000_buku_zppi_final.pdf

  • Uploaded by: Abraham Sengka
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 000_buku_zppi_final.pdf as PDF for free.

More details

  • Words: 19,740
  • Pages: 103
2014 Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh LAPAN

PEMANFAATAN DATA SATELIT NPP DAN ALTIMETRI UNTUK PENENTUAN ZONA POTENSI PENANGKAPAN IKAN

LAPORAN AKHIR KEGIATAN TAHUN ANGGARAN 2014

PENGEMBANGAN MODEL PEMANFAATAN DATA SATELIT NPP DAN ALTIMETRI UNTUK PENENTUAN ZONA POTENSI PENANGKAPAN IKAN

LEMBAGA PENERBANGAN DAN ANTARIKSA NASIONAL PUSAT PEMANFAATAN PENGINDERAAN JAUH Jakarta 2014

PENGEMBANGAN MODEL PEMANFAATAN DATA SATELIT NPP DAN ALTIMETRI UNTUK PENENTUAN ZONA POTENSI PENANGKAPAN IKAN Disusun oleh: PUSAT PEMANFAATAN PENGINDERAAN JAUH DEPUTI BIDANG PENGINDERAAN JAUH LEMBAGA PENERBANGAN DAN ANTARIKSA NASIONAL (LAPAN)

Tim Penyusun: Pengarah : Dr. M. Rokhis Khomarudin, S.Si., M.Si. Kepala Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh Syarif Budhiman, S.Pi., M.Sc. Kepala Bidang Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Laut Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh

Peneliti: Ir. Wawan K. Harsanugraha, M.Si., Teguh Prayogo, S.T., M.Si. Sartono Marpaung, S.Si., Rossi Hamzah, S.Si., Dr. Bidawi Hasyim, M.Si. Ir. Gokmaria Sitanggang, Ahmad Supriyono S.W

Editor, Penyunting, Desain, dan Layout: Muhammad Priyatna, S.Si., MTI.

Jakarta, Desember 2014

Laporan Akhir Pengembangan Model Pemanfaatan Data Satelit NPP dan Altimetri untuk Penentuan Zona Potensi Penangkapan Ikan, Tahun Anggaran 2014

ii

RINGKASAN EKSEKUTIF

  

• •

Informasi Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI) merupakan informasi yang diproduksi oleh Bidang Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Laut (SDWPL) Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh (Pusfatja) LAPAN. Informasi ZPPI masih perlu dikembangkan dalam upaya peningkatan kualitas informasinya, sehingga menjadi lebih bermanfaat bagi para penggunanya. Terkait dengan riset ZPPI, pada tahun anggaran 2013 di Bidang SDWPL telah dilaksanakan riset dengan judul Pengembangan Model Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh untuk Peningkatan Akurasi Informasi ZPPI. Kemudian pada tahun 2014 ini dilaksanakan kegiatan riset dengan judul Pengembangan Model Pemanfaatan Data Satelit NPP dan Altimetri untuk Penentuan Zona Potensi Penangkapan Ikan. Kegiatan yang dilakukan pada tahun 2014 ini sebagian merupakan kegiatan lanjutan dari tahun 2013. Dalam kegiatan riset pada tahun 2013 terdapat beberapa bagian, yaitu: a). Kajian pemanfaatan data satelit Suomi National Polar-orbiting Partnership (Suomi NPP), b). Validasi akurasi informasi ZPPI, dan c). Pengembangan otomatisasi proses pembuatan informasi ZPPI. Kajian pemanfaatan data satelit Suomi National Polar-orbiting Partnership (Suomi NPP) khususnya diarahkan pada pemanfaatan data sensor Visible Infrared Imaging Radiometer Suite (VIIRS). Sensor VIIRS adalah scaning radiometer yang mengumpulkan hasil pengukuran radiometrik dari permukaan daratan, atmospher, cryosphere, dan osean dalam bentuk spektrum elektromagnetik pada band visibel dan infrared. Dalam riset ini, selain SPL, digunakan pula parameter sea surface height (SSH). SSH merupakan parameter oseanografi yang menggambarkan ketinggian atau relief permukaan laut. Sebagai input untuk pembuatan informasi ZPPI digunakan anomalinya, bukan langsung SSH, yaitu sea surface height anomally (SSHA). Beberapa hasil penelitian tentang SSH yang pernah dilakukan oleh para peneliti terdahulu menunjukkan bahwa SSHA mempengaruhi keberadaan ikan, khususnya ikan pelagis. Bahkan beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh SSHA terhadap keberadaan ikan lebih signifikan dibandingkan dengan pengaruh SPL maupun klorofil-a. Kegiatan penelitian pada tahun 2014 ini bertujuan untuk: Melakukan validasi informasi ZPPI berdasarkan Metode Analisis Gradien dan SIED dari data SPL dan SSHA. Mengembangkan metode penentuan ZPPI dari data satelit Suomi NPP-VIIRS (SPL) dan satelit Altimetri (SSHA) Melakukan otomatisasi tahapan proses pengolahan data dalam penentuan informasi ZPPI. Sasaran kegiatannya adalah: Tersedianya model penentuan ZPPI yang tervalidasi berbasis data penginderaan jauh. Tersedianya piranti lunak otomatis untuk beberapa tahapan proses pengolahan data dalam penentuan informasi ZPPI berbasis data penginderaan jauh.

Laporan Akhir Pengembangan Model Pemanfaatan Data Satelit NPP dan Altimetri untuk Penentuan Zona Potensi Penangkapan Ikan, Tahun Anggaran 2014

iii

Lokasi riset pengembangan model pemanfaatan data penginderaan jauh untuk peningkatan akurasi informasi ZPPI ini adalah wilayah perairan laut Kabupaten Indramayu Provinsi Jawa Barat dan sekitarnya yang mewakili perairan laut tertutup. Data pokok yang digunakan adalah SPL dan SSHA. Parameter SPL diekstraksi dari data satelit NOAA-AVHRR dan Terra/AquaMODIS, sedangkan parameter SSHA diturunkan berdasarkan data satelit altimetri. Data lapangan (hasil tangkapan ikan) digunakan untuk analisis akurasi informasi ZPPI diperoleh dari Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Karangsong dan TPI Eretan Wetan di Kabupaten Indramayu. Metode pelaksanaan penelitian meliputi: pengumpulan data satelit NOAAAVHRR, MODIS, dan satelit altimetri, serta data pendukung (hasil tangkapan ikan); proses ekstraksi SPL berbasis data NOAA-AVHRR; proses ekstraksi SPL berbasis data MODIS (Terra/Aqua); proses ekstraksi klorofil-a berbasis data MODIS (Terra/Aqua); proses ekstraksi SSH dan SSHA; penentuan informasi ZPPI; analisis akurasi informasi ZPPI; pembuatan piranti lunak otomatis untuk proses pengolahan data satelit penginderaan jauh dan untuk penyusunan informasi ZPPI; dan survei lapangan untuk validasi informasi ZPPI dan pengumpulan data pendukung analisis akurasi, yaitu data hasil tangkapan ikan. Validasi informasi ZPPI didasarkan pada hasil analisis regresi dua aspek, yaitu: a). regresi antara lokasi yang diprediksi sebagai daerah potensial penangkapan ikan (titik informasi ZPPI) dengan lokasi penangkapan ikan yang real; dan b). memperhitungkan penurunan hasil tangkapan pada lokasi yang diamati terhadap waktu atau tanggal informasi ZPPI yang digunakan (hal ini dapat dinyatakan sebagai masa valid dari informasi ZPPI). Hasil implementasi metode SIED menunjukkan bahwa penentuan front menggunakan metode SIED secara otomatis mampu mendeteksi front di seluruh luasan citra yang dianalisis dibandingkan dengan metode visual. Pola titik ZPPI menunjukkan pola yang hampir sama dengan garis front yang terdeteksi pada lokasi yang sama. Hal ini berlaku jika kondisi laut tidak tertutup awan. Agar tingkat validitasnya dapat diketahui secara pasti diperlukan verifikasi dengan data posisi dan hasil tangkapan nelayan langsung di lapangan yang memadai jumlah datanya. Program aplikasi otomatis dibuat dalam upaya untuk otomatisasi proses pengolahan data sehingga waktu proses menjadi lebih efisien dan pengaruh faktor subyektivitas operator berkurang. Program aplikasi otomatis tersebut meliputi: a. Program aplikasi otomatis untuk proses ekstraksi prameter SPL dari data NOAA-AVHRR; b). Program aplikasi otomatis untuk proses ekstraksi SPL dan klorofil-a dari data MODIS; dan c). Program aplikasi otomatis untuk proses deteksi front menggunakan algoritma SIED. Kesimpulan dari kegiatan ini adalah: a). Data Satelit NPP VIIRS dapat digunakan sebagai pengganti data Satelit Tera Aqua Modis dan data satelit altimetri sebagai alternatif; b). Model penentuan informasi spasial ZPPI secara otomatis sudah dapat diimplementasikan, dan c). Validasi menunjukkan bahwa informasi ZPPI hasil otomatisasi sekitar 80%.

Laporan Akhir Pengembangan Model Pemanfaatan Data Satelit NPP dan Altimetri untuk Penentuan Zona Potensi Penangkapan Ikan, Tahun Anggaran 2014

iv

DAFTAR ISI Halaman:

RINGKASAN EKSEKUTIF

iii

DAFTAR ISI

v

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Permasalahan 1.3. Tujuan dan Sasaran 1.4. Ruang Lingkup Kegiatan 1.5. Mitra Kerja Sama 1.6. Keluaran 1.7. Manfaat

1 1 4 4 5 5 5 6

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. VIIRS 2.2. Suhu Permukaan Laut (SPL) 2.3. Klorofil-a 2.4. Sea Surface Height Anomaly (SSHA)

6

3. BAHAN DAN METODE 3.1. Lokasi Penelitian 3.2. Bahan dan Alat 3.3. Metode Penelitian 3.3.1. Pengolahan Data SPL, Klorofil-a, dan SSHA 3.3.2. Ekstraksi SPL Berbasis Data Satelit NPP 3.3.3. Metode Penentuan ZPPI 3.3.3.1. Metode Lama 3.3.3.2. Metode Baru 3.3.4. Penentuan dan Analisis Akurasi Informasi ZPPI 3.3.4.1. Penentuan Informasi ZPPI 3.3.4.2. Validasi Informasi ZPPI 3.3.5.

Survei Lapangan

Laporan Akhir Pengembangan Model Pemanfaatan Data Satelit NPP dan Altimetri untuk Penentuan Zona Potensi Penangkapan Ikan, Tahun Anggaran 2014

6 13 15 19 19 20 25 25 30 31 31 32 33 33 37 43

v

Halaman:

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kajian VIIRS 4.2. Parameter Informasi ZPPI 4.2.1. SPL VIIRS 4.2.2. SPL MODIS 4.2.3. SSHA 4.3. Penentuan Informasi ZPPI dari SPL 4.4. Hasil Validasi dan Diseminasi Informasi ZPPI 4.5. Otomatisasi Produksi Informasi ZPPI 4.6. Pengumpulan Data Hasil Tangkapan Ikan 4.6. Karya Tulis Ilmiah

44 44 52 52 53 54 56 65 73 91 92

5. KESIMPULAN

92

DAFTAR PUSTAKA

Laporan Akhir Pengembangan Model Pemanfaatan Data Satelit NPP dan Altimetri untuk Penentuan Zona Potensi Penangkapan Ikan, Tahun Anggaran 2014

92

vi

PENGEMBANGAN MODEL PEMANFAATAN DATA SATELIT NPP DAN ALTIMETRI UNTUK PENENTUAN ZONA POTENSI PENANGKAPAN IKAN Oleh:

Wawan K. Harsanugraha, Teguh Prayogo, Sartono Marpaung, Rossi Hamzah, Bidawi Hasyim, Gokmaria Sitanggang dan Ahmad Supriyono S.W.

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini data penginderaan jauh satelit sudah banyak dimanfaatkan untuk berbagai sektor. Salah satu jenis informasi yang berbasis data satelit penginderaan jauh adalah informasi spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI). Informasi spasial lokasi perairan laut yang potensial untuk penangkapan ikan (fishing ground) berbasis data satelit penginderaan jauh dewasa ini sudah banyak dirasakan manfaatnya oleh para nelayan. Beberapa instansi/lembaga nasional melalukan penelitian dan pengembangan (litbang) model serta pembuatan informasi spasial tersebut, seperti LAPAN dan Balai Penelitian dan Observasi Laut (BPOL) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Informasi spasial lokasi perairan laut yang potensial untuk penangkapan ikan yang dibuat di Pusfatja Lapan dinamai ZPPI, sedangkan yang dibuat BPOL dinamai Prakiraan Daerah Penangkapan Ikan (PDPI). Terdapat beberapa perbedaan antara ZPPI dengan BPOL, baik dalam hal proses penentuan lokasi maupun cakupan wilayahnya. Dalam proses penentuan ZPPI di Pusfatja Lapan, wilayah perairan laut Indonesia dibagi menjadi 24 Project Area (PA) yang masing-masing berukuran 6o Lintang x 7o Bujur sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 1.1. Parameter oseanografi yang menjadi input utama pembuatan informasi spasial ZPPI tersebut adalah SPL dan klorofil-a. Parameter SPL diekstraksi berbasis dua jenis data satelit, yaitu: satelit National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) dari sensor Advanced Very High Resolution Radiometer (AVHRR) dan data ModerateResolution Imaging Spectroradiometer (MODIS) dari satelit Terra dan Aqua. Secara temporal, jenis informasi spasial ZPPI dibuat dua jenis, yaitu harian dan

Laporan Akhir Pengembangan Model Pemanfaatan Data Satelit NPP dan Altimetri untuk Penentuan Zona Potensi Penangkapan Ikan, Tahun Anggaran 2014

1

bulanan. Informasi harian dibuat untuk masing-masing wilayah PA, sedangkan informasi bulanan terdiri dari tiga lokasi dengan ukuran masing-masing 18o x 21o, yaitu Wilayah Indonesia Barat, Wilayah Indonesia Tengah, dan Wilayah Indonesia Timur. PDPI yang dibuat BPOL menggunakan 5 jenis parameter oseanografi, yaitu: a). SPL, b). klorofil-a, c). anomali ketinggian muka air laut (sea surface height anomaly – SSHA), d). gelombang air laut (kontur tinggi), dan e). kecepatan & arah angin. Cakupan lembar informasi PDPI terdiri dari 3 macam, yaitu: a) Laut Sawu bersifat harian, b). Pelabuhan Perikanan (sebanyak 12 pelabuhan) bersifat harian, dan c). Cakupan nasional yang terdiri dari 5 Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) dengan wilayah perairannya meliputi Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan Sulawesi, Maluku, dan Papua.

Sumber: Harsanugraha (2011)

Gambar 1.1. Project Area untuk Pembuatan Informasi Spasial ZPPI di Wilayah Perairan Laut Indonesia

Penelitian dan pengembangan (litbang) informasi spasial lokasi perairan laut yang potensial untuk penangkapan ikan dan parameter-parameter pendukungnya telah banyak dilakukan oleh para peneliti dan institusi internasional. Hasil penelitian Zainuddin, Saitoh, dan Saitoh (2008) menunjukkan bahwa hasil tangkapan (catch per unit effort - CPUE) tertinggi memiliki hubungan dengan kisaran SPL: 18,5-21,5 °C, SSC (chlorophyl): 0,2-0,4 mg.m-3, dan SSHA: -5,0 s.d. 32,2 cm selama musim dingin periode tahun 1998-2000. Sementara itu,

Laporan Akhir Pengembangan Model Pemanfaatan Data Satelit NPP dan Altimetri untuk Penentuan Zona Potensi Penangkapan Ikan, Tahun Anggaran 2014

2

Rajapaksha, Matsumura, dan Samarakoon (2012) menyatakan bahwa akurasi prakiraan lokasi potensial penangkapan ikan (PPI) dapat ditingkatkan dengan menambahkan data prakiraan profil suhu air laut vertikal hasil pengukuran, SPL, dan SSH. Dalam

rangka

mewujudkan

harapan

para

pemangku

kepentingan

(stakeholder) tentang peningkatan akurasi informasi spasial ZPPI pada tahun anggaran 2013 di Bidang Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Laut

(SDWPL)

dilakukan riset dengan judul subkegiatan: Pengembangan Model Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh untuk Peningkatan Akurasi Informasi ZPPI. Upaya yang dilakukan dalam riset ini adalah menambahkan satu parameter oseanografi -selain SPL dan klorofil-a-- sebagai input dalam pembuatan informasi spasial ZPPI, yaitu sea-surface height (SSH). SSH merupakan parameter oseanografi yang menggambarkan ketinggian atau relief permukaan laut. Beberapa hasil penelitian tentang SSH yang telah dilakukan oleh peneliti menunjukkan bahwa SSH mempengaruhi keberadaan ikan, khususnya ikan pelagis. Dalam penelitian ini dikembangkan model penentuan ZPPI dengan menambahkan SSH sebagai salah satu parameter masukan. Pada tahun 2014 dilaksanakan kegiatan riset yang bersifat lanjutan dari tahun 2013, yaitu Pengembangan Model Pemanfaatan Data Satelit Suomi National Polarorbiting Parnertship (NPP) dan Altimetri untuk Penentuan ZPPI, sebagai lanjutan dari kegiatan riset tahun 2013.

1.2. Permasalahan Terdapat banyak parameter oseanografi yang mempengaruhi keberadaan ikan di suatu wilayah perairan laut, sehingga lokasi tersebut dapat disebut sebagai zona potensi penangkapan ikan. Pada saat ini pembuatan informasi spasial ZPPI di Pusfatja Lapan berbasis data penginderaan jauh didasarkan pada dua parameter oseanografi, yaitu SPL dan klorofil-a. Bahkan secara umum, parameter klorofil-a hampir tidak pernah digunakan yang disebabkan, antara lain, oleh sering terlambatnya data MODIS diterima oleh tim pengolah data. Di sisi lain, sampai saat ini belum dilakukan upaya validasi yang mendukung diperolehnya gambaran tingkat akurasi informasi ZPPI tersebut. Padahal, para pengguna membutuhkan

Laporan Akhir Pengembangan Model Pemanfaatan Data Satelit NPP dan Altimetri untuk Penentuan Zona Potensi Penangkapan Ikan, Tahun Anggaran 2014

3

informasi spasial ZPPI yang, antara lain, mempunyai akurasi tinggi, kepastian masa berlaku informasinya, dan mengarah ke jenis ikan tertentu. Beberapa masalah dalam pembuatan informasi ZPPI yang perlu dicarikan solusinya antara lain adalah akurasi informasi ZPPI dan otomatisasi proses penentuan informasi ZPPI.

Terkait kondisi tersebut, pada kegiatan Pengembangan

Model Pemanfaatan Data Satelit NPP dan Altimetri untuk Penentuan Zona Potensi Penangkapan Ikan ini dilakukan dua hal, yaitu: a). validasi akurasi informasi ZPPI dan b). mengembangkan piranti lunak untuk otomatisasi beberapa tahapan proses pengolahan data dalam penentuan informasi ZPPI.

1.3. Tujuan dan Sasaran Kegiatan riset ini bertujuan untuk: 

Melakukan validasi informasi ZPPI berdasarkan Metode Analisis Gradien dan SIED dari data SPL dan SSHA.



Mengembangkan metode penentuan ZPPI dari data satelit Suomi NPP-VIIRS (SPL) dan satelit Altimetri (SSHA)



Melakukan otomatisasi tahapan proses pengolahan data dalam penentuan informasi ZPPI. Sasaran kegiatannya adalah:

• Tersedianya model penentuan ZPPI yang tervalidasi berbasis data penginderaan jauh. • Tersedianya piranti lunak otomatis untuk beberapa tahapan proses pengolahan data dalam penentuan informasi ZPPI berbasis data penginderaan jauh.

1.4. Ruang Lingkup Kegiatan Kegiatan riset Pengembangan Model Pemanfaatan Data Sateli NPP dan Altimetri untuk Penentuan Zona Potensi Penangkaopan Ikan dilaksanakan melalui dua tahapan, yaitu:  Penyusunan desainriset, pengumpulan data, danpengolahan data awal; - Kajian kepustakaan model penentuan ZPPI menggunakan parameter SPL dan klorofil yang diekstraksi dari data Suomi NPP.

Laporan Akhir Pengembangan Model Pemanfaatan Data Satelit NPP dan Altimetri untuk Penentuan Zona Potensi Penangkapan Ikan, Tahun Anggaran 2014

4

- Penyusunan desain riset - Pengumpulan data Satelit (Terra/Aqua MODIS, Suomi NPP, Altimetri (Envisat, Jason-1, dan Jason-2)) - Pengumpulan data in-situ (hasil tangkapan ikan) - Pengolahan data awal - Pertemuan koordinasi/teknis - Pembuatan laporan

 Pengolahan data lanjut, analisis, danpembuatanlaporanakhir; - Pengolahan dan analisis SPL dari satelit Terra/Aqua MODIS, NOAAAVHRR, dan Suomi NPP VIIRS - Verifikasi/validasi parameter SPL dari satelit Suomi NPP untuk penentuan ZPPI (di Karangsong, Indramayu) - Pengolahan dan analisis SSHA dari data Envisat, Jason-1, dan Jason-2 - Pengolahan data in-situ (hasil tangkapan ikan) - Pengembangan dan analisis model penentuan ZPPI - Uji coba penerapan model penentuan ZPPI di lapangan - Penyusunan Laporan Akhir - Penulisan karya ilmiah dari hasil kegiatan - Diseminasi hasil kegiatan 1.5. Mitra Kerja Sama •

Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Indramayu sebagai mitra kerja sama terutama dalam hal penyediaan feed back data hasil penangkapan ikan.



