4.

Objektif

10) Perawatan

sesuai

tidak

terganggu. Menujukkan gejala

Fisik

Tampak

Kriteria hasil :

merintih/menangis

1) Kontrol

terhadap

Pola eliminasi

gejala

berubah

terganggu.

4.

Postur tubuh berubah

5.

Iritabilitas

Kondisi Klinis Terkait

samping yang

2. Status Kenyamanan :

distress

tidak

2) Kesejahteraan fisik tidak terganggu. 3) Perawatan pribadi

1.

Penyakit kronis

dan

kebersihan

2.

Keganansan

tidak terganggu.

3.

Distress psikologis

4.

Kehamilan

4) Intake

makanan

tidak terganggu. 5) Intake cairan tidak terganggu. 6) Tingkat

energi

tidak terganggu. 7) Suhu tubuh tidak terganggu. 8) Kepatenan

jalan

napas

tidak

terganggu. 9) Saturasi

dan/atau anggota

oksigen

tidak terganggu.

diharapkan dari obat

3.

Resiko Infeksi (0142) Definisi

Setelah melakukan

:berisiko

peningkatan

mengalami

terserang

organism

pathogen



tindakan keperawatan selama …x 24 jam

1.

Penyakit kronis

diharapkan

2.

Efek procedure invasif

terganggu

3.

Malnutrisi

4.

Peningkatan

2.

yang sesuai 

Anjurkan

pasien

meminum kimia

untuk

antibiotik

seperti yang diresepkan 

Dorong untuk beristirahat

3.

reaksi alergi tidak ada



Ajarkan

pertahanan 4.

dampak buruk tidak

keluarga mengenal tanda

ada

dan gejala infeksi dan

interaksi pengobatan

kapan

tidak ada

melaporkannya

intoleransi

penyedia

pengobatan tidak ada

kesehatan

orgasme

pathogen lingkungan

tubuh promer.: 1) Gangguan peristaltic

5.

2) Kerusakan integritas kulit 3) Perubahan sekresi Ph

6.

4) Penurunan keerja siliaris 5) Ketuban pecah lama 6) Ketuban

perubahan

tidsk

Berikan terapi antibiotic

darah tidak terganggu

paparan

Ketidakadekuatan



efek terapeutik yang

1.

Pastikan teknik perawatan luka yang tepat

diharapkan klien akan :

Faktor Risiko :

5.

Kontrol infeksi

pecah

7. sebelum

waktunya 7) Merokok 8) Statis cairan tubuh 6. ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder : 1) Penurunan hemoglobin 2) Imununosupresi 3) Leukopenia 4) Supresi respon inflamasi 5) Vaksinasi tidak adekuat Kondisi Klinis 1.

AIDS

2.

Luka bakar

3.

Penyakit perut obstruktif kronis

4.

Diabetes militus

5.

Tindakan invasif

6.

Kondisi penggunaan terapi steroid

efek perilaku yang merugikan tidak ada

8.



Ajarkan keluarga bagaimana infeksi

pasien

dan

harus kepada perawatan

pasien

dan

mengenai menghindari

7.

Penyalahgunaan obat

8.

Ketiban pecah sebelum waktunya (KPSW)

9.

Kanker

10. Gagal ginjal 11. Imunosupresi 12. Lymphedema 13. Leukositopenia 14. Gangguan fungsi hati

VIII.

PEMERIKSAAN PENUNJANG Untuk memastikan diagnosis klinis dapat dilakukan pemeriksaan pewarnaan Gram serta biakan dan kepekaan kuman terhadap antibiotika. Pemeriksaan ini tidak rutin dilakukan karena diagnosis dapat ditegakkan dengan gambaran klinis. Pemeriksaan biakan dan kepekaan kuman dilakukan untuk mendapatkan pilihan obat pada kasus yang tidak responsif terhadap terapi konvensional. Bahan pemeriksaan diambil dari apusan (swab) lesi atau eksudat. Pada pewarnaan Gram akan dijumpai kokus Gram - positif, tersususn berbentuk

rantai

atau

berkelompok

seperti

anggur

(cluster).5,27,28

Pemeriksaan uji kepekaan antibiotika menjadi sangat penting untuk pengobatan penyakit infeksi. Pemeriksaan ini berguna sebagai pedoman klinisi untuk memilih antibiotika yang tepat dan data epidemiologi resistensi kuman di suatu daerah. Pemilihan antibiotika yang digunakan bergantung penggunaan di tiap daerah.

DAFTAR PUSTAKA Beheshti. 2007. Impetigo, a brief review. Fasa-Iran : Fasa Medical School. pp 23-36, 277- 283 Buck. 2007. Ratapamulin: A New Option of Impetigo. Virginia USA : University of Virginia Children’s Hospital. pp 403-479 Cole. 2007. Diagnosis and Treatment of Impetigo. Virginia : University of Virginia School of Medicine. pp 138-149. Djuanda. 2005. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. hlm 35-36 Northern Kentucky Health Department. 2005. Impetigo. Kentucky : Epidemiology Services, Northern Kentucky Health Department. pp 138-149 Djuanda, Adhi. Dkk.: Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta (2007). Harahap, Marwali.: Ilmu Penyakit Kulit. Hipokrates, Jakarta (2000).

Related Documents

002-veny Widi Andara A.docx
December 2019 19
Widi Ariawan.docx
June 2020 29
Widi Fix Lapkas.docx
November 2019 50
Rev S2 Widi
May 2020 27
Tesis Mba Widi
May 2020 26

More Documents from "Laksmana Widi"