Nelayan / Juragan di Kecamatan Karangsong Kabupaten Indramayu sebagai mitra kerja sama dalam hal penyediaan data/informasi untuk validasi.

1.6. Keluaran Keluaran dari kegiatan ini adalah: a. Metode penentuan ZPPI berdasarkan parameter SPL dan SSHA yang sudah diuji coba. b. Otomatisasi proses pembuatan informasi spasial ZPPI.

Laporan Akhir Pengembangan Model Pemanfaatan Data Satelit NPP dan Altimetri untuk Penentuan Zona Potensi Penangkapan Ikan, Tahun Anggaran 2014

5

c. Hasil kajian pengembangan metode penentuan ZPPI menggunakan data satelit Suomi NPP. d. Karya Tulis Ilmiah.

1.7. Manfaat •

Adanya validasi informasi spasial ZPPI di lapangan diharapkan dapat meningkatkan akurasi informasi spasial ZPPI dan bermanfaat bagi para nelayan pengguna.



Penerapan sistem otomatis untuk pengolahan data dapat mempercepat proses pembuatan informasi spasial ZPPI, sehingga efisien dalam hal waktu dan tenaga pengolah.

Laporan Akhir Pengembangan Model Pemanfaatan Data Satelit NPP dan Altimetri untuk Penentuan Zona Potensi Penangkapan Ikan, Tahun Anggaran 2014

6

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. VIIRS Visible/Infrared Imager Radiometer Suite (VIIRS) merupakan salah satu sensor satelit Soumi NPP (NPOESS Preparatory Project) yang merupakan salah satu generasi terbaru seri satelit dari Sistem Pemantauan Bumi (EOS/ Earth Observing System) milik Amerika Serikat. Satelit Suomi NPP dirancang untuk meningkatkan kemampuan pemantauan lingkungan global dan mengetahui dinamika kondisi atmosfer, awan, lautan, vegetasi dan kondisi es di permukaan bumi. Satelit ini dirancang untuk misi tiga satelit lingkungan yang ada saat ini, yaitu Polar-orbiting

Operational

Environmental

Satellite

(POES),

Earth

Observing System (EOS) dan Defence Meteorological Satellite Program (DMSP). Pada tahap awal satelit ini dibangun dan diintegrasikan dalam Program National Polar-orbiting Operational Environmental Satellite System (NPOESS) melalui kemitraan antara NASA, NOAA dan Angkatan Udara Amerika Serikat namun selanjutnya kemitraan tersebut direorganisasi kembali menjadi bagian dari Sistem Joint Polar Satellite System (JPSS) yang dikembangkan NASA untuk NOAA (NASA-a, 2011). Satelit Soumi NPP diluncurkan pada tanggal 27 Oktober 2011 dan mengorbit polar sun-synchronous pada ketinggian 824 km dari permukaan bumi dan melintas ekuator (equator crossing) dengan ascending dan descending orbit pada pukul 13.30 dan 01.30 waktu setempat. Satelit ini dirancang beroperasi selama 5-7 tahun dan membawa lima sensor yang berbeda untuk memantau lingkungan dan iklim di bumi serta planet-planet. Lima sensor yang terdapat dalam satelit NPP yaitu: Visible/Infrared Imager Radiometer Suite (VIIRS), Cross-track Infrared Sounder (CrIS), Clouds and Earth Radiant Energy System (CERES), Advanced Technology Microwave Sounder (ATMS), dan Ozone Mapping and Profiler Suite (OMPS). Konfigurasi satelit Suomi NPP beserta sensornya dapat dilihat pada Gambar 2.1 (NASA-b, 2011). Data dari satelit ini digunakan untuk memetakan penutup lahan dan perubahan produktivitas vegetasi global, kondisi ozone dan aerosol di atmosfer serta suhu permukaan laut dan daratan, memantau kondisi lapisan es di darat dan di laut, dan memantau bencana alam seperti; erupsi

Laporan Akhir Pengembangan Model Pemanfaatan Data Satelit NPP dan Altimetri untuk Penentuan Zona Potensi Penangkapan Ikan, Tahun Anggaran 2014

7

gunungapi, kebakaran lahan, kekeringan, ketersediaan pangan, serta keberadaan badai dan angin topan. Sensor VIIRS merupakan sensor terbesar yang terdapat dalam satelit ini dan memiliki 22 band spektral yang digunakan untuk mengamati kebakaran hutan, vegetasi, warna laut (ocean color), suhu permukaan laut, dan berbagai obyek permukaan lainnya. Secara umum sensor VIIRS hampir memiliki kesamaan dengan sensor MODIS (Moderate resolution Imaging Spectroradiometers) yang terdapat pada satelit Terra dan Aqua yang aat ini telah beroperasi, namun memiliki lebar cakupan lebih besar (+ 3040 km) dan resolusi spasial lebih baik yaitu 375 meter (5 band) dan 750 meter (16 band). Karakteristik sensor VIIRS dan MODIS disajikan pada Tabel 2.1.

Gambar 2.1. Konfigurasi Satelit Suomi NPP (sumber: NASA-b, 2011)

Laporan Akhir Pengembangan Model Pemanfaatan Data Satelit NPP dan Altimetri untuk Penentuan Zona Potensi Penangkapan Ikan, Tahun Anggaran 2014

8

Tabel 2.1. Perbandingan Karakteristik Spektral dan Spasial Sensor VIIRS dan MODIS

Vis-NIR

Emissive Band

S/W MIR

Reflective Bands

Resolusi Spasial (m)

Kisaran Panjang Gelombang (nm)

Resolusi Spasial (m)

Nomor Band

1000

8

1.

DNB

2.

M1

750

402 - 422

405 - 420

3.

M2

750

436 - 454

438 - 448

1000

9

4.

M3

750

478 - 498

459 - 479 483 - 493

500 1000

3 10

M4

750

545 - 565

6.

I1

375

600 - 680

7.

M5

750

662 - 682

8. 9.

M6 I2

750 375

739 - 754 846 - 885

10.

M7

750

11. 12.

M8 M9

13. 14. 15. 16. 17.

5.

18.

LWIR

Nomor Band

MODIS Kisaran Panjang Gelombang (nm) 500 - 900

Jumlah Band

Jumlah Band

VIIRS

1. 2. 3. 4.

545 - 565

500

4

5.

546 - 556 620 - 670

1000 250

12 1

6. 7.

662 - 672

1000

13

8.

673 - 683

1000

14

743 - 753 841 - 876

1000 250

15 2

9. 10.

846 - 885

862 - 877

1000

16

12.

750 750

1.230 – 1.250 1.371 – 1.386

1.230 – 1.250 1.360 - 1.390

500 1000

5 26

13. 14.

I3

375

1.580 – 1.640

750 750

1.580 – 1.640 2.225 – 2.275

1.628 – 1.652

500

6

15.

M10 M11

2.105 – 2.155

500

7

16.

I4

375

3.550 – 3.930

750

3.660 – 3.840

3.660 - 3.840

1000

20

17.

M12

3.929 - 3.989 3.929 - 3.989

1000 1000

21 22

18.

4.020 - 4.080

1000

23

20.

8.400 - 8.700

1000

29

21.

10.780 - 11.280

1000

31

22.

11.770 - 12.270

1000

32

23.

M13

750

3.973 – 4.128

19.

M14

750

8.400 – 8.700

20.

M15

750

10.263 – 11.263

21.

I5

375

10.500 – 12.400

22.

M16

750

11.538 – 12.488

11.

19.

-

-

-

-

-

-

526 - 536

1000

11

24.

-

-

-

-

-

-

890 - 920

1000

17

-

-

-

-

-

-

931 - 941 915 - 965

1000 1000

18 19

25. 26.

-

-

-

-

-

-

4433 - 4498

1000

24

28.

-

-

-

-

-

-

4482 - 4549 6535 - 6895

1000 1000

25 27

29. 30.

-

-

-

-

-

-

7175 - 7475

1000

28

31.

-

-

-

-

-

-

9580 - 9880 13185 - 13485

1000 1000

30 33

32. 33.

-

-

-

-

-

-

13485 - 13785

1000

34

34.

Laporan Akhir Pengembangan Model Pemanfaatan Data Satelit NPP dan Altimetri untuk Penentuan Zona Potensi Penangkapan Ikan, Tahun Anggaran 2014

27.

9

Nomor Band

-

-

-

-

-

Kisaran Panjang Gelombang (nm) -

-

-

-

-

-

-

Resolusi Spasial (m)

Keterangan: M : Moderate Band (750 m) “smooth” I : Imaging Band (375 m) “fine” DNB: Day Night Band

Jumlah Band

MODIS

Jumlah Band

VIIRS Kisaran Panjang Gelombang (nm)

Resolusi Spasial (m)

Nomor Band

13785 - 14085

1000

35

35.

14085 - 14385

1000

36

36.

Vis = visible, NIR = Near Infrared, SWIR = Shortwave Infrared, MWIR = Midwave Infrared dan LWIR = Longwave Infrared.

Kisaran band dalam kotak berwarna merah merupakan band yang digunakan dalam penentuan SPL (Suhu Parmukaan Laut)

Jenis produk data satelit NPP untuk sensor VIIRS terdiri dari Raw Data Records (RDR), Sensor Data Records (SDR) dan Environmental Data Records (EDR) yang diproduksi menggunakan Integrated Data Processing Segment (IDPS). Data Level 1, Level 2/(Climate Data Records (CDR) dan produk data dengan level lebih tinggi diproses menggunakan Science Data Segment (SDS). Produk data Level 1 (SDRs/Level 1B) merupakan data resolusi penuh (full resolution) yang telah terkoreksi secara waktu, lokasinya di permukaan bumi (earth located), dan telah terkalibrasi secara radiometrik, geometrik setelah sebelumnya menerapkan informasi tambahan (ancillary data) seperti koefisien kalibrasi dan parameter georeference (seperti: lokasi epemeris satelit) pada data tersebut dengan satuan sensor, yaitu radian. Produk Data Level 2

yang diproduksi melalui IDPS

menghasilkan 29 jenis Data EDR dan beberapa jenis data CDR hasil pengolahan menggunakan SDS. Secara operasional Data EDR dirancang untuk dapat disajikan dalam waktu yang cepat dan siap digunakan untuk memenuhi kebutuhan sipil dan militer (NASA-GSFC, 2014). Beberapa jenis data EDR dari sensor VIIRS serta kebutuhan misinya disajikan dalam Gambar2.2. Data satelit Suomi NPP dan VIIRS telah diterima oleh Balai Penginderaan Jauh Parepare, Putekdata LAPAN sejak pertengahan tahun 2012. Pengolahan data VIIRS untuk Level 2 (EDR) dilakukan di Bidang Teknologi dan Akuisisi Data Inderaja dan tersedia pada website Deputi Bidang Penginderaan Jauh dengan alamat http://modis-catalog.lapan.go.id. Sebagian besar jenis data EDR untuk

Laporan Akhir Pengembangan Model Pemanfaatan Data Satelit NPP dan Altimetri untuk Penentuan Zona Potensi Penangkapan Ikan, Tahun Anggaran 2014

10

keperluan kelautan telah dihasilkan dan tersedia pada website tersebut kecuali data Level 2 Klorofil-a.

Gambar 2.2. Jenis Produk Data satelit Soumi NPP (EDR Data-VIIRS dalam kotak merah)

2.2. Suhu Permukaan Laut (SPL) Hubungan antara ikan dengan lingkungannya merupakan suatu hal yang kompleks. Pengaruh faktor-faktor lingkungan terhadap ikan tergantung pada beberapa aspek, seperti kondisi ikan itu sendiri, keadaan makanannya, dan kematangan gonad. Menurut Schmidt (1931) hal penting dalam konteks perikanan tangkap adalah pengetahuan tentang perilaku ikan terhadap kondisi faktor-faktor Laporan Akhir Pengembangan Model Pemanfaatan Data Satelit NPP dan Altimetri untuk Penentuan Zona Potensi Penangkapan Ikan, Tahun Anggaran 2014

11

lingkungannya yang secara praktis lebih mudah teramati oleh nelayan. Pengetahuan ini sangat berguna bagi pendeteksian keberadaan ikan dan memungkinkan dalam pengembangan metode penangkapan serta alat tangkapnya. Dalam kegiatan riset Pengembangan Model Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh untuk Peningkatan Akurasi Informasi ZPPI ini hanya mengkaji tiga parameter oseanografi yang menjadi komponen penentuan ZPPI, yaitu SPL, klorofil-a, dan SSH. Suhu adalah suatu besaran fisika yang menyatakan banyaknya bahang yang terkandung dalam suatu benda. Secara alamiah sumber utama bahang dalam air laut adalah matahari. Setiap detik matahari memancarkan bahang sebesar 1.026 kalori dan setiap tempat di permukaan bumi yang tegak lurus ke matahari akan menerima bahang sebanyak 0,033 kalori/detik. Pancaran energi matahari ini akan sampai ke batas atas atmosfer bumi rata-rata sekitar 2 kalori/cm2/menit. Pancaran energi ini juga sampai ke permukaan laut dan diserap oleh massa air (Meadows dan Campbell, 1993). Kisaran suhu pada daerah tropis relatif stabil karena cahaya matahari lebih banyak mengenai daerah ekuator daripada daerah kutub. Hal ini dikarenakan cahaya matahari yang merambat melalui atmosfer banyak kehilangan panas sebelum cahaya tersebut mencapai kutub. Suhu di lautan kemungkinan berkisar antara -1,87 °C (titik beku air laut) di daerah kutub sampai maksimum sekitar 42 °C di daerah perairan dangkal (Hutabarat dan Evans, 1986). Sebaran suhu secara menegak (vertikal) di perairan Indonesia terbagi atas tiga lapisan, yakni lapisan hangat di bagian teratas atau lapisan epilimnion dimana pada lapisan ini gradien suhu berubah secara perlahan, lapisan termoklin yaitu lapisan dimana gradien suhu berubah secara cepat sesuai dengan pertambahan kedalaman, lapisan dingin di bawah lapisan termoklin yang disebut juga lapisan hipolimnion dimana suhu air laut konstan sebesar 4°C. Lapisan termoklin memiliki ciri gradien suhu yaitu perubahan suhu terhadap kedalaman sebesar 0,1°C untuk setiap pertambahan kedalaman satu meter (Nontji, 1987). Suhu menurun secara teratur sesuai dengan kedalaman. Semakin dalam air laut maka suhu akan semakin rendah atau dingin. Hal ini diakibatkan oleh kurangnya intensitas radiasi matahari yang masuk ke dalam perairan. Pada

Laporan Akhir Pengembangan Model Pemanfaatan Data Satelit NPP dan Altimetri untuk Penentuan Zona Potensi Penangkapan Ikan, Tahun Anggaran 2014

12

kedalaman melebihi 1.000 meter suhu air relatif konstan dan berkisar antara 2°C – 4°C (Hutagalung, 1988). Suhu mengalami perubahan secara perlahan-lahan dari daerah pantai menuju laut lepas. Umumnya suhu di pantai lebih tinggi dari daerah laut lepas karena daratan lebih mudah menyerap panas matahari sedangkan laut tidak mudah mengubah suhu bila suhu lingkungan tidak berubah. Di daerah lepas pantai umumnya suhunya rendah dan stabil. Faktor yang memengaruhi SPL adalah posisi ketinggian dari permukaan laut (altitude), intensitas cahaya matahari yang diterima, musim, cuaca, kedalaman air, sirkulasi udara, dan penutupan awan (Hutabarat dan Evans, 1986) SPL dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain arus laut, fenomena upwelling, divergensi dan konvergensi terutama pada daerah dekat pantai dan muara sungai (Hela dan Laevastu, 1970). Curah hujan, kelembaban udara, penguapan, suhu udara, dan kecepatan angin di atas permukaan laut, penyinaran matahari

dan

kondisi

awan

merupakan

faktor

meteorologi

yang

juga

mempengaruhi SPL di perairan Indonesia pada umunya berkisar antara 28 – 38°C. Suhu lebih rendah (hingga 25°C di Laut Banda) terjadi pada lokasi-lokasi upwelling akibat adanya penaikan massa air dari lapisan yang lebih dalam ke permukaan laut, sementara itu suhu yang lebih tinggi terdapat di sekitar pantai (Nontji, 1987). Menurut Illahude dan Birowo (1979) dan Dahuri et al., (1996) SPL di Indonesia secara umum berkisar antara 26 – 29°C dan mengalami perubahan mengikuti musim. Variasi suhu musiman pada perairan tropis relatif kecil khususnya di sekitar katulistiwa, dengan rata-rata kurang dari 2°C. Pengaruh suhu terhadap ikan dapat dilihat terhadap beberapa aspek kehidupan ikan, seperti: a. pengaruh suhu terhadap ikan secara umum, b. pengaruh suhu terhadap pemijahan, perkembangan ikan, dan daya tahan larva, c. pengaruh suhu terhadap makanan, metabolisme, dan pertumbuhan, dan d. pengaruh suhu optimum terhadap kedewasaan ikan dan pengaruh suhu terhadap kelimpahan, migrasi, dan gerombolan ikan. Pada Tabel 2.2 disajikan kisaran distribusi suhu dan penangkapan ikan untuk berbagai jenis tuna menurut Uda (1952).

Laporan Akhir Pengembangan Model Pemanfaatan Data Satelit NPP dan Altimetri untuk Penentuan Zona Potensi Penangkapan Ikan, Tahun Anggaran 2014

13

Tabel 2.2. Kisaran Suhu Distribusi dan Penangkapan Ikan untuk Berbagai Jenis Tuna SPESIES TUNA

KISARAN SUHU (°C) Distribusi

Penangkapan

Optimum Penangkapan

Bonito

12 - 25

15 - 22

-

Blue Fin

14 - 21

15 - 21

18 - 20

Albacore

14 - 23

15 - 21

17 - 19

Big Eye

11 - 28

18 - 22

-

Skipjack

17 - 28

19 - 23

20 - 22

Little Tuna

17 - 28

18 - 23

21 - 23

Yellow Fin

18 - 31

20 - 28

21 - 24

Tiga hal yang harus diperhatikan agar dapat memprediksi keberadaan dan kelimpahan ikan untuk keperluan penangkapan ikan di suatu lokasi antara lain: 1.

Suhu optimum (dan kondisi optimum untuk faktor-faktor lingkungan lainnya) untuk semua jenis ikan ekonomis penting harus diketahui.

2. Jumlah frekuensi pengamatan kondisi oseanografi dan meteorologi harus ada dan memadai pada lokasi kajian penangkapan, dan khususnya pada daerahdaerah yang memiliki gradien suhu permukaan yang tajam yang dibentuk oleh arus eddies. 3. Perubahan kondisi-kondisi oseanografi harus dapat diprediksi. Hal penting lainnya adalah pengetahuan mengenai kondisi suhu pada lokasilokasi diperolehnya tangkapan tinggi/tertinggi, karena kondisi tersebut bervariasi menurut waktu dan tempat yang berbeda. Pengukuran SPL dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu mengukur langsung (in-situ) atau tidak langsung (eks-situ) melalui satelit. Pengukuran secara langsung membutuhkan

frekuensi

dan

selang

waktu

ulangan

pengamatan

yang

berkesinambungan. Hal ini berarti membutuhkan pengamatan dalam waktu yang lama dan biaya observasi yang besar. Metode pengukuran secara langsung juga sulit dilakukan untuk mendeteksi penyebaran suhu dalam waktu bersamaan pada

Laporan Akhir Pengembangan Model Pemanfaatan Data Satelit NPP dan Altimetri untuk Penentuan Zona Potensi Penangkapan Ikan, Tahun Anggaran 2014

14

suatu area yang luas. Penggunaan teknologi penginderaan jauh dapat dipilih sebagai alternatif dalam mengatasi kelemahan tersebut. SPL merupakan parameter oseanografi yang dapat diukur secara langsung oleh sensor satelit yang bekerja pada spektrum inframerah termal. Satelit yang mempunyai sensor inframerah termal antara lain satelit Landsat, NOAA, Aqua/Terra, Fengyun, ERS, dan ASTER. Karakteristik sensor inframerah termal pada beberapa satelit penginderaan jauh dapat dilihat pada Tabel 2.3. Tabel 2.3. Karakteristik Sensor Inframerah Termal Sensor

Panjang Gelombang

Resolusi Spasial

Resolusi Temporal

LANDSAT-TM (LANDSAT 5)

Kanal 6: 10.40 - 12.50 µm

120 x 120 m2

16 hari

LANDSAT-ETM (LANDSAT 7)

Kanal 6: 10.40 - 12.50 µm

60 x 60 m2

16 hari

NOAA-AVHRR

Kanal 3A: 1.57 - 1.64 µm Kanal 3B: 3.55 - 3.93 µm Kanal 4: 10.35 - 11.3 µm Kanal 5: 11.5 - 12.5 µm

1.1 x 1.1 km2

2 kali sehari

Fengyun

Kanal 3B: 3.55 - 3.95 µm Kanal 4: 10.3 - 11.3 µm Kanal 5: 11.5 - 12.5 µm

1.1 x 1.1 km2

2 kali sehari

ASTER

Kanal 10: 8.125 - 8.475 µm Kanal 11: 8.475 - 8.825 µm Kanal 12: 8.925 - 9.275 µm Kanal 13: 10.25 - 10.95 µm Kanal 14: 10.95 - 11.65 µm

90 x 90 m2

16 hari sekali

Pengukuran suhu dari data penginderaan jauh didasarkan pada prinsip bahwa tiap benda memancarkan energi elektromagnetik sesuai dengan suhu, panjang gelombang, dan emisivitas. Suhu yang dideteksi oleh sensor termal adalah suhu kecerahan (brightness temperature). Dalam perhitungan SPL terdapat beberapa teknik yang mampu memproses hasil yang berbeda karena perbedaan metode yang digunakan. Pengukuran suhu pada umumnya mengacu pada perhitungan kedalaman laut tertentu. Hal ini dikarenakan perbedaan yang signifikan yang dihadapi antara pengukuran yang dilakukan pada kedalaman yang berbeda, terutama pada siang hari ketika kecepatan angin rendah dan kondisi sinar matahari yang tinggi dapat menyebabkan pembentukan lapisan hangat di permukaan laut dan gradien temperatur vertikal yang kuat. Pengukuran SPL Laporan Akhir Pengembangan Model Pemanfaatan Data Satelit NPP dan Altimetri untuk Penentuan Zona Potensi Penangkapan Ikan, Tahun Anggaran 2014

15

terbatas pada bagian atas laut, dikenal juga dengan lapisan permukaan. Pada Gambar 2.3 dapat dilihat contoh informasi SPL hasil ekstraksi dari data satelit penginderaan jauh NOAA-AVHRR. 5 Maret 2013, 14:11 WIB 5 Maret 2013, 12:30 WIB

Gambar 2.3. Contoh Informasi SPL Hasil Ekstraksi dari Data Satelit NOAA-AVHRR

Sebaran SPL yang diambil dari data satelit dapat digunakan sebagai indikator penentuan daerah penangkapan ikan. Kondisi lingkungan perairan akan menentukan keberadaan suatu organisme dalam lingkungan tersebut, dimana setiap organisme mempunyai toleransi yang berbeda-beda terhadap kondisi lingkungannya. Adapun faktor-faktor yang menentukan keberadaan suatu sediaan (stok) di antaranya suhu, salinitas, kandungan oksigen, kecerahan, dan arus (Hasyim, 2004). Hubungan karakteristik lingkungan laut dengan habitat beberapa jenis ikan khususnya ikan pelagis dapat dilihat pada Tabel 2.3. Pengaruh suhu perairan terhadap tingkah laku ikan terlihat jelas pada waktu ikan-ikan akan melakukan pemijahan, bahkan mungkin dengan suatu siklus musiman tertentu. Menurut Sette (1950 dalam Gunarso, 1985) yang meneliti ikan tenggiri (Scomber scombrus) menyatakan bahwa ikan tersebut melakukan pemijahan pada perairan dengan kisaran suhu antara 12-15 °C. Umumnya jenis ikan ini memiliki suhu optimum yang bersifat khusus. Melalui pengetahuan tentang suhu optimum suatu jenis ikan, dapat diprediksi daerah konsentrasi dan kelimpahan musiman stok ikan.

Laporan Akhir Pengembangan Model Pemanfaatan Data Satelit NPP dan Altimetri untuk Penentuan Zona Potensi Penangkapan Ikan, Tahun Anggaran 2014

16

Tabel 2.4. Parameter Oseanografi dan Habitat Beberapa Jenis Ikan Pelagis Jenis Ikan

Suhu (oC)

Kedalaman (m)

Salinitas (o/oo)

Kecerahan (m)

Tongkol (Euthinnus spp)

20- 22

-

32.21-34,40

20- 28

Cakalang (Katsuwonus spp)

27-30 20- 22

-

31-33 34,81- 35

17- 28

Madidihang (Thunnus spp)

22- 28

-

34,41-35

20- 28

Setuhuk (Makaira spp)

24- 30

-

34,81-35

24- 32

-

> 30

-

-

Tenggiri (Scomberomorus spp)

24- 30

-

34,21– 34,60

24- 32

Banyar (Rastelliger spp)

22- 24

> 30

-

20- 26

Kembung

22- 24

8- 15

-

<8

Siro (Amblygaster spp)

28- 32

18- 22

28-32

-

Lemuru (Sardinella spp)

-

< 200

30

-

Kuweh (Caranx rysophrys)

-

20- 25

-

-

Layang (Decapterus spp)

(Sumber: Hasyim, 2004)

2.3. Klorofil-a Kelimpahan Klorofil-a di suatu perairan merupakan indikator melimpahnya fitoplankton dan kesuburan perairan tersebut. Fitoplankton (klorofil-a) di suatu perairan merupakan salah satu komponen biologi laut yang penting untuk memetakan potensi sumber daya hayati laut. Pada level rantai makanan di laut fitoplankton menduduki level dasar penyedia makanan plankton dan ikan-ikan kecil. Kandungan klorofil-a di dalam fitoplankton dapat teramati oleh satelit penginderaan jauh dengan sensor ocean color (pendeteksi warna laut). Salah satu jenis klorofil yang keberadaannya hampir terdapat pada semua jenis fitoplankton adalah klorofil-a (Nontji, 2008). Klorofil-a berkaitan erat dengan produktivitas primer yang ditunjukkan besarnya biomassa fitoplankton yang menjadi rantai pertama makanan ikan pelagis kecil. Klorofil-a adalah pigmen yang mampu melakukan fotosintesis dan terdapat pada hampir seluruh organisme Laporan Akhir Pengembangan Model Pemanfaatan Data Satelit NPP dan Altimetri untuk Penentuan Zona Potensi Penangkapan Ikan, Tahun Anggaran 2014

17

fitoplankton dan tidak larut dalam air, tetapi larut dalam alkohol, dietil eter, benzen, dan aseton dengan absorbsi yang maksimum oleh klorofil-a bersama pelarutnya terjadi pada panjang gelombang radiasi 430 nm dan 663 nm (Simbolon et al., 2009). Simbolon et al. (2009) menjelaskan bahwa sebaran klorofil-a bervariasi secara geografis maupun berdasarkan kedalaman perairan. Hal ini diakibatkan oleh perbedaan intensitas cahaya matahari dan konsentrasi nutrisi yang terdapat di suatu perairan. Pada daerah tertentu di perairan lepas pantai dijumpai konsentrasi klorofil-a dalam jumlah yang cukup tinggi. Keadaan ini disebabkan oleh tingginya nutrisi yang dihasilkan melalui proses fisik massa air, karena massa air dalam mengangkat nutrisi dari lapisan dalam ke lapisan permukaan ketika terjadi upwelling. Sebaran klorofil-a di suatu perairan sangat tergantung pada konsentrasi nutrien. Konsentrasi nutrien di lapisan permukaan sangat sedikit dan akan meningkat pada lapisan termoklin dan lapisan di bawahnya. Hal mana juga dikemukakan oleh Brown et al. (1989) bahwa nutrien memiliki konsentrasi rendah dan berubah-ubah pada permukaan laut dan konsentrasinya akan meningkat dengan bertambahnya kedalaman serta akan mencapai konsentrsi maksimum pada kedalaman antara 500 – 1500 m. Kandungan

klorofil-a

dapat

digunakan

sebagai

ukuran

banyaknya

fitoplaknton pada suatu perairan tertentu dan dapat digunakan sebagai petunjuk produktivitas perairan. Berdasarkan penelitian Nontji (1974) dalam Presetiahadi, (1994) nilai rata-rata kandungan klorofil di perairan Indonesia sebesar 0,19 mg/m3, nilai rata-rata pada saat berlangsung musim timur (0,24 mg/m3) menunjukkan nilai yang lebih besar daripada musim barat (0,16 mg/m3). Daerah dengan nilai klorofil-a tinggi mempunyai hubungan erat dengan adanya proses penaikan massa air/upwelling (Laut Banda, Arafura, Selat Bali, dan selatan Jawa), proses pengadukan dan pengaruh sungai-sungai (Laut Jawa, Selat Malaka, dan Laut Cina Selatan). Kenaikan atau penurunan kandungan klorofil di suatu perairan terkait dengan intensitas cahaya matahari dan perubahan pasokan jumlah kandungan zat hara (nutrient: fosfat, nitrat, dll) dari daratan maupun dari lapisan laut yang lebih Laporan Akhir Pengembangan Model Pemanfaatan Data Satelit NPP dan Altimetri untuk Penentuan Zona Potensi Penangkapan Ikan, Tahun Anggaran 2014

18

dalam melalui proses upwelling. Zat hara dan cahaya matahari merupakan komponen pendukung proses fotosintesis di laut. Sebaran klorofil-a (fitoplankton) di laut sangat dipengaruhi oleh kondisi oseanografi seperti arus serta kisaran musim (angin). Sedangkan sebaran dan populasi plankton dapat berubah dari tahun ke tahun, terkait dengan perubakan iklim musiman dan tahunan. Menurut Nontji (1984), berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi besarnya biomassa, produktivitas ataupun suksesi fitoplankton antara lain adalah cahaya, suhu, salinitas, dan hara. Nybakken (1988) menambahkan satu faktor baru, yang merupakan paduan berbagai faktor dan dapat dinamakan faktor hidrografi, yaitu paduan semua faktor yang menggerakkan massa-massa air laut dan samudera, seperti arus, perpindahan massa air ke atas (upwelling), dan difusi. Berdasarkan distribusi fitoplankton dan variasi tangkapan ikan pelagis, hasil tangkapan ikan pelagis dari perairan sekitar Pulau Jawa (Laut Jawa, Samudra Hindia, Selat Sunda, dan Selat Bali) yang tercatat di pelabuhan perikanan besar di pesisir Pulau Jawa dipengaruhi oleh fenomena oseanografi seperti upwelling, throughflow, dan coastal discharge (Hendiarti et al., 2005). Selain itu, keberadaan ikan-ikan pelagis juga dipengaruhi oleh fenomena lainnya seperti climate-change, large scale phenomena (El Nino, La Nina, ITF/Indonesian Through Flow, dll.), eddy dan surface stratification. Polovina et al. (2001) menyatakan bahwa warna laut (klorofil-a) merupakan indikator yang baik untuk mendeteksi upwelling dan front dengan kisaran klorofil di permukaan 0,2 mg/m3 di Samudera Pasifik Timur bagian tengah atau lebih dikenal dengan Transition Zone Chlorophyll Front (TZCF), dimana front tersebut merupakan rute migrasi dan tempat makanan habitat tuna Albacore. Menurut Gaol (2003) konsentrasi klorofil di Samudera Hindia bagian timur bervariasi dalam periode 46 minggu, kondisi ini menggambarkan variasi skala musim (seasonal). Proses upwelling pada musim timur menyebabkan tingginya konsentrasi klorofil di perairan ini dibandingkan pada musim barat. Perairan menjadi lebih subur oleh terangkatnya zat-zat hara ke lapisan eufotik dan memicu pertumbuhan fitoplankton. Menurut Wibawa (2011) hasil tangkapan (variasi hook rate) Tuna Mata Besar (TMB) di Samudera Hindia sebelah selatan Pulau Jawa terkait dengan kelimpahan Laporan Akhir Pengembangan Model Pemanfaatan Data Satelit NPP dan Altimetri untuk Penentuan Zona Potensi Penangkapan Ikan, Tahun Anggaran 2014

19

klorofil pada kisaran 0,05 – 0,15 mg/m3 selama bulan Juni-September dan November 2004-2007. Tangkapan ikan Albacore (Thunnus alalunga) di Samudera Pasifik utara (25°-45° LU) tertinggi terdapat pada kisaran konsentrasi klorofil-a 0,2 – 0,4 mg/m3 (Zainuddin, 2008). Ikan pelagis kecil (ikan terbang) di Laut Flores sebelah selatan Sulawesi Selatan pada bulan April-Juli 2009 banyak tertangkap pada kisaran klorofil-a 0,25 – 0,70 mg/m3, kisaran SPL 27,5 – 29,5 oC, dan kedalaman 25-42,5 meter (Zainuddin, 2011).

2.4. Sea Surface Height Anomaly (SSHA) (SSH) adalah tinggi (atau topografi/relief) dari permukaan laut. Setiap hari, SSH sangat dipengaruhi oleh gaya pasang surut bulan dan matahari terhadap bumi (Stewart, 2008). Menurut Rhamo et al. (2009) SSH merupakan tinggi permukaan air laut di atas elipsoid. Sementara itu, SSHA didefinisikan sebagai ketinggian permukaan laut dikurangi permukaan laut rata-rata dan telah dihilangkan efek geofisiknya yaitu pasang surut dan perbedaan tekanan udara di permukaan laut (CNES–NASA, 2012). Secara visual, pada Gambar 2.3. disajikan gambaran yang dapat digunakan untuk menjelaskan parameter SSH. Pada Gambar 2.4 terdapat beberapa parameter sebagai komponen untuk menghitung SSH, yaitu: (a) altitude satellite adalah ketinggian posisi satelit pada saat meliput permukaan laut dihitung dari garis ellipsoid; (b) range adalah ketinggian posisi satelit pada saat meliput permukaan laut dihitung dari permukaan laut aktual; (c) geoid adalah ketinggian permukaan laut rata-rata dihitung dari garis ellipsoid; (d) dynamic topography (DT) adalah ketinggian permukaan laut aktual dihitung dari ketinggian permukaan laut rata-rata. Berdasarkan

parameter-parameter

tersebut,

SSH

dapat

dihitung

dengan

menggunakan persamaan 2.1 atau 2.2 sebagai berikut: SSH = Satellite Altitude – Range (Corrected)

(2.1)

SSH = DT + Geoid

(2.2)

Laporan Akhir Pengembangan Model Pemanfaatan Data Satelit NPP dan Altimetri untuk Penentuan Zona Potensi Penangkapan Ikan, Tahun Anggaran 2014

20

Gambar 2.4. Gambaran Garis-garis Maya untuk Pemahaman SSH

Dalam Wikipedia dijelaskan bahwa SSH yang berbasis harian secara umum dipengaruhi oleh pasang surut akibat kekuatan bulan dan matahari. Dalam skala jangka panjang, SSH dipengaruhi oleh sirkulasi lautan. Parameter SSH dapat digunakan sebagai salah satu indikator lokasi yang berpotensi untuk penangkapan ikan (PPI). Menurut Rajapaksha et al. (2012) akurasi prakiraan lokasi PPI dapat ditingkatkan dengan menambahkan data prakiraan profil suhu vertikal hasil pengukuran, SPL, dan SSH. Sementara itu, hasil penelitian Zainuddin et al. (2008) menunjukkan bahwa hasil tangkapan (cathment per unit effort - CPUE) tertinggi memiliki hubungan dengan kisaran tiga jenis parameter oseanografi, yaitu: (a) SPL: 18,5-21,5oC, (b) SSC: 0,2-0,4 mg.m-3, dan (c) SSHA: -5.0 s.d. 32,2 cm. Hasil ini diperoleh dari penelitian yang dilakukan selama musim dingin periode 1998-2000. Hasil penelitian yang dilakukan Domokos, et al. (2007) memberikan gambaran bahwa hasil tangkapan tuna albacore tertinggi cenderung ditemukan di tepi pusaran eddy dan tinggi-rendahnya CPUE memiliki hubungan positif dengan meningkat dan berkurangnya aktivitas eddy. Di sisi lain, aktivitas eddy dapat diamati dari data SSH yang diperoleh dari satelit Topex Poseidon dan Jason-1.

Laporan Akhir Pengembangan Model Pemanfaatan Data Satelit NPP dan Altimetri untuk Penentuan Zona Potensi Penangkapan Ikan, Tahun Anggaran 2014

21

Penggunaan parameter oseanografi dari data satelit menggunakan data SSH dan model pergerakan arus geostropik dari data SSH 10 harian dari satelit TopexPoseidon telah dilakukan oleh Polovina et al. (1999) untuk mengamati perpindahan larva lobster (Panulirus marginatus) di Barat Daya Kepulauan Hawai. Menurut Polovina et al. (1999), daerah penangkapan ikan (fishing ground) yang tinggi merupakan daerah pemijahan larva yang tinggi. Gaol (2003) melakukan deteksi upwelling dan kaitannya dengan daerah penangkapan Tuna Mata Besar di Samudera Hindia Bagian Timur (Selatan Jawa-Bali) menggunakan parameter SSHA, SPL, dan Klorofil-a. Pada lokasi upwelling, SPL menunjukkan nilai lebih rendah dengan konsentrasi klorofil lebih tinggi dan SSHA cenderung bernilai negatif. Pola hubungan antara perubahan suhu, SSHA, dan lapisan termoklin dapat digunakan untuk mengidentifikasi daerah potensi penangkapan ikan Tuna (Gaol, 2003). Terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat tangkapan Madidihang (Thunnus albacares) dan parameter oseanografi (SPL dan SSH) di bagian Timurlaut

Samudera

Hindia

dimana

variabilitas

spasial

daerah

potensi

penangkapan dipengaruhi oleh struktur suhu air laut dan mempengaruhi termoklin dan kedalaman renang Madidihang (Rajapaksha et al., 2012). Menurut Zainuddin et al. (2006) ikan pelagis banyak tertangkap pada posisi SSH bernilai negatif, hal ini diduga daerah penangkapan ikan tersebut merupakan daerah dari zona divergen yang kaya akan makanan. Terdapat enam lokasi/zona kategori SSH dan arus yang dapat diamati untuk menduga daerah penangkapan ikan yaitu: puncak/pusat dari warm eddy, pertengahan warm eddy, front warm eddy, front cold eddy, pertengahan cold eddy, dan lubang/pusat dari cold eddy. Menurut Sujoko et al. (2002) zona pertengahan cold eddy merupakan zona dengan hasil tangkapan ikan tertinggi. Menurut Zainuddin et al. (2008) Tangkapan ikan Albacore (Thunnus Alalunga) tertinggi di Samudera Pasifik Utara Bagian Barat (25°-45° LU) terdapat pada kisaran SSHA -5 s.d. 32,2 cm dan nilai SSHA optimum 13 cm. Pada musim panas fishing ground Albacore mengalami penurunan, dengan ditandai SPL lebih tinggi dari 22°C, klorofil-a kurang dari 0,2 mg/m3, dan nilai SSHA mendekati 0 cm. Tuna Albacore cenderung tersebar luas di perairan tersebut dan diperkirakan

Laporan Akhir Pengembangan Model Pemanfaatan Data Satelit NPP dan Altimetri untuk Penentuan Zona Potensi Penangkapan Ikan, Tahun Anggaran 2014

22

habitat tersebut bermigrasi ke Samudera Pasifik Bagian Timur pada bulan JuniAgustus. Menurut Tseng et al. (2008) hasil tangkapan Skipjack Tuna (Katsuwonus pelamis), Yellowfin tuna (Thunnus albacares), Bigeye tuna (Thunnus obesus) di Samudera Pasifik Barat utara Papua (1998-2005) banyak diperoleh pada lokasi SSHA dengan kisaran 0,0 – 5,0 cm. Gaol (2003) menunjukkan bahwa hasil tangkapan tertinggi TMB ditemukan di antara SSHA positif dan negatif yang merupakan batas front. Daerah front dan fishing layer TMB di Samudera Hindia bagian Timur terinterpretasi lebih baik dari citra SSHA dari pada citra SPL. Keberadaan TMB di sekitar daerah front antara konsentrasi klorofil tinggi dan rendah mengindikasikan bahwa daerah ini merupakan feeding ground TMB karena pada lokasi konsentrasi klorofil tinggi kelimpahan ikan pelagis kecil (Lemuru) juga tinggi (Gaol, 2003). Menurut Gaol (2003) kondisi SSHA di beberapa lokasi Samudera Hindia bagian timur cenderung lebih rendah karena dorongan kecepatan angin yang meningkat pada musim timur, sehingga terjadi kekosongan di permukaan lautnya. Pada area SSHA negatif lapisan termoklin mengalami pendangkalan oleh peristiwa upwelling. Perubahan lapisan termoklin ini akan mempengaruhi fishing layer TMB. Berdasarkan penelitian Wibawa (2011) variable SSH mempunyai tingkat signifikansi tertinggi (pada kisaran -5 s.d. 5 cm) terhadap variasi hookrate (hasil tangkapan ikan dengan pancing) TMB pada musim timur di Samudra Hindia Selatan Jawa-Bali, dilanjutkan SPL dan klorofil-a dengan kisaran masing-masing 26 – 27 °C dan 0,05 – 0,15 mg/m3. Prediksi daerah potensial penangkapan tuna pada Bulan Juni, Juli, Agustus, September, dan November 2007 menunjukkan kesesuaian dengan daerah penangkapan TMB sebenarnya.

Laporan Akhir Pengembangan Model Pemanfaatan Data Satelit NPP dan Altimetri untuk Penentuan Zona Potensi Penangkapan Ikan, Tahun Anggaran 2014

23

3. BAHAN DAN METODE 3.1.

Lokasi Penelitian Kegiatan riset Pengembangan Model Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh

untuk Peningkatan Akurasi Informasi ZPPI ini berlokasi di perairan laut Kabupaten Indramayu (Jawa Barat). Lokasi tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.1. Perairan laut Kabupaten Indramayu dipilih untuk mewakili perairan laut tertutup. Selain itu, pemilihan lokasi kajian di Indramayu didasarkan pada tingkat pemanfaatan informasi ZPPI yang cukup tinggi dalam mendukung kegiatan operasi penangkapan ikan selama ini (dari tahun 2003), khususnya oleh armada penangkapan yang cukup besar dengan kapal dengan bobot 20 gross tonage (GT) dan masa operasi lebih dari 15 hari.

Gambar 3.1. Lokasi Kajian Penelitian

3.2. Bahan dan Alat Data pokok yang digunakan adalah parameter SPL, konsentrasi kandungan klorofil-a (Chl-a), dan SSHA, serta didukung data hasil tangkapan ikan di TPI Karangsong dan Eretan Wetan, Kabupaten Indramayu. Ketiga jenis parameter Laporan Akhir Pengembangan Model Pemanfaatan Data Satelit NPP dan Altimetri untuk Penentuan Zona Potensi Penangkapan Ikan, Tahun Anggaran 2014

24

oseanografi tersebut diturunkan dari data satelit penginderaan jauh. Parameter SPL dan Chl-a diekstraksi dari data satelit NOAA-AVHRR dan Terra/Aqua-MODIS, sedangkan parameter SSHA diturunkan berdasarkan data satelit altimetri. Alat yang digunakan dalam penelitian antara lain; perangkat komputer yang dilengkapi software pengolah citra satelit (ER.Mapper, ENVI+IDL, dan Wimsoft), software R (untuk analisis statistik), software pemrograman (Matlab), dan software Arcview/ArcGIS untuk analisis data spasial/Sistem Informasi Geografis.

3.3.

Metode Penelitian

3.3.1.

Pengolahan Data SPL, Klorofil-a, dan SSHA

Data SPL harian diperoleh dari satelit NOAA-AVHRR dan Aqua/TerraMODIS, sedangkan data konsentrasi Klorofil-a harian diperoleh dari satelit Aqua/Terra-MODIS dengan resolusi 1 x 1 km. Kedua data tersebut diakuisisi oleh stasiun bumi milik Pusat Teknologi Data Penginderaan Jauh Lapan yang dioperasionalkan oleh Balai Penginderaan Jauh Parepare dan Bidang Teknologi Akuisisi dan Stasiun Bumi. Data SSHA diperoleh dari peta anomali tinggi permukaan laut (Maps of Sea Level Anomalies/MSLA) yang dikeluarkan oleh pusat data Collecte, Localisation, Satellite (CLS) - Centre National d’Etudes Spatiales (CNES) Badan Kajian Antariksa

Nasional,

Perancis

pada

website

Archiving,

Validation,

and

Interpretation of Satellite Oceanographic Data (AVISO) dengan alamat URL: http://www.aviso.oceanobs.com/en/data/products/sea-surface-height-products/ global/msla.html. Data tersebut merupakan data grid SSHA (Oktober 1992 – Juli 2012) dengan memperhitungkan rata-rata SSH selama 7 tahun dengan resolusi spasial 0,25° (27,9 x 27,9 km). Data ini merupakan data pembaruan (up-to-date) hasil gabungan dari empat satelit altimetri yaitu Jason-2/Jason-1/Envisat mulai dari tahun 2009 atau gabungan data Jason-1/Topex/Poseidon/Envisat/ GFO antara Oktober 2002 hingga September 2005. Data lapangan yang dimaksudkan adalah data hasil operasi penangkapan ikan dan data statistik perikanan yang terkait dalam penelitian. Dalam penelitian ini digunakan data hasil operasi penangkapan ikan (lokasi dan posisi penangkapan, jenis alat tangkap, hasil tangkapan, lama operasi penangkapan

Laporan Akhir Pengembangan Model Pemanfaatan Data Satelit NPP dan Altimetri untuk Penentuan Zona Potensi Penangkapan Ikan, Tahun Anggaran 2014

25

ikan) dalam rentang waktu yang bersamaan dengan citra satelit SPL, Klorofil-a, dan SSHA. Data hasil operasi penangkapan ikan dipilih data ikan pelagis dari operasi penangkapan mingguan dan bulanan. Data diperoleh dari beberapa nelayan dan kelompok nelayan di wilayah TPI Karangsong dan Eretan Wetan, Kabupaten Indramayu. Untuk mengetahui dampak pemanfaatan informasi ZPPI oleh nelayan di lokasi kajian tersebut dikumpulkan juga data statistik tangkapan ikan yang didaratkan di TPI maupun data pendukung lainnya dari Koperasi Unit Desa (KUD) atau Dinas Perikanan setempat. Pengumpulan data perikanan ini dilakukan pada kegiatan survei lapangan. A. Ekstraksi SPL A.1. SPL berbasis data NOAA-AVHRR SPL diturunkan dari data NOAA-AVHRR kanal 4 dan 5 menggunakan algoritma McMillin dan Crosby (1984), sebagai berikut: SPL = Tb4 + 2,702 (Tb4 – Tb5) – 0,582 – 273,0 Keterangan: SPL : Suhu Permukaan Laut dalam satuan derajat Celcius (°C). Tb4 : Suhu Kecerahan Kanal 4 Tb5 : Suhu Kecerahan Kanal 5

(3.1)

Data NOAA-AVHRR yang digunakan adalah data level 1b. A.2. SPL berbasis data MODIS (Terra/Aqua) Data MODIS yang digunakan sebagai data masukan untuk ekstraksi informasi SPL adalah data MODIS level 2, yang sudah merupakan informasi SPL. Tahapan proses pengolahan selanjutnya disajikan pada Gambar 3.3. Penentuan SPL dari data Terra/Aqua MODIS kanal 31 dan 32 dilakukan dengan menggunakan metode Brown dan Minnet (1999), dengan algoritma sebagai berikut: SPL = k1+k2 x Tb31+k3 x (Tb31–Tb32) x BSPL+ k4 x (Tb31–Tb32) x (1/cos (θ)–1) (3.2)

Keterangan: Tb 31 : Suhu Kecerahan Kanal 31 dan 32 Tb 32 : Suhu Kecerahan Kanal 31 dan 32 BSPL : Suhu Kecerahan Kanal 20 θ : Sudut zenith satelit Konstanta: k1 = 1,152; k2 = 0,96; k3 = 0,151; dan k4 = 2,021

Laporan Akhir Pengembangan Model Pemanfaatan Data Satelit NPP dan Altimetri untuk Penentuan Zona Potensi Penangkapan Ikan, Tahun Anggaran 2014

26

B. Ekstraksi Klorofil-a Konsentrasi klorofil-a permukaan laut yang digunakan diekstraksi dari data MODIS level 2, yaitu data yang sudah merupakan informasi klorofil-a. Proses ekstraksi tersebut menggunakan algoritma yang dikembangkan oleh O’Reilly et al. (2000), sebagai berikut: Chl_a = 10**(0.283 -2.753*R + 1.457*R2 + 1.457*R2 + 0.659*R3 - 1.403*R4

(3.3)

Keterangan: R : log 10 (( Rrs443>Rrs488)/Rrs551) Rrs :

nLw/F0; remote sensing reflectance

F0

extraterrestrial solar irradiance

:

nLw :

water leaving radiance pada panjang gelombang 443, 488, dan 551 µm.

C. Ekstraksi SSHA Tahapan pengolahan data SSHA meliputi pemilihan waktu dan lokasi sesuai wilayah kajian, konversi data ketinggian permukaan laut (dari format biner menjadi ASCII), perhitungan nilai SSH dan SSHA, penggabungan nilai SSHA (dari beberapa cycle atau dari beberapa satelit sesuai AOI), pembuatan grid gridding dan interpolasi nilai SSHA, dan pemetaan (plotting) nilai SSHA. Tahap pengolahan data SSHA dalam penelitian ini dapat dijelaskan dalam diagram tahapan proses sebagai berikut: 1. Data masukan berupa data Geophysical Data Record (GDR) dari satelit Jason-1 dan Jason-2. 2. Pemilihan data dilakukan berdasarkan waktu dan lokasi. Pemilihan waktu dilakukan dengan memisahkan data per bulan yang dilakukan secara manual. Pemilihan data disesuaikan dengan rentang waktu yang digunakan dalam kajian dan ketersediaan data yang ada pada penyedia data (NASA-PODAAC atau CNES-AVISO). Tahapan pemilihan lokasi kajian terkait dengan nomor lintasan (cycle) satelit altimetri dan batas area kajian. Proses pemilihan lokasi dilakukan secara otomatis dengan menambahkan perintah pada Matlab saat melakukan konversi data. 3. Konversi data dari format biner ke format ASCII agar dapat dilakukan perhitungan SSHA lebih mudah. Data GDR satelit Jason-1 dan Jason-2 disimpan data dalam bentuk format biner dengan tujuan menghemat besarnya Laporan Akhir Pengembangan Model Pemanfaatan Data Satelit NPP dan Altimetri untuk Penentuan Zona Potensi Penangkapan Ikan, Tahun Anggaran 2014

27

ukuran data. Untuk membaca data tersebut diperlukan bantuan perangkat komputer. -

Pada tahap konversi data, dilakukan pembacaan data biner yang kemudian diubah menjadi format data ASCII sehingga dapat dibaca dengan mudah pada software pemrograman dan pengolah citra. Konversi data dilakukan dengan menggunakan software Matlab. Hasil konversi yang dilakukan program

ini

disimpan

sebagai

variabel-variabel

untuk

dilakukan

perhitungan nilai Sea Surface Height Anomalies (SSHA). -

Sebelum dilakukan perhitungan nilai SSH dan SSHA dilakukan proses kontrol kualitas data untuk mendapatkan data yang valid. Proses kontrol kualitas data berupa flagging dan editing. Dalam tahap perhitungan SSHA dilakukan dua proses kontrol kualitas data, yaitu flagging dan editing. Tiap parameter memiliki batasan nilai sendiri, jika terdapat data yang salah satu parameternya di luar batas maka data tersebut dianggap rusak dan langsung dilanjutkan dengan perhitungan data pengukuran berikutnya.

4. Perhitungan SSH dan SSHA dilakukan dengan menerapkan persamaan sebagai berikut: SSH = a – (r + Wtrop + Dtrop + Iono + EMB)

(3.4)

SSHA = SSH – (MSS – Efek Geofisik)

(3.5)

SSHA = SSH – (N + OT + ET + LT + PT + Inv_Bar)

(3.6)

Keterangan: SSH SSHA a r

= = = =

Wtrop Dtrop Iono EMB MSS N OT LT ET PT Inv_Bar

= = = = = = = = = = =

tinggi permukaan laut di atas referensi ellipsoid WGS’84 (mm) anomali tinggi permukaan laut (mm) altitude, tinggi satelit di atas ellipsoid referensi WGS’84 (mm) range, jarak dari antena altimeter satelit ke permukaan laut sesaat (mm) Wet troposphere correction, koreksi troposfer basah (mm) Dry troposphere correction, koreksi troposfer kering (mm) Ionosphere correction, koreksi ionosfer (mm) Electro Magnetic Bias (mm) Mean Sea Surface Normal point, undulasi geoid (mm) geocentric Ocean Tide, koreksi pasang surut laut (mm) Long periode ocean Tide, koreksi pasut pembebanan (mm) solid Earth Tide, koreksi pasut massa bumi padat (mm) Pole Tide, koreksi pasut kutub bumi (mm) inverse barometric correction, koreksi tekanan atmosfer (mm)

(Sumber : CNES–NASA, 2012)

Laporan Akhir Pengembangan Model Pemanfaatan Data Satelit NPP dan Altimetri untuk Penentuan Zona Potensi Penangkapan Ikan, Tahun Anggaran 2014

28

5. Selanjutnya dilakukan proses penggabungan beberapa cycle data hasil konversi satelit Jason-1 dan Jason-2 untuk mendapatkan nilai SSHA. Untuk keperluan penggabungan data dari dua cycle atau lebih diperlukan data dengan posisi lintang dan bujur yang benar-benar sama, sehingga variasi geoid akibat perbedaan waktu dapat dihilangkan. Akan tetapi, hasil pengukuran satelit altimetri tidak diperoleh pada posisi lintang dan bujur yang sama tiap cyclenya.

Setelah data dari kedua satelit digabungkan dilakukan proses

gridding nilai SSHA, proses ini dilakukan 6. Dilakukan gridding data untuk nilai SSHA dalam spasi yang sama. Proses Gridding dilakukan dengan menggunakan metode Inverse Distance Weighted (IDW). Interval grid dibentuk setiap 0,125° x 0,125°, sehingga jarak antarpengamatannya adalah ± 13,875 km x 13,875 km (ekuivalensi 1°= 111 km). 7. Plotting data untuk menampilkan nilai SSHA berupa kontur warna 2D dan mendapatkan gambaran visual SSHA pada perairan AOI (Area of Interest atau lokasi kajian), sehingga dengan jelas dapat melihat fenomena-fenomena tertentu, salah satunya mengenai fenomena front, upwelling atau eddies. Tahapan pengolahan data satelit altimetri untuk memperoleh nilai SSH dan SSHA digambarkan dalam diagram alir pada Gambar 3.2.

Gambar 3.2. Diagram Alir Pengolahan Data Satelit Altimetri untuk Ekstraksi Informasi SSH dan SSHA

Laporan Akhir Pengembangan Model Pemanfaatan Data Satelit NPP dan Altimetri untuk Penentuan Zona Potensi Penangkapan Ikan, Tahun Anggaran 2014

29

3.3.2. Ekstraksi SPL Berbasis Data Satelit Suomi NPP Baseline algoritma VIIRS SPL didasarkan pada metode statistik regresi. Pendekatan yang digunakan mengacu pada metode nonlinear multi-channel SST (NLSST;, Walton, 1988). Metode ini membutuhkan ketersediaan data lapangan kualitas tinggi untuk derivasi koefisien dari algoritma dan untuk validasi selanjutnya dari data SPL. Algoritma SPL siang: SST = a0 + a1T11 + a2(T11 - T12)RSST + a3(T11 - T12)(sec(z) - 1)

(3.7)

Dimana a0, a1, a2, a3 adalah koefisien yang dihasilkan dari analisis regresi, T11 adalah nilai tingkat kecerahan pada chanel 11 µm (band M15 pada VIIRS), T12 adalah nilai tingkat kecerahan pada chanel 12 µm (band M16 pada VIIRS), RSST adalah model perkiraan SST pertama, dan z adalah sudut zenit dari sensor. RSST digunakan untuk menskalakan koefisien a2 untuk memperhitungkan hubungan antara distribusi uap air di atmospher dengan suhu permukaan.

Algoritma SPL malam: SST = a0 + a1T11 + a2(T3.7 - T12)RSST + a3(sec(z) - 1)

(3.8)

Dimana a0, a1, a2, a3 adalah koefisien yang dihasilkan dari analisis regresi, T3.7 adalah nilai tingkat kecerahan pada chanel 3.7 µm (band M12 pada VIIRS). Algoritma koreksi atmospherik untuk pengambilan SPL berasal dari ancilary data set global dan model transfer radiasi. Koefisien yang digunakan untuk algoritma diperoleh dari simulasi dan validasi data observasi permukaan. Gambar 3.3. menampilkan konsep pengolahan dalam menghasilkan data SPL.

Laporan Akhir Pengembangan Model Pemanfaatan Data Satelit NPP dan Altimetri untuk Penentuan Zona Potensi Penangkapan Ikan, Tahun Anggaran 2014

30

Gambar 3.3. Flowchart konsep pengolahan SST (sumber: VIIRS ATBD)

Pengolahan SPL telah dilakukan secara otomatis menggunakan piranti lunak

Community Satellite Processing Package (CSPP) yang terpasang pada

bidang Teknologi, Akuisisi dan Stasiun Bumi, Pusat Teknologi dan Data (Pustekdata), LAPAN. Software CSPP melakukan pengolahan bertahap dari data level 0 ke data level 1 sampai dengan level 2. Arsip data telah dilakukan duplikasi server data di proinfo, untuk memudahkan dalam penggunaan data secara realtime. 3.3.3. Metode Penentuan ZPPI 3.3.3.1. Metode Lama Produksi informasi spasial ZPPI didasarkan pada informasi SPL dan klorofila, yang dilakukan melalui tahapan: a.

Analisis SPL untuk identifikasi thermal front/upwelling dengan batasan: gradien SPL untuk setiap jarak maksimal 3 km (3 piksel) minimal 0,50 C;

b.

Penentuan titik-titik lokasi ZPPI diambil 1/3 dari jarak maksimal 3 km tersebut, dimulai dari suhu terendah.

c.

Pembuatan lembar informasi spasial ZPPI pada masing-masing project area yang memuat posisi koordinat geografis (lintang dan bujur) lokasi ZPPI serta beberapa keterangan lain yang tertulis pada legenda lembar informasi.

Laporan Akhir Pengembangan Model Pemanfaatan Data Satelit NPP dan Altimetri untuk Penentuan Zona Potensi Penangkapan Ikan, Tahun Anggaran 2014

31

Pada Gambar 3.4 disajikan diagram alir tahapan proses pembuatan informasi spasial ZPPI berdasarkan data SPL dan klorofil-a.

Gambar 3.4.. Diagram Alir Pembuatan Informasi ZPPI

3.3.3.2.

Metode Baru

Penerapan metode SIED untuk mendeteksi front di perairan laut memerlukan input data SPL. Data SPL yang dijadikan input pada proses deteksi front otomatis harus mempunyai format data integer. Nilai suhu (misalnya: 29,6 oC) dengan format data floating point akan dijadikan nilai integer tanpa nilai desimal. Pada Gambar 3.5 dapat dilihat diagram alir proses persiapan data dan deteksi front secara otomatis. Data SPL yang dijadikan sebagai input adalah data Aqua MODIS. Data SPL global kemudian diclip atau dicroping sesuai dengan koordinat perairan Indonesia. Data SPL tersebut masih dalam format data floating point. Agar dapat digunakan dalam aplikasi deteksi front secara otomatis, fornat data harus diubah menjadi integer. Nilai suhu dikalikan dengan 10 sehingga mengambil 1 dijit nilai desimal suhu. Setelah itu dikonversi menjadi format data integer sehingga nilai suhu tidak memiliki nilai desimal. Setelah data dalam format integer, data diolah dengan menggunakan software ArcGIS untuk mendeteksi front secara otomatis. Nilai ambang batas (treshold) dapat diterapkan sesuai dengan tingkat akurasi yang diinginkan, misalnya menerapkan nilai suhu 0,3oC atau 0,5oC.

Laporan Akhir Pengembangan Model Pemanfaatan Data Satelit NPP dan Altimetri untuk Penentuan Zona Potensi Penangkapan Ikan, Tahun Anggaran 2014

32

Gambar 3.5. Diagram Alir Proses Pengolahan Deteksi Front

3.3.4. Penentuan ZPPI dan Analisis Akurasi Informasi ZPPI 3.3.4.1.

Penentuan Informasi ZPPI

Penentuan ZPPI diawali dengan mengkaji hubungan dan pengaruh kondisi oseanografi (yang diwakili parameter SPL, Klorofil-a, dan SSHA) terhadap fishing ground ikan–ikan pelagis (berdasarkan lokasi dan hasil tangkapan ikan). Pola hubungan dan pengaruh masing-masing atau gabungan beberapa parameter tersebut selanjutnya digunakan untuk menentukan ZPPI. Analisis pola hubungan kondisi oseanografi dan fishing ground disesuaikan dengan periode ketersediaan data tangkapan ikan dan citra satelit. Dalam penelitian ini digunakan citra satelit SPL dan Klorofil-a harian serta ratarata 3 dan 7 harian kedua citra tersebut. Perataan tiga dan tujuh harian bertujuan untuk memperoleh data SPL dan Klorofil-a yang relatif bebas dari awan. Selain itu, citra satelit SPL dan Klorofil-a harian dan perataan tiga harian digunakan untuk mengamati variasi kedua parameter dalam rentang waktu tersebut. Rata-rata tujuh harian SPL dan Klorofil-a dalam rangka menyesuaikan dengan citra SSHA yang diperoleh dari satelit altimetri dengan resolusi temporal tujuh harian. Citra satelit Laporan Akhir Pengembangan Model Pemanfaatan Data Satelit NPP dan Altimetri untuk Penentuan Zona Potensi Penangkapan Ikan, Tahun Anggaran 2014

33

SSHA yang digunakan memiliki resolusi spasial lebih rendah dibandingkan citra SPL dan Klorofil-a yaitu (27,9 x 27,9 km). Data lokasi dan hasil penangkapan ikan digunakan sebagai acuan daerah atau zona potensi penangkapan ikan. Potensi penangkapan ikan didasarkan pada pengelompokan hasil tangkapan Rendah, Sedang, dan Tinggi sesuai dengan standardisasi jenis ikan yang tertangkap dan upaya penangkapannya dalam satu waktu tertentu. Secara umum setiap jenis unit penangkapan mampu menangkap berbagai jenis ikan di suatu daerah penangkapan. Namun kemampuan masingmasing unit penangkapan berbeda-beda dalam menghasilkan hasil tangkapan. Untuk itu perlu dilakukan standardisasi upaya penangkapan sebelum menghitung CPUE dengan membandingkan hasil tangkapan per upaya penangkapan masingmasing unit penangkapan. Unit penangkapan yang dijadikan sebagai standar adalah jenis unit penangkapan yang paling dominan menangkap jenis-jenis ikan tertentu di suatu daerah (mempunyai laju tangkapan rata-rata per CPUE terbesar pada periode waktu tertentu). Pada penelitian ini data hasil tangkapan dihitung berdasarkan

hasil

tangkapan

per

satuan

upaya/usaha

penangkapannya

(CPUE/Catch per Unit Effort) dalam kurun waktu yang sama dengan citra satelit yang digunakan. Perhitungan CPUE ikan pelagis di daerah kajian diformulasikan sebagai berikut: CPUE = P/E

(3.9)

dimana: CPUE adalah Produksi per Unit Upaya (kg/trip), P merupakan Produksi (kg) dan E adalah upaya penengkapan (trip). Pola hubungan antara parameter oseanografi dan fishing ground ikan–ikan pelagis dilakukan secara analisis statistik menggunakan model Generalized Additive Model (GAM). GAM merupakan salah satu alternatif model statistik apabila tidak ditemukan hubungan linier antara dua variabel (Zuur et al., 2007; Zuur et al., 2009). Metode ini bersifat nonlinier dan dapat digunakan untuk mengurangi kelemahan penggunaan asumsi distribusi normal dalam analisis data ekologi Wibawa (2011). Untuk kepentingan pembentukan model, data set yang ada dibagi menjadi dua bagian, yaitu training data dan evaluation data. Training data digunakan untuk pembentukan model, sedangkan evaluation data digunakan untuk memvalidasi hasil prediksi dari pemodelan tersebut (Himmerman dan Guissan, Laporan Akhir Pengembangan Model Pemanfaatan Data Satelit NPP dan Altimetri untuk Penentuan Zona Potensi Penangkapan Ikan, Tahun Anggaran 2014

34

2000). Sebelum dilakukan pemodelan GAM, terlebih dahulu dilakukan eksplorasi data set sesuai dengan prosedur yang mengacu pada Zuur et al. (2009) dan Zuur et al. (2010). Secara umum GAM menggunakan smoothing curve untuk memodelkan hubungan antara variabel respon dengan variabel penjelasnya (Zuur et al., 2007). Bentuk dasar persamaan dasar dari GAM adalah: Yi = α + f (Xi) + εi

(3.10)

dimana Yi adalah variabel respon; α merupakan konstanta intersep; f (Xi) merupakan smoothing curve untuk setiap variabel penjelas; dan εi adalah error atu kesalahan pengukuran setiap variabel penjelas (Zuur et al., 2007). Pemodelan GAM dilakukan dengan menggunakan mgcv package (Wood, 2006) yang terdapat dalam program R (R Core Development Project, 2008). Pemodelan GAM dilakukan dengan menggunakan distribusi Gaussian dan fungsi identity link. Sebagai variabel respon adalah laju CPUE salah satu jenis ikan pelagis (CPUE), sedangkan sebagai variabel-variabel penjelasnya adalah SPL, SST, dan SSHA. Pembentukan model GAM dimulai dengan setiap satu variabel penjelas, yang dilanjutkan dengan kombinasi dua dan tiga variabel-variabel penjelas. Pemilihan model GAM yang akan digunakan untuk memprediksi sebaran daerah potensi penangkapan ikan pelagis didasarkan pada nilai Akaike’s Information Criteria (AIC) setiap model GAM yang terbentuk, nilai deviance setiap model GAM yang terbentuk, dan tingkat signifikansi variabel-variabel penjelas yang digunakan dalam pembentukan setiap model GAM (Zuur et al., 2007; Zuur et al., 2009). Deviance dan AIC menunjukkan tingkat akurasi variabel-variabel penjelas dalam menjelaskan variasi variabel respon dalam setiap persamaan GAM. Semakin kecil nilai deviance dan semakin tinggi nilai AIC berarti semakin tinggi tingkat akurasi model GAM dalam menjelaskan variasi variabel respon (Zuur et al., 2007; Zuur et al., 2009). Persamaan GAM dengan nilai deviance terendah, AIC tertinggi serta dengan variabel penjelas berada dalam tingkat signifikan akan dijadikan persamaan dalam menentukan zona potensial penangkapan ikan. Penentuan ZPPI dilakukan dengan analisis spasial SIG (Sistem Informasi Geografis) menggunakan software Arcview/ArcGIS berdasarkan kriteria dan persamaan hasil GAM. Informasi ZPPI hasil pemodelan tersebut selanjutnya diujicoba dan diperhitungkan akurasinya dengan dua pendekatan. Laporan Akhir Pengembangan Model Pemanfaatan Data Satelit NPP dan Altimetri untuk Penentuan Zona Potensi Penangkapan Ikan, Tahun Anggaran 2014

35

Pendekatan pertama, uji akurasi informasi ZPPI dilakukan dengan menganalisis jarak terdekat lokasi dan posisi penangkapan dengan hasil tangkapan ikan terbanyak terhadap lokasi ZPPI hasil penentuan berdasarkan persamaan GAM. Uji akurasi ini dilakukan dengan menganalisis secara spasial menggunakan data arsip hasil tangkapan ikan dari nelayan yang sesuai dengan informasi ZPPI yang dihasilkan. Pendekatan kedua, informasi ZPPI hasil model disampaikan kepada nelayan sampel di lokasi kajian (Dadap, Kabupaten Indramayu) untuk digunakan dalam melakukan operasi penangkapan ikan selama tiga kali masa operasi, dengan masa operasi lebih dari 5 atau 7 hari. Validasi informasi ZPPI didasarkan pada analisis regresi antara lokasi atau titik informasi ZPPI terhadap lokasi penangkapan dan memperhitungkan penurunan hasil tangkapan pada lokasi yang diamati terhadap waktu atau tanggal informasi ZPPI yang digunakan (hal ini dapat dinyatakan sebagai masa valid dari informasi ZPPI). Validasi dan uji akurasi dengan pendekatan pertama juga dilakukan terhadap

metode

penentuan

informasi

ZPPI

yang

selama

ini

telah

dioperasionalkan oleh Tim Produksi Informasi ZPPI di Pusfatja Lapan. Metode penentuan ZPPI yang digunakan didasarkan pada SPL dan/atau dari satelit NOAAAVHRR atau Terra/Aqua-MODIS dengan kriteria ZPPI merupakan daerah gradient suhu (perbedaan suhu 0,5°C dengan jarak 3 kilometer) dan daerah dengan konsentrasi klorofil minimal 0,3 mg/l. Secara umum tahapan proses pengembangan model pemanfaatan data penginderaan jauh untuk peningkatan akurasi informasi ZPPI digambarkan dalam diagram alir pada Gambar 3.6.

Laporan Akhir Pengembangan Model Pemanfaatan Data Satelit NPP dan Altimetri untuk Penentuan Zona Potensi Penangkapan Ikan, Tahun Anggaran 2014

36

Gambar 3.6. Diagram Alir Proses Pengembangan Model Penentuan dan Peningkatan Akurasi Informasi ZPPI 3.3.4.2. Validasi Informasi ZPPI

Validasi informasi ZPPI dilakukan untuk mengetahui ketepatan lokasi dan posisi informasi ZPPI yang digunakan dalam operasi penangkapan ikan. Informasi ZPPI yang diujicobakan merupakan hasil pengembangan metode penentuan ZPPI (Single Image Edge Detection/SIED) dengan sistem otomatis (Program ZPPI Auto Processing/ZAP). Analisis validasi informasi ZPPI dilakukan menggunakan data informasi ZPPI yang bertepatan waktu dengan posisi dan hasil operasi penangkapan ikan nelayan Karangsong, Indramayu yang sedang beroperasi di Perairan Laut Jawa (WPPI-712). Data posisi dan hasil tangkapan ikan digunakan sebagai acuan dalam mengukur ketepatan posisi informasi ZPPI serta mengetahui keberadaan ikan pada posisi atau di sekitar koordinat ZPPI yang diinformasikan ke nelayan. Ketepatan posisi front dan posisi ZPPI diukur dari kedekatan posisi ZPPI dalam radius 10, 20, 30 dan 60 mil laut sebagai batasan analisis spasial. Hal ini Laporan Akhir Pengembangan Model Pemanfaatan Data Satelit NPP dan Altimetri untuk Penentuan Zona Potensi Penangkapan Ikan, Tahun Anggaran 2014

37

didasarkan pada panjang jaring yang digunakan oleh satu, dua atau tiga kapal dalam melakukan operasi penangkapan yaitu 10 km dan jarak jelajah maksimal (60 mil laut) kapal tersebut dalam melakukan operasi penangkapan ikan dalam sehari. Prosentase ketepatan posisi ZPPI dihitung berdasarkan jumlah titik dalam 4 kelompok kriteria hasil tangkapan ikan (Sangat Tinggi, Tinggi, Sedang dan Rendah) dibagi seluruh jumlah titik posisi ZPPI yang terdapat di dalam batasan analisis spasial yang telah ditentukan (10, 20, 30 dan 60 mil laut). Selain prosentase ketepatan posisi ZPPI, validasi informasi ZPPI juga dianalisis kesesuaian waktu informasi ZPPI dengan keberadaan ikan saat operasi penangkapan. Data posisi dan hasil tangkapan ikan diperoleh dari beberapa kapal nelayan milik salah satu juragan kapal di daerah Karangsong (H. Cartisa) Indramayu yang sedang beroperasi

pada tanggal

26 - 29 Agustus 2014. Data dan informasi

diperoleh melalui pemantauan langsung dari rumah juragan kapal menggunakan radio komunikasi terhadap kegiatan operasi penangkapan ikan di laut. Keseluruhan posisi operasi penangkapan selama 4 hari tersebut berjumlah 23 posisi, yaitu 6 posisi kapal pada tanggal 26 Agustus 2014, 10 posisi kapal pada tanggal 27 Agustus 2014, 2 posisi kapal pada tanggal 28 Agustus 2014 dan 5 posisi kapal pada tanggal 29 Agustus 2014. Daftar lokasi dan posisi operasi penangkapan ikan nelayan Indramayu selama 26 – 29 Agustus 2014 disajikan pada Tabel 3.1. Selain informasi lokasi dan posisi kapal penangkap ikan diperlukan informasi lain terkait kegiatan operasi penangkapan ikan antara lain: data kecepatan kapal, cakupan/panjang jaring dan jarak jelajah kapal dalam sehari. Data lokasi front dan posisi ZPPI dari metode SIED yang digunakan dalam analisis ketepatan dan validasi informasi ZPPI yaitu informasi ZPPI yang diperoleh dari satelit Aqua MODIS dari tanggal 22 Agustus 2014 hingga 31 Agustus 2014 yang didasarkan pada lokasi dan pengelompokan data hasil tangkapan yaitu 4 dan 2 hari berturut-turut sebelum tanggal 26 dan setelah 29 Agustus 2014. Pengelompokan lokasi didasarkan pada laporan nahkoda tentang keberadaan ikan yang cukup banyak selama operasi penangkapan dimana pada lokasi-lokasi yang berdekatan.

Laporan Akhir Pengembangan Model Pemanfaatan Data Satelit NPP dan Altimetri untuk Penentuan Zona Potensi Penangkapan Ikan, Tahun Anggaran 2014

38

Tabel 3.1. Lokasi dan Posisi Operasi Penangkapan Ikan Nelayan Indramayu dari Pemantauan Radio Komunikasi untuk Validasi Informasi ZPPI KODE POSISI

BUJUR

LINTANG

TANGKAPAN

HASIL (kg)

P3

113.0000000

-3.83333300

Tongkol

P4

113.0000000

-3.85000000

P6

113.0166670

P9

Laut Jawa (lepas pantai Tegal - Batang)

Laut Jawa (pesisir Lampung/Kep. Seribu)

NO

TANGGAL

LOKASI

1

26/08/2014

2

26/08/2014

3

26/08/2014

4

26/08/2014

Laut Jawa (Pesisir Kalteng) Laut Jawa (Pesisir Kalteng) Laut Jawa (Pesisir Kalteng) Laut Jawa (lepas pantai Tegal - Batang)

5

26/08/2014

6

26/08/2014

KETERANGAN

SUMBER

20,000

Masa operasi 75 hari (sejak pertengahan Juni );

H. Cartisa

Tenggiri

2,000

Masa operasi 75 hari (sejak pertengahan Juni );

H. Cartisa

-3.66666700

-

-

Tidak diperoleh ikan dari tanggal 25-26 Agustus 2014

H. Cartisa

109.8333330

-5.05000000

Tongkol Blirik

500

Disekitar lokasi ini hasil tangkapan banyak sehingga berkumpul + 50 kapal; Hasil tangkapan banyak dari tanggal 2226 Agustus 2014; Ukuran ikan + 8 ons/ekor; Tidak diperoleh ikan tenggiri

H. Cartisa

P10

109.7666670

-5.26666700

Tongkol Blirik

600

Disekitar lokasi ini hasil tangkapan banyak sehingga berkumpul + 50 kapal; Hasil tangkapan banyak dari tanggal 2526 Agustus 2014; Ukuran ikan + 8 ons/ekor; Tidak diperoleh ikan tenggiri

H. Cartisa

P11

106.3333330

-5.00000000

Tenggiri

-

Selain dtgkap di lokasi ini, Tenggiri byk ttngkp di pssr Kalteng dan Kalsel; dtgkp di wlyh pssr dkt pulau dgn kdlmn lbh dgkl dgn dsr krng; tongkol jabrik sring dtgkp pd kdlmn 20 m dgn wrna air laut kebiruan

H. Cartisa

Laporan Akhir Pengembangan Model Pemanfaatan Data Satelit NPP dan Altimetri untuk Penentuan Zona Potensi Penangkapan Ikan, Tahun Anggaran 2014

39

KODE POSISI

BUJUR

LINTANG

TANGKAPAN

HASIL (kg)

Laut Jawa (Pesisir Kalteng) Laut Jawa (baratlaut Kep. Karimunjawa)

P12

112.0666670

-4.20250000

-

-

P13

110.0833330

-5.11666700

Tongkol

3,500

27/08/2014

Laut Jawa (baratlaut Kep. Karimunjawa)

P14

110.0833330

-5.05000000

Tongkol

900

10

27/08/2014

Laut Jawa (baratlaut Kep. Karimunjawa)

P15

109.8333330

-5.08333300

Tongkol

11

27/08/2014

Laut Jawa (baratlaut Kep. Karimunjawa)

P16

109.6666670

-4.85000000

12

27/08/2014

Laut Jawa (baratlaut Kep. Karimunjawa)

P17a

110.0666670

13

27/08/2014

Laut Jawa (baratlaut Kep. Karimunjawa)

P17b

110.0666670

NO

TANGGAL

LOKASI

7

27/08/2014

8

27/08/2014

9

KETERANGAN

SUMBER

Tidak diperoleh ikan dari tanggal 26-27 Agustus 2014

H. Cartisa

Disekitar lokasi ini ada + 12 kapal berkumpul; Hasil tangkapan banyak dari 3 hari terakhir tanggal 24-27 Agustus 2014 Hasil tangkapan banyak dari 3 hari terakhir tanggal 24-27 Agustus 2014

H. Cartisa

800

Hasil tangkapan banyak bergeser sedikit dari posisi tangkapan tanggal 22-26 Agustus 2014

H. Cartisa

Tongkol dll

1,200

H. Cartisa

-5.03333300

Tongkol dll

600

-5.05000000

Tongkol, Campuran

300

Hasil tangkapan banyak bergeser sedikit dari posisi tangkapan tanggal 22-26 Agustus 2014; Jenis ikan lain yang tertangkap: Manyung, Layang, Banyar, dgn ukuran bsr smp kcl Hasil tangkapan banyak bergeser sedikit dari posisi tangkapan tanggal 24-27 Agustus 2014; Jenis ikan lain yang tertangkap: Manyung, Layang, Banyar, dgn ukuran bsr smp kcl Hasil tangkapan banyak bergeser sedikit dari posisi tangkapan tanggal 24-27 Agustus 2014; Jenis ikan lain yang tertangkap: Manyung, Layang, Banyar, dgn ukuran bsr smp kcl

Laporan Akhir Pengembangan Model Pemanfaatan Data Satelit NPP dan Altimetri untuk Penentuan Zona Potensi Penangkapan Ikan, Tahun Anggaran 2014

40

H. Cartisa

H. Cartisa

H. Cartisa

KODE POSISI

BUJUR

LINTANG

TANGKAPAN

HASIL (kg)

Laut Jawa (baratlaut Kep. Karimunjawa)

P18a

110.0000000

-5.03333300

Tongkol dll

1,000

27/08/2014

Laut Jawa (baratlaut Kep. Karimunjawa)

P18b

110.0000000

-5.03333300

Tongkol, Campuran

800

16

27/08/2014

Laut Jawa (baratlaut Kep. Karimunjawa)

P19

110.1000000

-5.20000000

Tongkol

2,000

17

28/08/2014

Laut Jawa (Pesisir Kalteng)

P21

112.0000000

-4.00000000

Tongkol kecil

3,000

18

28/08/2014

P22

110.6666670

-4.66666700

Tenggiri

200

19

29/08/2014

P25

112.5000000

-3.66666700

-

-

20

29/08/2014

P26

112.5000000

-3.80000000

Manyung

600

Diperoleh ikan dari tanggal 28-29 Agustus 2014

H. Cartisa

21

29/08/2014

Laut Jawa (utara Kep. Karimunjawa) Laut Jawa (Pesisir Kalteng) Laut Jawa (Pesisir Kalteng) Laut Jawa (lepas pantai Jepara)

P27

111.0000000

-5.00000000

Berbagai jenis ikan

500

Diperoleh ikan dari tanggal 28-29 Agustus 2014

H. Cartisa

NO

TANGGAL

LOKASI

14

27/08/2014

15

Laporan Akhir Pengembangan Model Pemanfaatan Data Satelit NPP dan Altimetri untuk Penentuan Zona Potensi Penangkapan Ikan, Tahun Anggaran 2014

41

KETERANGAN

SUMBER

Hasil tangkapan banyak bergeser sedikit dari posisi tangkapan tanggal 24-27 Agustus 2014; Jenis ikan lain yang tertangkap: Manyung, Layang, Banyar, dgn ukuran bsr smp kcl Hasil tangkapan banyak bergeser sedikit dari posisi tangkapan tanggal 24-27 Agustus 2014; Jenis ikan lain yang tertangkap: Manyung, Layang, Banyar, dgn ukuran bsr smp kcl Hasil tangkapan banyak bergeser sedikit dari posisi tangkapan tanggal 22-26 Agustus 2014; Jenis ikan lain yang tertangkap: Manyung, Layang, Banyar, dgn ukuran bsr smp kcl Lokasi banyak ikan, berkumpul + 50 unit kapal; Jarak antar kapal + 5-7 nm, Tebar jaring 27/8/2014 sore, angkat jaring 28/8/2014; Lokasi banyak ikan, Tebar jaring 27/8/2014 sore, angkat jaring 28/8/2014 Tidak diperoleh ikan dari tanggal 28-29 Agustus 2014

H. Cartisa

H. Cartisa

H. Cartisa

H. Cartisa

H. Cartisa

H. Cartisa

KODE POSISI

BUJUR

LINTANG

TANGKAPAN

Laut Jawa (Timurlaut Kep. Kangean)

P28

111.0000000

-5.15000000

Tongkol Jabrik (tongkol hitam)

Laut Jawa (Pesisir Kalteng)

P30

112.1666670

-4.03333300

-

NO

TANGGAL

LOKASI

22

29/08/2014

23

29/08/2014

Laporan Akhir Pengembangan Model Pemanfaatan Data Satelit NPP dan Altimetri untuk Penentuan Zona Potensi Penangkapan Ikan, Tahun Anggaran 2014

HASIL (kg)

42

KETERANGAN

SUMBER

500

Diperoleh ikan dari tgl 28-29 Agustus 2014; Kdlmn ikan tongkol trtgkap 30-35 depa [45 -53 m], Tenggiri 11-24 depa [16.5-36 m]; Ikan tongkol putih & tenggiri srg ttngkp bsmaan di wlyh pssr, pd perairan lbh dgkl drpd tongkol hitam;

H. Cartisa

-

Tidak diperoleh ikan dari tanggal 28-29 Agustus 2014; Biasanya lokasi tangkap ikan Tenggiri; pada bulan-bulan ini musim tongkol, tenggiri belum banyak.

H. Cartisa

3.3.5. Survei Lapangan Survei lapangan bertujuan untuk berkoordinasi dengan mitra penelitian dan pengguna informasi ZPPI, mengumpulkan data / informasi terkait dengan kegiatan operasi penangkapan ikan, dan validasi pemanfaatan informasi ZPPI pada lokasi yang dikaji. Beberapa data dan informasi penting terkait penelitian seperti: hasil tangkapan ikan, lokasi dan posisi penangkapan, jenis alat tangkap, lama operasi penangkapan, dan musim penangkapan akan sangat mendukung dalam pengolahan, analisis data serta pengembangan model penentuan informasi ZPPI.

Laporan Akhir Pengembangan Model Pemanfaatan Data Satelit NPP dan Altimetri untuk Penentuan Zona Potensi Penangkapan Ikan, Tahun Anggaran 2014

43

4.

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Kajian VIIRS Data S-NPP terdiri dari beberapa sensor, satu di antaranya yaitu VIIRS (Visible Infrared Imaging Radiometri Suite). Band yang terdapat pada data VIIRS di antranya 5 citra resolusi tinggi (I band), 16 resolusi sedang (M band) dan 1 band siang/malam (DNB, Day/Night band). Tabel 4.1 memberikan gambaran band yang terdapat pada sensor VIIRS. Tabel 4.1. Band VIIRS

Data VIIRS terdiri dari beberapa level di antaranya data raw atau biasa disebut dengan Raw Data Records (RDR) atau level 0. Dari data RDR diproses dan dikalibrasi menjadi data Sensor Data Records (SDR) atau level 1b pada Terra/Aqua MODIS. Beberapa band pada SDR diproses dan digabungkan dengan

data

geolokasi

untuk

di

reproyeksi

dan

dikonversi

menjadi

Environmental Data Records (EDR) atau level 2.

Laporan Akhir Pengembangan Model Pemanfaatan Data Satelit NPP dan Altimetri untuk Penentuan Zona Potensi Penangkapan Ikan, Tahun Anggaran 2014

44

Data VIIRS yang digunakan yaitu hasil pengolahan program aplikasi CSPP yang telah diimplementasikan di bidang Teksista, Pustekdata. Berikut penjelasan standar penamaan file yang digunakan.

A: Tipe file B: Nama satelit C: Tanggal akuisisi YYYYMMDD D: Waktu mulai akuisisi dalam UTC E: Waktu akhir akuisisi dalam UTC F: Nomor orbit G: Tanggal dan jam file dibuat YYYYMMDDHHmmSS.SSSSSS H: Sumber data Berikut karakteristik sensor VIIRS dibandingkan dengan sensor MODIS ditampilkan pada Tabel 4.2. Tabel 4.2. Band VIIRS

Karakteristik Band Set (nm)

MODIS

VIIRS

412, 443, 488, 531, 547, 667, 678, 748, 869

412, 445, 488, 555, 672, 746, 865

Nadir Pixel Size

1 km

0.75 km

SNR Range

726 to 2219

540 to 1239

Polarization Sensitivity

1% to 6%

0.5% to 2.5 %

Out-of-Band (worst case)

3.8% @748 nm

4.9% @551nm

Crosstalk?

SWIR

VisNIR

Tilt

0o

0o

Detectors per Scan

10

16

Sun Sync Orbit

Terra - Descending Aqua - Ascending

Ascending

Laporan Akhir Pengembangan Model Pemanfaatan Data Satelit NPP dan Altimetri untuk Penentuan Zona Potensi Penangkapan Ikan, Tahun Anggaran 2014

45

Karakteristik

MODIS

VIIRS

Equator Crossing Time

Terra - 1030 Aqua - 1330

1330

Altitude (km)

705

824

Scan Coverage (km)

1354

3000

Time Coverage

5 mins

85.4 secs

No. of Scans

203

48

No. Dets per Scan

10 (Mod res)

16 (Mod res)

Aggregation Zones

None

6 (3 types)

Data Format

HDF4

HDF5

L1 Data Band Org

Separate SDS's

Separate Files

Data Distribution

OC Website

CLASS

Citra SPL dari data Suomi NPP VIIRS yang diterima oleh Bidang Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Laut belum terkalibrasi dan terproyeksi secara sistematis. Proses pengolahan kalibrasi dan reproyeksi menggunakan IDL ENVI dengan input file citra SPL dan file geo lokasi. Berikut gambar 1 menampilkan tahapan alur pengolahan data S-NPP VIIRS yang dimulai dari stasiun bumi Pare pare dilanjutkan pengolahan oleh Bidang Teksista PUSTEKDATA. Data level 2 hasil pengolahan dari teksista dikirimkan ke server bidang Proinfo PUSFATJA. Bidang SDWPL melakukan pengolahan lebih lanjut sebagaimana digambarkan pada Gambar 4.1.

Laporan Akhir Pengembangan Model Pemanfaatan Data Satelit NPP dan Altimetri untuk Penentuan Zona Potensi Penangkapan Ikan, Tahun Anggaran 2014

46

Gambar 4.1. Alur Pengolahan Data S-NPP VIIRS Gambar 4.2 menampilkan contoh citra SPL sebelum dan sesudah proses kalibrasi dan reproyeksi. Proses kalibrasi yang dilakukan yaitu mengembalikan nilai SPL kedalam format sebenarnya setelah diformulasikan dengan nilai scale factor dan offset. Sedangkan dalam proses reproyeksi diantaranya pengolahan memperbaiki proyeksi dan koordinat citra kedalam koordinat yang sebenarnya. Selain itu dilakukan pengolahan koreksi bowti yang mengakibatkan citra SPL terlihat striping sebelum dilakukan koreksi.

Laporan Akhir Pengembangan Model Pemanfaatan Data Satelit NPP dan Altimetri untuk Penentuan Zona Potensi Penangkapan Ikan, Tahun Anggaran 2014

47

(b) (a) Gambar 4.2. Citra SPL Sebelum dan Sesudah Proses Kalibrasi dan Reproyeksi

Satelit Suomi NPP VIIRS menghasilkan citra dengan resolusi tinggi, 375 m, dan citra resolusi rendah 750m. Gambar 4.3 menampilkan citra RGB true color dari Suomi NPP VIIRS yang telah melalui proses koreksi geometri dan koreksi bowtie. Dari kedua resolusi yang dihasilkan oleh Suomi NPP VIIRS ini bisa digunakan untuk berbagai penelitian baik itu untuk kelautan ataupun darat.

Laporan Akhir Pengembangan Model Pemanfaatan Data Satelit NPP dan Altimetri untuk Penentuan Zona Potensi Penangkapan Ikan, Tahun Anggaran 2014

48

(a)

(b)

Gambar 4.3. (a) Citra resolusi tinggi Suomi NPP VIIRS 375 m; (b) Citra resolusi rendah Suomi NPP VIIRS 750 m Proses selanjutnya adalah ekstraksi parameter suhu permukaan laut dari citra VIIRS resolusi 750m. Berikut contoh citra SPL tanggal perekaman 2 dan 20 Juni 2014. Data yang digunakan adalah data level 2 dari Bidang Teksista, Pustekdata.

Laporan Akhir Pengembangan Model Pemanfaatan Data Satelit NPP dan Altimetri untuk Penentuan Zona Potensi Penangkapan Ikan, Tahun Anggaran 2014

49

Gambar 4.4. Citra SPL dari Data SNPP VIIRS Tanggal 2 Juni 2014 (Sumber data: LAPAN)

Gambar 4.5. Citra SPL dari data SNPP VIIRS Tanggal 20 Juni 2014 (Sumber data: LAPAN)

Laporan Akhir Pengembangan Model Pemanfaatan Data Satelit NPP dan Altimetri untuk Penentuan Zona Potensi Penangkapan Ikan, Tahun Anggaran 2014

50

Setelah melalui proses kalibrasi dan reproyeksi, citra SPL siap untuk pengolahan lebih lanjut seperti deteksi front ataupun layout citra SPL sebagaimana ditampilkan pada Gambar 4.6.

Gambar 4.6.. Contoh Layout Citra SPL Pada tahapan pengolahan sering ditemukan kendala mengenai data, di antaranya: •

Data yang akan diproses sering kali tidak ada di server



Proses kalibrasi dan reproyeksi data SPL membutuhkan dua buah file, diantaranya file berisi citra SPL dan file geolocation. Seringkali ditemukan salah satunya tidak tersedia.



Tanggal data yang telah di ujicoba pengolahannya diantaranya tanggal 2, 8, 9, 10 11, 14, 15 Juli 2014. Sebelum tanggal tersebut data di server tidak ada sebagaimana ditampilkan pada Gambar 4.7.

Laporan Akhir Pengembangan Model Pemanfaatan Data Satelit NPP dan Altimetri untuk Penentuan Zona Potensi Penangkapan Ikan, Tahun Anggaran 2014

51

Gambar 4.7. Tampilan Forlder Data Kosong

4.2. Parameter Informasi ZPPI 4.2.1. SPL VIIRS Suhu permukaan laut merupakan parameter kelautan yang dijadikan masukan dalam penentuan informasi ZPPI dengan deteksi termal front menggunakan metode SIED. Parameter SPL salah satunya diekstrak dari data VIIRS yang memiliki resolusi spasial 750 meter dan resolusi temporal 1 hari. Data VIIRS digunakan dalam produksi informasi ZPPI sebagai tambahan data masukan dalam menghasilkan informasi. Kelebihan data VIIRS dibandingkan dengan data MODIS diantaranya yaitu resolusi spasial yang lebih tinggi. Selain itu lebar luasan data VIIRS lebih besar 10° dibandingkan dengan data MODIS yang hanya mencapai 20° sedangkan VIIRS 30°. Jika dibandingkan lebih jauh, data VIIRS yang merupakan data baru, memiliki hasil SPL yang lebih baik. Dalam proses pengolahan data VIIRS, tahapan pengolahan seperti koreksi geometri dan pemisahan data awan, telah lebih mudah dibandingkan dengan data MODIS. Oleh karena itu data SPL VIIRS dijadikan sebagai tambahan data untuk melengkapi kekurangan data yang diakibatkan karena data tertutup awan dan karena luasan perairan yang tidak tercakup dalam data satelit MODIS.

Laporan Akhir Pengembangan Model Pemanfaatan Data Satelit NPP dan Altimetri untuk Penentuan Zona Potensi Penangkapan Ikan, Tahun Anggaran 2014

52

Gambar 4.8. SPL VIIRS tanggal 22 Agustus 2014 pukul 13:20

4.2.2. SPL MODIS Suhu permukaan laut yang diekstrak dari data Terra/Aqua MODIS telah digunakan sebagai data masukan dalam penentuan zona potensi penangkapan ikan dari awal bermulanya ZPPI. Saat ini data Terra MODIS telah mengalami penurunan kualitas sehingga data yang dihasilkan pun seringkali terdapat noise yang berupa striping atau data hilang sebagian.

Gambar 4.9. SPL MODIS tanggal 22 Agustus 2014 pukul 13:52

Laporan Akhir Pengembangan Model Pemanfaatan Data Satelit NPP dan Altimetri untuk Penentuan Zona Potensi Penangkapan Ikan, Tahun Anggaran 2014

53

Data SPL dari Terra/Aqua MODIS sering kali memiliki kendala dalam pengolahan data awal seperti proses penghilangan data awan. Jika dibandingkan antara Gambar 4.8 dan Gambar 4.9, dimana kedua data tersebut direkam dalam waktu yang berdekatan. Namun saat proses pengolahan, metode metode pengolahan data awal yang diterapkan pada data VIIRS lebih baik dibandingkan dengan yang diterapkan pada data MODIS. Oleh karena itu, penggunaan data MODIS saat ini sedikit berkurang yang dikarenakan satu diantaranya karena data selalu tertutup dengan awan.

4.2.3. SSHA SSHA atau anomali tinggi permukaan laut merupakan parameter oseanografi yang dapat digunakan untuk mendeteksi zona potensi penangkapan ikan. Data SSHA diperoleh dari hasil rekaman beberapa atau multi satelit altimetri. Hasil pengolahan data SSHA secara temporal menunjukkan bahwa untuk wilayah kajian Project Area 11 dan 12, pada tahun 2014 sebagai berikut : bulan Januari 2014, anomali tinggi muka laut di laut Jawa bagian utara lebih tinggi (anomali +), sedangkan di bagian selatan lebih rendah (anomali -). Untuk bulan Februari-Maret, anomali tinggi muka laut (SSHA) di bagian timur lebih tinggi (+) dan di bagian barat lebih rendah (-). Pada bulan Maret anomali masih tetap lebih tinggi di bagian timur tetapi sudah mengalami penurunan dibanding anomali bulan Februari. Bulan April anomali tinggi muka laut hampir sama di bagian barat dan timur lokasi kajian. Untuk bulan Mei-Juni-Juli-Agustus, anomali tinggi muka laut di bagian selatan Laut Jawa lebih tinggi dibandingkan bagian utara (ke arah utara semakin rendah). Untuk bulan September-OktoberNovember anomali tinggi muka laut di bagian barat lebih tinggi dibandingkan dengan bagian timur Laut Jawa. Untuk mendeteksi zona potensi penangkapan ikan dari SSHA digunakan metode McGillicuddy yang mengatakan bahwa zona pertemuan antara anomali positif dengan anomali negatif merupakan zona potensi penangkapan ikan

Laporan Akhir Pengembangan Model Pemanfaatan Data Satelit NPP dan Altimetri untuk Penentuan Zona Potensi Penangkapan Ikan, Tahun Anggaran 2014

54

dengan interval anomali antara -5 cm s/d. 5 cm. Berikut ini merupakan contoh hasil deteksi zona potensi penangkapan ikan di project area 11 dan 12.

Gambar 4.10. Deteksi ZPPI dari data SSHA Gambar 4.10. menunjukkan hasil deteksi zona potensi penangkapan ikan dari data SSHA tgl 29 Agustus s/d 4 September 2014, pada zona yang memiliki nilai SSHA dari -5 sampai 5 cm. Berdasarkan pengolahan data SSHA dari satelit

Laporan Akhir Pengembangan Model Pemanfaatan Data Satelit NPP dan Altimetri untuk Penentuan Zona Potensi Penangkapan Ikan, Tahun Anggaran 2014

55

altimetri untuk tahun 2014, zona potensi penangkapan ikan di laut laut Jawa (project area 11 dan 12) memiliki cakupan yang berbeda dari waktu ke waktu. Untuk mengoptimalkan deteksi dan penentuan zona potensi penangkapan ikan dari satelit altimetri, sebaiknya melibatkan beberapa parameter. Parameter yang dilibatkan antara lain : SSHA dan arus geostropik permukaan laut. Dengan parameter arus geostropik dapat dideteksi fenomena arus eddy dan dampak turunan dari arus tersebut yaitu terjadinya upwelling dan downwelling.

4.3. Penentuan Informasi ZPPI dari SPL Suhu permukaan laut hasil ekstraksi data MODIS dan VIIRS dilakukan filter suhu untuk menghilangkan suhu yang masih terkontaminasi oleh nilai awan dan noise yang diakibatkan oleh kesalahan sensor. Suhu yang dugunakan antara 19° - 32° C yang selanjutnya dari suhu tersebut dilakukan pengolahan deteksi termal front. Informasi ZPPI diperoleh dari hasil deteksi termal front SPL MODIS dan VIIRS, menggunakan metode SIED. Hasil identifikasi fronts harus dikonversi kedalam format titik koordinat untuk memudahkan user dalam menggunakan informasi ZPPI yang baru. Proses konversi ini yaitu merubah format fronts hasil deteksi berupa raster, dirubah menjadi vektor dan membagi fronts terdeteksi menjadi beberapa bagian. Diagram alir proses pengolahan dalam penentuan titik ikan dari data fronts ditampilkan pada Gambar 4.11. Proses selanjutnya setelah fronts dikonversi menjadi format vektor yaitu simplify atau menghilangkan atau mengeliminasi ukuran fronts yang memiliki ukuan tertentu. Dalam pengolahan ini menggunakan kondisi ukuran kurang dari 3 nautical miles. Fronts, dalam hal ini benrbentuk polygon, kurang dari 3 NM akan dihilangkan. Setelah itu polygon melalui proses smoothing. Tahap selanjutnya yaitu mengintersect atau mengiriskan dengan vektor grid ukuran 10 mil. Polygon atau fronts yang sudah dalam ukuran kecil dihitung lokasi titik tengah dari setiap polygon. Titik ini yang nantinya akan mewakili setiap polygon menjadi titik koordinat. Gambar 4.12 di bawah ini menampilkan contoh tahapan proses pengolahan fronts menjadi titik koordinat.

Laporan Akhir Pengembangan Model Pemanfaatan Data Satelit NPP dan Altimetri untuk Penentuan Zona Potensi Penangkapan Ikan, Tahun Anggaran 2014

56

Gambar 4.11. Proses Pengolahan Penentuan Titik Ikan dari Data Fronts

Gambar 4.12. Deteksi fronts dari citra SPL

Laporan Akhir Pengembangan Model Pemanfaatan Data Satelit NPP dan Altimetri untuk Penentuan Zona Potensi Penangkapan Ikan, Tahun Anggaran 2014

57

Gambar 4.13. Konversi front raster menjadi front vektor

Gambar 4.14. Proses Simplify atau Mengeliminasi Poligon Kecil

Gambar 4.15. Proses Smoothing Polygon

Laporan Akhir Pengembangan Model Pemanfaatan Data Satelit NPP dan Altimetri untuk Penentuan Zona Potensi Penangkapan Ikan, Tahun Anggaran 2014

58

Gambar 4.16. Proses Intersect (Irisan) dengan Grid 10NM

Gambar 4.17. Proses Penentuan Titik Tengah untuk Setiap Polygon

Laporan Akhir Pengembangan Model Pemanfaatan Data Satelit NPP dan Altimetri untuk Penentuan Zona Potensi Penangkapan Ikan, Tahun Anggaran 2014

59

Hasil akhir format informasi spasial ZPPI dapat dilihat pada Gambar 4.18 sampai Gambar 4.23.

Gambar 4.18. Informasi ZPPI dari Program ZAP Tanggal 13 Oktober 2014 untuk PA 12 dari Satelit Terra MODIS Pukul 13.27 WIB

Laporan Akhir Pengembangan Model Pemanfaatan Data Satelit NPP dan Altimetri untuk Penentuan Zona Potensi Penangkapan Ikan, Tahun Anggaran 2014

60

Gambar 4.19. Informasi ZPPI dari program ZAP tanggal 11 September 2014 untuk PA 11 dari satelit Terra MODIS pukul 13.27 WIB

Laporan Akhir Pengembangan Model Pemanfaatan Data Satelit NPP dan Altimetri untuk Penentuan Zona Potensi Penangkapan Ikan, Tahun Anggaran 2014

61

Gambar 4.20. Informasi ZPPI dari program ZAP tanggal 17 September 2014 untuk PA 11 dari satelit Aqua MODIS pukul 14.30 WIB (Quality-1: 21-29°C)

Laporan Akhir Pengembangan Model Pemanfaatan Data Satelit NPP dan Altimetri untuk Penentuan Zona Potensi Penangkapan Ikan, Tahun Anggaran 2014

62

Gambar 4.21. Informasi ZPPI dari program ZAP tanggal 17 September 2014 untuk PA 11 dari satelit Aqua MODIS pukul 14.30 WIB (Quality-3: 29-33°C)

Laporan Akhir Pengembangan Model Pemanfaatan Data Satelit NPP dan Altimetri untuk Penentuan Zona Potensi Penangkapan Ikan, Tahun Anggaran 2014

63

Gambar 4.22. Informasi ZPPI dari program ZAP tanggal 17 September 2014 untuk PA 12 dari satelit Aqua MODIS pukul 14.30 WIB (Quality-0: 15-33°C)

Laporan Akhir Pengembangan Model Pemanfaatan Data Satelit NPP dan Altimetri untuk Penentuan Zona Potensi Penangkapan Ikan, Tahun Anggaran 2014

64

Gambar 4.23. Informasi ZPPI dari program ZAP tanggal 17 September 2014 untuk PA 12 dari satelit Aqua MODIS pukul 14.30 WIB (Quality-1: 21-29°C) 4.4. Hasil Validasi dan Diseminasi Informasi ZPPI Uji validasi informasi ZPPI dilakukan terhadap informasi ZPPI yang dihasilkan dari deteksi front termal menggunakan metode SIED (CayulaCornillion, 1992) dari parameter Suhu Permukaan Laut (SPL) citra satelit Aqua

Laporan Akhir Pengembangan Model Pemanfaatan Data Satelit NPP dan Altimetri untuk Penentuan Zona Potensi Penangkapan Ikan, Tahun Anggaran 2014

65

MODIS yang bersesuaian waktu dengan masa operasi penangkapan ikan dan data hasil tangkapannya. Periode data dan informasi daerah operasi dan posisi penangkapan ikan yang digunakan dalam analisis adalah tanggal

26 - 29

Agustus 2014, sedangkan data posisi ZPPI yang digunakan adalah tanggal 22-31 Agustus 2014. Berdasarkan

informasi

daerah

operasi

penangkapan

ikan

nelayan

Indramayu selama pemantauan terdapat tiga wilayah (Gambar 4.24) yaitu: daerah penangkapan dengan warna merah merupakan lokasi dengan hasil tangkapan ikan cukup banyak; area berwarna hijau merupakan daerah potensi penangkapan ikan Tongkol dan Tenggiri; sedangkan area berwarna cyan tidak diperoleh hasil tangkapan ikan selama periode pemantauan. Posisi penangkapan ikan yang diinformasikan oleh nahkoda kapal terkonsentrasi di perairan baratlaut lepas Pantai Kepulauan Kangean (26-27 Agustus 2014) dan perairan lepas pantai pesisir Kalimantan Utara (28-29 Agustus 2014). Posisi penangkapan ikan nelayan Indramayu berdasarkan waktu pemantauan disajikan pada Gambar 4.25.

Gambar 4.24. Daerah Operasi Penangkapan Ikan Nelayan Indramayu di Laut Jawa (WPP 712) selama pemantauan pemanfaatan informasi ZPPI melalui radio komunikasi milik H. Cartisa tanggal 26-29 Agustus 2014

Laporan Akhir Pengembangan Model Pemanfaatan Data Satelit NPP dan Altimetri untuk Penentuan Zona Potensi Penangkapan Ikan, Tahun Anggaran 2014

66

Gambar 4.25. Posisi lokasi dan waktu penangkapan ikan nelayan Indramayu (kapal penangkap ikan milik H. Cartisa) selama 26-29 Agustus 2014.

Berdasarkan plotting daerah dan posisi operasi penangkapan ikan (Gambar 4.26.) selama kurun waktu 26 – 29 Agustus 2014 terlihat bahwa hasil tangkapan ikan terbanyak terdapat di perairan baratlaut Kep. Karimunjawa (Area berwarna Merah dan Hijau) dengan batas koordinat 109° - 111° BT dan 4° 30’ - 5° 30’ LS. Titik ikan berwarna Hitam menunjukkan pada lokasi tersebut tidak diperoleh tangkapan ikan, titik ikan berwarna Biru menunjukkan hasil tangkapan berkisar antara 100 – 500 kg/hari, titik ikan berwarna Ungu menunjukkan hasil tangkapan berkisar antara 500 – 2000 kg/hari, sedangkan titik ikan berwarna Merah menunjukkan hasil tangkapan yang cukup besar yaitu lebih dari 2000 kg/hari. Apabila dibandingkan dengan posisi tangkapan pada tanggal 25 – 26 Juli 2013 disekitar lokasi yang sama menunjukkan perolehan hasil tangkapan ikan yang cukup besar yaitu 1000 – 1500 kg/hari (posisi ikan berwarna hijau). Hasil tangkapan pada daerah operasi penangkapan di pesisir Kalimantan Timur menunjukkan hasil yang kontradiktif dimana pada lokasi dan waktu yang berdekatan tidak diperoleh hasil tangkapan dan hasil tangkapan yang cukup besar yaitu pada tanggal 26 Agustus 2014 dan 28-29 Agustus 2014 (Gambar 4.26.). Berdasarkan informasi dari nelayan melalui radio kuminikasi dalam kurun waktu tersebut, sebagian besar operasi tangkapan di area tersebut tidak diperoleh hasil yang cukup baik, hal ini diduga dipengaruhi perubahan kondisi oseanografi yang cukup dinamis di wilayah pesisir. Keberadaan ikan pada posisi penangkapan ikan di beberapa lokasi menunjukkan kelimpahan yang berlangsung selama 2 – 4 hari (Gambar 4.27). Kondisi ini

Laporan Akhir Pengembangan Model Pemanfaatan Data Satelit NPP dan Altimetri untuk Penentuan Zona Potensi Penangkapan Ikan, Tahun Anggaran 2014

67

terjadi di lepas pantai perairan baratlaut

dan utara Kepulauan Kangean. Lokasi tersebut

mengindikasikan bahwa cukup baik dan berpotensi besar sebagai daearah pennagkapan ikan.

Gambar 4.26. Daerah dan posisi Operasi Penangkapan Ikan Nelayan Indramayu selama pemantauan pemanfaatan informasi ZPPI tanggal 26-29 Agustus 2014.

Gambar 4.27. Pengelompokan Lokasi berdasarkan keberadaan ikan (kapal penangkap ikan milik H. Cartisa) selama operasi penangkapan tanggal 26 – 29 Agustus 2014. Pada lokasi merah dan kuning menunjukkan hasil tangkapan ikan yang cukup banyak selama 4 dan 2 hari berturut-turut.

Laporan Akhir Pengembangan Model Pemanfaatan Data Satelit NPP dan Altimetri untuk Penentuan Zona Potensi Penangkapan Ikan, Tahun Anggaran 2014

68

Berdasarkan hasil deteksi front dari data SPL Aqua MODIS tanggal 22-31 Agustus 2014 hanya diperoleh 4 informasi ZPPI yaitu tanggal 22, 25, 27 dan 28 Agustus 2014 yang bersesuaian dengan lokasi dan masa operasi penangkapan ikan (Gambar 4.28), hal ini dipengaruhi kondisi tutupan awan cukup luas dan ketiadaan data pada lokasi kajian (23, 24, 26, 29, 30 dan 31 Agustus 2014). Hasil analisis menunjukkan bahwa informasi ZPPI tanggal 27 dan 28 Agustus 2014 yang memiliki kesesuaian lokasi dengan lokasi tangkapan ikan nelayan Indramayu dari tanggal 26-29 Agustus 2014. Untuk itu dilakukan analisis lebih lanjut terhadap kedua informasi ZPPI tersebut untuk mengetahui ketepatan dan validitas informasi ZPPI.

a.

c.

b.

d.

Gambar 4.28. Analisis Informasi ZPPI dengan data hasil tangkapan ikan berdasarkan SPL satelit Aqua-MODIS: a. tanggal 22 Agustus 2014, b. 25 Agustus 2014, c. 27 Agustus 2014 dan d. perbesaran pada lokasi titik tangkapan dan posisi front dan ZPPI dari SPl Aqua-MODIS.

Gambar 4.28a dan 4.28b menunjukkan keberadaan front termal dan posisi ZPPI tanggal 22 dan 25 Agustus 2014 yang berada jauh dari posisi penangkapan nelayan Indramayu. Hal ini disebabkan tidak ditemukannya front termal di Laporan Akhir Pengembangan Model Pemanfaatan Data Satelit NPP dan Altimetri untuk Penentuan Zona Potensi Penangkapan Ikan, Tahun Anggaran 2014

69

posisi analisis akibat keberadaan awan di lokasi tersebut. Gambar 4.28c dan 4.28d menggambarkan lokasi front termal yang terdapat di sekitar posisi tangkapan ikan nelayan. Gambar 4.29 merupakan perbesaran Gambar 4.28d yang menjelaskan analisis ketepatan informasi ZPPI dari Aqua-MODIS 27 dan 28 Agustus 2014 dengan data hasil tangkapan ikan nelayan Indramayu. Ketepatan posisi front dan posisi ZPPI diukur dari kedekatan posisi PPI dalam radius 10, 20, 30 dan 60 mil laut sebagai

batasan analisis spasial. Hasil

perhitungan ketepatan dan validitas informasi ZPPI disajikan pada Tabel 4.3.

a.

Laporan Akhir Pengembangan Model Pemanfaatan Data Satelit NPP dan Altimetri untuk Penentuan Zona Potensi Penangkapan Ikan, Tahun Anggaran 2014

70

b. Gambar 4.28. Analisis ketepatan informasi ZPPI Aqua-MODIS 27 (a) dan 28 Agustus 2014 (b) dengan data hasil tangkapan ikan nelayan Indramayu. (Poligon berwarna merah merupakan front termal yang terdeteksi dari SPL dari Aqua-MODIS 27 Agustus 2014. Titik hitam berbentuk ikan merupakan posisi ZPPI dari deteksi SIED, lingkaran Merah, Kuning, Hijau dan Biru merupakan batasan analisis spasial dengan jarak radius 10, 20, 30 dan 60 mil laut. Titik kotak berwarna Merah dan Kuning merupakan pengelompokan lokasi berdasarkan keberadaan ikan dan hasil tangkapan ikan yang cukup banyak selama 4 dan 2 hari berturut-turut). Prosentase ketepatan posisi ZPPI dihitung berdasarkan jumlah titik dalam 4 kelompok kriteria hasil tangkapan ikan (Sangat Tinggi, Tinggi, Sedang dan Rendah) dibagi seluruh jumlah titik posisi ZPPI yang terdapat di dalam batasan analisis spasial.

Tabel 3. Perhitungan Prosentase Ketepatan Titik Informasi ZPPI dengan Lokasi Tangkapan Ikan

Tanggal Info. ZPPI

Tanggal Ops. Penangkapan

27/08/2013

27/08/2013

Hasil Tangkapan (kg/hari) di sekitar Titik ZPPI & Kategori Hasil Tangkapan (Sangat Tinggi, Tinggi, Sedang s.d. Rendah)

5500

Sangat Tinggi

900

Tinggi

300

Sedang

> 2000 kg 500 2000 kg 100 500 kg

Jumlah Titik ZPPI

Radius Titik ZPPI (km) atau (nm) 10

20

30

50

80

110

5.4

10.8

16.2

27

43.2

59.4

20

30

AquaModis

10 5

Jumlah Titik ZPPI per Hari

% Titik ZPPI thd Tangkapan per hari

60

3



Laporan Akhir Pengembangan Model Pemanfaatan Data Satelit NPP dan Altimetri untuk Penentuan Zona Potensi Penangkapan Ikan, Tahun Anggaran 2014

61.5 13

71

0

Rendah Sangat Tinggi

2000 28/08/2013

Tinggi

27/08/2013 Sedang Rendah

0100 kg > 2000 kg 500 2000 kg 100 500 kg 0100 kg

5

38.5 0.00

4

4



100 8 0 0

Tabel 3 menunjukkan jumlah titik posisi ZPPI untuk tanggal 27 dan 28 Agustus 2014 yang berada dalam radius batasan spasial dan 4 kelompok kriteria hasil tangkapan ikan. Radius batasan dinyatakan dalam kilometer (km) dan nautical mile (nm) (lihat kolom Radius Titik ZPPI [km] atau [nm]). Prosentase ketepatan posisi ZPPI dihitung berdasarkan jumlah titik dalam 4 kelompok kriteria hasil tangkapan ikan (Sangat Tinggi, Tinggi, Sedang dan Rendah) dibagi seluruh jumlah titik posisi ZPPI yang terdapat di dalam batasan analisis spasial yang telah ditentukan (10, 20, 30 dan 60 mil laut). Selain prosentase ketepatan posisi ZPPI, validasi informasi ZPPI juga dianalisis kesesuaian waktu informasi ZPPI dengan keberadaan ikan saat operasi penangkapan. Berdasarkan hasil analisis ketepatan informasi ZPPI terlihat bahwa informasi ZPPI pada waktu yang sama dengan masa operasi penangkapan posisi titik dengan hasil tangkap sangat tinggi sekitar 61 % dimana sebagian besar berada dalam radius pertama (10nm) dan radius kedua (20 nm) dari posisi kapal penangkap ikan dan hanya 38,5% berada dalam radius keempat/terjauh (60 nm) dengan hasil tangkapan rendah. Pengukuran ketepatan informasi ZPPI untuk tanggal 28 Agustus 2014 menunjukkan kondisi yang hampir sama dengan pada hari sebelumnya, dimana titik ZPPI 100% berada pada radius pertama & kedua dengan komposisi jumlah titik yang sama dalam kedua radius tersebut, namun dengan hasil tangkapan yang berkurang dari hari sebelumnya (27 Agustus 2014) yaitu tinggi.

Laporan Akhir Pengembangan Model Pemanfaatan Data Satelit NPP dan Altimetri untuk Penentuan Zona Potensi Penangkapan Ikan, Tahun Anggaran 2014

72

Berdasarkan rata-rata kedua nilai prosentase tersebut dapat dinyatakan bahwa informasi ZPPI dari SPL Aqua MODIS memiliki ketepatan sekitar 80.5% dengan hasil tangkapan antara 500 sampai 2.000 kg per hari. Hasil ini menunjukkan bahwa informasi ZPPI pada hari yang sama dengan masa operasi, memberikan hasil yang sangat tinggi dibandingkan dengan informasi ZPPI yang berbeda sehari dengan masa operasi penangkapan (mengalami keterlambatan satu hari) yang memberikan hasil tangkapan lebih rendah (kriteria tinggi). Untuk itu dapat disimpulkan bahwa dalam kurun waktu dua hari informasi ZPPI masih dapat digunakan dengan hasil tangkapan 500 sampai 2.000 kg per hari dan akurasi spasial antara 10-20 mil laut (10-30 km). Radius tersebut masih dapat dijangkau oleh nelayan Indramayu yang menggunakan kapal 25-30 GT dalam 1 hari. Model operasi penangkapan yang diterapkan dapat menggunakan satu atau dua jaring sekaligus (panjang jaring setiap kapal + 10 km).

4.5. Otomatisasi Produksi Informasi ZPPI Tahap pertama dalam pembuatan otomatisasi yaitu pembuatan diagram alir proses yang akan dilakukan dalam otomatisasi berdasarkan software yang akan digunakan. System pengolahan ZPPI otomatisasi menggunakan tiga software utama, yaitu Visual basic 6, IDL, dan Python. Setiap software berperan sesuai dengan kebutuhannya masing masing. Visual basic 6 digunakan untuk membuat program utama yang mengatur jalannya pengolahan secara otomatis dalam hal ini sebagai kontrol utama (main control). Kontrol utama akan melakukan beberapa rutinitas pada saat yang bersamaan, di antaranya rutinitas untuk pengolahan data hari H dan rutinitas untuk pengolahan ulang. Selain itu, control utama melakukan pengaturan dalam melakukan pengolahan untuk menjaga performa pengolahan tetap stabil dan tidak banyak menggunakan sumber daya workstation yang digunakan. IDL dalam proses otomatisasi digunakan untuk melakukan pengolahan data tahap awal, memanggil proses koreksi geometri, persiapan data untuk tahap selanjutnya dan kompresi data. Program IDL akan dipanggil atau dijalankan oleh program utama.

Laporan Akhir Pengembangan Model Pemanfaatan Data Satelit NPP dan Altimetri untuk Penentuan Zona Potensi Penangkapan Ikan, Tahun Anggaran 2014

73

Python digunakan dalam pengolahan deteksi front, pengolahan vector, penentuan titik koordiant ikan, pembuatan layout, dan konversi format data menjadi KMZ, JPG dan PDF. Pada tahap inilah proses pengolahan akan memakan banyak waktu. Dan lamanya proses pengolahan akan bersesuaian dengan kemampuan PC yang digunakan. Berikut (Gambar 4.29) diagram alir pengolahan ZPPI otomatis secara keseluruhan.

Gambar 4.29. Diagram Alir Pengolahan ZPPI Otomatis Software Otomatis Produksi Informasi ZPPI ZPPI Auto Processing (ZAP) merupakan piranti lunak otomatis pengolah data produksi informasi Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI). Piranti lunak ini dibangun dengan menerapkan metode Single Image Edge Detection (SIED) dan menggunakan piranti lunak pengolahan citra dijital seperti IDL-ENVI dan Python-ArcGIS. Selain itu kontrol utama dibangun menggunakan Visual Basic 6. Dokumen teknis ini terdiri dari dua bagian, yaitu instalasi dan implementasi. Penjelasan lengkap akan dijelaskan di bab selanjutnya.

Laporan Akhir Pengembangan Model Pemanfaatan Data Satelit NPP dan Altimetri untuk Penentuan Zona Potensi Penangkapan Ikan, Tahun Anggaran 2014

74

Instalasi Tahap pertama dalam menggunakan sistem otomatis pengolahan produksi informasi, yaitu dengan melakukan instalasi piranti lunak pada PC yang akan dijadikan sebagai mesin pengolah data. Sumber untuk melakukan instalasi ditampilkan seperti Gambar 30 di bawah ini.

Gambar 4.30. Sumber Instalasi software otomatisasi pengolahan data Folder instalasi akan terdiri dari file utama, ZPPIAutoProcess.exe, dan file

pendukung

yang

diantaranya

config.dat,

modis_processing.sav,

viirs_processing.sav, SIED_arcpy.py dan Layout_arcpy.py. selain file yang telah disebutkan, terdapat juga folder basemap untuk proses layout informasi Suhu Permukaan Laut (SPL) dan layout peta informasi ZPPI. Tahap selanjutnya yaitu melakukan konfigurasi pada file config.dat (gambar 2) untuk menentukan lokasi sumber data dan pengaturan lainnya. Berikut penjelasan untuk setiap baris konfigurasi. • Baris ke 2, Output_Directory, berisi lokasi folder untuk menyimpan hasil pengolahan. Output pengolahan akan memiliki struktur folder per sensor per tahun,

Laporan Akhir Pengembangan Model Pemanfaatan Data Satelit NPP dan Altimetri untuk Penentuan Zona Potensi Penangkapan Ikan, Tahun Anggaran 2014

75

• Baris ke 3, IDL_BinPath, lokasi file idl.exe hasil instalasi piranti lunak pengolahan data IDL dan ENVI, • Baris ke 4, MRTSwath_InstallPath, lokasi folder instalasi MRTSwath yang akan digunakan untuk koreksi geometri, • Baris ke 5, Python27_ArcGIS10.x_InstallPath, lokasi file python.exe yang terintegrasi dengan piranti lunak pengolahan data ArcGIS, • Baris ke 6, ArcGIS_Basemap_Folder, lokasi folder ArcGIS yang terdapat pada sumber instalasi dan merupakan basemap untuk melakukan layout, • Baris ke 7, Fronts_Treshold, parameter nilai threshold untuk mendeteksi front saat melakukan proses deteksi front menggunakan metode SIED, • Baris ke 9, Maximum_Processing, konfigurasi untuk mengatur jumlah pengolahan dalam satu waktu, hal ini untuk mengatur resourcemesin yang digunakan, • Baris ke 10, Temp_Copy_Folder, lokasi folder untuk menyimpan file input sementara hasil copy atau download dari sumber data untuk selanjutnya dilakukan pengolahan, • Baris ke 11, DataSource_IPAdress, alamat ip sumber data jika data yang digunakan secara online atau melalui jaringan internet/intranet, • Baris ke 12, AQUA_MODIS, lokasi map drive (secara online) atau lokasi folder (secara offline) sumber data satelit Aqua MODIS yang akan digunakan sebagai input data, • Baris ke 13, TERRA_MODIS lokasi map drive (secara online) atau lokasi folder (secara offline) sumber data satelit Terra MODIS yang akan digunakan sebagai input data, • Baris ke 14, SNPP_VIIRS, lokasi map drive (secara online) atau lokasi folder (secara offline) sumber data satelit Suomi NPP VIIRS yang akan digunakan sebagai input data, • Baris ke 16, nama driver yang akan digunakan untuk melakukan koneksi database menggunakan MySQL, • Baris ke 17, nama server atau ip address untuk melakukan koneksi database menggunakan MySQL,

Laporan Akhir Pengembangan Model Pemanfaatan Data Satelit NPP dan Altimetri untuk Penentuan Zona Potensi Penangkapan Ikan, Tahun Anggaran 2014

76

• Baris ke 18, nama user yang digunakan untuk melakukan koneksi database, • Baris ke 19, password yang digunakan untuk melakukan koneksi database, • Baris ke 20, nomor port yang digunakan untuk melakukan koneksi database, • Baris ke 21, nama database yang digunakan untuk menyimpan informasi dan data pengolahan. Dalam menentukan lokasi sumber data Terra, Aqua dan Suomi NPP format yang digunakan sesuai dengan struktur folder tempat menyimpan sumber data tersebut. Sebagai contoh konfigurasi untutk sumber data AQUA_MODIS = T:\{YYYY}_{MM}_{DD}_{JDAY}, piranti lunak akan mencari data Aqua pada drive “T” yang memiliki struktur folder {YYYY} variabel untuk tahun, {MM} variable untuk nomor bulan, {DD} variable untuk tanggal dan {JDAY} variable untuk tanggalan dalam format Julian day.

Gambar 4.31. Pengaturan Konfigurasi untuk Sumber Data Online

Laporan Akhir Pengembangan Model Pemanfaatan Data Satelit NPP dan Altimetri untuk Penentuan Zona Potensi Penangkapan Ikan, Tahun Anggaran 2014

77

Contoh lain dalam menentukan sumber data yaitu konfigurasi sumber data secara offline, atau sumber data yang berasal tidak melalui jaringan internet/intranet. Lokasi sumber data merupakan lokasi sebuah folder lokal bukan berupa map drive. Gambar 4.32 menampilkan konfigurasi sumber data disimpan pada folder lokal.

Gambar 4.32. Pengaturan konfigurasi untuk sumber data offline

Implementasi Tahap implemetasi merupakan tahap akhir dalam menjalankan piranti lunak sistem otomatisasi pengolahan data produksi informasi ZPPI. Untuk menjalankan aplikasi, jalankan file ZPPIAutoProcess.exe kemudian akan muncul tampilan pertama berupa cek konfigurasi. Setiap konfigurasi akan memiliki tanda centang (

) jika sumber konfigurasi benar atau tidak mengalami

kesalahan. Jika sumber konfigurasi salah atau terdapat kesalahan, maka akan diberikan tanda silang (

) seperti ditampilkan pada Gambar 4.33.

Gambar 4.33. Tampilan Cek Konfigurasi

Laporan Akhir Pengembangan Model Pemanfaatan Data Satelit NPP dan Altimetri untuk Penentuan Zona Potensi Penangkapan Ikan, Tahun Anggaran 2014

78

Seperti ditampilkan pada Gambar 4.33, contoh tampilan saat pertama kali menjalankan piranti lunak otomatisasi, terdapat tanda silang pada parameter Data source IP address. Hal ini menandakan bahwa piranti lunak tidak bisa terhubung dengan sumber data. Setelah cek konfigurasi selesai, maka tampilan utama akan dimunculkan (Gambar 4.34). Sebelum memulai pengolahan harus ditentukan koneksi dengan sumber data jika akan dilakukan secara online. Jika masih terdapat kesalahan seperti

ditampilkan

pada

Gambar

4.33,

konfigurasi

pada

baris

11,

DataSource_IPAdress, harus dirubah ke dalam ip addres sumber data yang benar atau aktif. Tampilan utama terdiri dari enam bagian yang diantaranya: 1. Ceklist untuk menentukan sumber data secara online atau offline. Jika sumber data melalui jaringan internet/intranet dan ip address pada file konfigurasi telah diisi, klik satu kali untuk mengaktifkan mode pengolahan secara online, 2. Tombol untuk memulai atau menghentikan pengolahan, 3. Status pengolahan yang menginformasikan koneksi dengan database, koneksi dengan sumber data, koneksi dengan sms gateway, dan status efisiensi resource yang digunakan. Pada status "Processing", gambar akan berputar lambat jika resource yang digunakan terlalu besar, 4. Tabel untuk menampilkan file yang akan diproses. Tabel tunggu pengolahan merupakan tahap awal dari pengolahan data. Pada tabel berikut, data akan dilakukan cek informasi file seperti ukuran file dan file pendukung. Proses ini dilakukan untuk mengetahui apakah file yang akan di proses memenuhi persyaratan untuk masuk ke tahap selanjutnya, yaitu download/copy data. Jika file telah siap untuk masuk ke tahap selanjutnya, status file akan di pindahkan ke tabel pengolahan. 5. Tabel pengolahan menampilkan status file dalam tahap copy data dan pengolahan utama. Tahap pengolahan utama terdiri dari koreksi geometri, koreksi bowtie, deteksi fronts, pembuatan layout, konversi format data dan pembuatan KMZ.

Laporan Akhir Pengembangan Model Pemanfaatan Data Satelit NPP dan Altimetri untuk Penentuan Zona Potensi Penangkapan Ikan, Tahun Anggaran 2014

79

6. Tabel status menampilkan semua informasi mengenai pengolahan yang terjadi, baik itu terjadi kesalahan saat pengolahan ataupun kesalahan yang diakibatkan oleh piranti lunak otomatisasi.

5

4

1 2 3

6 Gambar 4,34. Tampilan Utama Piranti Lunak Program Otomatisasi

Untuk realtime pengolahan, piranti lunak otomatis dalam rentang waktu lima detik akan selalu melakukan cek ketersediaan data dengan tanggal observasi terakhir di sumber data. Jika belum ditemukan, akan ditampilkan informasi pada tabe status bahwa "data hari ini belum tersedia" seperti ditampilkan pada Gambar 4.35.

Laporan Akhir Pengembangan Model Pemanfaatan Data Satelit NPP dan Altimetri untuk Penentuan Zona Potensi Penangkapan Ikan, Tahun Anggaran 2014

80

Gambar 4.35. Proses Pengolahan Piranti Lunak Program Otomatisasi

Untuk melakukan pengolahan data ulang, input data dilakukan secara online. Pada halaman "reprocess dates" user bisa mimilih pengolahan berdasarkan sensor dan berdasarakan tanggal data seperti ditampilkan pada Gambar 4.36. Saat ini jenis data yang disediakan untuk melakukan pengolahan ulang diantaranya Terra MODIS, Aqua MODIS dan Suomi NPP VIIRS. Setelah memilh jenis data berdasarkan data satelit penginderaan jauh, selanjutnya user memilih tahun dan bulan pengolahan. Untuk memilih tanggal data, user bisa memilih lebih dari satu data dalam satu bulan tersebut.

Laporan Akhir Pengembangan Model Pemanfaatan Data Satelit NPP dan Altimetri untuk Penentuan Zona Potensi Penangkapan Ikan, Tahun Anggaran 2014

81

Gambar 4.36. Input Pengolahan Data Ulang Status pengolahan bisa dipantau secara online untuk memudahkan memonitoring jika terjadi kesalahan saat proses pengolahan dilakukan. Informasi yang ditampilkan pada piranti lunak otomatisasi baik itu tabel status, tabel tunggu pengolahan dan tabel pengolahan akan ditampilkan sama pada versi online (Gambar 4.37).

Gambar 4.37. Memantau status pengolahan secara online

Laporan Akhir Pengembangan Model Pemanfaatan Data Satelit NPP dan Altimetri untuk Penentuan Zona Potensi Penangkapan Ikan, Tahun Anggaran 2014

82

Format Baru Informasi ZPPI Hasil akhir dari otomatisasi produksi informasi zppi salah satunya adalah peta lokasi ikan. Penentuan lokasi ikan dengan menerapkan metode Single Image Edge Detection (SIED) menghasilkan peta lokasi ikan dengan format baru. Proses deteksi front menggunakan metode SIED dibagi menjadi empat buah qualitas informasi lokasi ikan. Penentuan kualitas informasi lokasi ikan berdasarkan pembagian rentang suhu permukaan laut yang digunakan. Pembagian kualitas berdasarkan rentang suhu ditampilkan pada Tabel 4.4. Tabel 4.4. Tampilan Format Peta ZPPI Terbaru Berdasarkan Kualitas Suhu Permukaan Laut

Nama kualitas

Rentang suhu

Q0

15o - 32o C

Q1

28o - 31o C

Q2

15o - 28o C

Q3

31o - 32o C

Gambar 4.38. Peta ZPPI PA 4 kualitas 0

Laporan Akhir Pengembangan Model Pemanfaatan Data Satelit NPP dan Altimetri untuk Penentuan Zona Potensi Penangkapan Ikan, Tahun Anggaran 2014

83

Gambar 4.39. Peta ZPPI PA 4 kualitas 1

Hasil Pengolahan Uji coba pengolahan dilakukan menggunakan komputer pengolah data dengan spesifikasi seperti pada Tabel 4.5. Tabel 4.5. Spesifikasi Komputer Prosesor

Intel Xeon 3.10GHz

Memory (RAM)

7 GB

Hard Disk

1 TB

Sistem Operasi

Windows 7 Home Premium

Laporan Akhir Pengembangan Model Pemanfaatan Data Satelit NPP dan Altimetri untuk Penentuan Zona Potensi Penangkapan Ikan, Tahun Anggaran 2014

84

Data yang dijadikan sample ujicoba pengolahan ditampilkan pada Tabel 4.6. Tabel 4.6. Daftar Sampel Uji Coba Data

Tanggal

Terra MODIS

22 Agustus - 1 September 2014

Aqua MODIS

22 Agustus - 1 September 2014

S-NPP VIIRS

22 Agustus - 1 September 2014

Kualitas suhu permukaan laut dibagi menjadi 4 kualitas suhu, dimana pembagian seperti ditampilkan pada Tabel 4.7. Tabel 4.7. Pembagian Kualitas SPL Kualitas

Suhu

0 (Q0)

15o - 33o C

1 (Q1)

21o - 29o C

2 (Q2)

15o - 21o C

3 (Q3)

29o - 33o C

Tabel 4.8 menampilkan parameter lainnya yang digunakan dalam ujicoba pengolahan piranti lunak otomatis. Tabel 4.8. Parameter Lainnya Parameter

Nilai

Front Treshold

0.3o C

Maximum Pengolahan

4 data/pengolahan

Dari hasil ujicoba pengolahan piranti lunak otomatisasi didapat waktu efisien pengolahan data selama + 8 menit 30 detik. Rincian waktu untuk setiap tahapan ditampilkan pada Tabel 4.9.

Laporan Akhir Pengembangan Model Pemanfaatan Data Satelit NPP dan Altimetri untuk Penentuan Zona Potensi Penangkapan Ikan, Tahun Anggaran 2014

85

Tabel 4.9. Rincian Waktu Untuk Setiap Tahapan No

Tahapan

Waktu

1.

Cek data

+ 00' 30"

2.

Copy Data (Proinfo-SDWPL)

+ 01' 00"

3.

Pengolahan

3.1.

Ekstraksi SPL

+ 00' 05"

3.2.

Koreksi Geometri & Bowtie

+ 00' 20"

3.3.

Pembagian kisaran SPL (Quality:0, 1, 2, 3)

+ 01' 00"

3.4.

Deteksi Front

+ 01' 30"

3.5.

Penentuan Koordinat Titik ZPPI

+ 00' 40"

3.6.

Pembagian Project Area

+ 00' 05"

4.

Pembuatan Layout ZPPI (pdf file)

+ 02' 00"

5.

Pembuatan Layout SPL & Klorofil

+ 01' 00"

6.

Pembuatan file *.kmz (SPL, Klorofil & ZPPI)

+ 00' 10"

7.

Kompresi file archive

+ 00' 10"

TOTAL

+ 08' 30"

Pengolahan menggunakan piranti lunak otomatisasi menghasilkan beberapa jenis output. Hal ini disediakan untuk berbagai kebutuhan, diantaranya diseminiasi informasi ZPPI, SPL dan Klorofil. Selain itu format data GeoTiff yang telah dikompresi menjadi format data ZIP untuk digunakan dalam pengolahan lebih lanjut. Gambar berikut merupakan contoh pengolahan piranti lunak otomatisasi, area dan posisi ZPPI ditampilkan dalam label dengan nomor berurut. Layout informasi ZPPI yang baru dibagi menjadi dua halaman, peta ZPPI dan tabel koordinat ZPPI.

Laporan Akhir Pengembangan Model Pemanfaatan Data Satelit NPP dan Altimetri untuk Penentuan Zona Potensi Penangkapan Ikan, Tahun Anggaran 2014

86

Gambar 4.40. Folder Output Pengolahan Berikut beberapa tampilan hasil dari pengolahan data. Pada Folder output akan terdapat dua folder hasil pengolahan, yaitu zppi_front yang berisi file vector citra front dan kedua folder zppi_layout berisi file pdf informasi zppi berdasarkan project area.

Gambar 4.41. Folder Output Pengolahan

Laporan Akhir Pengembangan Model Pemanfaatan Data Satelit NPP dan Altimetri untuk Penentuan Zona Potensi Penangkapan Ikan, Tahun Anggaran 2014

87

Gambar 4.42. Folder ZPPI_Front Berisi Vector Citra Front Berdasarkan Pembagian Kualitas Suhu

Gambar 4.43. Folder ZPPI_layout Berisi File pdg Informasi ZPPI Berdasarkan Project Area

Laporan Akhir Pengembangan Model Pemanfaatan Data Satelit NPP dan Altimetri untuk Penentuan Zona Potensi Penangkapan Ikan, Tahun Anggaran 2014

88

Gambar 4.44. Peta Informasi ZPPI dalam Format pdf (halaman 1)

Gambar 4.45. Tabel Titik Koordinat Peta Informasi ZPPI dalam Format pdf (halaman 2)

Laporan Akhir Pengembangan Model Pemanfaatan Data Satelit NPP dan Altimetri untuk Penentuan Zona Potensi Penangkapan Ikan, Tahun Anggaran 2014

89

Gambar 4.46. Citra SPL format kmz Ditampilkan dalam Google Earth

Gambar 4.47. Citra SPL Format jpg

Laporan Akhir Pengembangan Model Pemanfaatan Data Satelit NPP dan Altimetri untuk Penentuan Zona Potensi Penangkapan Ikan, Tahun Anggaran 2014

90

Gambar 4.48. Informasi Front ZPPI Format kmz Ditampilkan dalam Google Earth (zoom in)

Gambar 4.49. Informasi Front dan Titik Koordinat ZPPI Format kmz Ditampilkan dalam Google Earth (zoom in) 4.6. Pengumpulan Data Hasil Tangkapan Ikan Data hasil tangkapan ikan merupakan salah satu feed back dalam riset dan pengembangan informasi spasial ZPPI. Data yang dapat dikumpulkan pada saat pelaksanaan survei lapangan di Kabupaten Indramayu adalah data hasil tangkapan ikan dari KUD Mina Sumitra dan KUD Miyasa Mina untuk tahun 2014 sampai Bulan Juli 2014. Data hasil tangkapan ikan dari kedua KUD tersebut dapat dilihat pada Lampiran 4 dan Lampiran 5.

Laporan Akhir Pengembangan Model Pemanfaatan Data Satelit NPP dan Altimetri untuk Penentuan Zona Potensi Penangkapan Ikan, Tahun Anggaran 2014

91

4.7. Karya Tulis Ilmiah a.

Karakteristik Sebaran Anomali Tinggi Muka Laut di Perairan Bagian Selatan dan Utara Pulau Jawa, Oleh: Sartono Marpaung dan Wawan K. Harsanugraha.

b.

Identifikasi

Thermal

Front

dari

Data

Satelit

Terra/Aqua

Modis

Menggunakan Metode Single Image Edge Detection (SIED) (Studi Kasus: Perairan Laut Jawa dan Selat Makassar), Oleh:

Rossi Hamzah, Teguh

Prayogo, dan Wawan K. Harsanugraha.

5. KESIMPULAN Informasi spasial ZPPI berkembang sejalan kemampuan sensor satelit mendeteksi parameter oseanografi sebagai input pembuatan informasi ZPPI. Kegiatan Pengembangan Model Pemanfaatan Data Satelit NPP dan Altimetri untuk Penentuan Zona Potensi Penangkapan Ikan yang dilaksanakan tahun 2014 ini memberikan beberapa kesimpulan sebagai beikut: •

Data Satelit NPP VIIRS dapat digunakan sebagai pengganti data Satelit Tera Aqua Modis dan data satelit altimetri sebagai alternatif.



Model

penentuan

informasi

spasial

ZPPI

secara

otomatis

sudah

dapat

diimplementasikan. •

Validasi menunjukkan bahwa informasi ZPPI hasil otomatisasi sekitar 80%.

DAFTAR PUSTAKA Belkin, I.M. dan P.C. Cornillon. 2004. Surface Thermal Fronts of the Okhotsk Sea. Pacific Oceanography 2: 6-19. Bontempi, P.S. dan J.A. Yoder. 2004. Spatial Variability in SeaWiFS Imagery of the South Atlantic Bight as Evidenced by Gradients (Fronts) in Chlorophyll-a and Water-Leaving Radiance. Deep-Sea Research II 51(2004): 1019-1032. Brown J., A. Colling, D. Park, J. Phillips, D. Rothery & J. Wright. 1989. Waves, Tides, and Shallow Water Processes. Pergamon Press. Oxford: 187 pp

Laporan Akhir Pengembangan Model Pemanfaatan Data Satelit NPP dan Altimetri untuk Penentuan Zona Potensi Penangkapan Ikan, Tahun Anggaran 2014

92

Brown, O.B. dan P.J. Minnett. 1999. MODIS Infrared Sea Surface Temperature Algorithm, Tech. Report ATBD25. University of Miami, Miami, FL 331491098. Carder, K.L., Chen, F.R., Lee, Z., Hawes, S.K., dan Cannizzaro, J.P. 2003. MODIS Carder, K.L., F.R. Chen, Z. Lee, S.K. Hawes, dan J.P. Cannizzaro. 2003. Algorithm Theoretical Basis Document (ATBD) 19: Case 2 Chlorophyl-a. MODIS Ocean Science Team, College of Marine Science University of South Florida. St. Petersburg. Florida 33701. Cayula, J.-F. dan P. Cornillon. 1992. Edge Detection Algorithm for SST Images. Journal of Atmospheric and Oceanic Technology 9: 67-80. Cayula, J.-F. dan P. Cornillon. 1996. Multi-image Edge Detection for SST Images. Journal of Atmospheric and Oceanic Technology 12: 821-829. Domokos, R., M.P. Seki, J.J Polovina and D.R. Hawn. 2007. Oceanographic investigation of the American Samoa albacore (Thunnus alalunga) habitat and longline fishing grounds. J. Fisheries Oceanography. Volume 16, Issue 6, pages 555–572, November 2007. Gaol, J.L. 2003. Kajian Karakteristik Oseanografi Samudera Hindia Bagian Timur Dengan Menggunakan Multi Sensor Citra Satelit Dan Hubungannya Dengan Hasil Tangkapan Ikan Tuna Mata Besar (Thunnus obesus). Disertasi. Tidak Dipublikasikan. Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Ghazali, I. dan Manan, A. 2011. Prakiraan Daerah Penangkapan Ikan Di Selat Bali Berdasarkan Data Citra Satelit, Jurnal Kelautan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga, Surabaya. Gunarso, W. 1985. Tingkah Laku Ikan: Hubungannya dengan Alat, Metode dan Taktik Penangkapan. Jurusan Pemanfaatan Sumber Daya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 149 hal. Harsanugraha, W.K., B. Hasyim, Y. Marinie, A.K.S. Manoppo, P. Astuti, dan T. Godoras. 2011. Laporan Kegiatan Tahun 2012. Pusfatja. LAPAN. Hartuti, M. 2008. Penentuan Suhu Permukaan Laut dari Data NOAA-AVHRR. Bidang Pemantauan Sumber Daya Alam dan Lingkungan. PUSBANGJA LAPAN. Jakarta. Hasyim, B. 2004. Penerapan Informasi Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI) untuk Mendukung Usaha Peningkatan Produksi dan Efesiensi Operasi Penangkapan Ikan. Makalah Pribadi Pengantar Kefalsafahan Sains. Sekolah Pasca Sarjana, IPB. Bogor. Hutabarat, S. dan M. Evans. 1986. Pengantar Oseanografi. UI-Press, Jakarta. Hutagalung, H.P. 1988. Pengaruh Suhu Terhadap Kehidupan Organisme Laut. Pewata Oseana. LON-LIPI Jakarta. Jatilakson, M. 2007. Suhu Laut. http://jlcome.blogspot.com/2007/12/suhulaut.html. Diunduh Tanggal: 7 Maret 2013. Laporan Akhir Pengembangan Model Pemanfaatan Data Satelit NPP dan Altimetri untuk Penentuan Zona Potensi Penangkapan Ikan, Tahun Anggaran 2014

93

Mann, K.H. dan J.R.N. Lazier. 1991. Dynamic of Marine Ecosystem, BiologicalPhysical Interaction in the Ocean. Boston. McMillin, L.M. dan D.S. Crosby. 1984. Theory and Validation of the Multiple Window Sea Surface Temperature Technique. J. Geophysical Resources. 89(C), 3665–3601. Meadows, P.S. dan J.I. Campbell. 1993. An Introduction to Marine Science. 2nd Edition, Halsted Press, USA. NASA-a, 2011. NPP NPOESS Preparatory Project: Building a Bridge to a New Era of Earth Observations. NPP Brochure. NP-2011-8-234-GSFC dimuat dalam website dengan alamat URL: http://www.nasa.gov/NPP atau http://npp.gsfc.nasa.gov/ NASA-b, 2011. NPP Press Kit: NPOESS Preparatory Project. NPP Press Realease, NP-2011-09-248-GSFC, 12 October 2011, dimuat dalam website dengan alamat URL: http://www.nasa.gov/npp atau http://npp.gsfc.nasa.gov/ NASA-GFSC, 2014. Polar Orbiting System: Data System, Artikel dalam website resmi National Aeronautics and Space Administration - Goddard Space Flight Center (NASA-GSFC), dimuat dalam website dengan alamat URL: http://npp.gsfc.nasa.gov/datasystems.html diperbarui terakhir pada 4 Desember 2014. Nontji, A. 1987. Laut Nusantara, Penerbit Djambatan. Jakarta. Nontji, A. 2008. Plankton. Laut Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Press. Jakarta. Polovina, J.J. Howell, E. Kobayashi, DR. Seki, MP. 2001. The transition zone chlorophyll front, a dynamic global feature defining migration and forage abitat for marine resources. Progress in Oceanograph. 49:469–4 Presetiahadi, K. 1994. Kondisi Oseanografi Perairan Selat Makassar Pada Juli 1992 (Musim Timur). [Skripsi]. Program Studi Ilmu dan Teknologi Kelautan. Fakultas Perikanan IPB. Bogor. Rajapaksha, Matsumura, dan Samarakoon. 2012. An approach to predict temperature vertical profile of the ocean using satellite data. Compilation and indexing terms, Copyright 2013 Elsevier Inc.; T3: 33rd Asian Conference on Remote Sensing 2012, ACRS 2012. 33rd Asian Conference on Remote Sensing 2012, ACRS 2012, November 26, 2012 - November 30, 2012, Pattaya, Thailand. ISBN/ISSN: 2819. Rasyid, A. 2009. Distribusi Klorofil-a pada Musim Peralihan Barat-Timur di Perairan Spermonde Provinsi Sulawesi Selatan. Jurnal Sains & Teknologi, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin – Makassar, Vol.9 No. 2: 125 – 132. Rhamo, A. 2009. Pemodelan Topografi Muka Air Laut (Sea Surface Topography) Perairan Indonesia Dari Data Satelit Altimetri Jason-1 Menggunakan Softwarebrat 2.0.0. Tugas Akhir. Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan. ITS. Surabaya.

Laporan Akhir Pengembangan Model Pemanfaatan Data Satelit NPP dan Altimetri untuk Penentuan Zona Potensi Penangkapan Ikan, Tahun Anggaran 2014

94

Samawi, M.F., 200. Penuntun Praktikum Kimia Oseanografi, Laboratorium Oseanografi Kimia, Jurusan Ilmu Kelautan Universitas Hasanuddin, Makasar. Schmidt. P.J. 1931. Fishes of Japan Collected In 1901. Trans. Pac. Comm. Academic Science. 2: 1-176. Semedi, B. dan Luthfi, A. 2013. Forecasting the Fishing Ground Of Small Pelagic Fishes in Makassar Strait Using Moderate Resolution Image Spectroradiometer Satellite Images, Journal of Applied Environmental and Biological Sciences, 3(2) 29-34. Simbolon, D. 2009. Analisis hasil tangkapan ikan cakalang, hubungannya dengan konsentrasi klorofil A di Perairan Binuangeun, Banten. Thesis. Faculty of Fisheries and Marine Science. IPB (Bogor Agricultural University). Stewart, R.H., 2008. Introduction to Physical Oceanography. Department of Oceanography Texas A & M University. September 2008 Teliandi, D. 2011. Faktor yang Mempengaruhi Suhu Permukaan Laut. http://lauteliandi.blogspot.com/2011/03/suhu-adalah-suatu-respon-bendaterhadap.html, Tanggal unduh 7 Maret 2013. Uda, M. 1952. On the relation between the variation of the important fisheries conditions and the oceanographical conditions in the adjacent water of Japan. I.J. Tokyo Univ. Fish. 38 (3): 364-389. Ullman, D.S. dan P.C. Cornillon. 1999. Satellite-derived Sea Surface Temperature Fronts on the Continental Shelf of the Northeast U.S. Coast. Journal of Geophysical Research 104: 23459-23478. Ullman, D.S. dan P.C. Cornillon. 2000. Evaluation of Front Detection Methods for Satellite-Derived SST Data Using in situ Observations. Journal of Atmospheric and Oceanic Technology 17: 1667-1675. Walton, C. C., 1988: Nonlinear multichannel algorithms for estimating sea surface temperature with AVHRR satellite data. Journal of Applied Meteorology, 27, 115-124 Wibawa. T.A. 2011. “Pemanfaatan Data Satelit Oseanografi untuk Prediksi Daerah Potensial Penangkapan Tuna Mata Besar (Thunnus obesus) di Samudera Hindia Selatan Jawa-Bali”.Jurnal Segara: Volume 7 No. 1 Agustus 2011. ISSN 1907-0659.Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut dan Pesisir, KKP. Hal 29-41. Wikipedia. 2013. Sea Surface Temperature. http://en.wikipedia.org/wiki/ Sea_surface_temperature. Diunduh Tanggal: 7 Maret 2013. Zainuddin, M., H. Kiyofuji, K. Saitoh, dan S. Saitoh. 2006. Using multi-sensor satellite remote sensing and catch data to detect ocean hotspots for albacore (Thunnus alalunga) in the northwestern North Pacific. Deep-Sea Res. II 53: 419-431.

Laporan Akhir Pengembangan Model Pemanfaatan Data Satelit NPP dan Altimetri untuk Penentuan Zona Potensi Penangkapan Ikan, Tahun Anggaran 2014

95

PUSAT PEMANFAATAN PENGINDERAAN JAUH - 2014

More Documents from "Abraham Sengka"